NIM : 855765768
Kelas : 1B
MK : Evaluasi Pembelajaran di SD
Tugas : Tutorial 3
1. Jelaskan menurut saudara mengapa dalam melakukan validitas kita harus menentukan
ketepatan dalam pengkuruan? Dan apa perbedaan dari validitas isi dan validitas
kontraks dalam melakukan pengukuranya?
2. Menurut Gronlund dan Linn (1990) bahwa validitas mengacu pada ketepatan hasil
pengukuran dan reabilitas mengacu pada ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu
pengukuran. Coba saudara jelakaskan bagaiamana cara menentukan atau menilai
bahwa alat ukur yang kita gunakan itu valid dan reliabel?
3. Dalam menganalisis butir soal ada dua karakteristik yang harus diperhatikan
yaitu tingkat kesukaran dan daya pembeda. Jelaskan menurut saudara bagaimana
cara kita sebagai guru agar butir soal yang kita buat memiliki taraf kesukarann dengan
katagori sedang (0,25 ≤ p ≤ 0,75) dan daya pembeda yang baik atau masuk dalam
kategori indeks (0.30 ≤ D < 0,40)?
4. Kita ketahui bahwa sekarang ini pada kurikulum k13 ada tiga aspek yang harus dinilai
yaitu aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Coba saudara berikan masing-masing
contoh cara penskoran pada aspek-aspek tersebut?
5. Menurut PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 63
menyebutkan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri dari :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik ;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Coba saudara jelaskan masing-masing tujuan dan berikan contoh dari penilaian
pendidikan tersebut?
Jawaban
1. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat dengan tepat mengukur apa yang
ingin diukur. Jika kita ingin mengukur hasil belajar siswa, maka kita juga dituntut
untuk menggunakan alat ukur ( dalam hal ini tes ) yang dapat dengan tepat mengukur
hasil belajar yang kita harapkan.
Validitas isi diperlukan untuk menjawab pertanyaan “ sejauh mana item – item
yang ada dalam tes dapat mengukur keseluruhan materi yang telah diajarkan “,Tinggi
rendahnya validitas isi suatu tes dapat dilihat pada perencanaan atau kisi – kisi tes.
Sedangkan validitas konstrak mengacu pada sejauh mana alat ukur tersebut dapat
mengungkap keseluruhan konstrak yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan
tes tersebut.Yang dimaksud dengan konstrak disini adalah konsep
hipotesis (hipotetical concept) yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat
ukur.Validitas konstrak ini banyak digunakan terutama dalam pengukuran –
pengukuran psikologi seperti pengukuran sikap, minat, tingkah laku dan sebagainya.
2. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat dengan tepat mengukur apa yang
ingin diukur. Jika ingin mengukur hasil belajar siswa maka kita juga dituntut untuk
menggunakan alat ukur ( dalam hal ini tes ) yang dapat dengan tepat mengukur hasil
belajar yang kita harapkan.
Salah satu cara untuk mengetahui ketetapan atau reliabilitas suatu pengukuran,
dapat diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dua kali. Hasil pengukuran
dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika hasil pengukuran pertama hampir
sama dengan hasil pengukuran kedua. Dan sebaliknya hasil pengukuran dikatakan
mempunyai reliabilitas yang rendah jika hasil pengukuran pertama jauh berbeda
dengan hasil pengukuran kedua.
Ketepatan hasil pengukuran ( validitas ) sangat diperlukan untuk memperoleh alat
ukur yang dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat ( valid ). Walaupun
demikian alat ukur yang mempunyai reliabilitas tinggi belum tentu secara otomatis
mempunyai validitas yang tinggi. Karena tingginya reliabilitas yang dihasilkan oleh
suatu alat ukur jika tidak dibarengi dengan tingginya validitas dapat memberikan
informasi yang salah tentang apa yang ingin kita ukur.
3. Dengan cara langsung mengujicobakan soal tes tersebut kepada siswa, kemudian
menghitung hasil dari jawaban siswa untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya
pembeda soal tersebut dengan menggunakan rumus dan mencocokan hasilnya dengan
criteria yang sudah ditetapkan.
Secara matematis tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan rumus:
B
p=
N
Dimana : p : Indeks tingkat kesukaran butir soal
B : Jumlah peserta tes yang menjawab benar
N : Jumlah seluruh peserta
Menurut Fernandes (1984) kategori tingkat kesukaran butir soal adalah :
P > 0,75 ∶ 𝑀𝑢𝑑𝑎h
0,25 ≤ P ≥ 0,75 ∶ Sedang
P ≤ 0,24 ∶ Sukar
Daya beda butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
D=P A −P B
dimana,
D = indeks daya beda butir soal
P A = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab salah
Menurut Fernandes (1984) kategori indeks daya beda butir soal adalah :
D ≥ 0,40 = sangat baik
0,30 ≤ D ≤ 0,40 = baik
0,20 ≤ D < 0,30 = sedang
D < 0,20 = tidak baik
b. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam
jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus,
mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa
disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-
jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan
nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya
kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik
disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa
pada perbaikan umum. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta
didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak
presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu
nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki
kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang
tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah
maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap
kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap,
yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya
adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap,
yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan
dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan
kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Skala yang sering digunakan
dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan
Skala Beda Semantik.
5. Penjelasan dan contoh dari uraian PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 63;
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil, dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan merupakan penilaian akhir yang
dilakukan oleh satuan pendidikan untuk menentukan kelulusan peserta didik,
dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. Penilaian
tersebut bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk
semua mata pelajaran, yang dilakukan melalui Ujian Sekolah.
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam bentuk
Ujian Nasional.
Hormat Saya
Cici Andini