Kebijakan Moneter Kelompok 4 Fix
Kebijakan Moneter Kelompok 4 Fix
KEBIJAKAN MONETER
Makalah Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
KELAS PBS 3C
2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan lancar. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas diskusi dari mata kuliah
Pengantar Ekonomi Makro dengan judul “Kebijakan Moneter”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan pengetahuan yang berguna bagi pembaca.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan moneter?
2. Apa saja instrumen kebijakan moneter?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan moneter terhadap keseimbangan pasar uang-
modal?
4. Bagaimana pengaruh kebijakan moneter terhadap keseimbangan ekonomi?
5. Bagaimana cara mengukur efektivitas kebijakan moneter?
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Rahardja (2008), ada tiga instrumen utama yang digunakan untuk
mengatur jumlah uang yang beredar: operasi pasar terbuka (open market operation),
fasilitas diskonto (discount rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
Di luar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat
kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion)
4
Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-
surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada dalam
masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang.
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-
surat berharga tersebut (open market buying). Guna lebih mengefektifkan pasar terbuka
ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan
menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrumen,
sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika ingin
mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU. Melalui
penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang
beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan bila jumlah uang beredar
dianggap sudah mengganggu stabilitas perekonomian.
Bila pemerintah melihat jumlah uang beredar perlu ditambah, agar perbankan
lebih mampu memberikan kredit yang akan memacu pertumbuhan ekonomi, maka SBI
dan SBPU yang tidak dijual dibeli kembali. Melalui pembelian itu pemerintah
mengeluarkan uang sehingga menambah jumlah uang beredar.
5
Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan bunga pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank
untuk meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar
dapat ditekan.
Apabila bank sentral menaikkan suku bunga, akan menyebabkan pengurangan
jumlah uang yang beredar untuk mengatasi terjadinya inflasi. Jadi, saat suku bunga
dinaikkan maka masyarakat akan lebih tertarik untuk menabung di bank. Hal ini terjadi
dikarenakan uang yang ditabung akan mendapatkan bunga yang lebih besar. Karena
minat tinggi masyarakat untuk menabung, maka uang yang beredar dalam masyarakat
akan turut berkurang.
7
C. Kebijakan Moneter dan Keseimbangan Ekonomi: Analisis IS-LM
8
2. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Keseimbangan Ekonomi
Pergeseran kurva LM karena pengaruh perubahan jumlah uang beredar yang
dilakukan pemerintah akan memengaruhi keseimbangan ekonomi, karena mengubah
titik potong kurva IS-LM, yang berarti mengubah titik keseimbangan ekonomi.
Diagram 2.2. berikut ini menunjukan kondisi keseimbangan awal terjadi pada
tingkat pendapatan Y*0 dan tingkat bunga r0. Jika pemerintah menambahkan jumlah
uang beredar, kurva LM bergeser ke kanan (dari LM0 ke LM1), sehingga titik
keseimbangan juga bergeser dari E0 ke Er. Pada titik keseimbangan yang baru
(E1), output keseimbangan adalah Y*1 yang lebih besar daripada Y*0, sedangkan
tingkat bungan adalah r1 yang lebih rendah daripada r0. Dengan kata lain, kebijakan
moneter ekspansif dalam konteks Diagram 2.2. telah berhasil memacu pertumbuhan
ekonomi dan menurunkan tingkat bunga. Dalam perekonomian pasar, kenaikan tingkat
bunga mengindikasikan telah terjadinya kelebihan permintahan investasi. Akibatnya
dapat dilihat dari dua sisi:
a) Sisi Output
Kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan ada beberapa rencana investasi yang
dibatalkan, sebagai akibat pertambahan kapasitas produksi menjadi lebih kecil.
b) Sisi Biaya
Kenaikan tingkat bunga akan menaikkan biaya produksi dikarenakan naiknya
biaya modal.
Dari kedua hal diatas, akibatnya kenaikan tingkat bunga akan memicu terjadinya
inflasi.
Diagram 2.2. Dampak Kebijakan Moneter
Terhadap Perekonomian
9
Bila pemerintah mengurangi jumlah uang beredar, yang terjadi adalah
sebaliknya. Bergesernya kurva LM ke kiri (dari LM0 ke LM2) menyebabkan titik
keseimbangan bergeser ke E2. Pada saat itu output keseimbangan adalah Y*2 yang lebih
kecil daripada Y*0 sedangkan tingkat bunga naik (dari r0 ke r2) yang berarti telah terjadi
inflasi.
Apa yang digambarkan dalam Diagram 2.2. hanyalah salah satu dari berbagai
kemungkinan yang terjadi. Secara grafis hasil dari kebijakan moneter pemerintah
sangat ditentukan oleh kondisi pasar barang-jasa dan pasar uang-modal, yang
digambarkan oleh sudut kemiringan kurva IS dan kurva LM. Efektifitas kebijakan
moneter tergantung pertama, dari tingkat kemiringan kurva LM. Bila kurva LM
vertikal maka semakin besar dampak dari kebijakan moneter terhadap perubahan
income dan sebaliknya bila kurva LM semakin miring maka semakin kurang efektif
kebijakan moneter tersebut karena sangat kecil dampaknya terhadap penambahan
income. Berarti efektifitas kebijakan moneter akan dipengaruhi oleh faktor yang
menentukan kemiringan kurva LM. Kemiringan kurva LM tergantung dengan tingkat
sensitifitas permintaan uang terhadap tingkat bunga. Bila permintaan uang sangat
sensitif terhadap perubahan bunga maka kurva LM akan miring.
Ini berarti bahwa sedikit perubahan tingkat bunga mengakibatkan penurunan tingkat
bunga sehingga pengeluaran investasi akan semakin besar.
Faktor kedua yang mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter adalah
kemiringan kurva IS, semakin tegak kurva IS maka semakin tidak efektif kebijakan
moneter, sebaliknya bila kurva IS semakin datar maka kebijakan moneter akan semakin
efektif. Kemiringan kurva IS tergantung dengan tingkat sensitifitas investasi terhadap
perubahan tingkat bunga.
Bila pengeluaran investasi sangat sensitif terhadap perubahan bunga maka sedikit
perubahan tingkat bunga akan mengakibatkan perubahan investasi yang relatif lebih
besar. Dalam keadaan seperti ini maka bentuk kurva IS akan semakin mendatar.
Pengeluaran investasi yang sensitif terhadap bunga merupakan indikasi bahwa ekonomi
berada dalam keadaan tidak full employment, artinya masih banyak faktor produksi
yang belum dipakai penuh. Bila ekonomi berada dalam keadaan full employment maka
pengeluaran investasi menjadi tidak sensitif terhadap perubahan bunga dan bentuk
10
kurva IS adalah vertikal. Dalam keadaan seperti ini maka bila stok uang ditambah
(kebijakan moneter) maka income tidak akan naik walupun tingkat bunga turun.
Keadaan ini disebabkan karena investasi tidak respon terhadap penurunan bunga.
Kurva IS1 lurus sejajar dengan sumbu vertikal. Kurva IS yang seperti ini terjadi
karena permintaan investasi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (kurva I
tegak lurus). Sebaliknya, kurva IS2 terbentuk dari kurva I yang mendatar sejajar dengan
sumbu horizontal. Artinya kurva investasi elastis sempurna. Sedangkan kurva IS3
terbentuk dari kurva investasi yang bersudut negatif, dalam arti ∂I/∂r ≤ 0.
11
Kurva LM3 adalah kebalikan dari kurva LM1. Karena kurva LM3 diturunkan
dari kurva permintaan uang untuk spekulasi (Msp), maka kurva ini datar dan sejajar
dengan sumbu horizontal. Artinya, permintaan uang untuk spekulasi sangat sensitif
(sensitif sempurna) terhadap perubahan tingkat bunga. Menurut Keynes, kondisi inilah
yang disebut sebagai perangkap likuiditas atau jerat likuiditas (liquidity trap) dan
biasanya terjadi pada tingkat bunga yang sangat rendah. Karena bentuk kurva LM3
sesuai dengan teori Keynesian, maka kurva ini disebut juga kurva LM versi Keynesian.
Diagram 2.4. Sudut Kemiringan
Kurva LM dan Maknanya
Kurva LM2 adalah kurva LM yang telah anda kenal, yang terbentuk dari kurva
permintaan uang untuk spekulasi yang bersudut negatif( ∂Msp/∂r ≤ 0).
Seringkali ketiga kurva LM tersebut di atas digambarkan dalam satu kurva
seperti terlihat dalam Diagram 2.4.b. daerah kurva LM yang mendatar disebut daerah
Keynesian (Keynesiam range), sedangkan daerah kurva LM yang tegak lurus disebut
daerah Klasik (Classical range). Daerah yang berada di antara kedua ekstrem tersebut
dinamakan daerah antara (intermediate range).
12
c) Berbagai Kemungkinan Hasil Kebijakan Moneter
Evaluasi terhadap efektivitas kebijakan moneter dapat dilakukan dengan melihat
titik-titik potong kurva IS dan LM. Karena kurva IS dan LM masing-masing memiliki
minimal tiga kondisi, maka minimal ada sembilan kombinasi titik potong kurva IS-LM.
Dari sembilan kombinasi tersebut, dua di antaranya tidak terdefinisikan. Yang pertama
adalah titik potong antara kurva IS mendatar (IS2) dengan kurva LM mendatar (LM3).
Yang kedua adalah titik potong antara kurva IS tegak lurus (IS1) dengan kurva LM
tegak lurus (LM1).
Kita hanya akan memerhatikan empat kondisi ekstrem yang terjadi
terhadap output keseimbangan dan tingkat bunga, bila yang ditempuh adalah kebijakan
moneter. Karena yang dievaluasi adalah kebijakan moneter, maka secara grafis yang
digeser adalah kurva LM. Mari perhatikan Diagram 2.5.
Diagram 2.5. Efektivitas Kebijakan Moneter
13
sebab dapat menambah atau mengurangi output keseimbangan tanpa mengganggu
tingkat harga. Diagram 2.5.b. menunjukkan jika kurva IS mempunyai slope negatif,
kebijakan moneter ekspansif akan menaikkan output keseimbangan, sementara tingkat
harga turun. Sebaliknya dengan kebijakan kontraktif, karena output keseimbangan
turun, sementara tingkat bunga (harga) meninggi.
Pada diagram 2.5.c. dan 2.5.d. kurva LM adalah mendatar, artinya
perekonomian berada pada perangkap likuiditas. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan
moneter sama sekali tidak efektif, sebab tidak mempunyai kemampuan
memengaruhi output dan tingkat bunga. Kita dapat mencoba-coba kemungkinan lain
dan bandingkan hasilnya dengan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Efektifitas Kebijakan Moneter Terhadap output
Dan Tingkat Harga (Bunga)
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Bank Indonesia perlu lebih berhati-hati dalam menentukan tingkat suku bunga
sebagai salah satu jalur kebijakan moneter. Bank sentral dan otoritas moneter
diharapkan dapat mengendalikan jumlah uang di masyarakat agar dapat tercapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga.
2. Untuk menurunkan atau mempertahankan tingkat inflasi agar berada pada tingkat
yang telah di tetapkan oleh bank Indonesia, maka sebaiknya bank Indonesia selaku
pemegang otoritas tertinggi dalam kebijkan moneter, harus menjaga agar tingkat BI
rate berada pada tingkat yang tepat sesuai dengan tingkat inflasi yang terjadi
15
3. Kebijakan moneter terbukti lebih efektif terhadap seluruh variabel makroekonomi,
seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan,
neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia
perlu lebih mengutamakan kebijakan moneter dalam mengatasi persoalan-
persoalan tersebut.
4. Dari nilai keseimbangan IS – LM yang diperoleh, terdapat ruang bagi pemerintah
untuk meningkatkan pendapatan nasional, di mana dapat membuat kebijakan yang
dapat meningkatkan sektor riil sehingga perekonomian terus tumbuh. Di samping
itu konsisten menjaga tingkat suku bunga yang stabil mampu menjaga stabilitas
perekonomian.
5. Pengetahuan tentang keefektivan dua kebijakan ini penting diketahui agar
pemerintah dan Bank Indonesia tahu kebijakan mana yang lebih ampuh diambil
dalam merespon persoalan-persoalan makro ekonomi. Dengan diketahuinya
kebijakan yang efektif ini pemerintah dan Bank Indonesia akan dapat
mengantisipasi persoalan-persoalan tersebut dengan efektif.
Dengan mempertimbangkan saran-saran tersebut, makalah kebijakan moneter
dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam merumuskan kebijakan
ekonomi yang efektif dan stabil.
16
DAFTAR PUSTAKA
Masrufah, L. (2022). Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Perekonomian: Pengertian, jenis,
intrumen, contoh dari kebijakan moneter dan fiskal. KASBANA: Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, 2(1), 38-55.
Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Teori ekonomi makro: Suatu pengantar, edisi
keempat. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Safriadi. 2014. Efektivitas Antara Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Terhadap
Perekonomian Indonesia : Pendekatan Model IS-LM. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Unsyiah.
Warjiyo, P. (2017). Kebijakan moneter di indonesia (Vol. 6). Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
17