Anda di halaman 1dari 20

Sumber Pokok Ajaran Islam

Oleh :
Henryawan Laksono c.431.18.0105
Dwi Indro Sasmito c.431.21.0050
Latar Belakang
• Kata-kata “Sumber Hukum Islam” merupakan
terjemahan dari lafazh Masâdir al-Ahkâm. Kata-
kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab
hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama
fikih . Untuk menjelaskan arti sumber hukum
Islam, mereka menggunakan al-adillah
alSyariyyah.
• Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada masa
sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah se-arti
dengan istilah al-Adillah alSyar’iyyah. Dan yang
dimaksud Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum
syara’ yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk
menemukan hukum Al-Qur‟ dan hadist merupakan
pedoman umat Islam dengan berbagai petunjuk agar
manusia dapat menjadi khalifah yang baik di muka bumi
ini. Untuk memperoleh petunjuk tersebut diperlukan
adanya pengkajian terhadap al-Qur‟an dan hadist itu
sendiri, sehingga kaum muslimin benar-benar bisa
mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari pada isi
kandungan al-Qur‟an tersebut yang di dalamnya
kompleks membahas permasalahan- permasalahan yang
sudah terjadi, sedang terjadi, maupun yang belum terjadi
Rumusan Masalah
• 1. Apa yang dimaksud dengan Al-Quran ?
• 2. Apa yang dimaksud dengan Hadist ?
• 3. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad ?
. Definisi Al-Quran
• Kata Al-Qur’an secara lughawi merupakan
bentuk yang muradif dengan kata Al-Qira’ah
yaitu masdar dari fi’il madhi ‘qara’a yang artinya
bacaan. Arti qara 'a lainnya ialah mcngumpulkan
atau menghimpun, menghimpun huruf dan
kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun
rapih. Sedangkan arti qara 'a dalam arti mashdar
(infinitif)
Nama- Nama Al-Qur’an
• 1. Al-Furqan artinya yang membedakan antara
yang benar dan yang salah)
• 2. Al-Haqq yang artinya kebenaran Ilahi yang
mutlak sempurna.
• 3. Al-Hikmah yang artinya hikmah atau
kebijaksanaan.
• 4. Al-Huda yang berarti petunjuk hidup.
• 5. As-Syifa yang berarti penyembuhan ruhani.
• 6. Ad-Dzikru yang berarti pengingat
• 7. Al-Kitab yang berarti tulisan atau yang ditulis.
Kandungan Al-Quran
Bahwa alQur‘an itu pada dasarnya mengandung
pesan-pesan sebagai berikut:
• A. Masalah tauhid, termasuk di dalamnya segala
kepercayaan terhadap yang gaib;
• b. Masalah ibadah yakni pengabdian kepada Tuhan;
• c. Masalah janji dan ancaman;
• d. Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat,
berupa ketentuanketentuan dan aturan-aturan yang
hendaknya dipenuhi agar mendapatkan ridla Allah;
• e. Riwayat atau cerita, yakni sejarah orang-orang
terdahulu baik sejarah bangsabangsa, tokoh-tokoh
tertentu maupun para nabi dan rasul.
Fungsi Al-Quran
• 1. Al-Qur‟an sebagai nasehat (mau’izhah) Ada
beberapa pendapat terkait arti dari mau‟idzhah
diantaranya Ibnu Manzur mengutip dari Ibnu
Sayyidih, mau‟izhah adalah peringatan yang
tujuannya untuk melunakkan hati manusia
disertai ganjaran dan ancaman.
• 2. Obat (syifa) Alquran juga menyebut dirinya
sebagai obat (syifa) dan sisi lain menyebut madu
lebah sebagai obat.
• 3. Petunjuk (hūdan) Secara bahasa, kata hūdan
berasal dari kata hadā-yahdī-hūdan wa hidāyah
yang berarti “memberi petunjuk pada jalan yang
benar. Secara istilah “hidāyah adalah tanda yang
menunjukkan pada hal-hal yang dapat
menyampaikan seseorang kepada yang dituju .
Jadi, Alquran sebagai petunjuk karena
mengajarkan manusia pada jalan yang dapat
mengantarkan dirinya pada tujuan hidup yang
sesungguhnya yaitu kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
Definisi Hadist
• Secara terminologis, kata hadìsth berarti segala sabda,
perbuatan, taqrìr dan hal-ihwal yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad. Dari pengertian ini, ada dua
kata kunci yang dapat digunakan untuk membuktikan
bahwa hadìth adalah sebuah fakta sejarah: kata
“disandarkan”; kata kunci ini merujuk pada sebuah
kenyataan bahwa setiap pernyataan yang diklaim
sebagai hadith Nabi harus mempunyai sandaran
(sanad), yakni dari seorang periwayat (murid) kepada
periwayat yang lain (guru); dari periwayat terakhir
(sebagai penghimpun hadith = mukharrij al-Hadìth)
hingga periwayat pertama (sahabat Nabi).
• Proses penyandaran sebuah berita ini
menunjukkan adanya sebuah proses transmisi
berita (hadith) yang bersumber dari peristiwa
masa lampau oleh seseorang. kata “Nabi
Muhammad”; kata kunci ini merujuk pada
seorang sosok manusia yang hidup di dunia
(Arab) dengan situasi-kondisi sosio-historis
yang melingkupinya pada abad ke 7 M. Dengan
demikian, hadith merpuakan rekaman sejarah
seseorang yang hidup di daerah dan pada masa
tertentu, yakni Muhammad yang hidup pada
abad ke 7 di Arab.
Ijtihad
• Secara etimologi kata ijtihad berasal dari kata al-
jahd, al-juhd, dan ath-thaqat, yang artinya kesulitan,
kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau
kemampuan (almasyaqat). Kata ‘ijtihad’ (ijtihad),
dilihat dari perspektif ilmu sharaf atau struktur
konjugasi, merupakan isim masdar atau kata benda
bentukan dari kata kerja (fi’il) ijta- hada-yajtahidu-
ijtihadan.
• Kata dasar ‘ijtihad’ adalah jahada, yang juga melahirkan kata
benda jahd dan juhd, yang keduanya berarti ‘kesulitan,
kesusahan, kesempitan, kemampuan, keluasan pikiran.
Menurut Mahmud Syaltout, ijtihad artinya sama dengan arra
'yu, yang rinciannya meliputi:

• a. Pemikiran arti yang dikandung oleh Al-Qur'an dan Sunnah.


• b. Mendapat ketentuan hukum sesuatu yang tidak ditunjukan
oleh nash dengan sesuatu masalah yang hukumnya ditetapkan
oleh nash.
• c. Pencerahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan
hukum syara amali tentang masalah yang tidak ditunjukan
hukumnya oleh suatu nash secara langsung
Macam-Macam Ijtihad
• Ditinjau dari segi pelakunya, ijtihad dibagi
menjadi dua, yaitu:ijtihad perorangan dan
ijtihad jama'i. Ijtihad perorangan yaitu suatu
ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid
dalam suatu persoalan hukum.
• Sedangkan ijtihad jama'i atau ijtihad kelompok
ialah ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok
mujtahidin dalam menganalisa suatu masalah
untuk menentukan suatu ketetapan hukum.
• Dilihat dari Iapangannya, ijtihad dibagi ke
dalam tiga macam, yaitu:

• a.Ijtihad pada masalah-masalah yang ada


nashnya, tapi bersifat :dzanni.
• b. Ijtihad untuk mencapai suatu hukum syara
dengan penetapan kaidah kulliyah yang bisa
diterapkan tanpa adanya suatu nash.
• c. Ijtihad bi ar-ra 'yi yaitu ijtihad dengan
berpegang pada tanda? tanda dan wasilah yang
telah ditetapkan syara untuk menunjuk pada
suatu hukum.
Kedudukan Ijtihad
• a. Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah. Bahwa
ijtihad tidak · mutlak karena mengingat hasil ijtihad
merupakan analisa akal, maka sesuai dengan sifat dari akal
manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya pun relatif pula.
Pada saat sekarang bisa berlaku, dan pada saat yang lain bisa
tidak berlaku.

• b. Hasil ijtihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat,


ruang dan waktu. Dalam ketentuan ini generaJisasi terhadap
suatu masalah tidak bisa dilakukan. Umat Islam bertebaran
di seluruh dunia dalam berbagai situasi dan kondisi alamiah
yang berbeda. Lingkungan sosial budayanya pun sangat
beraneka ragam. Ijtihad di suatu daerah tertentu belum tentu
berlaku pada daerah yang lain.
• c. Proses ijtihad harus mempertimbangkan motivasi,
akibat dan kemaslahatan umum (umat).

• d. Hasil ijtihad tidak boleh berlaku pada persoalan


ibadah mahdhlah, sebab masalah tersebut telah ada
ketetapannya dalam AI-Qur'an dan Sunnah, dengan
demikian kaidah yang penting dalam melakukan
ijtihad adalah bahwa ijtihad tersebut tidak boleh
bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Metode Ijtihad
• a. Qiyas. Qiyas artinya reasoning by analogy. Makna
aslinya adalah mengukur atau menimbang dengan
membandingkan sesuatu. Contoh: Pada masa Nabi
belum ada persoalan Padi. Dengan demikian diperlukan
ijtihad dengan jalan qiyas dalam menentukan zakat.
• b. Ijma atau konsensus. Kata ijma berasal dari kata
jam 'un artinya menghimpun atau mengumpulkan. Ijma
mempunyai dua makna, yaitu menyusun dan mengatur
suatu hal yang tidak teratur. Oleh sebab itu, ia berarti
menetapkan dan memutuskan suatu perkara.
Persetujuan pendapat berdasarkan hasil ijma ini
contohnya bagaimana masalah Keluarga Berencana.
• c. Istihsan. Istihsan artinya preference. Menurut terminologi para
ahli hukum, berarti menjelaskan keputusan pribadi, didasarkan atas
kepentingan umum atau kepentingan keadilan. Sebagai contoh
adalah peristiwa Umar bin Khattab yang tidak melaksanakan
hukum potong tangan kepada seorang pencuri pada masa paceklik.
• d. Mashlahat Al-Mursalat. Artinya, keputusan yang berdasarkan
guna dan manfaat sesuai dengan tujuan hukum syara. Kepentingan
umum yang rnenjadi dasar pertimbangan maslahat Al-Mursalat
ialah menolak mafsadat atau mengambil suatu manfaat dari suatu
peristiwa. Contoh metode ini adalah tentang khamr dan judi.
Dalam ketentuan nash, khamar dan judi itu terdapat manfaat bagi
manusia, tetapi bahayanya Iebih besar daripada manfaatnya. Dari
Dari sebuah nash dapat dilihat bahwa suatu masalah yang
mengandung maslahat dan mafsadat, didahulukan menolak
mafsadat. Untuk ini terdapat kaidah, "Menolak kerusakan lebih
diutamakan daripada menarik kemaslahatannya, dan apabila
berlawanan antara mafsadat dan maslahat dahulukanlah menolak
mafsadaf.’’
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai