Bab 1 Kimfar
Bab 1 Kimfar
VISI
“Visi keilmuan program studi D3 Farmasi Poltekkes TNI AU Adisutjipto adalah program
studi D3 Farmasi yang unggul dibidang pelayanan kefarmasian khususnya farmasi
penerbangan”.
MISI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia
yang diberikan kepada penulis sehingga buku panduan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Petunjuk praktikum ini membahas tentang pelaksanaan praktikum yang diadakan di
laboratorium Kimia untuk mahasiswa semester IV. Buku ini dibuat untuk memberikan petunjuk
dan cara serta petunjuk kerja praktikan yang disesuaikan dengan materi kimia farmasi 2.
Penulis berharap semoga praktikan dapat memahami dan menguasai semua materi yang ada
di dalam buku petunjuk praktikum ini dengan baik dan benar pada proses pembelajaran di
laboratorium khususnya Laboratorium Kimia Farmasi Program Studi Farmasi (D-3)
Politeknik Kesehatan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 4
TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II...................................................................... 5
FORMAT LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II ............................................ 6
FORMAT COVER LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ................................................................11
ARAHAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM KIMIA FARMASI ....................12
PERCOBAAN I: PENETAPAN OBAT SECARA ASIDI ALKALIMETRI ................................27
PERCOBAAN II: PENETAPAN OBAT SECARA ARGENTOMETRI ......................................31
PERCOBAAN III: PENETAPAN OBAT SECARA NITRIMETRI .............................................35
PERCOBAAN IV: PENETAPAN OBAT SECARA IODO IODIMETRI ....................................39
PERCOBAAN V: PENETAPAN OBAT SECARA KOMPLEKSOMETRI ................................42
PERCOBAAN VI: PENETAPAN OBAT SECARA PERMANGANOMETRI ...........................46
artikel asli dari bahasan yang diacu. Kutipan kedua sebaiknya dibatasi untuk
menghindari pengulangan kesalahan penulisan nama penulis, tahun publikasi ataupun
materi tulisan. Contoh: Menurut Pratama (cit. Sugiyono, 2000)… (artinya artikel asli
ditulis oleh Pratama, kemudian dikutip oleh Sugiyono pada tahun 2000).
C. ALAT DAN BAHAN (Bobot nilai : 1)
Diisi alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum. Untuk penulisan alat yang
digunakan harus disertai dengan spesifikasi ukuran alat yang digunakan.
D. SKEMA KERJA (Bobot nilai : 2)
Diisi skema kerja yang ditulis dalam bentuk pasif dan dibuat dalam bagan yang
sistematis dengan jelas dan lengkap.
E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN (Bobot nilai : 3)
Tulis hasil pengamatan dan perhitungan (bila ada), bila perlu disertai gambar, kurva, tabel
dan sebagainya beserta keterangannya (setelah pengamatan harus disahkan assisten
pendamping kelompok).
F. PEMBAHASAN (Bobot nilai : 6)
Pembahasan disesuaikan dengan data hasil pengamatan dan bandingkan hasil pengamatan
dengan teori.
G. KESIMPULAN (Bobot nilai : 2 )
Kesimpulan ditulis ringkas, jelas menjawab tujuan praktikum, dan tidak menulis kembali
teori praktikum.
H. DAFTAR PUSTAKA (Bobot nilai : 2)
Tulis pustaka yang dijadikan acuan
Contoh penulisan pustaka :
Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dan disusun menurut sistem Harvard.
Untuk penulisan dengan tangan, maka judul pustaka ditulis dengan digaris bawah. Tata cara
penulisan daftar pustaka diatur sebagai berikut:
1. Buku
Nama belakang penulis, singkatan nama depan, tahun terbit, judul buku, jilid, edisi,
nama penerbit, kota, nomor halaman yang diacu (kecuali seluruh buku).
Contoh:
a. Buku yang dikarang oleh satu orang
Block, J.H., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and
Qioa, Q., Nakagami, T., Tuomilehto, J., Borch-Johnsen K., Balkau B., Iwamoto,
Y., et al., 2000, The Decoda Study on Behalf of the International Diabetes
Epidemiology Group, Comparison of the Fasting and the 2-h Glucose
Criteria Different Asian Cohorts, Diabetelogia, 43, 1470-
1475.
3. Dokumen lembaga resmi
Contoh:
United States Pharmacopeial Convention, 2005, The United States Pharmacopia,
28 th edition, United States Pharmaopeial Convention Inc., Rockville,
pp. 2748-2751.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
4. Terjemahan
Penulisan mengikuti cara penulisan daftar pustaka butir buku, menggunakan tahun
penerbitan asli.
Contoh:
Munson, J.W., 1991, Pharmaceutical Analysis Modern Method, diterjemahkan
oleh Harjana, Parwa B., Universitas Airlangga Press, Surabaya, Hal.
15, 33-34.
5. Skripsi, tesis, dan disertasi
Yuliana, 2005, Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Antimugen Senyawa
Turunan Benzalaseton Menggunakan Pendekatan Principal
Component Analysis, Tesis, 44, Universitas Gadjah Mada.
Mustofa, 2001, Activities Antiplasmodiale et Cytotoxicite d’une Serie de Molecules
Obtenues bar Hemissynthese a partir de la Vincadifformine,
Dissertation, 103-107.
6. Karangan dalam surat kabar
Contoh:
Lee G., 1996, Hospitalization Tied Do Zone Pollution, The Washington Post, Jun
21; Set A:3 (col. 5)
7. Laporan penelitian
Harnita, A.N.I., 2005, Analisis Tiamin, Riboflavin dan Piridoksin dalam Beral
Bumipol 50 dari Hasil Pertanian Organik dengan Metode High
Penyusun
Nama :
NIM
Golongan :
Hari/tanggal praktikum :
Dosen pembimbing :
1. PENDAHULUAN
a. Persiapan untuk bekerja di laboratorium
Sebelum bekerja di laboratorium, praktikan harus mengenal hal-hal berikut:
1) Bahaya (resiko) dari semua material yang ada di laboratorium, bagamaina cara yang
aman ketika harus bekerja menggunakan bahan tersebut, cara penyimpanannya dan
petunjuk yang harus dilakukan jika menghadapi bahaya. Bacalah label dan Material
Safety Data Sheet (MSDS) sebelum memindahkan, memegang atau membuka bahan
kimia. Jangan pernah menggunakan produk dari tempat yang tidak berlabel, dan laporkan
label yang hilang kepada laboran.
2) Peralatan yang ada di laboratorium. Jika anda tidak yakin dengan hal-hal yang terkait
dengan prosedur praktikum, tanyakan kepada asisten sebelum melakukan percobaan.
3) Lokasi dan cara mengoperasikan alat untuk keselamatan dan keadaan darurat seperti fire
extinguishers (alat pemadam kebakaran), emergency shower, P3K, dan alat untuk
membersihkan tumpahan bahan kimia, tombol sirine fire alarm, telepon dan jalan darurat.
4) Prosedur untuk membersihkan tumpahan bahan kimia yang akan digunakan.
5) Prosedur untuk melaporkan keadaan darurat beserta nomor teleponnya.
6) Tandai jika ada jalur evakuasi yang lain.
Langkah-langkah keselamatan haruslah dipatuhi agar dapat terhindar dari resiko terjadinya kecelakaan:
1) Jangan melakukan pemanasan bahan yang mudah menyala dengan api secara
langsung.
2) Pastikan keadaan sekeliling aman jika hendak menggunakan nyala api. Api harus
PETUNJUK UMUM
Petunjuk di bawah ini dimaksudkan untuk mengenalkan beberapa teknik dasar yang perlu
diketahui oleh praktikan, agar dalam melaksanakan analisis kuantitatif diperoleh hasil yang baik.
1. Kebersihan
Jaga agar meja dan alat-alat tetap bersih dan kering. Sediakan serbet dan serbet gelas.
Sebelum digunakan, bilas semua alat gelas dengan air (yang dimaksud air dalam buku ini adalah
air suling). Seka bagian luar bejana hingga kering dengan serbet gelas. Jangan seka bagian
dalamnya kecuali untuk titrasi bebas air.
Bagian dalam bejana harus bebas lemak / minyak. Cuci alat gelas tersebut dengan sabun
atau detergen. Bilas dengan air keran, kemudian dengan air suling. Jika diperlukan pencuci lebih
kuat, gunakan pencuci yang kuat dengan melarutkan 15 g serbuk natrium dikromat atau kalium
bikromat dalam 500 mL asam sulfat pekat. Perlu diperhatikan bahwa pencuci ini sangat korosif,
jangan sampai kena kulit, pakaian atau meja. Tuangkan sedikit larutan tersebut ke dalam bejana
yang dibebaskan dari gemuk / minyak, ratakan pada seluruh permukaan dalam. Diamkan
beberapa jam. Kembalikan kelebihan larutan pencuci ke dalam botol penyimpan, bilas bejana
berturut-turut dengan air keran kemudian dengan air suling. Pada alat gelas berskala, bilas
dengan air yang banyak secepatnya untuk mencegah alat tersebut menjadi panas ketika
larutan bercampur dengan air.
2. Kerapian
3. Penandaan
Beri tanda secara sistematis pada semua larutan, filtrat dan endapan. Selama analisis,
jika bejana diisi dengan cairan yang bukan air segera beri tanda / label / etiket. Penandaan
tidak diperkenankan menggunakan spidol.
4. Perencanaan
Pada acara penetapan kadar, baca dengan seksama petunjuk cara penetapan. Pahami
benar prinsip dasar penetapannya. Sediakan alat dan pereaksi yang diperlukan. Rencanakan dulu
semua yang akan dikerjakan sehingga pekerjaan akan berjalan lancar, misalnya siapkan dan
keringkan dulu krus Gooch sebeum larutan atau endapan siap untuk disaring.
Jangan memanaskan atau menggunakan alat gelas berskala untuk wadah cairan panas
sebab gelas akan memuai dan jika dingin kembali volumenya belum tentu kembali seperti
semula.
Lakukan penetapan paling sedikit tiga kali. Jika kesesuaian hasilnya lebih dari 0,4
janganlah hasil tersebut dirata-rata. Jika digunakan volume larutan yang sama, pembacaan buret
tidak boleh berselisih lebih dari 0,5 mL. Jika syarat- syarat ini tidak tercapai lakukan titrasi lagi
sampai diperoleh selisih yang tidak lebih dari 0,5 mL.
6. Pencatatan
Catat segera semua data hasil pekerjaan di laboratorium dalam log book anda dan bukan
pada secarik kertas. Timbang lebih kurang bermakna penimbangan boleh pada rentang
± 10% dari jumlah yang ditimbang. Misal timbang lebih kurang 100 mg bermakna: hasil
penimbangan boleh terletak antara 90-110 mg.
Hal –hal yang perlu dituliskan dalam buku catatan, antara lain:
Pengertian lebih kurang dalam pernyataan untuk jumlah bahan yang diperoleh untuk
pemeriksaan atau penetapan kadar, berarti bahwa jumlah yang harus ditimbang atau diukur tidak
boleh kurang dari 90% dan tidak boleh dari 110% dari jumlah yang tertera. Hasil pemeriksaan
atau penetapan didasarkan pada pemnimbangan atau pengukuran secara seksama sejumlah
bahan tersebut.
8. Air
Kecuali disertai penjelasan lain, yang dimaksudkan dengan air adalah air suling atau air
demineralisata.
Sebelum kadar dinyatakan, kita harus melihat lebih dahulu apakah ada kadar yang
diperoleh dari serangkaian replikasi terdapat data yang memencil atau outlier. Sebagai
contoh, dalam serangkaian replikasi diperoleh kadar sebesar 0,403; 0,410; 0,401; 0,380 %.
Pertanyaan kita adalah apakah nilai 0,380% merupakan suatu pencilan atau bukan. Jika suatu
pencilan maka nilai 0,380% harus dikeluarkan dari data, dan sebaliknya jika bukan suatu outlier
maka harus tetap dipertahankan dan diikutkan dalam perhitungan rata-rata.
Untuk memastikan suatu hasil merupakan outlier atau bukan, perlu dilakukan analisis
data secara statistik. Organisasi Internasional di bidang Standardisasi (International
Standadization Organization, ISO) merekomendasikan penggunaan uji Grubbs untuk uji
pencilan ini. Uji ini membandingkan simpangan nilai pengukuran yang diduga outlier dari
rata-rata pengukuran dengan simpangan nilai pengukuran sampel. Nilai yang dicurigai
merupakan nilai yang jaraknya paling jauh dari rata-rata. Untuk melakukan uji Grubbs untuk
menguji adanya nilai pencilan, maka hipotesis nol-nya adalah semua pengukuran berasal dari
populasi yang sama, atau dengan kata lain nilai yang dicurigai bukan suatu pencilan.
Sementara itu, hipotesis alternatifnya adalah nilai yang dicurigai bukan berasal dari populasi
yang sama, atau dengan kata lain nilai yang dicurigai adalah suatu pencilan.
G= (1)
Yang mana ̅ adalah rata-rata pengukuran sampel dan SD adalah simpangan baku pengukuran
sampel. Nilai ̅ dan SD dihitung dengan memasukkan nilai yang dicurigai. Jika nilai G-hitung
> G-kritik maka nilai yang dicurigai merupakan suatu pencilan. Jika G-hitung < G-kritik,
maka nilai ini harus dipertahankan dan diikutkan dalam perhitungan rata-rata pengukuran
sampel. Tabel nilai G-kritik pada taraf kepercayaan 95% ditunjukkan pada tabel 1. Nilai yang
diberikan pada tabel ini merupakan uji 2 sisi.
Tabel 1. Nilai-nilai G-kritik (P = 0,05) untuk uji 2 sisi*. Nilai diambil dari Miller and Miller
(2005).
Contoh 1
Nilai berikut diperoleh dari hasil pengukuran sampel serbuk yang mengandung obat tertentu dari 4
kali pengukuran 0,403; 0,410; 0,401; 0,380%. Apakah nilai 0,380% merupakan suatu pencilan?
Jawab:
Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh rata-rata dan SD untuk keempat nilai di atas adalah ̅
= 0,3985 dan SD = 0,01292. Dari keempat nilai di atas, nilai 0,380% adalah nilai yang dicurigai.
Berdasarkan persamaan (1) maka nilai G-hitung adalah:
| 0, 380 0, 3985|
G= 0,01292
= 1,432
Berdasarkan pada tabel 1 di atas, nilai G-kritik untuk jumlah sampel 4 adalah 1,481. Dengan
demikian nilai G-hitung < G-kritik, akibatnya hipotesis nol harus diterima yang berarti bahwa nilai
0,380 bukan suatu outlier dan harus dipertahankan.
(2)
Selanjutnya nilai Q hitung ini dibandingkan dengan nilai Q-kritis (Q-tabel atau nilai
diperoleh dari tabel statistik). Hipotesis nol dan hipotesis alternatif untuk uji Dixon adalah sama
dengan hipotesis pada uji Grubbs. Jika nilai Q-hitung lebih kecil daripada nilai Q-tabel (Tabel
2), maka hipotesis nol diterima berarti tidak ada perbedaan antara nilai yang dicurigai dengan
nilai-nilai yang lain. Sebaliknya, jika nilai Q-hitung lebih kecil dari nilai Q-kritis, maka
hipotesis nol ditolak berarti ada perbedaan yang bermakna antara nilai yang dicurigai dengan
nilai-nilai yang lain.
Tabel 2. Nilai Q-kritis pada taraf kepercayaan 95% (P= 0,05) pada uji dua sisi (Data diambil
dari Kealey and Haines, 2002).
Jika dari satu seri penetapan kadar terdapat dua hasil pengukuran yang sangat
menyimpang, maka pengujian seperti ini perlu diulangi setelah satu nilai yang sangat
menyimpang tadi ditolak. Akan tetapi, kalau dari empat kali penetapan terdapat dua hasil
yang sangat menyimpang, sebaiknya dilakukan penetapan lagi sehingga diperoleh hasil yang
lebih banyak.
Contoh 2
Pada penetapan cemaran antibiotika dalam air didapat kadar 0,403; 0,410; 0,401; 0,380 μg/g. apakah
nilai 0,380 merupakan suatu pencilan? Jawab:
Nilai Q-hitung dihitung dengan rumus (2) seperti di atas sehingga didapatkan:
[0,380−0,401] 0,021
Q hitung = = = 0,70
[0,410−0,380] 0,03
Nilai Q-kritis untuk 4 data pada taraf kepercayaan 95% (P = 0,05) adalah 0,83. Karena harga Q-hitung lebih
kecil dari Q-kritis berarti nilai 0,30 bukanlah suatu pencilan, sehingga nilai 0,380 harus dipertahankan.
(SD) dan rata-rata ± kesalahan baku rata-rata (Standard Error of Mean atau SEM).
Simpangan baku (SD) menunjukkan variabilitas dalam sampel. Sementara kesalahan
baku rata-rata (SEM) menggambarkan varaiabilitas rata -rata yang mungkin, dan
nilainya sama dengan nilai SD data sampel dibagi dengan akar ukuran sampel.
Pernyataan kadar terkait dengan taraf kepercayaan tertentu. Oleh karena itu, untuk
menyatakan kisaran kepercayaan ladar, nilai SEM ini dikalikan dengan nilai z (untuk
populasi) pada taraf kepercayaan tertentu. Sementara itu untuk sampel, nilai z ini dapat
diganti dengan nilai distribusi t (Tabel 3) dengan derajat bebas (ɸ) tertentu. Besarnya ɸ adalah
= banyaknya data (n) – 1
Yang mana n adalah banyaknya data, SD adalah nilai simpangan baku dan t adalah nilai yang
Pertanyaanya adalah manakah yang tepat, persamaan (3) atau (4) untuk menyatakan
kadar. Aturan umumnya adalah jika jumlah sampel atau replikasi pengukuran > 30 maka
digunakan persamaan (3), sementara jika sampel atau replikasi < 30 maka digunakan persamaan
(4).
Tabel 3. Daftar harga t (uji dua sisi) (data diambil dari Miller and Miller, 2005; Statistics and
Chemometrics in Analytical Chemistry).
Harga t Harga t
Contoh 3
Kemurnian serbuk paracetamol yang dianalisis secara nitrimetri diperoleh kadar dari 6 kali
replikasi sebagai berikut: 102, 97, 99, 98, 101, 106 %. Nyatakan kadar (interva kepercayaan)
untuk hasil di atas pada taraf kepercayaan 95%.
Jawab: dengan mengasumsikan tidak ada data yang outlier, dan jumlah sampel adalah 6 (<30)
maka kadar dinyatakan dengan persamaan (4).
Diketahui nilai rata-rata sebesar 100,5%, SD = 3,27 %, n=6, serta nilai t- pada taraf kepercayaan
95% (P=0,95) dan derajat bebas 5 (dari 6-1) adalah 2,57; sehingga:
Kadar = ̅ ± SD
2 , 57 𝑥 3, 27
Kadar = 100,5 ± 6
TEKNIK ANALISIS
Teknik analisis volumetri memerlukan pengukuran dengan seksama volume larutan yang
bereaksi. Alat yang lazim digunakan adalah labu takar, buret, pipet dan gelas ukur. Penggunaan alat
tersebut diuraikan pada bab berikut ini.
1. Labu takar
Labu takar biasanya digunakan untuk pembuatan larutan dengan kadar tertentu. Caranya
masukkan senyawa dengan bobot tertentu yang ditimbang seksama dan secara kuantitatif ke
dalam gelas piala, kemudian larutkan dalam air atau pelarut lain sampai seluruh senyawa tadi
larut. Masukkan secara kuantitatif larutan tersebut ke dalam labu takar dengan bantuan batang gelas,
corong dan botol pencuci dengan cara sebagai berikut:
Jika senyawa tersebut mudah larut dalam air masukkan langsung ke dalam labu takar melalui
corong yang diletakkan di mulut labu. Senyawa padat itu harus mudah melewati corong dan cuci
sisanya yang melekat pada corong dengan air ke dalam labu sehingga labu terisi kurang lebh
setengahnya. Goyangkan labu sampai senyawa larut dan tepatkan volume sampai tanda dengan cara
seperti diuraikan di atas. Tutup labu dan balik serta gojog sehingga larutan tercamppur dengan
sempurna.
Untuk analisis yang sangat teliti, suhu larutan harus dibuat menjadi 20ºC sebelum ditetapkan
sampai tanda. Jika larutan baku ini perlu disimpan, pindahkan ke dalam botol penyimpanan. Bilas
dulu botol penyimpanan 2-3 kali dengan sedikit larutan kemudian pindahkan larutan. Jika larutan
hendak digunakan, kocok terlebih dahulu. Pengocokan bertujuan untuk mencampur kembali tetes
air yang mengembun di dinding dalam wadah di atas larutan dengan seluruh larutan.
Pengenceran larutan baku dapat diakukan dengan memipet larutan menggunakan pipet
volume lalu dimasukkan ke dalam labu takar lalu diencerkan dengan air sampai tanda. Misalnya
100 mL larutan 0,2 N dapat dari memipet 20,0 mL larutan 1,0 N ke dalam labu takar 100 mL dan
mengencerkannya dalam air sampai tanda.
2. Pipet volume
Sebelum digunakan pipet yang sudah bersih dibilas dulu pipet 2-3 kali dengan larutan yang akan
dipipet. Setiap kali membilas, basahkan seluruh bagian dalam pipet sebelum larutan dikeluarkan.
Ambil cairan ke dalam pipet dengan ball pipet atau pipet pump sampai di atas tanda tera. Angkat
pipet dari cairan dan seka hati-hati bagian luar pipet dengan kertas tissue hingga bersih dari
cairan yang menempel. Pegang pipet tegak lurus dan tandanya teretak setinggi mata,
keluarkan cairan dengan menekan ball pipet hingga cairan habis.
3. Buret
Ada dua jenis buret, yaitu buret dengan kran dan buret dengan karet penjepit (buret Mohr).
Buret Mohr biasanya digunakan untuk larutan baku natrium hidroksida.
lapisan pelicin (vaselin) sebelum digunakan. Bilas buret 2 kali dengan sedikit larutan yang akan
diisikan. Lebih kurang 5 mL setiap pengambilan buret tuntas dulu sebelum dibilas untuk kedua
kalinya. Isi buret dengan larutan hingga sedikit di atas tanda 0. Buka keran agar semua ujungnya
terisi dan gelembung udara terdesak keluar sementara mata sejajar dengan titik 0. Keluarkan
cairan dengan hati-hati sampai cairan dalam miniskus tepat pada tanda nol/ angka.
Hilangkan tetesan pada ujung buret dengan menyentuhkan pada bagian luar gelas. Setelah
lapisan tipis larutan yang melekat pada dinding buret di atas permukaan cairan turun ke bawah, baca
buret dengan seksama untuk menghindarkan kesalahan paralak waktu membaca buret, mata harus
sejajar dengan miniskus. Untuk mempertajam pembacaan, dapat digunakan kertas hitam putih.
Tempatkan sisi atau bagian yang hitam ± 1 mm di bawah miniskus. Dengan demikian bagian
bawah miniskus menjadi gelap dan terhadap latar belakang yang berwarna putih menjadi tampak
jelas sehingga miniskus cairan cepat dibaca dengan lebih teiti. Baca sampai 1/10 skala
1 2 3 1
terkecil yang ada pada buret. Cara pembacaan: , , ,….. , dikalikan dengan skala
terkecil 10 10 10 10
pada buret.
4. Gelas ukur
Gelas ukur ada yang bertutup gelas dan ada yang tidak bertutup. Gelas ukur bertutup
digunakan untuk mengukur cairan yang mengeluarkan uap misalnya asam klorida pekat. Jenis gelas
ukur terdapat dengan berbagai kapasitas dari voume 5 mL sampai 2 Liter. Gelas ukur digunakan
untuk mengukur cairan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi.
5. Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu keseragaman
a. Keseragaman bobot
Timbang seksama 10 tablet, satu per satu dan hitung bobot rata-ratanya.
Timbang seksama 10 kapsul satu persatu, beri identitas tiap kapsul, keluarkan isi tiap
kapsul. Timbang seksama tiap cangkang kapsul kosong, dan hitung bobot netto isi
tiap kapsul dari masing-masing bobot kapsul.
Tetapkan bobot netto isi tiap kapsul sebagai berikut: Timbang seksama 10 kapsul
utuh satu persatu untuk memperoleh bobot kapsul, beri identitas tiap kapsul.
Kemudian buka kapsul dengan alat pemotong yang bersih dan kering yang sesuai seperti
gunting atau pisau yang tajam. Dan keluarkan isinya dan cuci cangkang dengan
pelarut yang sesuai. Biarkan sisa pelarut menguap dari cangkang kapsul pada suhu
kamar dalam waktu lebih kurang 30 menit, lakukan pencegahan terhadap penarikan atau
kehilangan lembab. Timbang cangkang kapsul, dan hitung berat netto isi kapsul.
b. Keseragaman kandungan
Untuk penetapan keseragaman kandungan, ambil tidak kurang dari 30 satuan sediaan.
Tetapkan kadar setiap sediaan (dari jumlah 10 sediaan) satu per satu seperti tertera pada
penetapan kadar dalam masing-masing monografi.
1. Pendahuluan
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat
netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi anatara donor proton (asam) dengan penerima
proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa
yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Contoh asidimetri adalah penetapan kadar
natrium bikarbonat yang bersifat basa dengan asam klorida (asam). Sebaliknya, alkalimetri adalah
penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Contoh
alkalimetri adalah analisis asam salisilat (suatu asam) dengan larutan baku NaOH (suatu basa).
Sebagaimana jenis titrasi yang lain, maka dalam asidi alkalimetri juga digunakan
indikator untuk deteksi titik akhir titrasi. Tabel 4 menunjukkan daftar berbagai macam indikator
dengan jarak perubahan warna serta warna-warna yang terjadi pada perubahan tersebut.
Tabel 4. Indikator yang biasa digunakan dalam asidimetri dan alkalimetri.
Indikator Rentang pH Asam Basa
Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning
Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru
Jingga metil 3,1 – 4,4 Jingga Merah
Hijau Bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning Biru
Merah metil 4,2 – 6,3 Merah Kuning
Ungu Bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Biru Bromtimol 6,1 – 7,6 Kuning Biru
Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning Merah
Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah
Biru timol 8,0 – 9,6 Kuning Biru
Fenoftalin 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timoftalin 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru
Kalium biftalat
Perhitungan normalitas NaOH
(Catatan: berat ekivalen adalah sama dengan berat molekul asetosal, karena valensi pada
penetapan kadar di atas adalah 1).
Catatan: dari reaksi di atas, dapat dilihat bahwa tiap 1 mol asetosal (BM = 180,12) setara dengan
2 mol NaOH yang berarti juga setara dengan 2 mol HCl, sehingga valensi asetosal pada
reaksi di atas adalah 2. Dengan demikian, berat ekivalen (BE) asetosal adalah setengah dari berat
molekulnya.
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara membuat HCl 0,1 N sebanyak 500 mL jika diketahui HCl yang tersedia adalah HCl
37%. Diketahui berat jenis HCl adalah 1,19 gram/mL dan berat molekul HCl adalah 36,5 gram/mol
2. Apa dasar analisis asetosal yang akan Saudara praktikkan
3. Apa tujuan pemanasan pada cara kerja Saudara. Jelaskan