Meskipun reliabilitas adalah ciri yang harus dipunyai oleh suatu alat ukur
yang dipergunakan dalam suatu pengukuran, tetapi reliabilitas bukanlah
karakteristik utama. Di dalam dunia pendidikan dan psikologi, pertanyaan yang
paling “utama” diajukan berkaitan dengan alat ukur adalah “ seberapa valid alat
ukur ini?”. Dengan pertanyaan tersebut, akan diungkap apakah alat ukur yang
dipergunakan sudah menjalankan fungsinya mengukur apa yang seharusnya
diukur, sesuai dengan kecocokan, makna, dan kemanfaatan dari inferensi yang
dibuat dari skor alat ukur. Dengan demikian, validitas tidak mempunyai
pengertian yang mutlak (absolut), dalam arti suatu alat ukur valid untuk suatu
tujuan atau kemanfaatan tertentu, tetapi tidak untuk yang lain (Thorndike, 1997).
Di dalam psikologi, kata validitas digunakan sekurangnya dalam tiga
konteks, yaitu validitas penelitian (research validity), validitas soal (item validity),
dan validitas alat ukur atau tes (test validity) (Suryabrata, 2000).
Validitas penelitian mempersoalkan sejauh mana hasil penelitian
mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Validitas penelitian mengandung dua
sisi, yaitu validitas internal yang mempersoalkan kesesuaian data penelitian
dengan keadaan sebenarnya, dan validitas eksternal yang mempersoalkan derajad
kesesuaian antara generalisasi hasil penelitian dengan keadaan sebenarnya.
Validitas soal adalah derajad kesesuaian antara suatu soal dengan
perangkat soal-soal yang lain dari suatu alat ukur. Ukuran validitas soal adalah
korelasi antara skor pada suatu soal tersebut dengan skor pada perangkat soal
secara keseluruhan (item-total correlation). Isi validitas soal adalah daya pembeda
soal (item discriminating power) dan bukanlah suatu validitas tes.
Korelasi item-total digunakan sebagai ukuran validitas soal karena korelasi
item-total ini menunjukkan apakah item-item tersebut mempunyai kecenderungan
terhadap tes ataukah tidak. Item-item yang mempunyai korelasi 0.30 dianggap
mempunyai kecenderungan terhadap tes secara keseluruhan, sehingga item-item
disebut homogen. Item-item yang homogen sangat mendukung daya validitas tes
1
karena pada dasarnya validitas ingin mencari homogenitas perilaku dalam tes
(Loevinger, 1957).
2. Validitas konstruk
Validitas konstruk merujuk kepada suatu kualitas alat ukur yang
dipergunakan apakah sudah benar-benar menggambarkan konstruk teoritis yang
digunakan sebagai dasar operasionalisasi ataukah belum. Secara singkat, validitas
konstruk adalah penilaian tentang seberapa baik seorang peneliti menerjemahkan
teori yang dipergunakan ke dalam suatu alat ukur.
Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana
tes mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukur (Allen &
Yen, 1979, Azwar ,2000). Validitas konstruk menggunakan dua analisis validitas,
isi dan kriteria. Shepard (1993) dan Anastasi (1986) menyatakan bahwa validitas
konstruk mencakup analisis empiris dan logis yang ada dalam validitas isi dan
kriteria. Mungkin tipe validitas ini adalah yang paling sulit untuk dipahami. Ini
karena berhubungan dengan sejauh mana pemahaman terhadap hubungan antara
skor-skor tes dengan model teoritis. Sebuah tes, bisa jadi memiliki derajat
validitas prediktif yang tinggi dalam sebuah domain khusus tapi apabila tidak
mempunyai atau hanya punya sedikit penghitungan teoritis untuk menjelaskan
hubungannya maka tes tidak memiliki derajat validitas konstruk yang tinggi.
Validasi terhadap alat ukur yang berdasarkan konstruksi teoritis ini
merupakan proses yang kompleks, yang memerlukan analisis logis dan dukungan
data empirik. Prosedur pengujian validitas konstruk biasanya berangkat dari hasil
komputasi interkorelasi diantara berbagai hasil tes dan kemudian diikuti oleh
analisis lebih lanjut terhadap matriks korelasi yang diperoleh, melalui berbagai
metode.
Konsep validitas konstrak sangat berguna pada tes yang mengukur trait
yang tidak memiliki kriteria eksternal. Untuk itu prosedur validasi konstrak
diawali dari suatu identifikasi dan batasan mengenai variable yang hendak diukur
yang dinyatakan sebagai suatu bentuk konstrak logis berdasarkan teori mengenai
variable tersebut. Dari teori tersebut kemudian ditarik semacam konsekuensi
praktis mengenai hasil tes pada kondisi terttentu. Konsekuensi inilah yang
kemudian diuji. Apabila hasilnya sesuia dengan harapan maka tes yang
bersangkutan dianggap memiliki validitas konstrak yang baik.
Dukungan terhadap adanya validitas konstrak menurut Magnusson (1967)
dapat dicapai melalui beberapa cara, antara lain :
1. Studi mengenai perbedaan diantara kelompok-kelompok yang menurut teori
harus bebeda.
Apabila teori mengatakan bahwa antara suatu kelompok dengan kelompok
lainnya harus memiliki skor yang bebeda maka kenyataannya dapat diuji
melalui pengumpulan data yang kemudian dianalisis dengan teknik statistika
tertentu.
2. Studi mengenao pengaruh perubahan yang terjadi
dalam diri individu dan lingkungannya terhadap hasil tes.
Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek
dikarenakan factor kematangan, misalnya, maka pertambahan usia harus
mengubah skor subjek pada aspek yang dipengaruhi itu dan bukan pada aspek
lain yang tidak terpengaruh oleh kematangan.
3. Studi mengenai korelasi diantara berbagai variable yang menurut teori
mengukur aspek yang sama.
Studi ini dapat diperluas dengan mengikutsertakan pula koefisien korelasi
diantara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda. Prosedur
termaksud akan menghasilkan validitas konvergen dan validitas diskriminan
yang merupakan kesimpulan dari pendekatan validasi multitrait-multimethod.
4. Studi mengenai korelasi antaraitem atau antar bagian
tes.
Interkorelasi yang tinggi diantara belahan dari suatu tes dapat dianggap
sebagai bukti bahwa tes tersebut mengukur satu variable satuan (unitary
variable).
Menurut Suryabrata (2000), sampai sekarang terdapat dua metode yang
telah diakui di bidang pengukuran, yaitu pertama sifat-jamak-metode-jamak
(multi trait multi method) dan yang kedua analisis faktor. Rust dan Golombok
(1989) dan Kerlinger dan Lee (2000), juga menyatakan bahwa salah satu
pendekatan yang sering digunakan dalam pengujian validitas konstruk adalah
analisis faktor.
Validitas kontrak dengan pendekatan validasi multitrait-multimethod
menghasilkan estimasi terhadap validitas konvergen yang ditunjukkan oleh
tingginya koefisien korelasi diantara skor skala-skala yang mengujur trait yang
sama, dan validitas diskriminan yang diperlihatkan oleh rendahnya korelasi
diantara skor skala-skala yang mengukur trait yang berbeda.
Prosedur validasi konstrak juga dapat ditempuh melalui teknik analisis
factor. Analisis factor merupakan sekumpulan prosedur matematik yang kompleks
guna menganalisis saling hubungan diantara variable-variabel dan menjelaskan
saling hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variable yang terbatas yang
disebut factor. Oleh karena itu validitas yang ditegakkan melalui prosedur analisis
factor tersebut sebgai validitas factorial (factorial validity).
Prosedur validasi factorial yang lebih lengkap menghendaki disertakannya
satu rangkaian tes yang telah terbukti berfungsi dalam mengukur factor yang
bersangkutan. Rangkaian tes ini disebut sebagai marker test dan akan berfungsi
sebagai criteria bagi layak tidaknya validitas tes yang sedang diuji. Tes yang diuji
akan dikatakan sebagai memiliki validitas factorial yang memuaskan apabila
menunjukkan muatan factor yang relative tinggi sebagaimana muatan pada marker
test. Adanya validitas factorial yang baik juga diperlihatkan oleh rendahnya
muatan factor bagi tes yang diuji pada factor yang tidak diungkap oleh marker
test. Pengertian ini dapat dianalogikan dengan konsep validitas konvergen dan
validitas diskriminan.
Definisi validitas konstruk dipusatkan kepada sebaik apa variabel yang
dipilih peneliti untuk mengungkapkan konstruk hipotetik, benar-benar mencakup
esensi dari konstruk hipotetik itu dan tentunya harus dibuktikan oleh data
(Stapleton, 1997). Sebuah konstruk adalah ide ilmiah dan informatif yang
dikembangkan atau dikonstruksi untuk menggambarkan atau menjelaskan
perilaku (Cohen, Swedlik, & Phillips, 1996). Gregory (2000) mencatat ada enam
pendekatan untuk validitas konstruk, yaitu:
1. analisis untuk menentukan apakah item-item tes atau subtes adalah
homogen dan maka dari itu mengukur sebuah konstruk tunggal.
2. mencari perubahan-perubahan yang berkembang untuk menentukan
apakah mereka konsisten dengan teori konstruk.
3. mencari tahu apakah berbagai perbedaan skor tes adalah konsisten
dengan teori.
4. analisis untuk menentukan apakah pengaruh-pengaruh intervensi skor
tes adalah konsisten dengan teori.
5. korelasi tes dengan tes-tes dan pengukuran lain yang berkaitan maupun
tidak.
6. analisis faktor terhadap skor tes dalam hubungannya dengan sumber-
sumber informasi lain.
Selain itu yang perlu diperhatikan dalam menganalisis validitas konstruk
yang optimal adalah struktur data yang bisa dilihat dari korelasi antar item.
Korelasi antar item yang tinggi akan sangat menguatkan analisis validitas
konstruk. Setidaknya korelasi antar item adalah tengah-tengah yaitu 0,20 dan
apabila korelasi antar item rendah atau sedang maka bisa diambil korelasi antar
item yang tertinggi dan memiliki indeks kesukaran mendekati 50% (Loevinger,
1957).
Brogden (1946) juga telah membuktikan bahwa jumlah item, indeks
kesukaran item, dan interkorelasi antar item sangat mempengaruhi hasil validitas.
Misalnya item-item yang berinterkorelasi rata-rata 0,2 dengan indeks kesukaran
rata-rata 30% menghasilkan validitas tes sebesar 0,425, sementara dengan rata-
rata indeks kesukaran 50% menghasilkan validitas tes sebesar 0,725, dan dengan
rata-rata indeks kesukaran 65% menghasilkan validitas sebesar 0,562. Analisis
Brogden menunjukkan bahwa semakin rata-rata indeks kesukaran mendekati 50%
maka semakin besar validitas tes.
Satu lagi cara untuk menyeleksi item untuk validitas konstruk yaitu lewat
analisis faktor pada faktor pertama. Semua item dalam setiap sub tes dianalisis
faktor, kemudian dilihat muatan faktor hanya pada faktor pertama dan apabila
muatan faktornya besar yaitu minimal 0,40 dengan metode principal component
analysis (Rust & Golombok, 1989; Clark & Watson, 1995).
Berikut adalah contoh pengujian validitas konstruk dengan menggunakan
multi trait dan multi method.
Multitrait method mendasarkan pada teknik korelasi. Kita yakin apabila
ada korelasi, berarti ada varians bersama antar 2 variabel. Bila tidak ada
korelasi/korelasi rendah berarti antar 2 variabel adalah independent/tidak saling
terkait.
Dimana :
A1 dan A1 : monotrait monomethod
A1 dan B1 : multitrait monomethod
A1 dan B2 : multitrait multimethod
B2 dan B2 : monotrait monomethod
A1 A2 : korelasi tinggi
: convergent validity
: korelasi terhadap trait yang sama meskipun metode berbeda
A 1 B1 : korelasi rendah
: discriminan validity
: membuktikan bahwa tidak ada korelasi dengan alat ukur yang
mengukur trait berbeda
Misal. Jika kita mengkorelasikan antara kestabilan emosi dan aritmatik,
ternyata korelasinya rendah jadi tidak ada overlap antara kestabilan emosi dan
aritmatika.
A1 B1 : discriminant validity A1 B1 > A1 B2
Jika kita melakukan A1 - A2 (traitnya sama)
(tunggal/criterion related validity)
Criterion related validity : jika kita hanya mengukur A1 dan A2 saja, tapi kalau
kita juga mengukur A1 B1 maka A1 A2 disebut convergent validity, karena
hasil pengukuran A1 A2 itu akan dibandingkan dengan hasil pengukuran A1 B1.