Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PSIKODIAGNOSTIKA

“NORMA TES PSIKOLOGI, METODE DAN DETERMINAN”

DOSEN PENGAMPU:
Fransiscus Febrianto

DISUSUN OLEH :
Kelompok 6

Aldian Albar (10522086)

Astri Prihartini (10522243)

Bunga Apriliana Hidayati (10522308)

Ghiffara Aqiila Husna (10522601)

Indah Nur Fadiah (10522687)

Sasi Aulia (11522325)

FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... i
Norma tes psikologis ................................................................................................................... 1
A. Validitas ........................................................................................................................... 1
B. Reliabilitas ........................................................................................................................ 3
C. Jenis Norma ...................................................................................................................... 6
D. Standarisasi....................................................................................................................... 7
4. Metode Kualitatif Dan Kuantitatif ................................................................................... 8
5. Faktor Biopsikologis Sebagai Determinan Kepribadian. ................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 9

i
3. Norma tes psikologis
A. Validitas
Validitas adalah kualitas esensial sejauh mana suatu tes sungguh-sungguh mengukur
atribut psikologis yang akan diukurnya. pengertian lazim tentang validitas adalah sebagai
berikut ;
1. validitas dipandang sebagai kualitas atau ciri yang khas pada tes.
2. validitas bisa dibedakan menjadi tiga tipe yaitu :
a. content validity atau validitasi isi
b. criterion-related validity atau criterion-oriented validity atau validitas
terkait dengan kriteria atau validitas yang berorientasi pada kriteria.
c. construct validity atau validitas konstruk.
Pemahaman tentang validitas dikenal sebagai “trinity” view of validity atau tripartite
view of validity atau “pandangan trinitas tentang validitas” atau “pandangan tripartit
tentang validitas” yang awalnya dilontarkan oleh dua pengukuran - Lee Cronbach dan
Paul Meehl (1955). Pengertian yang lebih mutakhir tentang validitas diuraikan dalam
dokumen standards for educational and psychological test and manuals. yang
diterbitkan pada tahun 1999 oleh tiga organisasi profesi yang terkait dengan tes yaitu
American psychological Association (APA), American Educational Research Association
(AERA), dan National Council on Measurement in Education (NCME).
1) Validitas bukan ciri atau kualitas yang melekat pada tes melainkan kualitas konsekuensi
sosial yang ditimbulkan oleh penafsiran hasil tes sesuai tujuan penggunaan tes. maksud
dari ini adalah problem utama validitas tes berkisar pada seberapa baik sebuah tes mampu
menjalankan tugas yang langsung terkait dengan nasib seseorang, maka disebut
konsekuensi sosial. konsekuensi sosial ada dua macam yaitu, (1) konsekuensi deskriptif
berupa inferensi atau penyimpulan yang menghasilkan pernyataan tertentu tentang testi
berdasarkan skor-skor tes dan (2) konsekuensi perspektif berupa perumusan tentang
keputusan tertentu terkait masa depan testi berdasarkan pernyataan deskriptif yang telah
diperoleh (Goodwin & Leech, 2003). Validasi atau pemeriksaan validitas bertugas
mengumpulkan evidensi atau bukti-bukti sejauh mana kedua jenis konsekuensi tersebut
sungguh-sungguh bisa dibenarkan. Dengan kata lain, validitas menurut pengertian
mutakhir adalah taraf sejauh mana evidensi atau bukti-bukti empiris maupun teoritis

1
mendukung dalam arti membenarkan cara menafsirkan skor tes sesuai tujuan penggunaan
tes.
2) Pengertian mutakhir tentang validitas memandang validitas sebagai konsep tunggal. Aneka
evidensi yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas penafsiran skor tes seusai tujuan
penggunaan tes memang bisa menunjukan aspek-aspek validitas, namun tidak mewakili
jeni-jeni validitas yang berbeda. Validitas merupakan sebuah konsep tunggal, yaitu taraf
sejauh mana seluruh evidensi yang berhasil dikumpulkan mendukung interpretasi skor tes
sesuai yang di maksudkan.
3) Menurut pengertian mutakhir tentang validitas ada lima jenis evidensi yang perlu
dikumpulkan dalam rangka memeriksa validitas penafsiran skor sesuai tujuan tes. Kelima
jenis evidensi yang dimaksud adalah (AERA, APA & NCME. 1999; Goodwin & Leech,
2003).
a) Evidensi terkait isi tes. Salah satu evidensi validitas adakah kesesuaian antara isi
tes dan konstruk yang diukurnya. evidensi bisa diperoleh melalui analisis logis atau
empiris terhadap seberapa memadai isi tes mewakili ranah isi serta seberapa relevan
ranah isi tersebut sesuai dengan interpretasi skor tes yang dimaksudkan. Isi tes
mengacu pada tema-tema, pilihan kata, serta format atau bentuk item, tugas, atau
pertanyaan yang digunakan dalam tes.
b) Evidensi terkait proses respon oleh subjek adalah informasi yang menilai sejauh
mana respon subjek mencerminkan konstruk yang diukur. Contohnya, ini dapat
diperoleh melalui observasi saat subjek mengerjakan tes, wawancara untuk
memahami alasan respon, dan memastikan kriteria penilaian sesuai. Dalam konteks
lama, ini terkait dengan validitas konstruk.
c) Evidensi terkait struktur internal tes. Evidensi terkait Struktur Internal Tes
menilai hubungan antar item dan komponen tes sejalan dengan konstruk yang
diukur. Salah satu metode yang umum digunakan adalah faktor analisis
konfirmatori, tetapi perlu diingat bahwa terlalu mengandalkan metode ini berisiko
menghasilkan bukti validitas yang kurang kuat. Metode lain yang
direkomendasikan adalah teknik differential item function (DIF) untuk memeriksa
kemungkinan bias item sebagai evidensi invaliditas. DIF terjadi jika individu
dengan kemampuan yang sama namun berada dalam kelompok yang berbeda

2
memiliki peluang yang berbeda dalam menjawab suatu item tes. Dalam konteks
lama, evidensi ini terkait dengan validitas konstruk.
d) Evidensi terkait dengan variabel lain mengukur validitas dengan menganalisis
hubungan antara skor tes dan variabel eksternal. Ini dapat mencakup prediksi
kinerja berdasarkan tes, hubungan dengan tes lain yang mengukur konstruk serupa
(evidensi konvergen), serta hubungan dengan tes yang mengukur konstruk yang
berbeda (evidensi diskriminan). Selain itu, membandingkan kinerja antar kelompok
yang diprediksi berbeda dapat memberikan evidensi validitas. Dalam konteks lama,
ini terkait dengan validitas terkait dengan kriteria.
e) Evidensi terkait konsekuensi pengetasan. Evidensi terkait Konsekuensi
Pengetesan digunakan sebagai bukti validitas tes, baik yang direncanakan maupun
tidak. Tes diharapkan memberikan manfaat seperti pengobatan yang efektif,
penempatan karyawan yang tepat, atau perbaikan praktik pengajaran. Selain itu, tes
juga bisa memiliki manfaat tak terduga seperti meningkatkan motivasi belajar
siswa. Validitas tes juga terkait dengan kualitas teknis, termasuk penyusunan,
administrasi yang baku, reliabilitas skor, dan fairness bagi semua testi. Semua ini
mendukung interpretasi skor tes sesuai tujuan pengukuran.

B. Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesannya dilakukan
secara berulang kali terhadap suatu populasi individu atau kelompok (AERA, APA, &
NCME, 1999). manfaat hasil pengukuran ditentukan oleh stabilitas kinerja individu atau
kelompok yang dikenai tes. Tes sama pada individu atau kelompok yang berbeda selalu
menghasilkan hasil yang berbeda karena adanya kesalahan pengukuran dalam skor yang
diperoleh. Dalam classical test theory atau teori tes klasikal nilai bebas dari kesalahan
dalam skor tercapai ini disebut true score atau skor murni. Skor murni ini dipandang
sebagai skor rerata hipotetis yang akan diperoleh jika sebuah tes dikenakan secara
berulang-ulang terhadap seseorang atau sekelompok orang yang sama. Dalam
generalizability theory atau teori generalisabilitas nilai yang bebas dari kesalahan yang
terdapat dalam skor tercapainya ini disebut universe score atau skor populasi. Dalam item
response theory (IRT), nilai yang bebas dari kesalahan dalam skor tercapai ini disebut

3
ability parameter atau trait parameter. Perbedaan atau selisih hipotetis antara skor tercapai
seorang testi pada pengukuran atribut psikologis tertentu dengan skor murni atau skor
populasinya disebut dengan measurement error atau kesalahan pengukuran.
Standarisasi tes, termasuk penggunaan materi tes yang sama, prosedur administrasi
yang ketat, dan aturan penskoran konsisten, adalah strategi untuk mengurangi
kesalahan pengukuran, fleksibilitas dalam prosedur tes, meskipun dapat memperbaiki
representasi konstruk, dapat meningkatkan kesalahan pengukuran. ini berarti
mengorbankan reliabilitas (AERA, APA, & NCME, 1999).
Kesalahan pengukuran menjadi sumber irreliabilitas lazim dipandang bersifat random
dalam arti konsisten serta unpredictable atau tidak bisa digunakan sebelumnya. Namun
besaran agregat kesalahan pengukuran semacam itu dapat diringkas dalam arti
dirumuskan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Dalam bentuk varians atau deviasi standar kesalahan pengukuran
2. Dalam bentuk koefisien reliabilitas
3. Dalam bentuk fungsi-fungsi informasi tes berbasis IRT.
a. Varians atau Deviasi Standar Kesalahan Pengukuran
Kesalahan pengukuran dapat diukur dalam bentuk varians atau devisi standar. Standard
measurement error adalah deviasi standar dari distribusi kesalahan pengukuran pada
populasi yang diuji dengan tes atau prosedur tertentu. Varians kesalahan pengukuran
adalah rerata (a weighted average) dari nilai-nilai pada berbagai tingkat skor murni.
Varians pada tingkat skor murni tertentu disebut conditional standard error (AERA, APA,
& NCME, 1999). Semakin kecil deviasi standar kesalahan pengukuran maka makin kecil
pula kesalahan pengukuran, dan hasil pengukuran menjadi lebih reliabilitas.
b. Koefisien Reliabilitas
Terdapat tiga jenis koefisiensi reliabilitas tradisional yaitu bentuk alternatif, tes ulang,
konsistensi internal. Bentuk alternatif diperoleh dari tes serupa pada waktu yang berbeda.
Tes ulang diperoleh dari tes yang sama pada kelompok subjek yang sama , namun pada
waktu yang berbeda. Konsistensi internal didasarkan pada hubungan antar skor item atau
kelompok item dalam satu tes pada subjek yang sama. Semakin besar koefisien reliabilitas,
semakin tinggi reliabilitas pengukuran, artinya kesalahan pengukuran kecil.

4
Dengan dikembangkannya generalizability theory atau teori generalisabilitas. Koefisien
generalisabilitas adalah “the ratio of true or universe score variance to observed score
variance” atau rasio varians skor murni atau skor universal terhadap varians skor tercapai
(AERA, APA, & NCME, 1999; h. 28). Makin besar koefisien generalisabilitas makin kecil
kesalahan pengukuran sehingga makin tinggi reliabilitas hasil pengukurannya.
Dibandingkan tiga pendekatan reliabilitas yang tradisional, teori generalisabilitas memiliki
kelebihan yaitu memungkinkan penyusunan tes menspesifikasikan dan mengestimasikan
aneka komponen varians skor murni, varians kesalahan, dan varians skor teramati (AERA,
APA & NCME, 1999).
c. Fungsi Informasi Tes
Besaran agregat kesalahan pengukuran juga bisa dirumuskan dalam bentuk fungsi
informasi tes mengikuti teori respon item (IRT). Menurut teori respon item, fungsi
informasi tes secara efisien “summarizes how well the test discriminates among individuals
at levels of the ability or trait being assessed” (AERA, APA, & NCME, 1999; h. 28). Fungsi
informasi tes secara efisien menunjukan secara efisien menunjukkan seberapa baik tes
mampu mendiskriminasi dalam arti memilah testi pada berbagai taraf abilitas atau atribut
psikologis yang sedang diukur. Dalam teori respon item, terdapat suatu fungsi matematis
yang dikenal sebagai item characteristic curve atau kurva karakteristik item atau fungsi
respon item. Fungsi ini digunakan sebagai model untuk menunjukkan bagaimana proporsi
jawaban benar terhadap sebuah item meningkat seiring dengan peningkatan taraf abilitas
atau atribut psikologis yang diukur. Secara sederhana, fungsi ini menyajikan informasi
matematis tentang seberapa akurat pengukuran pada setiap tingkat atribut psikologis yang
diukur. Tingkat akurasi dalam konteks ini berkaitan dengan kebalikan dari varians
kesalahan kondisional dalam teori tes klasik (AERA, APA, NCME, 1999). Makin tinggi
tingkat akurasi, akurasi semakin kecil tingkat kesalahan pengukuran, yang berarti hasil
pengukuran lebih dapat diandalkan.
Masing-masing pendekatan untuk memeriksa reliabilitas hasil pengukuran dengan sebuah
tes memiliki taraf ketepatan dan jenis informasi yang berlainan antara lain terkait sumber
kesalahan pengukuran yang menjadi irreliabilitas. Tidak ada pendekatan tunggal untuk
menunjukan besaran reliabilitas. Tidak ada satu indikator yang cukup untuk mengungkap
semua informasi penting tentang reliabilitas. Namun, kita perlu mengakui bahwa tingkat

5
reliabilitas skor tes memiliki dampak langsung terhadap validitas interpretasinya. Jika skor
tes mengandung kesalahan pengukuran acak, yang tidak konsisten dan tidak dapat
diprediksi sebelumnya, maka kemampuannya untuk memprediksi kriteria, membuat
diagnosis, dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan akan terbatas (AERA, APA,
& NCME, 1999). Penyusunan dan penggunaan tes psikologis harus memahami hal ini
dengan baik.

C. Jenis Norma
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan transformasi skor kasar dalam
rangka penyusunan norma adalah pembedaan trasformasi skor ke dalam dua jenis, yaitu
transformasi linear dan tranformasi nonlinear (Allen & Yen 1979; Friedenberg, 1995).
1. Norma Persentil
Transformasi skor nonlinear yang banyak digunakan dalam menyusun norma
penilaian di bidang pendidikan sekolah adala percentile rank atau jenjang persentil.
Nama lain adalah persentil atau skor persentil (Allen & Yen, 1979). Sebagai norma,
jenjang persentil menunjukkan jenjang atau kedudukan masing-masing skor yang
dicapai oleh sekelompok testi berdasarkan frekuensi atau seberapa sering aneka
skor tersebut muncul. Karena yang menentukan kedudukan suatu skor adalah
frekuensi dan bukan nilainya, maka hubungan antar skor berubah (Friedenberg,
1995).
Langkah pertama untuk menghitung jenjang persentil adalah menyusun tabel
frekuensi skor yang menunjukkan distribusi atau sebaran frekuensi skor yang
menunjukkan distribusi atau sebaran frekuensi masing-masing skor atau kelompok
skor yang diurutkan dari tertinggi sampai dengan skor terendah.
Selanjutnya salah satu jenis jenjang persentil yang lazim digunakan sebagai norma
penilaian adalah jenjang persentil yang lazim digunakan proporsi orang yang
mencapai skor di bawah atau lebih rendah dibandingkan masing-masing skor yang
sedang kita tentukan jenjang persentilnya (Friedenberg, 1995).
Cara menghitung jenis jenjang persentil seperti diuraikan di atas adalah sebagai
berikut. Mula-mula perlu dihitung frekuensi kumulatif di bawah (fkb) masing-
masing skor, yaitu jumlah frekuensi skor-skor yang berada di bawah atau lebih

6
rendah dari masing-masing skor. Kemudian frekuensi kumulatif di bawah masing-
masing skor tersebut dibagi dengan jumlah subjek atau testi (N), dan akhirnya
dikalikan 100. Bila dinyatakan dalam sebuah formula, diperoleh rumus sebagai
berikut (Friedenberg, 1995)
JPb = (fkb / N) x 100
JPb = Jenjang persentil skor tertentu, disebut skor sasaran
fkb = frekuensi kumulatif di bawah skor sasaran
N = jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian dalam rangka penyusunan
norma.
2. Norma Standard Score atau Skor Baru
Transformasi linear yang lazim digunakan sebagai dasar untuk menyusun norma
adalah transformasi standard score atau skor baku atau z-score atau skore-z atau
cukup disebut z, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Skor-z merupakan salah satu jenis skor baku yang menempatkan skor kasar dalam
sebuah skala baru dengan mean = 0 dan o = 1. Skor-z menunjukkan letak skor kasar
dari mean dalam satuan deviasi standar. Jika z dari sebuah skor kasar = +1 berarti
skor kasar tersebut terletak 1 o di atas u; jika z dari sebuah skor kasar lain = -2
berarti skor kasar tersebut terletak 2o dibawah u.

D. Standarisasi
Tes tersebut memiliki prosedur penyelenggaraan dan penilaian yang seragam, sebuah
tes tidak dapat dinyatakan mampu memberikan evaluasi yang adil jika ada sejumlah orang
memperoleh instruksi yang detail dan jumlah waktu pengerjaan yang lama, sementara
sejumlah lainnya memperoleh instruksi yang sama dan jumlah waktu pengerjaan yang
sedikit. Dengan demikian, seorang penyelenggara tes harus mengetahui secara persis cara
menjelaskan tugas yang diberikan, banyaknya waktu yang disediakan, dan materi-materi
yang digunakan, proses penilaian biasanya merujuk pada norma (norm) atau standar-
standar performa yang sudah diakui, norma ini menemukan skor yang dikategorikan
sebagai tinggi, rendah, atau rata-rata.

7
4. Metode Kualitatif Dan Kuantitatif
Dalam metodologi riset ada metode kuantitatif dan metode kualitatif, mka di dalam
Psikodiagnostik, kedua metode itu ada dan dipakai bersama secara komplementer,
artinya kedua metode tadi dapat saling melengkapi.
● Metode Kualitatif
Metode asesmen data pada subjek yang diperiksa, dan diperoleh data kualitatif,
bukan data kuantitatif, data kualitatif berupa informasi-informasi kategorimatis,
dalam pertanyaan-pertanyaan semantik (kalimat-kalimat), metode kualitatif yang
berpusat pada kualitas data dengan partisipan yang minim menyebabkan hasil
penelitiannya dipandang subjektif.
● Metode Kuantitatif
Metode penjala data dan memperoleh data kuantitatif atau angka, metode
kuantitatif menekankan pada data angka dengan responden yang cukup banyak
menyebabkan hasil penelitiannya dianggap lebih valid

5. Faktor Biopsikologis Sebagai Determinan Kepribadian.


Faktor-faktor biopsikologis adalah faktor-faktor internal manusia yang berupa
sistem-sistem organis jasmaniah dan neurofisiologis, serta sistem-sistem fungsional
kejiwaan, sebagai penentu atau determinan internal kepribadian, yang kemudian
berinteraksi dengan faktor faktor eksternal, ialah medan hidup manusia, sehingga
terbentuklah tingkah laku yang unik sebagai kekhasan tingkah laku individu, yang
kemudian secara teknis disebut kepribadian dan wataknya individu, hubungan antara
reaksi-reaksi emosional dan perubahan-perubahan reaksi fisiologis atau sebaliknya
menjadi pembahasan dalam biopsikologi manusia. Psikolog-diagnostik membutuhkan
informasi-informasi yang berhubungan dengan faktor-faktor biopsikologik, jika
menghadapi kasus klinis, misalnya psikosomatik, kerusakan otak, kecanduan narkotik
atau alkohol, rehabilitasi anak cacat mental, diagnostik diferensial pada kasus-kasus
psikosomatik untuk menentukan sebab-sebab fisik atau psikis, dan sebaliknya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fudyartanta, K. (2022). Pengantar Psikodiagnostika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suprtatiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Wade, C., & Tavris, C. (2016). Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai