Anda di halaman 1dari 10

VALIDITAS

2.1.1

Pengertian Validitas

Menurut Gronlund dan Linn (1990): Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat
dari hasil pengukuran atau evaluasi
Menurut Anastasi (1990): Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk, menyangkut;
What the test measure and how well it does
Menurut Arikunto (1995): Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat
instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif keandalan
instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki
validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur
yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus
memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran
itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek
yang satu dengan yang lain
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan
tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan
atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka
yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang
mendekati keadaan sebenarnya (Azwar 1986).

2.1.2

Pengertian Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2006) : Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan
terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan
instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian
2.1.3

Tujuan uji validitas

Mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam
melakukan fungsi ukurnya.
Agar data yang diperoleh bisa relevan/sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut.
2.1.4

Cara menentukan vadilitas

Untuk menguji validitas setiap butir soal maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud
dikorelasikan dengan skor totalnya. Skor tiap butir soal dinyatakan skor X dan skor total
dinyatakan sebagai skor Y, dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir soal, dapat
diketahui butir-butir soal manakah yang memenuhi syarat dilihat dari indeks validitasnya
(Arikunto, 1999: 78)
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment dengan angka
kasar, yaitu:

dengan rxy merupakan koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, N merupakan
jumlah siswa uji coba, X adalah skor-skor tiap butir soal untuk setiap individu atau siswa uji
coba, dan Y adalah skor total tiap siswa uji coba. Untuk menginterpretasikan tingkat validitas,
maka koefisien kolerasi dikategorikan pada kriteria sebagai berikut:

Setelah harga koefisien validitas tiap butir soal diperoleh, perlu dilakukan uji signifikansi
untuk mengukur keberartian koefisien korelasi berdasarkan distribusi kurva normal dengan
menggunakan statistik uji-t dengan persamaan:

dengan: t merupakan nilai hitung koefisien validitas, rxy adalah nilai koefisien korelasi tiap
butir soal, dan N adalah jumlah siswa uji coba.
Kemudian hasil diatas dibandingkan dengan nilai t dari tabel pada taraf kepercayaan 95% dan
derajat kebebasan (dk) = N2. Jika thitung > ttabel maka koefisien validitas butir soal pada
taraf signifikansi yang dipakai.
2.1.5

Konsep Pengukuran Validitas


Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam

arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh
skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.
Cronbach (dalam Azwar 1986) bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan
untuk melakukan validasi alat ukur akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data
yang diperoleh oleh prosedur tertentu.

2.1.6 Macam-macam validitas


Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Validitas isi (content validity)
Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat
penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan
pengajaran. Dengan kata lain, tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benarbenar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran
yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui penelaahan
kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan
keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu,
validitas isi suatu tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi
dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu, wiersma
dan Jurs dalam Djaali dan Pudji (2008) menyatakan bahwa validitas isi sebenarnya
mendasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung
secara statistika.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar
mencakup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk
menentukan proporsi masing-masing pokok atau sub pokok bahasan yang tercakup dalam
suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau sub-pokok
bahasan

seperti

tercantum

dalam

kurikulum

atau

Garis-Garis

Besar

Program

Pengajaran(GBPP).
b. Validitas Konstruk (Construct validity)
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar
hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan
mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen
untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi
berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen

untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional
dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses
penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan
konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butirbutir item instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori
mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang
logik dan cermat.
c. Validitas empiris
Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas ditentukan
berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah
tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil
ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria. Ukuran lain
yang sudah dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan sebagai kriteria eksternal.
Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal,
sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal.
d. Validitas internal
Validitas internal merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang menggunakan
instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk menentukan
validitas item atau butir dari instrumen itu. Dengan demikian validitas internal
mempermasalahkan validitas butir atau item suatu instrumen dengan menggunakan hasil ukur
instrumen tersebut sebagai suatu kesatuan dan sebagai kriteria, sehingga biasa disebut juga
validitas butir.
Pengujian validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan dengan menghitung
koefesien korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes dengan skor total instrumen atau
tes. Butir atau soal yang dianggap valid adalah butir instrumen atau soal tes yang skornya
mempunyai koefesien korelasi yang signifikan dengan skor total instrumen atau tes.

e. Validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau instrumen
yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat dipercaya
sebagai ukuran dari suatu konsep atau varaibel yang hendak diukur. Validitas eksternal
diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika kita
menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria eksternal, maka besaran
validitas

eksternal

dari

instrumen

yang

kita

kembangkan

didapat

dengan

jalan

mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur
instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat, maka
validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk
menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-tabel).
Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas dua
macam yaitu:
1. Validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah adalah ukuran atau
penampilan masa yang akan datang.
2. Validitas kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau
penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.
2.1.7

Koefisien Validitas

Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai lambang y
maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxy inilah yang digunakan untuk menyatakan
tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang
positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil
ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah mencapai
angka maksimal atau mendekati angka 1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah
lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi
terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya
dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya

disimbolkan oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu
koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.

RELIABILITAS
2.1.8

Pengertian
Kata reliabillitas dalam bahasa Indonesia di ambil dari reliability dalam bahasa inggris,

berasal dari kata, reliable yang artinya dapat di percaya. reliabilitas merupakan kata benda,
sedangkan reliable merupakan kata sifat atau keadaan.
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata
rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang
reliabel (reliable).Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai arti seperti kepercayaan,
keterandalan, keajegan, kestabilan dan konsistensi, namun ide pokok yang terkandung dalam
konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya.
2.1.9

Tipe-tipe Reliabelitas

Berbagai tipe tersebut akan diuraikan sebagai berikut:


1)

Relibalelitas Dengan Tes-Retes

Reliabelitas tes-retes tidak lain adalah derajat yang menunjukkan konsistensi hasil sebuah tes
dari waktu ke waktu. Tes-Retes menunjukkan variasi skor yang diperoleh dari penyelenggaraan
satu tes evaluasi yang dilaksanakan dua kali atau lebih, sebagai akibat kesalahan pengukuran.
Dengan kata lain, kita tertarik dalam mencari kejelasan bahwa skor siswa mencapai suatu tes
pada waktu tertentu adalah sama hasilnya, ketika siswa itu dites lagi dengan tes yang sama.
Dengan melakukan tes-retes tersebut. Seorang guru akan mengetahui seberapa jauh konsistensi
suatu tes mengukur apa yang ingin diukur (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto (1997: 88) Metode tes ulang (tes-retes) dilakukan untuk menghindari dua
penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki
satu seri tes tapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya satu dan dicobakan dua kali, maka
metode ini dapat disebut juga dengan single-test-double-trial-method.
Reliebelitas tes retes dapat dilakukan dengan cara seperti berikut:

1. Selenggarakan tes pada suatu kelompok yang tepat sesuai dengan rencana.
2. Setelah selang waktu tertentu, misalnya satu minggu atau dua minggu, lakukan kembali
tes yang sama dengan kelompok yang sama tersebut.
3. Korelasikan kedua hasil tes tersebut.
Jika hasil koefisien menunjukkan tinggi, berarti reliabilias tes adalah bagus. Sebaliknya, jika
korelasi rendah, berarti tes tersebut mempunyai konsistensi rendah (Sukardi, 2008).
2)

Reliabelitas Dengan Bentuk Ekivalensi

Sesuai dengan namanya yaitu ekivalen, maka tes evaluasi yang hendak diukur reliabelitasnya
dibuat identik dengan tes acuan. Setiap tampilannya, kecuali substansi item yang ada, dapat
berbeda. Kedua tes tersebut sebaliknya mempunyai karate yang sama. Karakteristik yang
dimaksud misalnya mengukur variabel yang sama, mempunyai jumlah item sama, struktur
sama, mempunyai tingkat kesulitan dan mempunyai petunjuk, cara penskoran, dan interpretasi
yang sama (Sukardi 2008).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Arikunto (1997: 87) tes paralel atau equivalent
adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan, tetapi
butir-butirnya berbeda. Dalam istilah bahasa Inggris disebut Alternate-forms method (parallel
forms).
Tes reliabelitas secara ekivalen dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Tentukan sasaran yang hendak dites
2. Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
3. Administrasinya hasilnya secara baik.
4. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan yang kedua kalinya pada
kelompok tersebut
5. Korelasikan kedua hasil skor tersebut (Sukardi, 2008).

Perlu diketahui juga bahwa tes ekivalensi mempunyai kelemahan yaitu bahwa membuat dua
buah tes yang secara esensial ekivalen adalah sulit. Akibatnya akan selalu terjadi kesalahan
pengukuran (Sukardi, 2008). Pernyataan lain juga disampaikan oleh Arikunto (1997: 88)
kelemahan dari metode ini adalah pengetes pekerjaannya berat karena harus menyusun dua seri
tes. Lagi pula harus tersedia waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes.
3)

Reliebilitas Dengan Bentuk Belah Dua

Menurut Sukardi (2008: 47) Reliabilitas belah dua ini termasuk reliabilitas yang mengukur
konsistensi internal. Yang dimaksud konsistensi internal adalah salah satu tipe reliabilitas yang
didasarkan pada keajegan dalam setiap item tes evaluasi. Relibilitas belah dua ini
pelaksanaanya hanya satu kali.
Cara melakukan reliabilitas belah dua pada dasarnya dapat dilakukan dengan urutan sebagai
berikut:
1. Lakukan pengetesan item-item yang telah dibuat kepada subjek sasaran.
2. Bagi tes yang ada menjadi dua atas dasar dua item, yang paling umum dengan
membagi item dengan nomor ganjil dengan item dengan nomor genap pada kelompok
tersebut.
3. Hitung skor subjek pada kedua belah kelompok penerima item genap dan item ganjil.
4. Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan formula korelasi yang relevan dengan
teknik pengukuran (Sukardi, 2008).
Untuk mengetahui seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-Brown (Arikunto, 1997):
3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas Instrumen

Menurut Sukardi (2008:51-52) koefisien reliabilitas dapat dipengaruhi oleh waktu


penyelenggaraan tes-retes. Interval penyelenggaraan yang terlalu dekat atau terlalu jauh, akan
mempengaruhi koefisien reliabilitas. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi reliabilitas
instrument evaluasi di antaranya sebagai berikut::
1)

Panjang tes, semakin panjang suatu tes evaluasi, semakin banyak jumlah item materi

pembelajaran diukur.

2)

Penyebaran skor, koefisien reliabelitas secara langsung dipengaruhi oleh bentuk sebaran

skor dalam kelompok siswa yang di ukur. Semakin tinggi sebaran, semakin tinggi estimasi
koefisien reliable.
3)

Kesulitan tes, tes normative yang terlalu mudah atau terlalu sulit untuk siswa, cenderung

menghasilkan skor reliabilitas rendah.


4)

Objektifitas, yang dimaksud dengan objektif yaitu derajat dimana siswa dengan

kompetensi sama, mencapai hasil yang sama.

Anda mungkin juga menyukai