Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah : Tes Intelegensi Dan Bakat

Prodi : Psikologi (Sore)


Semester : III (Tiga)

Nama Kelompok 2 :
Meilina Dela Hadiyanti (190701021)
Maulana Azmi (190701038)
Fitri Noer Shinta A. (190701058)
Arya Muchreza W. (190701059)

Tugas Review
1. Pengertian pengukuran, norma dan evaluasi.
Pengukuran merupakan kegiatan yang sangat fundamental dalam keilmuan. Pengetahuan
tentang manusia, objek, kejadian, dan proses diperoleh melalui pengamatan. Suatu kuantifikasi
atribut yang memproses secara sistematik dan mengubah teoretik suatu atribut menjadi angka.
Terjadi penafsiran yang masuk akal terhadap segala hasil pengamatan tersebut yang seringkali
harus dilakukan melalui proses pengukuran, yaitu semua yang menarik minat keilmuan
memerlukan pengukuran. Pengukuran adalah kegiatan pengamatan untuk mengetahui objek
(misal manusia atau kejadian) yang akan diukur dengan alat ukur yang valid dan reliabel. Misal,
kita akan mengukur berat badan; objeknya manusia , atributnya berat badan, alat ukurnya
timbangan berat badan. Dalam pengukuran harus alat ukur harus valid dan reliabel. “Kenapa alat
ukur harus valid dan reliabel?”, Maksudnya valid adalah tepat dan reliabel adalah konsisten.
Kalau kita mengukur berat badan tidak mungkin memakai timbangan emas yang jelas tidak
cocok dan sesuai alat ukurnya. Norma berarti rata-rata, yaitu harga rata-rata bagi suatu kelompok
subjek. Dapat berupa kelompok usia, kelompok pendidikan, kelompok jenis kelamin dan
lainnya. Evaluasi merupakan hasil dari pengukuran itu sendiri yang bersifat evaluatif
disandarkan pada norma (rata-rata nilai yang berlaku dalam kelompok subjek berada). Evaluasi
juga sebagai pembandingan antara hasil ukur dgn suatu norma atau kriteria, hasilnya bersifat
kualitatif dan dinyatakan secara evaluatif.
2. Karakeristik pengukuran psikologi
a. Pembandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya
Pada karakteristik ini disebutkan bahwa yang diukur adalah atribut. Artinya, apa yang diukur
adalah atribut/dimensi dari sesuatu bukan dari subjek sendiri. Contohnya, kita tidak dapat
mengukur badan manusia tetapi kita bisa mengukur tinggi badannya. Manusia tidak dapat
diukur, tetapi atribut manusia itu misalnya intelegensi atau prestasinya dapat diukur.
Benda/Manusia merupakan subjek pengukuran bukan objek. Objek pengukuran adalah
dimensi yang diukur.
b. Hasilnya bersifat kuantitatif
Kuantitatif berarti berwujud angka atau bilangan. Suatu proses pengukuran akan dinyatakan
selesai apabila hasilnya telah diwujudkan dalam bentuk angka pada proses fisiknya disertai
oleh satuan ukur yang sesuai. Contohnya pada pengukuran volume hasilnya berwujud angka
semisal 150 l. Pengukuran dalam aspek nonfisik atau atribut psikologis akan diperoleh hasil
pengukuran semisal hasil kecerdasan seseorang yang mencapai IQ 120.
c. Kesimpulannya dinyatakan secara deskriptif
Hanya sebatas memberikan angka atau bilangan yang tidak disertai intrepretasi atau
deskripsinya. Misalnya, kendaraan yang melaju dengan kecepatan 45 km/jam hanya dikatakan
berkecepatan 45 km/jam tanpa diberi keterangan bahwa kecepatan tersebut sangat tinggi atau
sedang.

3. Kriteria alat tes psikologi yang baik


Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya
(objektivitas hasil penilaian) sangat bergantung pada kualitas alat penilaiannya disamping
pada cara pelaksanaannya. Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik
apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi lima hal, yakni ketepatannya atau validitasnya,
ketetapan atau reliabilitasnya, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.

Syarat-syarat tes yang baik


 Validitas
Validitas berarti kualitas yang paling terpenting dalam suatu tes. Validitas tes menunjuk
kepada pengertian apakah hasil sesuai dengan kriteria yang telah dirumuskan dan hingga
mana tes tersebut telah mengukurnya. Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat
tepat mengukur kemampuan testee dengan benar dan sesungguhnya.
Terdapat 4 jenis validitas, yaitu :
a. Validitas Isi
Yaitu untuk mengetahui kajituan dari suatu instrumen ditinjau dari segi isi instrumen
tersebut yang dilakukan dengan jalan membandingkan isi instrumen dengan komponen-
komponen yang harus diukur.
b. Validitas Susunan
Untuk mengetahui apakah suatu instrumen memenuhi syarat-syarat validitas susunan atau
tidak, maka harus membandingkan susunan instrumen tersebut dengan syarat-syarat
penyusunan instrumen yang baik.
c. Validitas Bandingan
Kejituan suatu instrumen dilihat dari korelasinya terhadap keadaan yang sebenarnya dari
responden tersebut saat pengukuran dilakukan.
d. Validitas Ramalan
Kejituan dari suatu instrumen ditinjau dari kemampuan instrumen tersebut meramalkan
keadaan individu pada masa yang akan datang.

 Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk kepada ketetapan dari nilai yang diperoleh sekelompok individu
dalam kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama ataupun yang itemnya ekuivalen.
Konsep reliabilitas mendasari kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu
sebagai susunan dari kelompok itu mungkin berubah karenanya hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam reliabilitas adalah :
a. Sebelum mengadakan tes harus diperhatikan terlebih dahulu keadaan fisik dan
lingkungan di sekitar testi.
b. Jika korelasi mendekati satu atau kurang dari satu maka ketetapannya reliable tapi kalau
korelasi lebih dari satu maka tidak reliable.
 Kesukaran
Tingkat kesukaran dalam suatu tes merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan,
karena tes psikologis berbeda dengan tes hasil belajar. Jika soal yang diberikan dalam tes
psikologis terlalu mudah, maka semua akan dijawab dengan baik. Tapi tidak akan bisa
mengungkapkan apa yang sebenarnya begitu juga dengan soal yang begitu rumit.
Misalnya pada tes intelegensi (IQ) yang sudah ditentukan tingkat kesukarannya untuk
umur tertentu, soal tes IQ untuk murid SD akan berbeda dengan murid SMP. Kesukaran
item didefinisikan sebagai persentase manusia yang menjawab item dengan benar.
Kesukaran item ditentukan beberapa hal antara lain umur siswa. Dalam keadaan lain
kesukaran item digunakan untuk menentukan tingkatan, tujuan testing untuk
membedakan antara siswa yang memiliki berbagai tingkat pengetahuan mengenai suatu
subyek.
 Diskriminasi
Dalam analisis beda, arah kecendrungan alternatif jawaban pada item dipilih menjadi
dua, jawaban satu dan dua. Pembagian arah jawaban tes tidak mengandung arti bahwa
jawaban satu lebih baik daripada jawaban dua. Pembagian tersebut hanya sebagai kode.
Bila kemungkinan jawaban suatu item terdiri dari dua alternatif, maka penentuan arah
jawaban dapat dilakukan dengan mudah
 Balance
Suatu tes yang baik harus seimbang. Semua aspek yang akan di ukur tak hanya
menumpuk pada suatu item tertentu hingga hasil tes dapat mengukur apa yang akan
diukur dan dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya yang harus diungkapkan.
 Efisiensi dan Objektivitas
Efisiensi dapat berarti waktu yang diperlukan untuk menjawab item-item atau pertanyaan
dalam melaksanakan tes dipergunakan dengan secepat mungkin. Objetivitas berarti dalam
pelaksanaan tes seharusnya diperoleh skor yang sesuai dengan kemampuan testi atau
bersifat apa adanya (objektif). Penilaian dengan objektivitas disebut dengan penilaian
objektif. Suatu tes yang objektif akan memberikan hasil yang sama bila dinilai oleh tester
yang berbeda. Tipe tes yang objektif yang paling lazim adalah beri pertanyaan multiple
choice, semua jawabannya bersifat khas dan telah ditentukan sebelumnya. Tipe lainnya
yaitu tes yang berisi pertanyaan-pertanyaan “true and false” dimana seseorang akan
mengisi blangko dengan suatu cara atau ungkapan-ungkapan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
 Kespesifikan
Suatu tes psikologis dilakukan untuk dapat mengungkapkan kompetensi seseorang,
seperti tes intelegensi harus dapat mengungkapkan kemampuan dasar dan intelegensi
orang tersebut, demikian juga dengan tes bakat yang harus mampu mengungkapkan bakat
yang dimiliki seseorang.
 Kecepatan
Mengacu kepada waktu dalam pelaksanaan tes. Waktu dalam pelaksanaan tes itu tidak
terlalu lama dan tidak terlalu cepat. Untuk menentukan tes yang baik dan efisien maka
dapat dipertimbangkan melalui try.

4. Jenis tes Psikologi berdasarkan aspek psikologi

Jenis Tes Psikologi berdasarkan Aspek Psikologi

Tes psikologi dalam bidang pendidikan dapat dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu
(Gunarsa, 1986;37) :

1. Tes inteligensi umum


Dengan tes inteligensi umum ini diperoleh suatu gambaran mengenai kecerdasan
umum seseorang, sehingga pemeriksa memperoleh keterangan dari orang yang diperiksa
untuk dipergunakan lebih lanjut. Latar Belakang Tes Inteligensi E.Seguin (1812-1880)
disebut sebagai pionir dalam bidang tes inteligensi yang mengembangkan sebuah papan
yang berbentuk sederhana, untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental.
Kemudian usaha ini distandarisasikan oleh Henry H.Goddard (1906). E.Saguin dapat
digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak
keterbelakangan. Ia juga disebut sebagai bapak dari tes performansi. Francis Galstron
(1882), membuka pusat testing yang pertama di dunia. Salah satu dari pemikirannya
menjadi dasar dikembangkannya pengukuran individual. Bahwa pada kenyataannya
individu tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya, tetapi memiliki perbedaan
individual. Alfred Binet dan Victor Henri, yang kemudian terkenal dengan skala Binet-
Simon (BinetSimon Scale). Ebbinghaus menciptakan Completion Test (suatu tes yang
berupa kalimat yang masih terbuka bagian belakang, dan harus dilanjutkan). Hal ini
merupakan suatu validasi dari pengukuran atau pemeriksaan psikologis dan secara
langsung dapat memberikan diferensiasi antara yang kurang, rata-rata dan cemerlang
(bright). Joseph Jasrow (1863-1944) adalah salah satu dari beberapa orang yang pertama
kali mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis. G.C. Ferrari
(1896) juga mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan
mental. August Oehr, mengadakan penelitian interrelasi antara berbagai fungsi
psikologis. E.Kraeplin, seorang psikiater yang menyokong usaha ini, empat macam tes
yang dikembangkan, diantaranya yaitu :
a. Koordinasi motorik
b. Asosiasi kata-kata
c. Fungsi persepsi
d. Ingatan

Hal yang terpenting dalam menandai tingkah laku inteligentif adalah adanya
tindakan yang terarah untuk mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Inteligensi adalah kecerdasan dasar pada setiap individu yang bersifat umum untuk
memperoleh suatu kecakapan dengan tindakan yang terarah dan bertujuan. Penggunaan
tes inteligensi umum Pada tahun 1950 tes inteligensi anak yang pertama dari Alfred Binet
dan Theodore Simon di Paris disusun berdasarkan kebutuhan guna membedakan murid-
murid sekolah ke dalam golongan anak-anak normal dan anak-anak terbelakang mental.
Sampai saat ini tes inteligensi umum masih digunakan untuk tujuan tersebut, yaitu untuk
mengadakan penyaringan pendahuluan. Tes inteligensi juga banyak digunakan untuk
menemukan anak-anak yang memiliki kecerdasan yang sangat tinggi (jenius), jauh di atas
anak-anak lain pada umumnya. Tes inteligensi umum dapat pula digunakan untuk
mendiagnosa apa yang menjadi penyebab dari kegagalan anak-anak di sekolah. Keluarga
dan lingkungan (sekolah, masyarakat) sangat penting dalam pengembangan inteligensi,
hal ini disebabkan karena :

1. Perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh rangsangan-rangsangan yang


datang dari lingkungan serta faktor pengalaman, pendidikan dan latihan.
2. Faktor kesehatan atau keturunan orangtua dapat mempengaruhi potensi inteligensi
anak.
3. Rangsangan perlu diberikan pada waktu anak siap belajar sesuatu, agar inteligensi
anak berkembang dengan baik, sejak umur balita, seorang anak perlu diberi berbagai
rangsangan terarah.

Keberhasilan seorang peserta didik di dalam pendidikan tidak hanya ditentukan


oleh taraf inteligensinya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya
seperti faktor lingkungan, kepribadian, motivasi, minat. Secara umum dapat dikatakan
bahwa kemungkinan berhasil pada suatu pendidikan bagi seseorang yang mempunyai
taraf inteligensi yang tinggi adalah lebih besar daripada kemungkinan keberhasilan bagi
seseorang yang mempunyai taraf inteligensi yang lebih rendah. Tetapi, tidak selalu taraf
inteligensi sejalan dengan keberhasilan prestasi. Oleh karena itu, taraf inteligensi yang
tinggi belum tentu menjamin keberhasilan seseorang, bila tidak didukung oleh faktor-
faktor non inteligentif lainnya (Jatiputra, 1986;79). Masyarakat umum seringkali
menyamakan artikan pengertian intelegensi dengan IQ. Inteligensi dan IQ mempunyai
arti yang berbeda. Intelligence Quotient (IQ) adalah nilai skor yang diperoleh dari sebuah
alat tes kecerdasan.

Kecerdasan / Intelegensi individu dapat diukur dengan memakai beberapa jenis tes
intelegensi, diantarannya: Tes Binet, WAIS, WISC, WPPSI, SPM, CPM, APM, IST,
CFIT, K-ABC, PPVT, KIT, LIPS, dan sejenisnya. Alat ukur intelegensi juga dapat
dibedakan berdasarkan usia testee, bersifat tes individu atau tes kelompok.

2. Tes Bakat
Bakat adalah faktor bawaan yang berupa potensi, yang aktualisasinya
membutuhkan interaksi dengan faktor-faktor dalam lingkungan (Sadli, 1986;18). Latar
Belakang Tes Bakat A. Musterberg adalah salah seorang ahli yang memprakarsai
pembuatan tes bakat yang pertama kalinya. Pada awalnya tes bakat digunakan pada masa
perang dunia I untuk menyeleksi pilot, pengemudi dan kemudian meluas ke bidang
industri. Bakat memperkenalkan suatu kondisi dimana menunjukkan potensi seseorang
untuk mengembangkan kecakapannya dalam suatu bidang tertentu. Perwujudan dari
potensi ini biasanya bergantung bukan saja pada kemampuan belajar individu dalam
bidang itu, tetapi juga pada motivasi dan kesempatan-kesempatannya untuk
memanfaatkan kemampuan ini. Tak bisa dipungkiri secara biologis bahwa bakat itu
sedikit banyak diturunkan dari satu individu pada individu lainnya. Bakat sebenarnya
adalah “aptitude”. Bakat sebagai aptitude biasanya diartikan sebagai kemampuan bawaan
yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan atau dilatih.
Bakat sebagai suatu kondisi pada diri individu yang dengan suatu latihan khusus
memungkinkan mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.
Kemampuan bawaan (keturunan) ini agar dapat berkembang secara optimal perlu adanya
pengembangan dan latihan tertentu dan juga banyak dipengaruhi oleh faktor keluarga dan
lingkungan dan nilai-nilai (Sukardi & Kusmawati, 2009; 107). Aktualisasi bakat dapat
lebih mudah tercapai bila diberikan pendidikan atau latihan sistematis yang sesuai. Selain
itu, aktualisasi bakat sangat erat hubungannya dengan faktor-faktor lain seperti motivasi,
nilai, kepribadian, dan lain-lain. Bakat seseorang dapat dites yang dinamakan dengan tes
bakat. Tes bakat adalah salah satu dari pemeriksaan psikologis yang termasuk tes
kemampuan khusus, yang mengukur berapa besar kemungkinan keberhasilan seseorang
dalam suatu bidang pekerjaan pendidikan tertentu. Dapat diketahui bahwa bakat
mengungkap potensi untuk mempelajari suatu aktivitas tertentu, serta bakat adalah relatif
berbeda, dan bakat adalah relatif konstan. Penggunaan Tes Bakat Tes bakat adalah
mengungkap potensi-potensi individu untuk belajar beberapa macam aktivitas tertentu.
Tes bakat dapat dibagi ke dalam dua golongan yang luas, dikenal sebagai tes bakat umum
dan tes bakat khusus.
a. Tes bakat umum dirancang untuk mengungkap bakat dalam jangkauan yang lebih
luas, terutama sekali ini penting dalam kaitan tugas-tugas atau pekerjaan sekolah.
b. Tes bakat dalam bidang khusus termasuk diantaranya tes bakat musik, bakat seni,
bakat mekanikal, dan sebagainya. Untuk mengetahui bakat peserta didik secara
tepat, perlu dilaksanakan tes psikologi dengan menggunakan beberapa instrument
tes bakat.

Salah satu instrument tes bakat yang umum digunakan adalah Tes Bakat
Pembedaan (Differential Aptitude Test) yang disingkat dnegan DAT dan The General
Aptitude Test Battery (GATB). Tes bakat bertujuan membantu merencanakan dan
membuat keputusan mengenai pilihan pendidikan dan pekerjaan. Dari hasil tes bakat
diperoleh gambaran mengenai seseorang di dalam berbagai bidang kemampuan. Hasil tes
keseluruhannya dipergunakan sebagai informasi yang berguna, bukan sebagai pembuat
keputusan, karena bagaimanapun keputusan tetap merupakan tugas individu sendiri. Tes
bakat tidak dapat menentukan dengan mutlak pekerjaan atau karir apa yang harus
dijalani, dan juga tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang sangat khusus.

3. Tes Minat

Minat adalah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu secara mendalam dan
terus menerus. Dalam kajian ilmu psikologi, antara minat dan bakat memiliki korelasi
positif, akan tetapi skor yang tinggi pada bakat belum tentu menghasilkan skor yang
tinggi pula pada minat. Individu dengan bakat yang tinggi dalam bidang X belum tentu
memiliki minat untuk menekuni bidang X tersebut. Sebaliknya seseorang yang
menunjukkan minat tinggi pada seni vokal misalnya, belum tentu pula memiliki bakat
yang cukup pada bidang tersebut. Pengukuran kedua jenis variabel tersebut (minat dan
bakat) dapat menghasilkan prediksi yang lebih efektif, daripada mengukur satu variabel
saja.

Tes minat diadakan untuk memperkirakan minat seseorang dalam berbagai bidang
pekerjaan, seperti: kesusastraan, musik, klerikal, outdoor, mekanik, komputasi,
keilmiahan, persuasi, artistik, pelayanan sosial dll. Pengukuran minat sering digunakan
untuk membantu siswa pemilih jurusan yang sesuai di bidang pendidikan, baik di SMA,
SMK, maupun perguruan tinggi. Tes minat juga sering digunakan untuk keperluan
penerimaan pegawai (seleksi pegawai) di berbagai perusahaan.

4. Tes kepribadian
Tes kepribadian adalah seperangkat alat tes yang disusun untuk mendeskripsikan
bagaimana kecenderungan seseorang bertingkah laku. Tes kepribadian sebenarnya adalah
deskripsi kualitatif dari kepribadian, bukannya deskripsi kuantitatif (angka-angka),
karena sebenarnya kepribadian tidak dapat diukur, tetapi hanya dapat dideskripsikan.
Untuk membantu menjelaskan kepribadian, alat tes kepribadian menggunakan bantuan
angka-angka dan kemudian hasilnya diinterpretasikan / dideskripsikan ke dalam
kualitatif. Angka yang didapatkan seseorang pada tes kepribadian bukanlah angka
sesungguhnya. Misalnya, jika si X mendapatkan angka 9 dari tes kepribadian dan si Y
mendapatkan angka 6, hal ini bukan berarti kepribadian si X lebih tinggi dari kepribadian
si Y. Angka disini hanyalah sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan kepribadian,
misalnya si X lebih teliti dalam pekerjaannya dibandingkan dengan si Y. Tes kepribadian
adalah tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas seseorang yang
banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berapakaian, nada suara,
hobi atau kegemaran, dan lain-lain (Gusrafli & Yusri, 2013). Kepribadian setiap individu
adalah unik, sehingga tidak bisa dibandingkan dengan orang lain dalam
pendeskripsiannya. Kepribadian tidak mengandung unsur nilai “baik buruk, tinggi
rendah, dan lain-lain”. Untuk mempermudah pengukuran dalam psikologi, disusunlah
suatu kriteria kepribadian dalam bentuk pengelompokan. Saat ini, dalam psikologi
dikenal pengelompokan kepribadian yang terkenal dengan DSM (Diagnostic and
Statistical Manusal of Mental Disorders). Tes kepribadian ini bertujuan untuk
mengungkap kecenderungan kepribadian seseorang. Tes ini bisa berbentuk tes proyektif
maupun non proyektif. Tes proyektif biasanya membutuhkan media khusus untuk
memproyeksikan dorongan, perasaan, maupun sentimen. Media tersebut bisa berupa
bercak tinta, kartu/gambar maupun kalimat. Contoh tes kepribadian adalah tes grafis,
TAT/CAT/SAT, tes Rorschach, EPPS dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Dewa, Ketut Sukardi. (1997). Analisis Tes Psikologis. Jakarta: Rinneka Cipta.

Sadli, S & Gandadiputra, M & Gunarsa, S & Sarwono, S & Moesono & Jatiputra. (1986).
Intelegensi Bakat dan test IQ. Jakarta: PT. Gaya Favorit Press.

Sukardi, D & Kusmawati. D. (2009). Analisis Tes Psikologi Teori & Praktik. Jakarta: Rinneka
Cipta.

Anda mungkin juga menyukai