Tugas Pancasila SIPPP
Tugas Pancasila SIPPP
Penyusun:
UNIVERSITAS SEMARANG
FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
2023
1|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
D. Manfaat
PENYAJIAN MATERI
2|Page
A. PENGERTIAN SISTEM PEMERINTAHAN
Sistem adalah sekumpulan bagian yang memiliki fungsi, dan sistem juga dapat diartikan
sebagai suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. Sedangkan
pengertian pemerintahan adalah prinsip yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan
satu sama lain untuk mengatur, melaksanakan, dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan
Negara dengan Negara lain. Pemerintahan merupakan bagian dari fungsi politik dalam
ketatanegaraan. Tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal
kekuasaan Negara tertuang dalam sebuah konsensus awal pembentukan Negara.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.Lembaga-
lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan
saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Pada umumnya sistem pemerintahan yang diterapkan di Negara-negara ada dua yaitusistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Kalaupun ada system
pemerintahan lain ,itu merupakan variasi dari kedua sistem tersebut.nama
“Parlementer”menunjukkan bahwa dalam sistem itu para Menteri harus mempertanggung
jawabkan kinerjaeksekutifnya pada pihak presiden.Negara Inggris adalah Negara pertama yang
menjalankan sistem Parlementer, Inggris disebutsebagai “Mother of Parlementer” (induk
parlementer). SedangkanAmerika merupakan pelopor dari system presidensial. Kedua jenis system
pemerintahan itu umum berlaku di Negara demokrasi.
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem atau keseluruhan prisip penataanhubungan kerja
antar lembaga Negara yang secara formal memberikan peran utama kepada parlemen atau badan
legislatif dalam menjalankan pemerintahan Negara. Presiden hanyamenjadi symbol kepada Negara
saja. Contoh, kedudukan satu di Inggris, raja di Muangthai,dan Presiden di India.
3|Page
Sistem presidensial adalah sistem atau keseluruhan prinsip penataan hubungan kerjaantar lembaga
negara melalui pemisahan kekuasaan negara, dimana presiden memainkan peran kunci dalam
pengelolaan kekuasaan eksekutif.Dalam sistem ini,kedudukan eksekutif,seorang presiden
menunjuk pembantu- pembantunyayang akan memimpin deprtemennya dan meraka itu
bertanggung jawab kepada presiden
● Penyusunan progam kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatanny
● Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas. b)
● Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif.c) Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan
● Kelangsungan kedudukan badan eksekutif tidak bisa ditentukan berakhir sesuai masa
jabatannya
4|Page
Sistem pemerintahan di Indonesia cukup dinamis, ada beberapa sistem pemerintahan
yang pernah diterapkan oleh penguasa Indonesia, hal ini berkaitan dengan kepentingan
pemerintah dalam rangka melanggengkan kekuasaannya, dan sistem politik internal serta
suhu politik global. Pada awal pemerintahan Ir. Soekarno, Indonesia mengadopsi sistem
presidensil, kemudian berubah menjadi parlementer dan kembali pada sistem presidensil,
ketika masa Soeharto Indonesia lebih condong kearah Quasi Presidensil, di era pasca
reformasi menjadi presidensil lagi.
Dalam sistem kabinet presidensial, lembaga legislatif dan eksekutif memiliki kedudukan
yang independen, sedangkan pemegang kewenangan dipilih oleh rakyat secara terpisah. 2
Lembaga legislatif maupun eksekutif mempunyai kewenangan membuat undang-undang,
tetapi yang satu harus mendapatkan persetujuan dari yang lain sehingga setiap undang-
undang merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak. Ikatan partai dapat mendorong
timbulnya kerjasama antarpemegang kewenangan legislatif dan eksekutif. Namun, ikatan
partai lebih longgar pada kabinet presidensial karena masing-masing pihak khususnya para
anggota badan legislatif sangat bergantung pada konstituennya. Dengan kata lain, dalam
pemerintahan presidensial, ikatan partai sama pentingnya dengan hubungan baik terhadap
para pemilihnya.
5|Page
menguntungkan antara legislatif dengan eksekutif, dan antara presiden dan kabinet dan
eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan legislatif
Sistem kabinet parlementer mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan sistem ini
ialah suatu permasalahan dapat ditangani secara tuntas melalui pembuatan kebijakan umum
(undang-undang) yang bersifat komprehensif karena kekuasaan legislatif dan eksekutif
berada pada satu partai. Keuntungan kedua, garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan umum sangat jelas sehingga dalam pemilihan umum para pemilih
dengan jelas mengetahui, siapa yang harus dicela atau dipuji dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Lalu kelemahan yang muncul dari sistem ini adalah apabila terdapat suatu
kabinet yang cenderung mengendalikan parlemen.3 Mengapa demikian?
Hal ini disebabkan dengan posisi penting yang dipegang perdana menteri dan anggota
kabinet yang lain dalam partai, yang memungkinkan mereka mempengaruhi isi kebijakan
partai yang harus dilaksanakan dengan semua anggota partai di parlemen maupun di
eksekutif. Selain itu, anggota parlemen yang menjadi anggota cabinet biasanya merupakan
tokoh-tokoh yang berpengaruh di parlemen. Dengan demikian, karena posisi mereka dalam
partai dan pengaruh mereka di parlemen, kabinet dengan akan mudah mendominasi
parlemen. Hal ini menjadi ciri pemerintahan parlementer adalah parlemen menjadi tempat
kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman dalam membahas berbagai
permasalahan dalam parlemen sesuai dengan bidang komisinya masing-masing merupakan
bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif yang lain.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia
akan berpengaruh pada sistem politik Negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas.
Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis,
saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem politik yang hanya dimiliki oleh
Indonesia. Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem politik merupakan hasil
bentukan budaya yang terdapat didalam maupun di luar sistem. Budaya sendiri merupakan
peristiwa sejarah yang menggambarkan pola perilaku, nilai yang ditanamkan, diwariskan,
dari generasi satu ke genarasi lainnya. Dengan demikian, sejarah merupakan salah satu
sumber dalam menganalisa sistem politik Indonesia sekarang dan masa depan.
Indonesia menganut sistem politik demokrasi perwakilan yang didasarkan pada nilai,
prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Sistem politik Indonesia diartikan
3
6|Page
sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang
berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya
mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah pada
pembukaan UUD 1945 alenia kedua, yaitu terkait prinsip kebebasan, kemerdekaaan,
berdaulat, adil dan kemakmuran. Yang diejawantahkan dalam:
7|Page
Sedangkan periodesasi sistem pemerintahan berdasarkan permberlakuan UUDnya adalah
sebagai berikut:
Sejarah pemerintahan Indonesia dimulai dengan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia yang pertama atas kesepakatan rakyat Indonesia dan ditunjang dengan Undang-
Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Terpilihnya Ir. Soekarno
dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden melengkapi kesempurnaan
organisasi Negara Indonesia.
Sistem pemerintahan dan kelembagaan yang ditentukan dalam UUD 1945 selama kurun
waktu tahun 1945-1949 belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal itu terjadi karena situasi
politik dalam negeri belum stabil dan upaya invasi Belanda masih terus dilakukan dalam
upaya merebut kekuasaan kembali di Indonesia, serta belum siapnya semua infrastruktur dan
suprastrukturnya.
Dalam kurun waktu tersebut sempat diangkat anggota DPA sementara, sedangkan MPR dan
DPR belum di bentuk. Saat itu masih terus diberlakukan ketentuan peralihan pasal IV UUD
1945, yaitu sebelum majelis dari MPR dan DPR dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk
menurut UUD 1945 ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan
Komite Nasional.
Berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No.X Tahun 1945 tanggal 16 Oktober 1945,
memberikan fungsi legislatif pada KNIP. Pada 3 November keluar Maklumat Pemerintah
bahwa sistem kabinet presidensil diganti dengan sistem parlementer. Sejak saat itu kekuasaan
8|Page
pemerintahan (eksekutif) dipegang oleh perdana menteri sebagai pimpinan kabinet dengan
para menteri sebagai anggota kabinet secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Perdana
menteri dan para menteri bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai DPR,
namun tidak bertanggung jawab kepada Presiden seperti yang dikehendaki oleh sistem
Undang-Undang Dasar 1945.
Pada tanggal 13 Agustus sampai dengan 2 September 1949 di kota Den Hagg ( Belanda),
diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa
kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat
dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Konstitusi
RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara bagian,
yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan, sistem pemerintahan berdasarkan
demokrasi parlementer.
Setelah perang mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan Belanda yang mau menjajah
Indonesia kembali (1948) Bentuk Negara Federasi Republik Indonesia Serikat yang telah
diubah berdasarkan konstitusi RIS, UUD 1945 hanya berlaku di negara RI yang meliputi
sebagian Pulau Jawa dan Sumatera dengan Ibukota Yogyakarta. Pada tanggal 17 Agustus
1950 negara federasi Republik Indonesia Serikat kembali ke negara kesatuan Republik
Indonesia. Menurut Undang-Undang tersebut sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem
pemerintahan parlementer. Presiden dan wakil presiden hanya sekedar konstitusional.
Jalannya pemerintahan dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh para menteri ke
parlemen. Didasarkan pada konstitusi RIS, pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah
sistem parlementer kabinet semu ( Quasy Parlementary). Sistem pemerintahan yang dianut
pada masa konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer
murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan
pemerintah.
9|Page
yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau
perwakilan. Presiden bertanggungjawab kepada yang memberi mandat yaitu MPR.
Berdasarkan alasan bahwa konstitusi yang berdasarkan UUDS 1950 bertugas menyusun
UUD yang baru telah mengalami kemacetan yang dapat membahayakan kehidupan
berbangsa dan bernegara maka presiden mengeluarkan Dekrit yang dikenal dengan Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang mengembalikan sistem ketatanegaraan di Indonesia
berdasarkan UUD 1945.
Berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No.X tahun 1945 tanggal 16 Oktober 1945,
memberikan fungsi legislatif pada KNIP. Pada 3 November keluar Maklumat Pemerintah
Indonesia terkait dengan sistem pemerintahan dan pemilu, beralihnya sistem
pemerintahannya dari presidensil menjadi parlementer dengan mengangkat Sjahrir
sebagai perdana menteri pertama, dalam maklumat ini Negara Indonesia juga menganut
sistem Multi Partai yang ditandai dengan munculnya 24 partai politik yang berbasis aliran
(Ideologi).
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus
1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950 ditetapkan badan
konstitusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia. Akan tetapi konstitudi tidak bisa membuat UUD baru, sehingga Indonesia kembali
menggunakan UUD 1945. Isi dekrit Presiden 5 Juli 1959 antara lain:
a. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
10 | P a g e
b. Pembubaran konstituante.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal yang
masih bersifat semu. Ciri-ciri: Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat,
menteri bertanggungjawab atas kebijakan pemerintahan, Presiden berhak membubarkan DPR
dan Perdana Menteri yang diangkat oleh Presiden.
Pada masa ini berlangsung Demokrasi Liberal yang mengedepankan kebebasan dengan
penyaluran tuntutan tinggi dari masyarakat, tapi sistem belum memadai, ditandai dengan
pemilu multi partai pada tahun 1955. Adanya pemeliharaan nilai dan penghargaan HAM
tinggi, menguatnya politik ideologis, partisipasi massa sangat tinggi, dan rawan muncul
pemberontakan kepada pemerintah bahkan kudeta, serta aparat Negara loyal kepada
kepentingan kelompok atau partai.
Pada masa ini Soekarno berupaya mengubah sistem parlementer yang tidak cocok dengan
kondisi Indonesia untuk kembali menjadi presidensil. Karena situasi politik pada Sidang
Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal
menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai Undang-
Undang Dasar, menggantikan UDS 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikan alat unutk melenyapkan kekuasaan-
kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh Presiden. Dengan
dominannya peran Soekarno, pemerintah Indonesia cukup aktif dalam percaturan politik
Internasional termasuk mempelopori lahirnya Konferensi Asia Afrika yang menentang
imperialisme dan menuntut kemerdekaan bagi Negara jajahan. Melalui dekrit Presiden 5 Juli
1959 dilakukannya penyederhanaan sistem Kepartaian di Indonesia, yaitu :
11 | P a g e
d. Pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 9 partai politik yang mendapat
pengakuan, yaitu PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katolik, Perti, Murba, dan
Partindo. Dengan berkurangnya jumlah partai politik tersebut, tidak berarti konflik
ideologi dalam masyarakat umum sebagai akibat pengaruh yang dibawa oleh partai-
partai politik tersebut menjadi berkurang. Untuk mengatasi hal ini, maka pada tanggal
12 Desember 1964, di Bogor diselenggarakan pertemuan partai-partai politik dan
menghasilkan Deklarasi Bogor. Tanggal 12 Maret 1966 setelah terjadi Pemberontakan
G/30/S PKI, maka PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai Partai terlarang di
Indonesia. Kemudian dimulailah usaha pembinaan partai-partai politik yang
dilakukan oleh Orde Baru. Pada tanggal 20 Februari 1968 didirikan Parmusi ( Partai
Muslimin Indonesia) sebagai langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormas
islam yang sudah ada, dan belum tersalurkan aspirasinya. Pendukung dari partai ini
adalah Muhammadiyah, HMI, PII, Aliwasliyah, HSBI, Gasbindo, PUI, dan IPM.
Tanggal 27 Februari 1970, Presiden Soeharto mengadakan konsultasi dengan partai-
partai politik, guna membahas gagasan untuk mengelompokkan partai-partai politik
yang ada di Indonesia.
Pada masa ini disebut dengan Demokrasi Terpimpin yang berciri : Pemeliharaan nilai dan
Penghormatan HAM rendah, kapabilitas abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak
maju, menguatnya elit kharismatik dan paternalistik (sentralistik), gaya politik yang
berkembang ideologi NASAKOM, partisipasi massa dibatasi, menguatnya militer ke
pemerintahan akan tetapi kondisi politik cenderung stabil.
12 | P a g e
Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin
pada era orde lama. Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang
dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni, banyaknya penyimpangan terkait dengan
kebijakan ekonomi yang pro dengan kapitalisme dan menguntungkan kaum kapital
dan memunculkan konglomerasi. Soeharto mundur pada 21 Mei 1998.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang
gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintahan secara kritis dan dibenarkan
untuk unjuk rasa. Sejalan dengan dinamika politik terutama sejak bergulirnya masa
reformasi, yang diawali dengan perubahan dan penambahan terhadap UUD 1945, upaya
pengaturan partai politik terus dilakukan, yang berarti penataan kembali legislasi partai
politik dengan membentuk undang-undang partai politik yang baru merupakan keharusan
yang tidak mungkin dihindari.
Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945, karena pada masa Orde Baru kekuasaan tertinggi ditangan MPR ternyata
disalahgunakan oleh Presiden, adanya pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir, serta
lembaga penyelenggara negara belum cukup memadai untuk kepentingan Indonesia saat itu.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
13 | P a g e
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan
negara hukum, serta hal-hal yang lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan
bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan
UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan kesatuan atau selanjutnya lebih
dikenal sebagai NKRI, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Dimluai sejak awal tahun 2008 mulai berlaku undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik yang menggantikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai
Politik. Alasan penggantian tersebut antara lain belum optimalnya UU No 31 Tahun 2002
tersebut dalam mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut
peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masa reformasi penyaluran tuntutan tinggi dan terpenuhi, pemeliharaan nilai dan
penghormatan HAM tinggi, adanya desentralisasi kekuasaan pemerintah dengan
mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah dengan otonomi daerah. Partisipasi
massa tinggi, kekuasaan militer dibatasi.
B. STRUKTUR POLITIK
14 | P a g e
C. LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA (SUPRASTRUKTUR POLITIK DI
INDONESIA)
Badan yang ada dimasyarakat seperti parpol, ormas, media massa, kelompok kepentingan
(interest group), kelompok penekan (pressure group), media komunikasi politik, tokoh
politik (political figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik.
Melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan
dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi
masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan
kehendak rakyat. Efektifitas suatu sistem politik tergantung pada kemampuannya untuk
menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Oleh karena itu sistem politik cenderung mengalami
perubahan sesuai dengan tuntutan zaman.
Saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang telah memasuki
tahap amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar
terhadap tugas dan hubungan lembaga negara. Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-
Undang Dasar (UUD 1945), yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara
negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga negara (legislatif ,eksekutif,
yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif
terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan Provinsi dipimpin oleh
seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang
bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan
kehakiman yang berada di bawahnya.
15 | P a g e
1. Badan Eksekutif
1. Panglima tertinggi atas angkatan laut, udara dan darat serta kepolisian.
2. Menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan Negara lain.
4
Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. (Gramedia:2012). Hlm.120
5
Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Gramedia:2012). Hlm. 296
16 | P a g e
3. Mengangkat dan menerima duta atau konsul.
4. Member gelar, tanda jasa, dan kehormatan lain.
Selain daripada itu, Presiden juga memiliki kekuasan kehakiman (yudikatif), seperti:
1. Hak pemberian grasi, yaitu hak untuk memberikan pengurangan hukuman atau
pengampunan pembebasan hukuman sama sekali.
2. Hak pemberian abolisi, yaitu hak untuk memberikan pernyataan bahwa hukuman
tuntutan pidana harus digugurkan atau suatu tuntutan pidana yang telah dimulai harus
dihentikan.
3. Hak pemberian amnesti, yaitu hak untuk memberikan pernyataan bahwa hukuman
tuntutan pidana yang telah di jatuhkan harus dibatalkan.
4. Hak pemberian rehabilitasi, yaitu hak untuk memberikan pernyataan pengembalian
nama baik seseorang.
Presiden dan wakil presiden Indonesia tidak dipilih dan diangkat oleh MPR melainkan
langsung dipilih oleh rakyat dalam pemilu. Presiden dan wakil presiden diusulkan partai
politik atau gabungan partai politik sebelum pemilu. Setelah terpilih, periode masa jabatan
presiden adalah 5 tahun,dan setelah itu ia berhak terpilih kembali hanya untuk 1 kali periode.
Wantimpres adalah suatu dewan yang terdiri atas 9 orang yang fungsinya memberikan
nasehat kepada presiden sehubungan dengan suatu permasalahan. Pemberian nasehat yang
dilakukan Wantimpres bersifat wajib, baik diminta ataupun tidak oleh presiden. Syarat
menjadi anggota wantimpres adalah setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945,
6
Syafiie. Pengantar Ilmu Pemerintahan. (Refika Aditama:2013). Hlm. 121
17 | P a g e
dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. Sesuai Pasal 9 UU No.19 tahun 2006, presiden
mengangkat dan memberhentikan anggota Wantimpres.
Menteri adalah pembantu presiden. Ia diangkat dan diberhentikan oleh presiden untuk
suatu tugas tertentu. Kementerian di Indonesia terbagi ke dalam 3 kategori yaitu Kementerian
Koordinator, Kementerian Departemen, dan Kementerian Negara.
Menteri Departemen, adalah para menteri yang diangkat presiden dan mengatur bidang
kerja yang spesifik. Menteri Departemen mengepalai satu departemen. Di Indonesia kini
dikenal ada 21 Departemen yang dipimpin seorang menteri. Departemen tersebut yaitu :
1. Sekretaris Negara.
2. Departemen Dalam Negeri.
3. Departemen Luar Negeri.
4. Departemen Pertahanan.
5. Departemen Hukum dan HAM.
6. Departemen Keuangan.
7. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
8. Departemen Perindustrian.
9. Departemen Perdagangan.
10. Departemen Pertanian.
11. Departemen Kehutanan.
12. Departemen Perhubungan.
13. Departemen Kelautan dan Perikanan.
14. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
15. Departemen Pekerjaan Umum.
18 | P a g e
16. Departemen Kesehatan.
17. Departemen Pendidikan Nasional
18. Departemen Sosial.
19. Departemen Agama.
20. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
21. Departemen Komunikasi dan Informatika.
1. Badan Yudikatif
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan lain-lain
badan kehakiman menurut undang-undang. Susunan dan kekuasaan badan-badan
kehakiman itu diatur dengan undang-undang. Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk
diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.”8
7
Syaffie. Pengantar Ilmu Pemerintahan. (Refika Aditama : 2012). Hlm.123
8
UUD 1945 Pasal 24.
19 | P a g e
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman. Di Indonesia kini dikenal adanya 3 badan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Mahkamah Agung
Calon hakim agung diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan
persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. Ketua dan wakil ketua
Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
1. Fungsi Peradilan
Membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali.
Memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang RI.
Hak uji materiil, yaitu menguji atau menilai peraturan perundangan dibawah undang-
undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
2. Fungsi Pengawasan
Pengawas tertinggi terhadap peradilan disemua lingkungan peradilan.
20 | P a g e
Pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat
pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok
kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
setiap perkara yang diajukan.
Pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-Undang Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985.
3. Fungsi Mengatur
Yaitu mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang tentang
Mahkamah Agung.
4. Fungsi Nasehat
Memberikan nasehat atau pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga
Tinggi negara lain.
Memberi nasehat kepada presiden selaku kepala negara dalam rangka pemberian atau
penolakan grasi dan rehabilitasi.
5. Fungsi Administratif
Mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai dengan pasal 11 ayat 1 Undang-
Undang nomor 35 tahun 1999.
Mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan
Pengadilan.
Mahkamah Konstitusi
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk:
a. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review).
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara.
c. Memutus pembubaran partai politik.
21 | P a g e
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2. Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan wakil presiden atas
permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.9
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan dengan keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua
sekaligus anggota, 1 orang menjabat Wakil Ketua sekaligus merangkap anggota. Ketua dan
wakil ketua menjabat selama 3 tahun.
Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para hakim tidak diperkenankan
merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha, advokat, atau
pegawai negeri. Hakim konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh
Presiden. Seorang hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk 1 kali masa jabatan.
Komisi Yudisial
Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen dan
relatif baru. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif oleh sebab ia bertugas
menseleksi calon-calon hakim. Peraturan mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Di sisi lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat dapat pula mengajukan
calon hakim agung kepada Komisi Yudisial.
22 | P a g e
badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga
melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa
rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung, dan atau Mahkamah Konstitusi
serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum
mengangkat, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang
terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih
kembali untuk 1 periode.
3. Badan Legislatif
Lembaga legislatif adalah lembaga yang ditetapkan untuk membuat peraturan perundang-
undangan tetapi sudah barang tentu berbeda bentuknya pada masing-masing negara.10
10
Syafiie. Pengantar Ilmu Pemerintahan. ( Refika Aditama: 2013). Hlm.118
11
Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Gramedia:2012) Hlm. 324
23 | P a g e
a. Pertanyaan Parlementer
b. Interpelasi
Kebanyakan badan legislatif mempunyai hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta
keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan di sesuatu bidang. Di Indonesia, semua
badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong pada masa Demokrasi
Terpimpin, mempunyai hak interpelasi. Di masa Orde Baru, hak interpelasi tidak pernah
digunakan. Hak ini kembali digunakan di era Reformasi ketika DPR (2004-2009) mengusung
interpelasi masalah impor beras dan lumpur lapindo. Usaha anggota dewan ini akhirnya gagal
karena tidak memenuhi kourum.
c. Angket ( Enquete)
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri.
Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil
penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya yang selanjutnya merumuskan
pendapatnya mengenai soal ini dengan harapan agar diperhatikan oleh pemerintah.
Di Indonesia, semua badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
zaman demokrasi terpimpin, mempunyai hak angket. Namun, hak ini tidak pernah digunakan
kecuali oleh anggota DPR maka reformasi (2004-2009) untuk masalah impor beras.
d. Mosi
Di Indonesia pada masa sistem parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi
mulai zaman Demokrasi Terpimpin hak ini ditiadakan. Pada masa Reformasi, anggota DPR
(1999-2004) menggunakan hak mosi ketika melakukan pemakzulan presiden Abdurrahman
Wahid sebagai presiden tahun 2001. Hal ini memang tidak lazim karena umumnya hak ini
digunakan dalam sistem parlementer dan bukan sistem presidensial.
24 | P a g e
e. Fungsi lain
Bagi anggota badan legislatif terbuka kesempatan untuk bertindak sebagai pembawa suara
rakyat dan mengajukan beraneka ragam pandangan yang berkembang secara dinamis dalam
masyarakat. Suatu fungsi lain yang tidak kalah pentingnya ialah sebagai sarana rekrutmen
politik. Ia merupakan training ground bagi generasi muda untuk mendapat pengalaman
dibidang politik sampai ke tingkat nasional.
Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilihan umum. Masa jabatan anggota MPR seperti lembaga tinggi Negara yang lain yaitu 5
tahun. Dalam 5 tahun sedikitnya lembaga ini bersidang sekali dan MPR memiliki tugas untuk
melantik presiden dan wakil presiden dan memberhentikan berdasarkan UUD.
DPR adalah lembaga perwakilan yang dipilih melalui pemilihan legislatif melalui
partai politik peserta pemilu. Jumlah anggota DPR 560 orang berdasarkan pemilu tahun 2009,
dipilih berdasarkan sistem pemilihan proporsional terbuka. Lembaga ini bersidang sedikitnya
sekali dalam satu tahun, dan anggota DPR untuk tiap daerah tergantung dengan jumlah
penduduk.
Untuk menjamin pelaksanaan tugasnya DPR tersebut diberi berbagai hak dan
kewajiban.12
12
Syafiie. Pengantar Ilmu Pemerintahan. (Refika Aditama:2013). Hlm. 118
25 | P a g e
Hak-hak DPR antara lain sebagai berikut:
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi
adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran adalah
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi
pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR
berikut aktivitas yang dijalankan presiden.
Dewan Perwakilan Daerah anggotanya dipilih melalui pemilu dari setiap provinsi.
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama (misalnya 4 orang) dan total
seluruh anggota DPD tidak boleh dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya 1
kali dalam 1 tahun. DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR. RUU tersebut harus
berlingkup pada otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
daerah, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut serta
dengan DPR membahas RUU yang sudah disebut diatas. Selain itu, DPD juga dapat memberi
26 | P a g e
pertimbangan kepada DPR seputar RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
serta RUU yang berkaitan dengan masalah pajak, pendidikan, dan agama.
Maswardi Rauf menyatakan, posisi DPD sekadar selaku partner DPR. DPD yang
dipilih langsung oleh rakyat seperti DPR, tenyata tidak memiliki kewenangan yang sama
seperti DPR. Ketentuan konstitusi ini akibat menculnya beberapa pandangan. Pertama,
anggota DPR sesungguhnya telah mencerminkan kepentingan daerah-daerah yang ada di
Indonesia. Kedua, kecil peran DPD akibat muncul kekhawatiran terjadinya konflik antara
DPR dengan DPD dalam proses pembuatan UU yang sulit dicari jalan keluanya.
Sebagai konsekuensi dari wujud demokrasi Pancasila maka Indonesia harus memenuhi
prinsip-prinsip demokrasi. Pengertian demokrasi merupakan pengertian yang sudah ada sejak
masa Yunani Kuno, meskipun lambat laun mengalami pergeseran makna pada masa
kontemporer. Secara emitologi, demokrasi adalah gabungan dua kata yaitu demos
(masyarakat) dan kratos (memerintah). Sedangkan secara terminologi demokrasi adalah suatu
bentuk pemerintahan yang kekuasaannya berada ditangan rakyat.
Wacana partai politik dalam tataran negara demokrasi khususnya masa kontemporer
merupakan hal yang sudah berkembang lama sebagai sebuah parameter dari negara yang
menganut demokrasi. Ada beberapa parameter negara demokrasi yang antara lain:
27 | P a g e
2. Pemilihan umum yang demokratis.
3. Distribusi kekuasaan.
4. Negara berdasarkan konstitusi.
5. Sistem peradilan yang independen.
6. Peran media yang bebas.
7. Kebebasan berkelompok dan membuat asosiasi.
8. Melindungi hak-hak asasi manusia.
Sebuah gambaran umum bahwa negara demokrasi akan selalu ditandai dengan adanya
partai politik sebagai barometer dari sebuah demokrasi yang berjalan di negara tersebut. Baik
di Amerika dan Indonesia secara konstitusional mengakui dan melindungi rakyatnya dalam
mengekspresikan kebebasan berfikir dan bertindak yang kemudian dijabarkan melalui
keberadaan partai politik di masing-masing negara.
Seiring dengan pemaknaan partai politik diatas, maka terdapat juga perkembangan
wacana dalam sistem kepartaian. Sistem kepartaian adalah pola perilaku dan interaksi
diantara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik. Maurice Duverg, menggolongkan
sistem kepartaian menjadi 3, yaitu sistem partai tunggal, sistem dwipartai, dan sistem banyak
partai.
Berdasarkan UU No.2 tahun 2008 tentang Partai Politik yang memberikan sebuah
kebebasan bagi semua warga negaranya untuk mendirikan partai politik sebagai sebuah
bentuk kebebasan berekspresi dan bertindak sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Sedangkan partai politik menurut undang-undang tersebut adalah sebuah lembaga nasional
yang iidentifikasikan sebagai lembaga yang mengedepankan kepentingan politik anggota-
anggotanya.
28 | P a g e
Dalam upaya membatasi jumlah peserta pemilu agar tidak terlampau banyak,
pemerintah menggunakan sistem Parliamentary Treshold (ET), untuk partai politik yang
tidak mampu memperoleh suara 2,5% maka tidak bisa mengikuti pemilihan umum untuk
periode berikutnya.
C. Pemerintahan Daerah
29 | P a g e
9. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang
mensahkan,membatalkan, dan menangguhkan peraturan daerah atau keputusan
kepala daerah,yaitu menteri dalam negeri bagi daerah tingkat I dan gubernur
kepala daerah bagi daerah tingkat II, sesuai peraturan perundang undangan yang
berlaku.
10. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang meliputi bidang
bidang kententraman dan ketertiban, politik,koordinasi pengawasan, dan urusan
pemerintah lainnya yang tidak temasuk dalam tugas suatu instansi dan tidak
termasuk urusan rumah tangga daerah.
11. Polisi Pamong Praja adalah perangkat wilayah yang bertugas membantu kepala
wilayah dalam menyelenggarakan pemerintahan khususnya dalam melaksanakan
wewenang,tugas,dan kewajiban dibidang pemerinahan umum.
BAB III
Dalam masa pra-Demokrasi Terpimpin, yaitu November 1945 sampai Juni 1959, dikenal
badan eksekutif yang terdiri atas presiden serta wakil presiden, sebagai bagian dari badan
eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat, dan menteri yang dipimpin oleh seorang perdana
menteri dan yang bekerja atas dasar tanggung jawab menteri. Kabinet ini dinamakan kabinet
presidensial, dipimpin oleh Wakil Presiden.
Mulai Juni 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menuntut ketentuan
undang-undang, badan eksekutif terdiri atas seorang presiden, wakil presiden, dan menteri.
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” MPR.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama 5 tahun yang hanya dibatasi oleh
peraturan dalam Undang-Undang Dasar. Selama masa itu Presiden tidak boleh dijatuhkan
oleh DPR, sebaliknya presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR.
30 | P a g e
Dalam masa ini pernah diterapkan sistem check and balances dimana badan eksekutif dan
legislatif, sekalipun bebas satu sama lain, mengadakan check satu sama lain,namun sistem ini
tidak dikenal dalam sistem Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam masa Demokrasi Terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya
untuk memperkuat kedudukannya, Ir. Soekarno oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden
seumur hidup, dan pejabat teras dari badan yudikatif ( MA) dan legislatif (pimpinan MPRS
dan DPR Gotong Royong) diberi status menteri. Penetapan Presiden no. 14 tahun 1960,
presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam keadaan anggota badan
legislatif tidak dapat mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu rancangan undang-
undang. Dalam banyak hal, presiden mengesampingkan DPR, dengan jalan mengatur soal
peradilan yaitu melalui UU No.19 tahun 1964. UU ini jelas menyimpang dari Undang-
Undang Dasar 1945.
Sistem presidensial yang digunakan oleh UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar
bagi presiden. Disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden juga
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR (Pasal 5 Ayat 1
UUD 1945 asli), yang menunjukkan bahwa UUD 1945 yang asli memberi wewenang
legislatif yang besar bagi presiden. Presiden juga berhak mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti UU (Perpu) (Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945 asli) dalam keadaan genting dan dapat
persetujuan dari DPR. Kewenangan legislatif lainnya menurut UUD 1945 yang asli adalah
pengajuan RUU yang disebut sebagai hak inisiatif lembaga eksekutif.
Perkembangan politik di Indonesia pada masa awal Orde Baru menunjukkan peranan
Presiden Soeharto uang semakin dominan. Disamping kewenangan yang diberikan UUD
1945, situasi politik Indonesia memberikan kesempatan yang besar bagi Presiden Soeharto
untuk berperan sebagai presiden yang dominan. Senioritas Soeharto dalam angkatan darat
memperkuat posisinya dalam dunia politik Indonesia. Peran dominan Soehato semakin
menguat seiring dengan usia Orde Baru. Keberhasilan Orde Baru dalam pembanguna
ekonomi, termasuk keberhasilan swasembada beras pada pertengahan dekade 1980-an,
memberikan kedudukan dominan yang semakin kokok bagi Presiden Soeharto. Kedudukan
dominan tersebut menyebabkan tidak ada satu pun diantara elite politik nasional yang dapat
dianggap sebagai calon pengganti Presiden Soeharto. Oleh karena itu tidak mengherankan
bila elite Orde Baru semenjak awal dekade 1990-an dikuasai sepenuhnya oleh Presiden
Soeharto. Dominasi mutlak dalam politik menghasilkan penyelewengan kekuasaan.
31 | P a g e
Penyelewengan kekuasaan ini semakin hebat ketika menjelang berakhirnya Orde Baru,
diantaranya dimana kebebasan berbicara (terutama yang menyinggung Presiden Soeharto dan
keluarganya) tidak diperbolehkan sama sekali dan peranan ABRI yang semakin besar dengan
munculnya dwifungsi ABRI.
Setelah masa Orde Baru berakhir, muncullah masa reformasi. Yang ingin dilakukan
setelah Orde Baru lengser adalah dengan melakukan perubahan-perubahan politik sehingga
sistem politik Indonesia menjadi lebih demokratis, dengan melakukan perubahan terhadap
peraturan perundangan. Praktik yang kurang atau tidak demokratis dihilangkan. Langkah
terobosan yang dilakukan oleh Orde Reformasi adalah amandemen UUD 1945 yang
mengubah UUD 1945 secara drastis sehingga UUD 1945 yang asli menjadi sangat berbeda
bila dibandingkan dengan UUD 1945 hasil amandemen. Amandemen menghasilkan
perubahan UUD yang menyangkut lembaga eksekutif, antara lain:
Masa jabatan presiden lebih dipertegas selama 5 tahun sehingga tidak ada lagi
penafsiran yang dapat membuat presiden terpilih lebih dari 2 kali.
Memperkuat sistem presidensial dengan mengadakan pemilihan umum untuk
memilih presiden/wakil presiden secara langsung oleh rakyat.
Hasil amandemen mempersulit pemecatan presiden oleh MPR.
Presiden tidak dipecat karena masalah politik.
mengurangi peranan presiden dalam fungsi legislitif.
Pada masa kemerdekaan, bentuk lembaga legislatif di Indonesia yaitu KNIP (Komite
Nasional Indonesia Pusat) yang pembentukannya didasarkan pada keputusan sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. KNIP yang semula
berfungsi sebagai pembantu presiden, kemudian berubah melaksanakan tugas legislatif
32 | P a g e
berdasarkan Maklumat Wakil Presiden no. X. Sebagai badan perwakilan, KNIP telah
menjalankan kewajibannya, yaitu telah mengajukan usul/inisiatif, interpelasi,
angket,pertanyaan dan mosi (khususnya mosi kepercayaan). Sejak proklamasi kemerdekaan
sampai pulihnya kembali NKRI tanggal 17 Agustus 1950, KNIP telah menyetujui 133
Rancangan Undang-Undang menjadi UU, dan mengeluarkan 6 mosi dan 2 interpelasi.
Pada masa Indonesia menjadi RIS (1949-1950), badan legislatif terdiri dari 2 majelis, yaitu
senat dengan jumlah 32 orang dan badan legislatif dengan jumlah 146 orang; 49 orang
diantaranya dari RI yang berpusat di Yogyakarta. DPR mempunyai hak budget, inisiatif,
amandemen, hak bertanya, hak interpelasi, dan hak angket, disamping wewenang untuk
menyusun rancangan undang-undang bersama pemerintah. Dalam masa setahun, telah
diselesaikan 7 buah undang-undang dan mengeluarkan 16 mosi dan 1 interpelasi.
Pada tahun 1950-1956 dibentuklah DPRS yang beranggotakan sekitar 235 orang yang terdiri
dari anggota bekas DPR dan bekas Senat RIS, serta anggota Badan Pekerja KNIP dan DPA
yang berpusat di Yogyakarta. Badan ini mempunyai hal legislatif seperti hak budget, hak
amandemen, hak inisiatif, dan hak kontrol seperti hak bertanya,interpelasi,angket, dan mosi.
Badan ini telah membicarakan 167 RUU, juga telah menyetujui 21 mosi dan 82 yang
diusulkan, 16 interpelasi dari 24 yang diajukan, 1 angket dan melaksanakan 2 kali hak
budget.
Badan legislatif pemilihan umum 1955 (1956-1959) berjumlah 272, 60 anggota dari wakil
Masyumi, 58 wakil PNI, 47 wakil NU, 32 wakil dari PKI dan selebihnya dari anggota partai
kecil. Wewenang badan ini dibidang legislatif dan kontrol ridak berbeda dengan DPR-
Sementara. Di masa ini, telah diajukan 145 UU dan 113 diantaranya disetujui menjadi UU,
usulan 8 mosi dan 2 diantaranya disetujui, 8 interpelasi dan 3 diantaranya disetujui.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, melalui Penetapan Presiden No.1 tahun 1959
ditetapkan bahwa DPR hasil pemilihan umum 1955 menjalankan tugas DPR menurut UUD
1945. DPR ini disebut DPR Peralihan. Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka badan
legislatif bekerja dalam suatu rangka yang lebih sempit, dalam arti bahwa hak-haknya kurang
terperinci dalam UUD 1945 jika dibandingkan dengan UUD RIS 1949 dan UUDS 1950. DPR
juga mempunyai hak untuk memanggil sidang luar biasa MPR, mengajukan
pertanyaan,meminta keterangan, mengadakan penyelidikan, mengajukan amandemen,
mengajukan usul pernyataan pendapat atau usul lain, dan dapat menganjurkan calon untuk
mengisi suatu jabatan dalam hal demikian ditentukan oleh undang-undang. DPR Peralihan ini
33 | P a g e
kemudian dibubarkan justru karena timbulnya perselisihan antara pemerintah dengan DPR
Peralihan mengenai APBN.
Sesudah terjadinya G-30 S/PKI, DPR-GR mengalami perubahan, baik mengenai keanggotaan
maupun wewenangnya. Aturan tata tertib baru disempurnakan. Dari peraturan baru ini, badan
legislatif melakukan pengawasan dengan usaha-usaha seperti: mengajukan pertanyaan,
meminta keterangan (interpelasi), mengadakan penyelidikan (angket), mengajukan
perubahan, mengajukan usul pernyataan pendapat. Mengenai pengambilan keputusan, sistem
musyawarah atau mufakat masih dipertahankan dengan ketentuan bahwa keputusan harus
diambil oleh anggota DPR sendiri.
Badan legislatif hasil pemilihan umum (1971-1977), merupakan hasil pemilihan yang
diselenggarakan berdasarkan UU No.5 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR.
Pada masa ini, untuk menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi kerja para anggota dalam
melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat maka dibentuk fraksi dalam DPR-RI. DPR-RI
disamping bersama-sama pemerintah bertugas membentuk undang-undang dan menetapkan
APBN, dan kebijakan Pemerintah (kontrol). Demokrasi Pancasila dalam hal pengambilan
keputusan, sistem musyawarah masih tetap diutamakan (tanpa campur tangan Presiden).
Badan legislatif hasil pemilu tahun 1977-1997, jumlah anggota dewan meningkat dari 460
orang menjadi 500 orang. Setelah pemilu 1971, terjadi perubahan secara fundamental dalam
sistem kepartaian di Indonesia. Presiden Soeharto pada tahun 1973 mengajak partai politik
34 | P a g e
yang bertarung pada pemilu 1971 untuk meleburkan diri atas dasar Golongan Spiritual,
Golongan Nasionalis, dan Golongan Karya.
Badan legislatif Masa Reformasi Hasil Pemilu 1999 dan 2004 merupakan DPR yang terpilih
dalam masa reformasi. Perbedaan yang paling signifikan antara DPR hasil pemilu 2004 dan
DPR hasil pemilu 1999 adalah seluruh anggota DPR dipilih melalui pemilu dan tidak ada lagi
anggota TNI//Polri yang diangkat.
Amandemen UUD di Indonesia setelah masa reformasi, perubahan yang terjadi pada
kekuasaan kehakiman setelah dilakukan amandemen konstitusi juga telah menyebabkan
terjadinya perubahan yang cukup mendasar. Memang harus diakui, bahwa meski perjalanan
reformasi di Indonesia yang digulirkan sejak Mei 1998 tak semudah yang direncanakan,
namun dalam bidang hukum adan banyak upaya untuk memperbaikinya dengan tujuan untuk
menegakkan supremasi hukum dan modernisasi hukum. Salah satunya dengan dibentuknya
lembaga baru, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Hukum
Nasional (KHN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional.
35 | P a g e
B. Perkembangan Pemerintah Daerah
1. Asas Desentralisasi
1. Transfer of Authority
2. Policy making and policy executing
3. Yang diserahi adalah satuan politik atas dasar wilayah-masyarakat hukum yang
disebut sebagai daerah otonom
4. Munculnya lembaga representatif ditingkat lokal dengan pemilihan
5. Wilayahnya dibentuk dalam jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Terdapat otonomi karena adanya penyerahan wewenang pembambilan kebijakan
dan pelaksanaan
7. Keputusan Pejabat dalam pemerintahan daerah tidak dapat langsung dibatalkan
oleh peemerintah pusat
8. Hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah otonom adalah
hubungan antarorganisasi
2. Asas Dekonsentrasi
UU No.32 tahun 2004 pasal 1 angka 8 memberikan pengertian dekonsentrasi sebagai berikut;
36 | P a g e
Diterapkannya asas dekonsentrasi karena ketidakmampuan sentralisasi dan menghasilkan
Konsep 2 konsep yaitu Konsep Statis dan Konsep Dinamis.
3. Asas Pembantuan
UU No.32 tahun 2004 pasal 1 angka 9 tercantum bahwa tugas pembantuan adalah sebagai
penugasan pemerintah kepada daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas
tertentu yang berupa pembiayaan,sarana, dan prasarana, serta SDM dengan kewajiban umtuk
melaporkan pelaksaannya dan mempertanggungjawabakannnya kepada yang
menugaskannya.
A. UUD 1945 Pasal 18A dan pelaksanaannya pada UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33
tahun 2004
B. Politic Will
C. Kemajuan Negara yang ditentukan dari kemajuan daerahnya
D. Citra Masyarakat
37 | P a g e
dan pembanding kenyataan di era saat ini dalam proses ke era yang akan datang. Orang
pandai sering berkata bahwa hari ini adalah produk hari kemarin dan yang akan
mempengaruhi hari esok. Demikian juga halnya dengan sejarah Partai politik di Indonesia
merupakan produk masa lalu yang perlu di ungkap dan di kaji kembali agar dapat di
manfaatkan dalam menyikapi perkembangan partai politik di Indonesia, baik pada era saat ini
dan terlebih lagi di era yang akan datang.
Me-review tentang sejarah parpol di Indonesia dari sejak dulu kala hingga saat
sekarang memang penuh liku-liku dan menarik. Tapi yang jelas, sejarah parpol di Indonesia
sangat panjang dan menarik untuk kita telusuri. Sejarah kemunculan partai politik di
Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode perkembangan, dengan setiap masa
waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu: Masa penjajahan Belanda, Masa
pedudukan Jepang dan masa merdeka.
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab
di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan sesuatu yang dengan sendirinya
ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Biasa
dikatakan partai politik merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh
lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modern.13
Menurut Carl Friendrich yang dikutip oleh Ramlan Surbakti dalam bukunya, memberi
batasan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan
tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimin
materiil dan idiil kepada para anggotanya. Sementara itu soultau menjelaskan partai politik
sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik,
dan yang memanaatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka buat.14
konsep partai politik yang dikemukakan oleh Sorauf, dengan unsur-unsur: (1)
mengembangkan organisasi dan mencapai tujuan pemilihan umum; (2) organisasi bersifat
inklusif dan mencakup berbagai kelompok masyarakat (ekstensif); (3) perhatian utama pada
13
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 397.
14
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), hal. 148.
38 | P a g e
panggung politik untuk mencapai tujuannya; dan (4) menunjukkan stabilitas dan
berkelanjutan, serta bekerja sebagai satu kesatuan dalam pembuatan keputusan dan loyalitas
dari anggota-anggotanya.101 Namun, kriteria pertama dipakai dengan mengingat bahwa pada
masa-masa tertentu pada saat belum dilaksanakan pemilihan umum kriteria ini tidak berlaku,
seperti pada masa penjajahan dan awal kemerdekaan sebuah negara.
A. Zaman kolonial
Partai politik lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran
nasional. Dalam suasana itu semua organisasi, apakah ia bertujuan sosial (seperti budi utomo
dan muhammadiyah) atau terang – terangan menganut asas politik sekuler (PNI dan PKI),
memainkan peran penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartainan pada
masa itu menunjukan keanekaragaman dan pola ini kita hidupkan kembali pada zaman
merdeka dalam bentuk sistem multi partai.
Rezim pemerintahan jepang yang sangat respresif bertahan sampai tiga setengah
tahun. Semua sumber daya, baik kekayaan alam maupun tenaga manusia, dikerahkan untuk
menunjang perang “asia timur raya”. Dalam rangka itu pula semua partai dibubarkan dan
setiap kegiatan politik dilarang. Hanya golongan islam yang diperkenankan membentuk suatu
organisasi sosial yang dinamakan masyumi, disamping beberapa organisasi baru yang
dipreakrsai penguasa.
Sebagai tahap rangka demokrasi badan pekerja mengusulkan agar dibuka kesempatan
untuk mendirikan partai – partai politik, dan usul tersebut disetujui oleh pemerintah. Dalam
maklumat pemerintahan tanggal 3 november dikemukakan bahwa : “ pemerintah menyukai
timbulnya partai – partai politik karena dengan adanya partai – partai itulah dapat dipimpinn
kejalan yang teratur segala aliran pahan yang ada dalam masyarakat. Diharapkan bahwa
partai – partai telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan umum pada bulan januari
1946”. Ditentukan juga pembatasan bahwa partai – partai politik itu hendaknya memperkuat
perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat.
39 | P a g e
ii. Zaman republik indonesia serikat
Dalam masa ini partai politik secara aktif mendukung usaha mengabungkan negara –
negara bagian ke dalam negara kesatuan republik indonesia. Konstelasi partai politik tidak
banya berubah.
40 | P a g e
Partai Katolik, Partindo,
Parkindo, Partai Murba, PSII
Arujdi, IPKI dan Partai Islam
Perti. Masyumi dan PSI
dibubarkan pada tahun 1960.
1. 1966
PKI dan partindo dibubarkan
2. 27 juli 1967
Konsensus nasional a.I. 100
anggota dpr diangkat
3. 1967 – 1969
Eksperiment dwi – partai dan
dwi – group dilakukan di
beberapa kabupaten di jawa
barat, namun dinetikan pada
awal 1969
4. 1971
Pemilihan umum dengan 10
partai
5. 1973
Penggabungan partai menjadi 3
partai yaitu golkar, pdi dan ppp
41 | P a g e
dan PDI
7. 1982
Pancasila satu satunya asas
8. 1984
Nu khittah
9. 1996
Pdi pecah
1998 (21 mei) Reformasi : uud 1945 yang Kembali ke sistem multi partai.
diamandemen Pemilu dengan 48 partai, 21
partai masuk dpr. Pemilu dengan
1. 1999 (juni)
24 partai, 7 partai masuk dpr
2. 2004 (april) yaitu golkar, pdip, pkb, ppp,
partai demokrat, pks dan pan.
Sistem Kepartaian Indonesia menganut sistem multi partai. Aturan ini tersirat dalam
pasal 6A(2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik Frasa gabungan partai politik mengisyaratkan
paling tidak ada dua partai atatu lebih yang bergabung untuk mengusung seorang calon
pasangan presiden dan wakio presiden dan bersaing dengan calon lain yang diusulkan partai-
partai lain. Ini artinya sistem kepartaian di Indonesia harus diikuti oleh minimal 3 partai
politik atau lebih.
Sejak era kemerdekaan, sebetulnya Indonesia telah memenuhi amanat pasal tersebut.
Melalui Keputusan Wakil Presiden No X/1949, pemilihan umum pertama tahun 1955 diikuti
oleh 29 partai politik dan juga peserta independen.
Pada masa pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto memandang terlalu banyaknya
partai politik menyebabkan stabilitas poltik terganggu, maka Presiden Soeharto pada waktu
itu memiliki agenda untuk menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Pemilu
tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan pada tahun 1974 peserta pemilu tinggal tiga
partai politik saja. Presiden Soeharto merestrukturisasi partai politik menjadi tiga
partai(Golkar, PPP, PDI) yang merupakan hasil penggabungan beberapa partai. Walaupun
42 | P a g e
jika dilihat secara jumlah, Indonesia masih menganut sistem multi partai, namun banyak ahli
politik menyatakan pendapat sistem kepartaian saat itu merupakan sistem kepartaian tunggal.
Ini dikarenakan meskipun jumlah partai politik masa orde baru memenuhi syarat sistem
kepartaian multi partai namun dari segi kemampuan kompetisi ketiga partai tersebet tidak
seimbang.
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi
masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai
politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai
politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu
sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini
disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999
tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu
selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai
politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara
bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti
persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%.
Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
43 | P a g e
mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Partisipasi warga negara dalam
bidang politik pun belum terlaksana sepenuhnya. Untuk memaparkan lebih lanjut,
permasalahan demokrasi yang ada perlu dikelompokkan lagi menjadi tiga hal, yaitu dari segi
teknis atau prosedur, etika politik, serta sistem demokrasi secara keseluruhan. Dari
segi teknis atau prosedur, demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah terlaksana. Hal ini
dapat dibuktikan dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan
calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Bahkan, pemilu Indonesia tahun 1999 mendapat
apresiasi dari dunia internasional sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah
berlangsung secara aman, tertib, jujur, adil, dan dipandang memenuhi standar demokrasi
global dengan tingkat partisipasi politik ketika itu adalah 92,7%. Namun sesungguhnya
pemilu 1999 yang dipandang baik ini mengalami penurunan partisipasi politik dari pemilu
sebelumnya yaitu tahun 1997 yang mencapai 96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik di tahun
berikutnya pun mengalami penurunan, dimana pada pemilu tahun 2004, tingkat partisipasi
politik mencapai 84,1 % untuk pemilu Legislatif, dan 78,2 % untuk Pilpres. Kemudian pada
pemilu 2009, tingkat partisipasi politik mencapai 10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7 %
untuk Pilpres. Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu
ini berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat.
Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta
demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk
menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-orang yang dianggap layak untuk mewakili
masyarakat, baik yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden. Hak untuk memilih atau
mengemukakan pendapat tergolong sebagai Hak Asasi Manusia yang pelaksanaannya
dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Tingginya angka golput mungkin berasal dari
pandangan masyarakat yang memandang bahwa hak asai manusia merupakan suatu
kebebasan, yang dalam hal ini adalah kebebasan untuk menggunakan hak pilihnya ataupun
tidak. Memang tidak ada aturan atau hukum yang menjerat bagi orang-orang yang tidak turut
serta berpartisipasi politik dalam pemilu, namun apabila terus dibiarkan angka golput terus
meningkat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap demokrasi Indonesia yang akan
semakin tidak berkualitas akibat rendahnya partisipasi dari para warganya.
Yang kedua adalah demokrasi dipandang dari segi etika politiknya. Secara subtantif
pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu
44 | P a g e
manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subyek etika. Walaupun dalam konteks politik berkaitan erat dengan masyarakat, bangsa dan
negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini
lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Masih mengambil contoh yang sama yaitu mengenai pemilihan umum, dimana pemilihan
umum yang seharusnya terjadi sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945
adalah pemilihan umum secara langsung dan umum, sera bersifat bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Namun bagaimanakah etika politik dari para aktor dalam pemilihan umum, khususnya
calon pemerintah dan calon wakil rakyat di Indonesia ?
Pemilihan umum di Indonesia merupakan arena pertarungan aktor-aktor yang haus akan
popularitas dan kekuasaan. Sebagian besar petinggi pemerintahan di Indonesia adalah orang-
orang yang sangat pandai mengumbar janji untuk memikat hati rakyat. Menjelang pemilihan
umum, mereka akan mengucapkan berbagai janji mengenai tindakan-tindakan yang akan
mereka lakukan apabila terpilih dalam pemilu, mereka berjanji untuk mensejahterakan rakyat,
meringankan biaya pendidikan dan kesehatan, mengupayakan lapangan pekerjaan bagi
rakyat, dan sebagainya.Tidak hanya janji-janji yang mereka gunakan untuk mencari
popularitas di kalangan rakyat melalui tindakan money politics.
Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak bermoral dan melanggar etika politik. Hak
pilih yang merupakan hak asasi manusia tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, namun
melalui money politics secara tidak langsung mereka mempengaruhi seseorang dalam
penggunaan hak pilihnya. Selain itu, perbuatan para calon petinggi pemerintahan tersebut
juga melanggar prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Tindakan mempengaruhi hak pilih seseorang merupakan perbuatan yang tidak jujur, karena
jika rakyat yang dipengaruhi tersebut mau memilihnya pun hanya atas dasar penilaian yang
subyektif, tanpa memandang kemampuan yang dimiliki oleh calon tersebut. Tindakan ini
juga merupakan persaingan yang tidak sehat dan tidak adil bagi calon lain yang menjadi
pesaingnya.
Apabila calon petinggi pemerintahan yang sejak awal sudah melakukan persaingan tidak
sehat tersebut berhasil menduduki jabatan pemerintahan, tentu sangat diragukan apakah ia
dapat menjalankan pemerintahan yang bersih atau tidak. Terbukti dengan begitu banyaknya
petinggi pemerintahan di Indonesia saat ini, khususnya mereka yang duduk di kursi DPR
45 | P a g e
sebagai wakil rakyat, yang terlibat kasus korupsi. Ini adalah buah dari kecurangan yang
mereka lakukan melalui money politics dimana mereka sudah mengaluarkan begitu banyak
dana demi membeli suara rakyat, sehingga ketika mereka berkuasa mereka akan cenderung
memanfaatkan kekuasaannya yang antara lain bertujuan untuk mengembalikan uang yang
telah mereka keluarkan tersebut.
Tidak hanya korupsi, sikap atau perilaku keseharian para wakil rakyat tersebut juga tidak
menunjukkan etika politik yang baik sebagai seseorang yang seharusnya mengayomi dan
menjadi penyambung lidah rakyat demi mencapai kesejahteraan rakyat. Mereka kehilangan
semangat dan tekad untuk membela rakyat yang bertujuan pada tercapainya kesejahteraan
rakyat, yang mereka ungkapkan ketika masih menjadi calon wakil rakyat. Mereka kehilangan
jatidiri sebagai seorang pemimpin dan justru menyalahgunakan kepercayaan rakyat terhadap
mereka demi kepentingan pribadi dan kelompok. Terbukti banyak anggota DPR yang
menginginkan gaji tinggi, adanya berbagai fasilitas dan sarana yang mewah yang semuanya
itu menghabiskan dana dari rakyat, dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini tidak sebanding
dengan apa yang telah mereka lakukan, bahkan untuk sekedar rapat saja mereka tidak
menghadiri dan hanya titip absen, atau mungkin hadir namun tidak berpartisipasi aktif dalam
rapat tersebut. Sering diberitakan ada wakil rakyat yang tidur ketika rapat berlangsung.
Dalam lembaga legiflatif (DPR) misalnya, sebagai lembaga yang dipilih oleh rakyat, dan
kedudukannya adalah sebagai wakil rakyat yang sebisa mungkin harus memposisikan diri
sebagai penyambung lidah rakyat, megingat pemegang kekuasaan tertinggu dslam negara
demokrasi adalah rakyat (kedaulatan rakyat). Namun dalam pelaksanaannya, lembaga negara
tidak memposisikan diri sebagai penyampai aspirasi rakyat dan representasi dari kehendak
rakyat untuk mencapai kesejahteraan, namun justru lembaga negara tersebut sebagai
pemegang kekuasaan dalam sebuah negara, dan rakyat harus tunduk terhadap kekuasaan
tersebut.
Contoh lain adalah dalam lembaga yudikatif, atau lembaga yang bertugas mengadili terhadap
pelanggaran undang-undang. Hukum di Indonesia adalah hukum yang tumpul ke atas namun
tajam ke bawah. Siapa yang punya uang, tentu akan mengalami hukuman yang ringan
meskipun melakukan kesalahan yang besar. Sebaliknya, apabila tidak punya uang, dia tidak
bisa berkutik dengan hukuman yang dijatuhkan padanya meskipun kesalahan yang dilakukan
tergolong ringan. Bukti bahwa hukum Indonesia bisa dibeli adalah adanya hakim yang
tertangkap akibat menerima suap untuk meringankan kasus yang sedang ia tangani. Atau
contoh lain adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sedang menjalani hukuman,
namun dapat dengan mudah keluar masuk penjara dengan berbagai alasan atau kepentingan,
dan tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan oleh rakyat kecil.
Permasalahan yang terkait dengan komponen infrastruktur politik belum efektifnya peran
lembaga-lembaga tersebut demi kepentingan rakyat, dan terkadang justru pelaksanaannya
hanya demi kepentingan kelompok atau individu. Dalam hal kebebasan pers misalnya,
meskipun sudah dijamin dalam UUD 1945 namun pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif.
Contohnya adalah adanya wartawan yang meliput kasus atau persoalan publik, justru diculik,
47 | P a g e
dianiaya, atau bahkan dibunuh. Selain itu, partai politik telah beralih fungsi dari lembaga
demokrasi menjadi lembaga yang yang mirip dengan perusahaan, dengan tujuan memperoleh
keuntungan. Terbukti dengan keterlibatan partai politik dalam berbagai kasus korupsi,
transaksi-transaksi politik dalam pemilihan daerah, serta money politics. Partai politik juga
menjadi rumah bagi orang-orang tertentu yang mengejar popularitas dan kekuasaan, serta
untuk menguasai sumber daya alam tertentu. Komersialisasi partai politik ini juga terlihat
dalam kaderisasinya, dimana banyak anggota partai politik yang direkrut adalah pengusaha-
pengusaha, yang sebenarnya hanya dijadikan tunggangan agar partai politik tersebut dapat
dengan mudah memperoleh dana, misalnya dari adanya proyek-proyek.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Sistem pemerintahan merupakan salah satu strategi negara dalam mewujudkan cita-citanya.
Sistem pemerintahan dapat berubah sesuai dengan situasi, kondisi politik, sosial, budaya dan
perkembangan sejarah negara tersebut. Salah satunya yaitu terjadi pada negara Indonesia
yang memutuskan untuk memeluk sistem parlementer sebagai syarat untuk mendapatkan
pengakuan kedaulatan dari Belanda. Meskipun demikian, sistem yang dicoba diberlakukan
tersebut tidak cocok dengan kultur budaya Indonesia sehingga menyebabkan instabilitas
politik kala itu dan akhirnya Indonesia kembali ke sistem pemerintahan awal yaitu sistem
pemerintahan presidensial. Tahun demi tahun berganti, tetapi sistem pemerintahan selalu
48 | P a g e
ditunggangi kepentingan penguasa yang menginginkan kelanggengan akan kekuasaannya di
bumi pertiwi ini. Mereka menjadikan sistem pemerintahan sebagai alat untuk mencapai
tujuannya dengan melakukan penyelewengan terhadap wewenang yang dimilikinya sehingga
membuat pemerintahan cenderung otoriter dan kurang berpihak pada rakyat. Demokrasi
akhirnya terlukai lagi oleh tindakan mereka. Penyelewengan yang mereka lakukan membuat
masalah demokrasi mencuat ke publik dan dapat menimbulkan rasa ketidakpercayaan rakyat
terhadap pemerintah serta memudarnya semangat demokrasi atau bahkan apatisnya rakyat
terhadap pemerintah. Hal ini harus segera diatasi. Jika tidak diatasi dengan segera, akan
membahayakan keberlangsungan kehidupan berbangsa & bernegara di Indonesia.
Saran
Indonesia masih mengalami suatu proses yang panjang dalam kehidupan bernegara.
Pendewasaan demokrasi masih belum menandakan titik terang para politisi belumlah
menerapkan etika politik yang seharusnya dijalankan oleh para politisi. Adanya pemerintah
dan sistem pemerintahan segala hal ditujukan untuk rakyat. Permasalahan antara eksekutif,
legislatif, dan yudikatif sering terjadi. Sistem pemerintahan presidensial seringlah juga diuji.
Di Indonesia sendiri menganut bentuk negara sebagai negara kesatuan, bentuk pemerintahan
republik, sistem pemerintahan presidensial dan menganut asas desentralisasi. Apapun bentuk
negara dan sistem pemerintahan yang digunakan apabila benar-benar ditujukan kepada rakyat
pastinya mencapai suatu hal yang lebih dari sekarang ini.
Perlunya diadakan suatu konsensus dari para ahli yang seharusnya juga melihat
sejarah indonesia sebagai negara hukum.
49 | P a g e