Anda di halaman 1dari 16

VALIDITAS

A.Pengertian Validitas

  Menurut Gronlund dan Linn (1990): Validitas adalah ketepatan interpretasi yang
dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi

  Menurut Anastasi (1990): Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk,


menyangkut; “What the test measure and how well it does”

  Menurut Arikunto (1995): Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat


instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.

  Menurut Sukadji (2000): Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes
mengukur apa yang seharusnya diukur.

  Menurut Azwar (1986):Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsinya.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif
keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.

Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki
validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada
kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.
Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil
pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi.
Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai
variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk
mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar
1986).

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat
ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus
memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

B.Pengertian Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2006)

Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content)
dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan
dalam suatu penelitian.

C.Tujuan uji validitas

Mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran


dalam melakukan fungsi ukurnya.

Agar data yang diperoleh bisa relevan/sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran
tersebut.

D.Cara menentukan vadilitas

Untuk menguji validitas setiap butir soal maka skor-skor yang ada pada butir yang
dimaksud dikorelasikan dengan skor totalnya. Skor tiap butir soal dinyatakan skor X dan skor
total dinyatakan sebagai skor Y, dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir soal, dapat
diketahui butir-butir soal manakah yang memenuhi syarat dilihat dari indeks validitasnya
(Arikunto, 1999: 78)
  Jika  >  makaitem valid
  Jika  <  mka item tidak valid
CARA MANUAL ANALISIS VALIDITAS Butir Soal Bentuk Uraian

•                    

1. Validitas instrumen adalah tingkat kemampaun suatu instrumen mengukur apa yang
seharusnya diukur, khususnya dalam proses pembelajaran
2. Dari segi analisis validitas dibagi atas validitas rasional dan validitas empirik
3. Validitas rasional terdiri atas validitas isi (content) dan validitas bangun (construct)
4. Validitas empiris terdiri atas valditas ramalan (predictive) dan validitas bandingan
(concurrent )
5. Validitas rasional dapat dianalisis secara rasio melalui GPPP dan panel, sedangkan
valitas empirik dianalisis secara statistik
6. Validitas butir secara statistik dianalisis berdasakan jenis data yang terkumpul. Data
diskrit (misalnya hasil tes obyektif) dihitung dengan korelasi point biserial sedangkan
data kontinu (misalnya hasil tes uraian atau skala sikap) digunakan korelasi Pearson
product – moment.

Rumus korelasi Pearson product – moment

Contoh persiapan perhitungan soal uraian/ interval:

Variabel : Motivasi belajar

Jumlah responden : 10 orang

Jumlah pertanyaan : 6 item

http://kustinaatikasari.wordpress.com/2013/06/10/makalah-tentang-validitas/
Konsep Pengukuran Validitas
Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam
arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh
skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.

Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk dapat
dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung lebih banyak sumber
kesalahan (error) daripada pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa
validitas instrinsik telah terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat membuktikannya secara
empiris dengan langsung.

Pengertian validitas alat ukur tidaklah berlaku umum untuk semua tujuan ukur. Suatu
alat ukur menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur tertentu saja. Tidak
ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran yang valid bagi berbagai tujuan ukur. Oleh
karena itu, pernyataan seperti “alat ukur ini valid” belumlah lengkap apabila tidak diikuti oleh
keterangan yang menunjukkan kepada tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa.
Itulah yang ditekankan oleh Cronbach (dalam Azwar 1986) bahwa dalam proses validasi
sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur akan tetapi melakukan
validasi terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.

Dengan demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu alat
ukur akan tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya validitas menyangkut
masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah
diartikan sebagi validitas hasil pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur tersebut.

F.Macam-macam validitas

  Menurut Djaali dan Pudji (2008)  validitas dibagi menjadi 3 yaitu

a.      Validitas isi (content validity)

Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat
penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan
pengajaran. Dengan kata lain, tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang
benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten
pengajaran yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).

Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau
butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional
perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau
materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.

Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui penelaahan
kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan
keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena
itu, validitas isi suatu tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung secara statistika,
tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu,
wiersma dan Jurs dalam Djaali dan Pudji (2008) menyatakan bahwa validitas isi sebenarnya
mendasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan suatu koefisien validitas yang
dihitung secara statistika.

Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar
mencakup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk
menentukan proporsi masing-masing pokok atau sub pokok bahasan yang tercakup dalam
suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau sub-pokok
bahasan seperti tercantum dalam kurikulum atau Garis-Garis Besar Program
Pengajaran(GBPP).

Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas
muka) dan logical validity (validitas logis).

  Face Validity (Validitas Muka)

            Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya
didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak
sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

            Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya
mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat
menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang
fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan
atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan
validitasnya yang kuat.

  Logical Validity (Validitas Logis)

            Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas
tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang
hendak diukur.

            Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang
sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi
bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur
hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit.
Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak
relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai
bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan
penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.

b.      Validitas Konstruk (Construct validity)

Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar
hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.

Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan


mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen
untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi
berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen
untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional
dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses
penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan
konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-
butir item instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-
teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi
yang logik dan cermat.

c.       Validitas empiris

Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas
ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria
internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria
eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi
kriteria. Ukuran lain yang sudah dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan
sebagai kriteria eksternal.

Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal,


sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal.

  Validitas internal

Validitas internal merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang


menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk
menentukan validitas item atau butir dari instrumen itu. Dengan demikian validitas internal
mempermasalahkan validitas butir atau item suatu instrumen dengan menggunakan hasil ukur
instrumen tersebut sebagai suatu kesatuan dan sebagai kriteria, sehingga biasa disebut juga
validitas butir.

Pengujian validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan dengan menghitung
koefesien korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes dengan skor total instrumen atau
tes. Butir atau soal yang dianggap valid adalah butir instrumen atau soal tes yang skornya
mempunyai koefesien korelasi yang signifikan dengan skor total instrumen atau tes.

  Validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau instrumen
yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat
dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau varaibel yang hendak diukur. Validitas
eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika
kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria eksternal, maka
besaran validitas eksternal dari instrumen yang kita kembangkan didapat dengan jalan
mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur
instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat, maka
validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk
menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-tabel).

Jika koefesien korelasi antara skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan
skor hasil ukurinstrumen baku lebih besar dari pada r-tabel, maka instrumen yang
dikembangkan dapat valid berdasarkan kriteria eksternal yang dipilih (hasil ukur instrumen
baku). Jadi keputusan uji validitas dalam hal ini adalah mengenai valid atau tidaknya
instrumen sebagai suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir instrumen seperti pada
validitas internal.

Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas dua
macam yaitu:

1. Validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah adalah ukuran
atau penampilan masa yang akan datang.
2. Validitas kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau
penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.

  Menurut Ebel (dalam Nazir 1988) membagi validitas menjadi

-          concurrent validity

-          construct validity

-          face validity


-          factorial validity

-          empirical validity

-           intrinsic validity

-          predictive validity

-          content validity

-          curricular validity.

         Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara
skor dengan kinerja.

         Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek
psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa
suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam
pengukuran.

         Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam
mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

         Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan
faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran
perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik
analisis faktor.

         Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor
dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung
dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

         Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji
coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa
suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
         Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor
suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.

         Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya
sampling dari suatu populasi.

         Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari
pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur
yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity
(validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas
berdasar kriteria).

G.Koefisien Validitas

Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai lambang y
maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxy inilah yang digunakan untuk menyatakan
tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.

Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang
positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil
ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah mencapai
angka maksimal atau mendekati angka 1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah
lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi
terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya
dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya
disimbolkan oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu
koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.

H.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Validitas


            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil suatu evaluasi sehingga menjadi bias,
menyimpang dari keadaan yang sebenarnya untuk suatu penggunaaan yang dimaksudkan.
Beberapa diantaranya adalah berasal dari dalam alat evaluasi itu sendiri. Dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar mengajar matematika, faktor-faktor ini akan dapat mengurangi
fungsi pokok uji sesuai dengan yang diharapkan segingga bisa merendahkan validitas alat
evaluasi tersebut.

1. Petunjuk yang tidak jelas


2. Perbendaharaan kata dan struktur kalimat yang sukar
3. Penyusunan soal yang kurang baik
4. Kekaburan
5. Derajat kesukaran soal yang tidak cocok
6. Materi tes tidak representatif
7. Pengaturan soal yang kurang tepat
8. Pola jawaban yang dapat diidentifikasi

Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal.
1.      Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi antar desain penelitian dan hasil yang
dicapai. Kalau desain penelitian dirancang untuk  meneliti etos kerja pegawai, data yang
diperoleh seharusnya adalah data yang akurat tentang etos kerja pegawai. Penelitian menjadi
tidak valid jika yang ditemukan adalah motivasi kerja pegawai.
2.      Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi, dapat atau tidaknya hasil penelitian
digeneralisasikan atau diterapkan pada  populasi tempat sampel tersebut diambil. Bila sampel
penelitian representatif, instrumen penelitian valid dan reliabel, cara mengumpulkan dan
menganalisis data benar, penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.[2]

Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, yang diuji
validitas dan reliabilitasnya adalah instrumen penelitian, sedangkan dalam penelitian
kualitatif yang diuji adalah datanya. Oleh karena itu, kuantitatif lebih menekankan pada aspek
reliabilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas.
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada
perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dan yang sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian
kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan bergantung kepada konstruksi manusia,
dibentuk dalam diri seseorang sebagai hasil proses mental dalam setiap individu dengan
berbagai latar belakangnya. Oleh keran itu, bila terdapat sepuluh peneliti dengan latar
belakang yang berbeda meneliti objek yang sama akan didapatkan sepuluh temuan dan
semuanya dinyatakan valid jika yang ditemukan tidak berbeda dengan yang sesungguhnya
yang terdapat pada objek yang diteliti.

Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam
pandangan positivistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau lebih
peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti yang sama dalam
waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama atau sekelompok data bila dibagi menjadi
dua kelompok menunjukkan data yang tidak berbeda. Kalau peneliti satu menemukan dalam
suatu objek berwarna merah, peneliti yang lain juga demikian[3].

a.      Kriteria Keabsahan Data


Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan (pengujian). Pelaksanaan
tekhnik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang
digunakan yaitu derajat kepercayaan( credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).
          Penerapan kriteriumderajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas
internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: Pertama melaksanakan inkuri sedemikian
rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; Kedua, mempertunjukkan
derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada
kenyataan ganda yang sedang diteliti.
          Kriterium keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif. Konsep
validitas itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan
pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan ynag diperoleh pada
sampel yang secara representatif mewakili populasi itu.
          Keteralihan sebagai persoalan yaag empiris bergantung pada kesamaan antara konteks
pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya
hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang tentang kesamaan konteks.
Dengan demikian peneliti bertanggung jawabuntuk menyediakan data deskriptif secukupnya
jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti
harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut.
          Kriterum kebergantungan merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam penelitian
yang nonkualitatif. Pada cara nonkualitatif, reliabilitas ditunjukkan denagan jalan
mengadakan replikasi studi. Jika dua atau beberapa kali diadakan pengulangan suatu studi
dalam suatu kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan
reliabilitasnya tercapai. Tetapi persoalannya bagaimana mencari kondisi yang benar-benar
sama. Disamping itu terjadi pula ketidakpercayaan pada instrumen penelitian. Hal ini benar
sama denagn penelitian alamiah yang mengandalkan oraang sebagai instrumen. Mungkin
karena keletihan atau karena keterbatasan mengingat sehingga membuat kesalahan. Namun
kekeliruan yang dibuat orang demikian jelas tidak mengubah keutuhan kenyataan yang
distudi, juga tidak mengubahadanya desain yang muncul dari data,dan bersamaan dengan hal
itu tidak pula mengubah pandangan dan hipotesis kerja yang bermunculan.
          Kriterium kepastian bersal dari konsep "objektifitas”menurut nonkualitatif.
Nonkualitatif menetapkan objektifitas dari segi kesepakatan antar subyek. Disini pemastian
bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap
pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman
seseorang itu subyektif bahwa pengalaman seseorang itu subyektif sedangkan jika disepakati
sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dikatakan obyektif. Jadi
dalam hal ini objektifitas- subyektifitas suatu hal itu pada orang seorang.menurut Scriven
(1971), selain itu masih ada unsur “kualitas” yang melekat pada konsep objektifitas itu. Hal
itu digali dari pengertian jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat
dipastikan. Berkaitan dengan persoalan itu, subyektif berarti tidak dapat dipercaya atau
menceng. Pengertian terakhir inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian
objektifitas- subyektifitas menjadi kepastian (confirmability).
          Jika nonkualitatif menekankan pada “orang” maka pengertian alamiah menghendaki
agar penekanan bukan pada orangnya,melainkan pada data. Dengan demikian
kebergantungan itu bukan lagi terletak pada orangnya, melainkan pada datnya itu sendiri.[4]

b.      Cara Pengujian Validitas dan Reliabilitas Dalam Penelitian Kualitatif

1.      Perpajangan Keikutsertaan

    Artinya peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, melakukan wawancara


dengan sumber data, baik yang pernah ditemui maupun yang baru ditemui. Dengan
perpanjangan pengamatan ini, hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk
dan semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang
disembunyikan lagi.
Pada tahap awal memasuki lapangan,  peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai
sehingga informasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih
banyak yang dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali
apakah data yang diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data
yang telah diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada sumber data asli atau sumber data
lain tidak benar, peneliti melakukan pengamatan lagi secara lebih luas dan mendalam
sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. Lamanya perpanjangan pengamatan ini
dilakukan sangat bergantung kepada kedalaman, keluasan, dan kepastian data.

2.      Ketekunan Pengamat

 Berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara
tersebut, kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
Meningkatkan ketekunan ibarat mengecek soal-soal atau makalah yang dikerjakan, ada yang
salah atau tidak. Dengan meningkatkan ketekunan itu, peneliti dapat melakukan pengecekan
kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Selain itu, peneliti juga dapat
mendeskripsi data secara akurat dan sistematis. Kekurangtekunan pengamatan terletak pada
pengamatan terhadap pokok persoalan yang dilakukan secara terlalu awal. Hal itu mungkin
dapat disebabkan oleh tekanan subyek atau sponsor atau barangkali juga karena
ketidaktoleransian subyek, atau sebaliknya peneliti terlalu cepat mengarahkan fokus
penelitiannya walaupuntampaknya belum patut dilakukan demikian. Persoalan itu bisa terjadi
pada situasi ketika subyek berdusta, menipu, atau berpura-pura, sedangkan peneliti sudah
sejak awal mengarahkan fokusnya, padahal barangkali belum waktunya berbuat demikian.
3.      Triangulasi

Dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian, triangulasi terdiri atas
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, waktu dan teori.
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa
sumber. Data yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut dideskripsikan, dikategorikan,
dan akhirnya diminta kesepakatan (member check) untuk mendapatkan kesimpulan.
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data pada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda.
Triangulasi waktu berkaitan dengan keefektifan waktu. Data yang dikumpulkan dengan
teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar dan belum banyak masalah
akan memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel.
Triangulasi teori menurut Linkoln dan Guba (1981: 307), berdasarkan anggapan bahwa
fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di
pihak lain, Paton (1987: 327) berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan
hal itu dinamakannya penjelasan banding (Rival exsplanations).
4.      Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil yang diperoleh
dalam bentuk diskusi analitik denga rekan-rekan sejawat. Teknik ini mengandung beberapa
maksud sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data.
Pertama, untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran.
Kedua, diskusi denga sewajat ini memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk
mulai menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemikiran peneliti.
5.      Analisi Kasus Negatif
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga
pada saat tertentu. Peneliti berusaha mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan
dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan
dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
6.      Kecukupan Referensial
Yang dimaksud dengan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data
yang telah ditemukan oleh peneliti. Bahan referensi ini dapat berupa foto-foto, rekaman, dan
dokumen autentik.
7.      Pengecekan Anggota
Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting
dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang di cek dengan anggota yang terlibat meliputi
data katagori analitis, penafsiran, dan kesimpulan. Para anggota yang terlibat yang mewakili
rekan-rekan mereka dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi
mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.
8.      Uraian Rinci
Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu
dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian
diselenggarakan. Jelas laporan itu harus mengacu pada fokus penelitian. Uraiannya harus
mengungkapkan secara khusus sekali segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar ia
dapat memahami penemuan-penemuan yang diperoleh. Penemuan itu sendiri tentunya bukan
dari bagian uraian rinci melainkan penafsirannya yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci
dengan segala macam pertanggung jawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata.
9.      Auditing
Auditing adalah konsep bisnis, khususnya dibidang fiskal  yang dimanfaatkan untuk
memeriksa ketergantungan dan kepastian data. Hal itu dilakukan baik terhadap proses
maupun terhadap hasil atau keluaran.
Menurut Halparen proses auditing dapat menggunakan langkah yaitu Praentri, Penetapan
yang dapat diaudit, kesepakan formal, dan terakhir penentuan keabsahan data.
Pada tahap Praentri, sejumlah pertemuan yang diadakan oleh auditor dengan auditi (dalam
hal ini peneliti) dan berakhir pada meneruskan, mengubah seperlunya, atau menghentikan
pelaksanaan usulan auditing.
Pada tahap Penetapan Dapatnya Diaudit, tugas auditi ialah menyediakan segala macam
pencatatan yang diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia sseperti yang sudah
dikemukakan klasifikasinya.
Pada tahap sekepakatan formal, tahap ini auditor dengan auditi mengadakan persetujuan
tertulis tentang apa yang telah dicapai oleh auditor. Persetujuan yang dilakukan hendaknya
mencakup batas waktu pelaksanannya, tujuan pelaksaan audit berkaitan dengan
kebergantungan atau kepastian, dan sebagainya.
Pada tahap Penentuan Keabsahan Data adalah tahap yang paling terpentig. Penelusuran
auditing meliputi pemeriksaan terhadap kepastian maupun terhadap kebergantungan.
Pemeriksaan terhadap kriteria kepastian terdiri atas beberapa langkah kecil. Pertama-tama
auditor perlu memastikan, apakah hasil penemuan itu benar-benar dari data yang kemudian
diikuti denga auditing artinya mengakhiri auditing itu sendiri.[5]
http://hsulistianingrum.blogspot.com/2012/05/validitas-dan-reliabilitas-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai