Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEBIJAKAN MONETER
Makalah Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro

Dosen Pengampu:

Dede Sudirja, M.Si.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4

1. Arifah Nailah (221420058)


2. Muhamad Feri Sofyan (221420064)

KELAS PBS 3C

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKOMONI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan lancar. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas diskusi dari mata kuliah
Pengantar Ekonomi Makro dengan judul “Kebijakan Moneter”.

Tentunya kami ingin menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada


dosen pengampu yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berharga dalam
menyelesaikan makalah ini, yaitu Bapak Dede Sudirja, M.Si. kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi selama
proses penyusunan makalah.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan pengetahuan yang berguna bagi pembaca.

Rabu, 22 November 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Definisi Kebijakan Moneter ............................................................................................ 3

B. Instrumen Kebijakan Moneter ........................................................................................ 4

C. Kebijakan Moneter dan Keseimbangan Ekonomi: Analisis IS-LM ............................... 8

D. Efektivitas Kebijakan Moneter ..................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15

B. Saran ............................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan


ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran
ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran. Bank Indonesia memiliki tujuan
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana
tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 Pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang
dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-
harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan
inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation targeting framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai
tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi
volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level
tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang
beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang
ditetapkan oleh pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter
tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar
uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
wajib minimum, dan pengaturan pinjaman atau pembiayaan. Apabila kestabilan dalam
kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk
memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan
dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Oleh
karena hal itulah penulis merasa penting untuk membahas mengenai kebijakan moneter.

1
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan moneter?
2. Apa saja instrumen kebijakan moneter?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan moneter terhadap keseimbangan pasar uang-
modal?
4. Bagaimana pengaruh kebijakan moneter terhadap keseimbangan ekonomi?
5. Bagaimana cara mengukur efektivitas kebijakan moneter?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari kebijakan moneter.
2. Mahasiswa dapat mengetahui instrumen kebijakan moneter.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhadap keseimbangan
pasar uang-modal.
4. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhadap keseimbangan
ekonomi.
5. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengukur efektivitas kebijakan moneter.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kebijakan Moneter

Menurut Rahardja (2008) Yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah


upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang
diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Adapun yang
dimaksud dengan kondisi yang lebih baik adalah meningkatkan output keseimbangan
dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter
pemerintah dapat mempertahankan, menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh sekaligus
mengendalikan inflasi.
Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang yang beredar, maka
pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive).
Kebijakan Moneter Ekspansif sering disebut kebijakan uang Longgar (easy money
policy) ialah kebijakan yang mengatur jumlah uang yang dipasok dalam perekonomian.
Caranya dengan menurunkan suku bunga, membeli sekuritas pemerintah oleh bank
sentral, dan menurunkan persyaratan cadangan untuk bank. Kebijakan ekspansif juga
akan menurunkan tingkat pengangguran dan merangsang aktivitas bisnis atau kegiatan
belanja konsumen.
Secara keseluruhan di seluruh negara, tujuan kebijakan moneter ekspansif
adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan risiko inflasi akan semakin tinggi.
Kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive) utamanya melakukan penambahan
uang yang beredar dalam masyarakat agar roda perekonomian semakin berjalan cepat.
Kebijakan ini mampu meningkatkan daya beli (permintaan) masyarakat dan
mengurangi jumlah pengangguran pada saat perekonomian mengalami resesi atau
depresi. Kebijakan moneter ekspansif juga mempengaruhi tingkat pengangguran di
suatu negara.
Contohnya, kebijakan ekspansif biasa diterapkan untuk mengurangi angka
pengangguran karena ketersediaan uang dalam jumlah banyak akan merangsang
kegiatan bisnis sehingga pasar tenaga kerja semakin besar. Dengan otoritas fiskal, bank
sentral mengontrol nilai tukar mata uang dalam negeri (Rupiah) terhadap mata uang
3
asing. Contoh konkretnya, yaitu bank Indonesia menambah jumlah uang beredar
dengan mengeluarkan lebih banyak uang cetak. Mata uang Rupiah menjadi lebih murah
daripada mata uang negara lain.
Sebaliknya jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh
kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan
moneter kontraktif adalah kebijakan uang ketat (tight money policy). Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Tujuan utama dari kebijakan ini
adalah menurunkan tingkat inflasi. Tujuan kebijakan moneter kontraktif adalah
mengurangi jumlah uang beredar dalam perekonomian. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan meningkatkan suku bunga, menjual obligasi pemerintah, dan menaikkan
persyaratan cadangan untuk bank.
Beberapa contoh monetary contractive yang telah diterapkan di Indonesia,
adalah sebagai berikut: Bank Indonesia (BI) melakukan lelang sertifikatnya, atau bisa
juga melalui pembelian surat berharga di pasar modal. BI dapat menurunkan suku
bunga jika kondisi ekonomi sesuai dengan ekspektasi. Sebaliknya, BI bisa menaikkan
suku bunga bila ingin membatasi aktivitas ekonomi sehingga aliran uang berkurang.
Ketika perekonomian mengalami resesi maka peredaran uang akan meningkat
sehingga aktivitas perekonomian meningkat. Contohnya adalah membeli sekuritas
(surat-surat berharga) saat terjadi inflasi, BI akan mengurangi aliran uang ke
masyarakat dengan menjual surat berharga untuk mengurangi aktivitas ekonomi yang
berlebihan.

B. Instrumen Kebijakan Moneter

Menurut Rahardja (2008), ada tiga instrumen utama yang digunakan untuk
mengatur jumlah uang yang beredar: operasi pasar terbuka (open market operation),
fasilitas diskonto (discount rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
Di luar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat
kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion)

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)


Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (open market operation) adalah
pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual dan membeli
surat-surat berharga milik pemerintah (government securities).

4
Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-
surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada dalam
masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang.
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-
surat berharga tersebut (open market buying). Guna lebih mengefektifkan pasar terbuka
ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan
menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrumen,
sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika ingin
mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU. Melalui
penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang
beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan bila jumlah uang beredar
dianggap sudah mengganggu stabilitas perekonomian.
Bila pemerintah melihat jumlah uang beredar perlu ditambah, agar perbankan
lebih mampu memberikan kredit yang akan memacu pertumbuhan ekonomi, maka SBI
dan SBPU yang tidak dijual dibeli kembali. Melalui pembelian itu pemerintah
mengeluarkan uang sehingga menambah jumlah uang beredar.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)


Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang
ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral. Dalam
kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang sehingga mereka harus
meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga
pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari
bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah.
Jika bank menurunkan suku bunga akan memberikan dampak untuk menambah
jumlah uang yang beredar untuk mengatasi terjadinya deflasi. Jadi, saat suku bunga
diturunkan maka masyarakat akan lebih tertarik untuk memakai uang karena jika
ditabung hanya mendapatkan bunga atau keuntungan yang sedikit.

5
Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan bunga pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank
untuk meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar
dapat ditekan.
Apabila bank sentral menaikkan suku bunga, akan menyebabkan pengurangan
jumlah uang yang beredar untuk mengatasi terjadinya inflasi. Jadi, saat suku bunga
dinaikkan maka masyarakat akan lebih tertarik untuk menabung di bank. Hal ini terjadi
dikarenakan uang yang ditabung akan mendapatkan bunga yang lebih besar. Karena
minat tinggi masyarakat untuk menabung, maka uang yang beredar dalam masyarakat
akan turut berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)


Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika
rasio cadangan wajib di perbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan
lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya
hanya 10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima perbankan dapat
mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan
demikian angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10.
Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi menjadi 20%, maka untuk setiap
unit deposito yang diterima sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar
80%. Angka multiplikasi uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan
demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang. Sebaliknya yang
terjadi bila pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio
tersebut akan memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti akan meningkatkan
jumlah uang beredar.
Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan rasio
cadangan wajib guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih
tinggi, yaitu dengan menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan
sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%). Sejak April 1997 besarnya rasio cadangan
wajib adalah 5%.

4. Imbauan Moral (Moral Persuation)


Dengan imbauan moral, otoritas moneter mengarahkan atau mengendalikan
jumlah uang beredar. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia dapat memberi saran agar
6
perbankan berhati-hati dalam memberikan kredit atau membatasi keinginannya
meminjam uang dari bank sentral (berhati-hati menggunakan fasilitas diskonto).
Kebijakan ini dijalankan oleh bank sentral bukan dengan menetapkan dalam bentuk
tertulis hal-hal yang harus dilakukan oleh bank-bank perdagangan, tetapi dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan langsung dengan bank-bank tersebut. Dalam
pertemuan ini bank sentral menjelaskan langkah-langkah yang sedang dijalankan oleh
pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank
perdagangan untuk menyukseskan tindakan tersebut. Dari pertemuan ini bank-bank
perdagangan akan mengetahui langkah-langkah bagaimana yang harus mereka lakukan
agar usaha-usaha yang sedang dilakukan pemerintah akan mencapai tujuan dan efek
yang diharapkan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh bank-bank perdagangan ada
kalanya sangat berbeda di antara satu periode dengan satu periode yang lain. Langkah-
langkah ini ada kalanya bersifat pengharapan agar bank-bank perdagangan
menjalankan suatu kebijakan pengawalan kredit secara terpilih. Tetapi ada kalanya
langkah-langkah yang dilakukan lebih mempengaruhi perubahan dalam jumlah
penawaran uang dan bukan ke atas jenis-jenis pinjaman dan investasi keuangan yang
dilakukan oleh bank-bank perdagangan. Ini berarti dalam menggunakan pembujukan
moral dalam menjalankan kebijakan moneternya, bank sentral mungkin menjalankan
kebijakan bersifat kuantitatif, tetapi mungkin pula menjalankan kebijakan yang bersifat
kualitatif. Dengan melalui pembujukan moral bank sentral dapat meminta bank-bank
perdagangan untuk mengurangi atau menambah keseluruhan jumlah pinjaman, atau
mengurangi atau menambah pinjaman kepada sektor-sektor tertentu, atau membuat
perubahan-perubahan ke atas suku bunga yang mereka tetapkan ke atas pinjaman yang
mereka berikan. Sampai di mana keinginan dari bank sentral akan dipenuhi oleh bank-
bank perdagangan sangat tergantung kepada masing-masing bank tersebut. Oleh karena
itu kesuksesan dari kebijakan yang dijalankan secara pembujukan moral tergantung
kepada sampai di mana bank-bank perdagangan menjalankan kebijakan yang diusulkan
oleh bank sentral.

7
C. Kebijakan Moneter dan Keseimbangan Ekonomi: Analisis IS-LM

Kebijakan moneter dikatakan efektif bila mampu mengendalikan tingkat output


dan atau harga. Untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan moneter, peralatan analisis
yang paling sederhana namun komprehensif adalah kurva IS-LM. IS adalah Investment
Saving (pasar barang) sedangkan LM adalah Liquidity Money (pasar uang).
1. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Keseimbangan Pasar Uang-Modal
Pengaturan jumlah uang beredar memengaruhi kondisi keseimbangan pasar
uang-modal. Diagram 2.1 memberikan gambaran apa yang terjadi terhadap
keseimbangan pasar uang-modal bila jumlah uang beredar ditambah.
Diagram 2.1.b menunjukan kurva LM0 yang diturunkan dari MS0. Seandainya
pemerintah menambahkan jumlah uang beredar menjadi setingkat MS1 pada Diagram
2.1.a, maka untuk membuat pasar uang-modal berada dalam keseimbangan pada
tingkat Y0, tingkat bunga harus diturunkan dari r1 ke r3. Demikian juga bila ingin
membuat pasar uang-modal berada dalam kondisi keseimbangan pada tingkat Y1,
tingkat bunga juga harus diturunkan dari r2 ke r4. Dalam diagram 2.1.b hal itu terlihat
dari pergeseran titik keseimbangan (dari F1 ke F3 dan dari F2 ke F4), sehingga kurva LM
bergeser ke kanan (dari LM0 ke LM1).
Seandainya pemerintah mengurangi jumlah uang beredar dari MS0 ke MS2,
maka untuk membuat pasar uang-modal berada dalam keseimbangan pada tingkat Y0,
tingkat bunga harus dinaikkan dari r1 ke r5. Sedangkan untuk mencapai keseimbangan
pada tingkat Y1, tingkat bunga harus dinaikkan dari r2 ke r6. Kurva LM bergeser dari
kiri (dari LM0 ke LM2).
Diagram 2.1. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Kesimbangan Pasar Uang-Modal

8
2. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Keseimbangan Ekonomi
Pergeseran kurva LM karena pengaruh perubahan jumlah uang beredar yang
dilakukan pemerintah akan memengaruhi keseimbangan ekonomi, karena mengubah
titik potong kurva IS-LM, yang berarti mengubah titik keseimbangan ekonomi.
Diagram 2.2. berikut ini menunjukan kondisi keseimbangan awal terjadi pada
tingkat pendapatan Y*0 dan tingkat bunga r0. Jika pemerintah menambahkan jumlah
uang beredar, kurva LM bergeser ke kanan (dari LM0 ke LM1), sehingga titik
keseimbangan juga bergeser dari E0 ke Er. Pada titik keseimbangan yang baru
(E1), output keseimbangan adalah Y*1 yang lebih besar daripada Y*0, sedangkan
tingkat bungan adalah r1 yang lebih rendah daripada r0. Dengan kata lain, kebijakan
moneter ekspansif dalam konteks Diagram 2.2. telah berhasil memacu pertumbuhan
ekonomi dan menurunkan tingkat bunga. Dalam perekonomian pasar, kenaikan tingkat
bunga mengindikasikan telah terjadinya kelebihan permintahan investasi. Akibatnya
dapat dilihat dari dua sisi:
a) Sisi Output
Kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan ada beberapa rencana investasi yang
dibatalkan, sebagai akibat pertambahan kapasitas produksi menjadi lebih kecil.
b) Sisi Biaya
Kenaikan tingkat bunga akan menaikkan biaya produksi dikarenakan naiknya
biaya modal.
Dari kedua hal diatas, akibatnya kenaikan tingkat bunga akan memicu terjadinya
inflasi.
Diagram 2.2. Dampak Kebijakan Moneter
Terhadap Perekonomian

9
Bila pemerintah mengurangi jumlah uang beredar, yang terjadi adalah
sebaliknya. Bergesernya kurva LM ke kiri (dari LM0 ke LM2) menyebabkan titik
keseimbangan bergeser ke E2. Pada saat itu output keseimbangan adalah Y*2 yang lebih
kecil daripada Y*0 sedangkan tingkat bunga naik (dari r0 ke r2) yang berarti telah terjadi
inflasi.

D. Efektivitas Kebijakan Moneter

Apa yang digambarkan dalam Diagram 2.2. hanyalah salah satu dari berbagai
kemungkinan yang terjadi. Secara grafis hasil dari kebijakan moneter pemerintah
sangat ditentukan oleh kondisi pasar barang-jasa dan pasar uang-modal, yang
digambarkan oleh sudut kemiringan kurva IS dan kurva LM. Efektifitas kebijakan
moneter tergantung pertama, dari tingkat kemiringan kurva LM. Bila kurva LM
vertikal maka semakin besar dampak dari kebijakan moneter terhadap perubahan
income dan sebaliknya bila kurva LM semakin miring maka semakin kurang efektif
kebijakan moneter tersebut karena sangat kecil dampaknya terhadap penambahan
income. Berarti efektifitas kebijakan moneter akan dipengaruhi oleh faktor yang
menentukan kemiringan kurva LM. Kemiringan kurva LM tergantung dengan tingkat
sensitifitas permintaan uang terhadap tingkat bunga. Bila permintaan uang sangat
sensitif terhadap perubahan bunga maka kurva LM akan miring.
Ini berarti bahwa sedikit perubahan tingkat bunga mengakibatkan penurunan tingkat
bunga sehingga pengeluaran investasi akan semakin besar.
Faktor kedua yang mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter adalah
kemiringan kurva IS, semakin tegak kurva IS maka semakin tidak efektif kebijakan
moneter, sebaliknya bila kurva IS semakin datar maka kebijakan moneter akan semakin
efektif. Kemiringan kurva IS tergantung dengan tingkat sensitifitas investasi terhadap
perubahan tingkat bunga.
Bila pengeluaran investasi sangat sensitif terhadap perubahan bunga maka sedikit
perubahan tingkat bunga akan mengakibatkan perubahan investasi yang relatif lebih
besar. Dalam keadaan seperti ini maka bentuk kurva IS akan semakin mendatar.
Pengeluaran investasi yang sensitif terhadap bunga merupakan indikasi bahwa ekonomi
berada dalam keadaan tidak full employment, artinya masih banyak faktor produksi
yang belum dipakai penuh. Bila ekonomi berada dalam keadaan full employment maka
pengeluaran investasi menjadi tidak sensitif terhadap perubahan bunga dan bentuk

10
kurva IS adalah vertikal. Dalam keadaan seperti ini maka bila stok uang ditambah
(kebijakan moneter) maka income tidak akan naik walupun tingkat bunga turun.
Keadaan ini disebabkan karena investasi tidak respon terhadap penurunan bunga.

a) Sudut Kemiringan Kurva IS


Diagram 2.3. merupakan himpunan kurva IS yang menggambarkan beberapa
kondisi pasar barang-jasa.
Diagram 2.3. Sudut Kemiringan
Kurva IS dan Maknanya

Kurva IS1 lurus sejajar dengan sumbu vertikal. Kurva IS yang seperti ini terjadi
karena permintaan investasi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (kurva I
tegak lurus). Sebaliknya, kurva IS2 terbentuk dari kurva I yang mendatar sejajar dengan
sumbu horizontal. Artinya kurva investasi elastis sempurna. Sedangkan kurva IS3
terbentuk dari kurva investasi yang bersudut negatif, dalam arti ∂I/∂r ≤ 0.

b) Sudut Kemiringan Kurva LM


Diagram 2.4.a. menunjukan beberapa kurva LM yang menggambarkan beberapa
kondisi pasar uang-modal.
Kurva LM1 berbentuk tegak lurus sejajar sumbu vertikal. Kurva ini diturunkan
dari kurva permintaan uang untuk spekulasi (Msp) yang tegak lurus. Artinya,
permintaan uang untuk spekulasi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat bunga.
Dapat juga dikatakan bahwa permintaan uang semata-mata ditentukan oleh permintaan
uang untuk transaksi yang merupakan fungsi pendapatan. Oleh karena kurva LM1
sesuai dengan hipotesis klasik, maka kurva ini disebut kurva LM versi Klasik.

11
Kurva LM3 adalah kebalikan dari kurva LM1. Karena kurva LM3 diturunkan
dari kurva permintaan uang untuk spekulasi (Msp), maka kurva ini datar dan sejajar
dengan sumbu horizontal. Artinya, permintaan uang untuk spekulasi sangat sensitif
(sensitif sempurna) terhadap perubahan tingkat bunga. Menurut Keynes, kondisi inilah
yang disebut sebagai perangkap likuiditas atau jerat likuiditas (liquidity trap) dan
biasanya terjadi pada tingkat bunga yang sangat rendah. Karena bentuk kurva LM3
sesuai dengan teori Keynesian, maka kurva ini disebut juga kurva LM versi Keynesian.
Diagram 2.4. Sudut Kemiringan
Kurva LM dan Maknanya

Kurva LM2 adalah kurva LM yang telah anda kenal, yang terbentuk dari kurva
permintaan uang untuk spekulasi yang bersudut negatif( ∂Msp/∂r ≤ 0).
Seringkali ketiga kurva LM tersebut di atas digambarkan dalam satu kurva
seperti terlihat dalam Diagram 2.4.b. daerah kurva LM yang mendatar disebut daerah
Keynesian (Keynesiam range), sedangkan daerah kurva LM yang tegak lurus disebut
daerah Klasik (Classical range). Daerah yang berada di antara kedua ekstrem tersebut
dinamakan daerah antara (intermediate range).

12
c) Berbagai Kemungkinan Hasil Kebijakan Moneter
Evaluasi terhadap efektivitas kebijakan moneter dapat dilakukan dengan melihat
titik-titik potong kurva IS dan LM. Karena kurva IS dan LM masing-masing memiliki
minimal tiga kondisi, maka minimal ada sembilan kombinasi titik potong kurva IS-LM.
Dari sembilan kombinasi tersebut, dua di antaranya tidak terdefinisikan. Yang pertama
adalah titik potong antara kurva IS mendatar (IS2) dengan kurva LM mendatar (LM3).
Yang kedua adalah titik potong antara kurva IS tegak lurus (IS1) dengan kurva LM
tegak lurus (LM1).
Kita hanya akan memerhatikan empat kondisi ekstrem yang terjadi
terhadap output keseimbangan dan tingkat bunga, bila yang ditempuh adalah kebijakan
moneter. Karena yang dievaluasi adalah kebijakan moneter, maka secara grafis yang
digeser adalah kurva LM. Mari perhatikan Diagram 2.5.
Diagram 2.5. Efektivitas Kebijakan Moneter

Diagram 2.5.a. dan 2.5.b. kondisinya adalah kurva LM vertikal.


Diagram 2.5.a. menunjukkan jika kurva IS datar, kebijakan moneter sangat efektif,

13
sebab dapat menambah atau mengurangi output keseimbangan tanpa mengganggu
tingkat harga. Diagram 2.5.b. menunjukkan jika kurva IS mempunyai slope negatif,
kebijakan moneter ekspansif akan menaikkan output keseimbangan, sementara tingkat
harga turun. Sebaliknya dengan kebijakan kontraktif, karena output keseimbangan
turun, sementara tingkat bunga (harga) meninggi.
Pada diagram 2.5.c. dan 2.5.d. kurva LM adalah mendatar, artinya
perekonomian berada pada perangkap likuiditas. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan
moneter sama sekali tidak efektif, sebab tidak mempunyai kemampuan
memengaruhi output dan tingkat bunga. Kita dapat mencoba-coba kemungkinan lain
dan bandingkan hasilnya dengan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Efektifitas Kebijakan Moneter Terhadap output
Dan Tingkat Harga (Bunga)

Kurva IS Datar Kurva IS


Kurva IS Negatif
Elastis Sempurna Inelastis Sempurna
Kurva LM Elastis Tidak terdefinisikan Moneter Ekspansif Moneter Ekspansif
Sempurna (Interval atau Kontraktif tidak atau kontraktif tidak
keynes) efektif, Y* dan efektif, Y* dan
tingkat bunga tetap tingkat bunga tetap
Kurva LM Inelastis 1. Moneter Ekspansif: Tidak terdefinisikan1. 1. Moneter Ekspansif:
Sempurna (Interval Y* naik, tingkat Y* turun, tingkat
klasik) bunga tetap bunga turun
2. MoneterKontraktif: 2. MoneterKontraktif:
Y* turun, tingkat Y* turun, tingkat
bunga tetap bunga naik
Kurva LM Positif
1. 1. Moneter Ekspansif:
1. 1.Moneter Ekspansif:
1. 1. Moneter Ekspansif:
(Interval Antara) Y* naik, tingkat Y* tetap, tingkat Y* naik, tingkat
bunga tetap bunga turun bunga turun
2. 2. Moneter Kontraktif:
2. 2.Moneter kontraktif:
2. 2. Moneter Kontraktif:
Y* turun, tingkat Y* tetap, tingkat Y* turun, tingkat
bunga tetap bunga naik bunga naik
Dari Diagram 2.5 dan Tabel 2.1 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebijakan moneter adalah efektif sempurna bila kurva IS datar.
2. Kebijakan moneter adalah tidak efektif sempurna bila kurva LM datar.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian


makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang
yang beredar.
2. Adapun instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang
beredar: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount
rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Di luar tiga instrumen
tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah
dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).
3. Kebijakan moneter dikatakan efektif bila mampu mengendalikan tingkat output
dan atau harga. Untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan moneter, peralatan
analisis yang paling sederhana namun komprehensif adalah kurva IS-LM.
4. Secara grafis hasil dari kebijakan moneter pemerintah sangat ditentukan oleh
kondisi pasar barang-jasa dan pasar uang-modal, yang digambarkan oleh sudut
kemiringan kurva IS dan kurva LM.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan makalah yang telah dilakukan, maka


diajukan beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1. Bank Indonesia perlu lebih berhati-hati dalam menentukan tingkat suku bunga
sebagai salah satu jalur kebijakan moneter. Bank sentral dan otoritas moneter
diharapkan dapat mengendalikan jumlah uang di masyarakat agar dapat tercapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga.
2. Untuk menurunkan atau mempertahankan tingkat inflasi agar berada pada tingkat
yang telah di tetapkan oleh bank Indonesia, maka sebaiknya bank Indonesia selaku
pemegang otoritas tertinggi dalam kebijkan moneter, harus menjaga agar tingkat BI
rate berada pada tingkat yang tepat sesuai dengan tingkat inflasi yang terjadi

15
3. Kebijakan moneter terbukti lebih efektif terhadap seluruh variabel makroekonomi,
seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan,
neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia
perlu lebih mengutamakan kebijakan moneter dalam mengatasi persoalan-
persoalan tersebut.
4. Dari nilai keseimbangan IS – LM yang diperoleh, terdapat ruang bagi pemerintah
untuk meningkatkan pendapatan nasional, di mana dapat membuat kebijakan yang
dapat meningkatkan sektor riil sehingga perekonomian terus tumbuh. Di samping
itu konsisten menjaga tingkat suku bunga yang stabil mampu menjaga stabilitas
perekonomian.
5. Pengetahuan tentang keefektivan dua kebijakan ini penting diketahui agar
pemerintah dan Bank Indonesia tahu kebijakan mana yang lebih ampuh diambil
dalam merespon persoalan-persoalan makro ekonomi. Dengan diketahuinya
kebijakan yang efektif ini pemerintah dan Bank Indonesia akan dapat
mengantisipasi persoalan-persoalan tersebut dengan efektif.
Dengan mempertimbangkan saran-saran tersebut, makalah kebijakan moneter
dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam merumuskan kebijakan
ekonomi yang efektif dan stabil.

16
DAFTAR PUSTAKA

Khusen, M. S. KEBIJAKAN EKONOMI (MONETER & FISKAL).

Masrufah, L. (2022). Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Perekonomian: Pengertian, jenis,
intrumen, contoh dari kebijakan moneter dan fiskal. KASBANA: Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, 2(1), 38-55.

Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Teori ekonomi makro: Suatu pengantar, edisi
keempat. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Safriadi. 2014. Efektivitas Antara Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Terhadap
Perekonomian Indonesia : Pendekatan Model IS-LM. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Unsyiah.

Warjiyo, P. (2017). Kebijakan moneter di indonesia (Vol. 6). Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai