Anda di halaman 1dari 70

Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela Mampang Di

Kawasan Segitiga Emas Jakarta

(Studi Kasus : Masyarakat Kelurahan Pela Mampang, Kec. Mampang


Prapatan. Kota Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi penyusunan skripsi untuk memperoleh Gelar Sarjana


Sosial (S.Sos)

Oleh

Nurul Mustofa

1113111000041

Program Studi Sosiologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2020

i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela Mampang Di Kawasan


Segitiga Emas Jakarta

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Juli 2020

Nurul Mustofa

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Nurul Mustofa


NIM : 1113111000041
Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela Mampang Di Kawasan Segitiga Emas


Jakarta

Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 3 Juli 2020

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Saifudin Asrori


NIP. 197609182003122033 NIP. 198310052015031001

iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela Mampang Di Kawasan Segitiga Emas
Jakarta

Oleh

Nurul Mustofa
1113111000041

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Juli 2020. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Sosiologi.

Ketua, Sekretaris,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si


NIP. 197609182003122033 NIP. 196808161997032002

Penguji I, Penguji II,

Dr. Muhammad Guntur Alting, M.Pd, M.Si. Bambang Ruswandi, M.Stat.


NIP. 197405121999031005 NIP. 198310052015031001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 Juli 2020

Ketua Program Studi Sosiologi


FISIP UIN JAKARTA

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si


NIP. 197609182003122033

iv
ABSTRAK

Skripsi ini mengkaji tentang “Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela


Mampang Di Kawasan Segitiga Emas Jakarta”. Penelitian ini bertujuan
mengetahui dan menganalisisa alasan masyarakat betawi asli Kel. Pela Mampang
bertahan dalam perkembangan kota yang masif. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi
dan wawancara. Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat asli Kel. Pela
Mampang. Proses analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data
hasil penelitian, dan menyimpulkan data penelitian. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Resiliensi yang dijelaskan oleh Block. Teori tersebut
digunakan untuk memetakan Resiliensi pada analisis penelitian dari hasil
penelitian yang diperoleh.

Berdasarkan temuan dan hasil analisis, didapatkan bahwa Bentuk


Resiliensi pada masyarakat asli Betawi Pela Mampang beragam. Perbedaan paling
mencolok diperlihatkan strategi masyarakat dalam memenuhi kehidupan sehari–
hari. Banyaknya urbanisasi yang terjadi di kel. Pela Mampang menjadi salah satu
penyebab masyarakat asli pindah ke daerah penunjang ibu kota Jakarta. Semakin
banyaknya masyarakat di luar Jakarta yang hadir di Jakarta menyebabkan ruang
kota semakin sempit dan terbatas. Karena ruang kota tidak cukup besar untuk
menampung banyaknya pendatang di Jakarta. Hasil wawancara dan kajian yang
dilakukan menunjukkan dinamika Resiliensi yang terjadi pada masyarakat asli
betawi Pela Mampang. Pada umumnya masyarakat memiliki alasan yang kuat
untuk tetap bertahan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh
masing–masing terkait lapangan pekerjaan.

Kata Kunci: Resiliensi, Urbanisasi, Transmigrasi, Masyarakat Betawi

v
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tiada henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas izin dan kuasanya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Resiliensi
Penduduk Asli Betawi Pela Mampang Di Kawasan Segitiga Emas Jakarta”. Meskipun
dalam penulisannya masih jauh dari kata sempurna. Selama proses penulisan hingga
akhirnya terselesaikannya skripsi ini, penulis dipertemukan dengan orang-orang yang
berjasa besar selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, atas segalanya penulis
ucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Drs. Ali Munhanif, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Prodi Sosiologi yang telah memotivasi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku

Sekertaris Prodi Sosiologi yang telah membantu dan melancarkan skripsi ini.

3. Bapak Syaifudin Asrori M.Si, sebagai dosen pembimbing yang sangat membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih atas waktu dan bimbingannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Masduki dan Ibunda Kokom Komariah, serta

kedua adik penulis, Husnul Khotimah dan Abdulloh Said Yusuf yang tiada henti

mendoakan dan memberikan semangat tenaga dan pikiran kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

5. Penduduk Betawi warga Mampang Prapatan selaku informan yang telah bersedia

membantu penulis dalam menggali informasi dan melakukan pencarian data

penelitian skripsi.

vi
6. Keluarga Sosiologi B 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terimakasih atas dukungan dan pembelajaran berharganya.

7. Teman WSS, (Alm) Arif, Cepi, Amal, Alif, Rifnu, Fakri, Gaung, Malik, Novi,

Wahyu, Okta, yang telah banyak memberi energi positif dan memotivasi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat setia, Wahyu Sapto Pratomo, Mikhael Stevianus, Dheni Hardiawan,

Ariza Irawan, Siti Sarah, Shoffiyah yang selalu memberikan support dan motivasi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman Orang Aring, Rusydan Fathy, Ahmad Saikhu, Rafli, Bryan, yang selalu

mensupport dan menghibur dalam menyelesaikan skripsi.

Demikianlah ucapan terima kasih, semoga segala bantuan dan dukungannya


mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Maka dengan ini penulis menerima
kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat.

Jakarta, 23 Juni 2020

Penulis,

Nurul Mustofa
NIM. 1113111000041

vii
DAFTAR ISI
Lembar Judul.......................................................................................................... i
Lembar Pernyataan Bebas Plagiarisme ................................................................. ii
Lembar Persetujuan Pembimbing ........................................................................ iii
Pengesahan Panitia Ujian Skripsi .................................................................................... iv
Abstrak .................................................................................................................. v
Kata Pengantar ..................................................................................................... vi
Daftar Isi............................................................................................................. viii
Daftar Tabel ......................................................................................................... ix
Daftar Gambar ....................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


A. Pernyataan Masalah .................................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................. 6
D. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 7
E. Kerangka Teoritis ...................................................................................... 9
F. Metodologi Penelitian .............................................................................. 13
BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN PELA MAMPANG ................ 16
A. Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan ............................. 16
B. Luas dan Batas Wilayah .......................................................................... 17
C. Keadaan Wilayah dan Peruntukannya ..................................................... 17
D. Peta Kelurahan Pela Mampang ............................................................... 18
E. Kependudukan ......................................................................................... 18
F. Kegiatan Bina Kependudukan ................................................................. 19
G. Visi dan Misi ........................................................................................... 19
H. Struktur Organisasi Kel. Pela Mampang................................................. 22
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 23
A. Problema Urbanisasi, Transmigrasi dan Integrasi Ruang Kota .............. 23
B. RESILIENSI SOSIAL DAN BUDAYA BETAWI ................................ 29
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................. 45
A. Kesimpulan ............................................................................................. 45
B. Rekomendasi ........................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
Lampiran – Lampiran ..............................................................................................

viii
Daftar Tabel

TABEL MATRIK III. A. 1. ALASAN PENDATANG TINGGAL DISINI .........25

TABEL MATRIK III. A. 2. ALASAN WARGA PINDAH KE TEMPAT LAIN 35

TABEL MATRIK III. A. 3. ALASAN BERTAHAN ...........................................39

ix
Daftar Gambar
Gambar II. D. Peta Kelurahan Mampang...............................................................17

Gambar II. H. Struktur Organisasi Kelurahan Pela Mampang ..............................21

Gambar III. A. 1. Perkantoran di Kel. Pela Mampang ...........................................35

Gambar III. A. 2. Harga hunian apartemen sekeritar Kel. Pela Mampang ............37

Gambar III. A. 3. Kondisi Jalan dan Gorong – Gorong .........................................41

Gambar III. A. 4. Restoran di Kel. Pela Mampang ................................................42

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Kota merupakan sebuah hasil atau produk yang mengalami beberapa proses

dalam pembentukan di dalam kota tersebut. Menurut Zahnd bahwa kota tidak

terjadi secara abstrak, tetapi kota berkembang melalui proses yang dipengaruhi

oleh perubahan waktu, sejarah serta perilaku masyarakat didalamnya. Suatu kota

akan terus menerus mengalami segala perubahan demi perubahan pada kawasan

yang direncanakan (planned) maupun yang tidak direncanakan (unplanned) yang

dapat dilihat dari beberapa aspek seperti aspek fisik, non fisik, sosial, budaya

maupun ekonomi. ( Rizal Aprianto, 2016)

Perubahan yang terjadi diakibatkan oleh unsur-unsur di dalam kota yang

mengalami perkembangan. Perkembangan kota menurut Raharjo dalam

Heryanto, bermakna perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-

aspek kehidupan dan penghidupan kota tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari

sedikit menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang

luas menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi

secara luas dan seterusnya. Perkembangan kota tidak dapat dilepaskan dari

kampung kota yang ada di dalamnya. ( Rizal Aprianto, 2016)

Pasca reformasi proses globalisasi berkembang kembali menjadi semakin

kuat dengan adanya kebijakan pemerintah mendukung berlangsungnya aliran

1
modal asing dan iklim pasar bebas guna menggairahkan investasi dalam negeri.

Pembangunan simbol-simbol global seperti mal/pusat perbelanjaan modern,

hypermarket hingga perkantoran modern dimulai kembali. Proses tersebut

bercampur dengan berbagai kompleksitas persoalan yang harus dihadapi sebagai

kota metropolitan seperti masalah urbanisasi, pertumbuhan penduduk kekurangan

lapangan kerja dan kerawanan sosial. (Sudarmawan Yuwono, 2016)

Di samping urbanisasi maka faktor globalisasi menjadi penentu

perkembangan kota-kota Asia dewasa ini Adapun faktor globalisasi sebagaimana

diketahui bukan hanya menyebabkan krisis ekonomi namun juga menyebabkan

krisis perkembangan ruang kota. Krisis keruangan ini bukan semata-mata

merupakan disebabkan masalah ekonomi saja melainkan timbul dari kebijakan

tata ruang yang dijalankan selama ini. (Sudarmawan Yuwono, 2016)

Pembangunan kota adalah sarana pemerintah untuk mewujudkan amanat

yang diberikan rakyat dalam suatu kebijakan dan tindakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Beberapa aspek hasil pembangunan dapat dinikmati

seperti adanya peningkatan kualitas fisik infrastruktur dan perekonomian.

Sepanjang jalan Jenderal Sudirman-Thamrin-Gatot Subroto-S Parman, fenomena

pembangunan fisik telah dapat disaksikan. Demikian pula kehadiran mal-mal

yang tersebar menunjukkan kegairahan gaya hidup dan semangat konsumerisme

kota. Proses tersebut dalam kerangka pembangunan berkelanjutan diperlukan

suatu keseimbangan untuk mengangkat potensi nilai-nilai lokal sebagai upaya

mengembangkan konsep ” glokalisasi ”. (Sudarmawan Yuwono, 2016)

2
Sejalan dengan program pembangunan fisik kota yang berdampak pada

penggusuran kampung. Proyek penggusuran kampung digantikan dengan

permukiman susun modern terjadi di kawasan perkampungan Kebon Kacang.

Alasan yang diambil pemerintah adalah kondisi kampung yang ada ditengah

tengah kota tidak memenuhi syarat lagi sebagai ruang permukiman yang sehat

dan produktif.

Tahap selanjutnya, pola pembangunan bersamaan dengan penggusuran

kampung terus terjadi. Dikaitkan dengan proses transformasi global yang tengah

terjadi maka proses ini paling tinggi intensitasnya dibandingkan kota-kota lain di

Indonesia Jakarta telah lama menjadi metropolitan gerbang masuknya pengaruh-

pengaruh global jauh sebelum menjadi gerbang dunia internasional negara

Indonesia.

Imbas transformasi global ini tidak hanya dalam wujud perkembangan

berbagai fisik infrastruktur perekonomian modern seperti perkantoran, mal,

apartemen namun juga terbentuknya kantung-kantung permukiman sederhana

yang menggambarkan interaksi kehidupan kota dengan kawasan-kawasan yang

masih tertinggal. (Sudarmawan Yuwono, 2016)

Hal ini terjadi karena globalisasi meningkat dan disintegrasi pertumbuhan

ruang kota terencana yang dikendalikan kepentingan pasar dengan ruang organis

yang tumbuh tidak terencana. Hasilnya dapat dilihat dalam bentuk kesenjangan

atau kontras fisik antara keberadaan gedung gedung pencakar langit dan

permukiman kumuh di sekitarnya, penggusuran perkampungan untuk

3
kepentingan ruang komersial dan perebutan lahan oleh pemilik modal maupun

masalah-masalah sosial lain sebagai akibat pertumbuhan kota yang tidak terpadu

dan saling mengisi. Bilamana masalah ini tidak dipecahkan dapat memicu

degradasi, peningkatan kesenjangan sosio-spasial perkotaan degradasi serta

memperbesar kemungkinan terbukanya konflik ruang maupun sosial yang

mengancam masa depan kota (Cohen, 1997; The United Nations Human

Development Report, 1999; Laporan Pembangunan Dunia, 2009)

Dengan berkembangnya kota jakarta secara cepat tidak menutup

kemungkinan untuk penduduk asli jakarta terpinggirkan atau mobilitas. Setiap

mobilitas atau perpindahan selalu didasari oleh 2 faktor, yaitu faktor pendorong

(push factor) dari daerah asal dan faktor penarik (pull factor) dari daerah tujuan,

atau dengan adanya faktor lain seperti faktor cultural mission (yakni seperangkat

tujuan yang diharapkan oleh masyarakat budaya tesebut untuk dicapai dalam

tujuan).

Menurut Naim (1984) Ada beberapa teori yang menerangkan mengapa

seseorang mengambil keputusan melakukan mobilitas. Pertama, seseorang

mengalami tekanan (stress), baik ekonomi, sosial, maupun psikologi ditempat ia

berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga

suatu wilayah dinyatakan sebagai wilayah yang dapat memenuhi kebutuhannya.

Kedua, terjadi perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu

dengan tempat yang lainnya. Apabila tempat yang satu dengan yang lainnya tidak

ada perbedaan nilai kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas peduduk.

4
Kawasan Pela Mampang merupakan bagian dari kecamatan Mampang

Prapatan Kotamadya Jakarta Selatan. Kawasan ini dalam kebijakan tata ruang

kota Jakarta adalah representasi etalase kawasan internasional dengan adanya

area pengembangan untuk perusahaan multinasional dan hunian internasional,

apartement, maupun tempat nongkrongnya anak Jakarta dengan beraganya

restaurant kelas internasional ataupun tradisional yang di kemas international.

Dampak buruk dari masyarakat asli Jakarta yang terkena gusuran atas

perkembangan kota jakarta selatan khususnya daerah mampang ini mempunyai

dampak yang cukup signifikan dikarenakan adanya beberapa pola kehidupan

sosial budaya yang mulai tergerus akibat proses dari perkembangan Kota Jakarta

Selatan khususnya Mampang.

Berbicara tentang Betawi, maka serangkaian narasi yang muncul dalam

imaginasi tentang Betawi adalah Betawi yang pemalas, tidak berpendidikan, dan

stereotype negatif lainnya. Sebagai kelompok etnik lokal di Jakarta, Betawi

memang seakan tenggelam, kalah bersaing dengan pendatang, dan tidak menjadi

tuan rumah di wilayahnya sendiri.

Maka dari itu penting bagi peneliti untuk melakukan penelitian di daerah

mampang. Karena daerah mampang yang berbatasan langsung dengan Kuningan

yang termasuk ke dalam “segitiga emas” nya DKI Jakarta atau pusatnya

perkantoran dan juga pusatnya perekonomian di DKI Jakarta, apakah mempunyai

andil dalam pengerusan budaya asli Jakarta yang semakin hari semakin

berkurang. Adapun masih ada beberapa masyarakat asli Jakarta yang bertahan

5
untuk tetap tinggal di daerah Mampang. Apa faktor yang melatar belakangi

sebagian masyarakat asli Jakarta masih menetap ? Maka dari itu penelitian ini

berjudul “Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela Mampang Di Kawasan

Segitiga Emas Jakarta”

B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan di atas maka ada pertanyaan penelitian yang harus

dijawab yakni, Bagaimana resiliensi masyarakat asli betawi Kelurahan Pela

Mampang perkembangan Kota Jakarta ?

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian


Dan penelitian mempunyai tujuan untuk mengetahui resiliensi masyarakat

Betawi seiring perkembangan Kota Jakarta yang semakin modern.

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian dapat menambah wawasan khazanah ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang sosial dan sosiologi budaya. Hal ini berkaitan

dengan resiliensi budaya betawi pada masyarakat Urban Jakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan perhatian lebih terhadap keberlangsungan budaya

betawi agar tetap lestari dan terjaga.

b. Dapat digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya bahwasanya

penting menjaga keberlangsungan kehidupan sosial berbudaya.

6
D. Tinjauan Pustaka
Pembahasan tentang resiliensi budaya ini telah banyak di jadikan

penelitian sebelumnya antara lain yaitu :

Pertama, Jurnal tentang adaptasi resiliensi yang ditulis dalam e-jurnal

REGION Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatis tahun 2018

yang di tulis oleh Tendra Istanabi, Muhammad Sani Roychansyah, Deva

Fosterharoldas Swasto dengan Judul “Asimilasi sebagai Terjemahan

Bentuk Adaptasi dalam Resiliensi Komunitas Kampung Kota di

Kampung Sudiroprajan Surakarta” Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif deskriptif. Prnrlitian ini membahas tentang proses resiliensi

komunitas kampung kota Konsep asimilasi di Kampung Sudiroprajan terdiri

dari tiga yaitu pembauran, perkawinan campur dan perpindahan keyakinan.

Ketiga konsep tersebut juga dapat dipandang sebagai urutan kedalaman

proses asimilasi.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan apa yang ingin dibahas oleh

peneliti yaitu resiliensi masyarakat kampung di perkotaan. Akan tetapi hal

yang membedakan pengan penelitian ini ialah obyeknya, kalau penelitian ini

berfokus padacara bertahan hidup dengan jalur pernikahan. Dan dalam

penelitian peneliti obyeknya ialah resiliensi budaya masyarakat kampung di

perkotaan.

Kedua, Jurnal tentang mempertahankan keberadaan kampung yang ditulis

dalam e-jurnal Jurnal Arsitektur NALARs Volume 15 No 1 Januari 2016:73-

80 yang di tulis oleh Sudarmawan Yuwono dan Sitti Wardiningsih dengan

7
Judul “Mempertahankan Keberadaan Kampung Di Tengah-Tengah

Kawasan Modern Jakarta” Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

deskriptif. Penelitian ini membahas tentang mempertahankan keberadaan

kampung di tengah kota dengan letak penelitian di kuningan yang termasuk

kedalam segitiga emas Jakarta Selatan.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan apa yang ingin dibahas oleh

peneliti yaitu resiliensi masyarakat kampung di perkotaan. Akan tetapi hal

yang membedakan pengan penelitian ini ialah obyeknya, kalau penelitian ini

berfokus pada cara mempertahankan keberadaan kampung di tengah kota.

Dan dalam penelitian peneliti obyeknya ialah resiliensi budaya masyarakat

kampung di perkotaan.

Ketiga, proses kebertahaan kampung yang di tulis dalam e-jurnal Jurnal

Pembangunan Wilayah & Kota Biro Penerbit Planologi Undip Volume 12 (3)

: 347 – 358 September 2016 yang di tulis oleh Rizal Arianto dengan judul

“Proses Kebertahanan Kampung Petempen Dalam Perkembangan

Kota.” Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini

membahas tentang mempertahankan keberadaan kampung di tengah kota

dengan letak penelitian di kuningan yang termasuk kedalam Pembangunan

Kawasan Segitiga Pandama (Pandanaran, Pemuda dan Gajahmada)

Semarang.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan apa yang ingin dibahas oleh

peneliti yaitu resiliensi masyarakat kampung di perkotaan. Akan tetapi hal

yang membedakan pengan penelitian ini ialah obyeknya dan sudut pandang

8
keilmuan dalam menganalisa, kalau penelitian ini berfokus pada cara

mempertahankan keberadaan kampung di tengah kota. Dan dalam penelitian

peneliti obyeknya ialah resiliensi budaya masyarakat kampung di perkotaan.

E. Kerangka Teoritis
1. Resiliensi

Secara bahasa, reseliensi merupakan istilah yang berasal dari

bahasa inggris dari kata resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal

atau kegembiraan (John Echols., Hasan Shadily. 2005).

Istilah resiliensi di formulasikan pertama kali oleh Block (dalam

klohnen, 1996) dengan nama ego-resillience yang diartikan sebagai

kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang

tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.

Menurut R-G Reed (dalam Nurinayanti dan Atiudina, 2011)

mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas atau kemampuan untuk

beradaptasi secara positif dalam mengatasi permasalahan hidup yang

signifikan.

Resiliensi merupakan konstruk psikologi yang diajukan oleh para

ahli behavioral dalam rangka usaha untuk mengetahui, mendefinisikan

dan mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan berkembang

pada kondisi yang menekan (adverse conditions) dan untuk mengetahui

kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery) dari kondisi tekanan

(McCubbin,2001)

9
Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi adalah kapasitas

untuk merespon secara sehat dan produktif ketika berhadapan dengan

kesengsaraan atau trauma, yang diperlukan untuk mengelola tekanan

hidup sehari-hari. Secara sederhana Jackson dan Watkin mendefinisikan

resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam

situasi sulit.

Samuel (dalam Nurinayanti dan Atiudina, 2011) mengartikan

resiliensi sebagai kemampuan individu untuk tetap mampu bertahan dan

tetap stabil dan sehat secara psikologis setelah melewati peristiwa-

peristiwa yang traumatis. Sedangkan Nurinayanti dan Atiudina (2011)

mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi secara

positif ketika dalam kondisi yang tidak menyenangkan dan penuh resiko.

Di sisi lain, Gotberg (dalam Nurinayati dan Atiudina ) menjelaskan

bahwa resiliensi merupakan kapasitas yang bersifat universal dan dengan

kapasitas tersebut, individu, kelompok atau komunitas mampu mencegah

atau meminimalisir ataupun melawan pengaruh yang bisa merusak saat

mereka mengalami musibah atau kemalangan. Menurutnya, resiliensi juga

dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain dukungan eksternal, kekuatan

personal yang berkembang pada diri seseorang dan kemampuan sosial.

Resiliensi (dalam Nurinayati dan Atiudina) adalah sebuah

kemampuan bawaan dari sejak mereka lahir. Setiap manusia harus

mempunyai resiliensi untuk mampu melewati tugas-tugas

perkembangannya dengan sukses. Sebagai contoh, ketika seorang anak

10
mulai belajar berjalan, meskipun resiliensi adalah sebuah kemampuan

bawaan manusia, resiliensi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, sebagai

contoh lingkungan dan pendidikan. Sehingga setiap manusia memiliki

kemampuan untuk menjadi orang yang resilien dalam menghadapi suatu

tugas perkembangan yang dialami dan permasalahan yang terjadi.

Wolff (dalam Banaag : 2002) memandang resiliensi sebagai trait.

Menurutnya, trait ini merupakan kapasitas tersembunyi yang muncul

untuk melawan kehancuran individu dan melindungi individu dari segala

rintangan kehidupan. Individu yang mempunyai inteligensi yang baik,

mudah beradaptasi, social temperament, dan berkepribadian yang menarik

ada akhirnya memberikan kontribusi secara konsisten pada pengghargaan

pada diri sendiri, kompetensi dan perasaan bahwa ia beruntung. Individu

tersebut adalah individu yang resilien.

Lazarus (dalam Tugade & Fredrikson, 2004) menganalogikan

resiliensi dengan kelenturan pada logam. Misalnya besi cetak yang

banyak mengandung karbon sangat keras tapi getas atau mudah patah

(tidak resilien) sedangkan besi tempa mengandung sedikit karbon

sehingga lunak dan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan (resilien).

Perumpamaan tersebut bisa diterapkan untuk membedakan individu yang

memiliki daya tahan dan yang tidak saat dihadapkan pada tekanan

psikologis yang dikaitkan dengan pengalaman negatif.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

resiliensi adalah kemampuan yang ada dalam diri individu untuk kembali

11
pulih dari suatu keadaan yang menekan dan mampu beradaptasi dan

bertahan dari kondisi tersebut.

Menurut Emmy E Wenner (dalam Desmita. 2009), sejumlah ahli

tingkah laku menggunakan istilah resiliensi untuk menggambarkan tiga

fenomena, yaitu:

a) Perkembangan positif yang dihasilkan oleh anak yang hidup

dalam konteks “beresiko tinggi” (high-risk), seperti anak yang

hidup dalam kemiskinan kronis atau perlakuan kasar orang tua.

b) Kompetensi yang dimungkinkan muncul dibawah tekanan

yang berkepanjangan, seperti peristiwa-peristiwa disekitar

perceraian orang tua mereka; dan

c) Kesembuhan dari trauma, seperti ketakutan dari peristiwa

perang saudara dan kamp konsentrasi.

F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Kualitatif dengan menggunakan teknik studi

kasus. Suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa

perilaku seseorang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci

dan mendalam dalam bentuk narasi (Satori dan Komariah, 2013).

Selain itu penelitian ini dirasa paling tepat menggunakan pendekatan

kualitatif, karena subyek yang akan diwawancarai tidak bisa dipetakan

sesuai hitungan, akan tetapi memerlukan informan yang tepat, yang di

12
mana dia benar-benar mengetahui tentang Budaya betawi pada

masyarakat kampung di Mampang, Dengan teknik studi kasus yakni

membahas permasalahan tentang resiliensi Budaya Betawi pada

masarakat kampung di perkotaan.

2. Sumber Data
a. Data Primer

Data primer diperoleh dari masyarakat kampung asli jakarta sebagai

narasumber utama

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait berupa dokumen, data

dan statistik terkati masyakat asli jakarta..

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Pela

Mampang Kec. Mampang Prapatan. Pemilihan lokasi ini dikarenakan

Kelurahan Pela Mampang berada dalam kawasan Kecamatan Mampang

Prapatan yang berada dalam kawasan Segi Tiga Emas Jakarta dan

dilaksanakan dalam kurun waktu satu sampai dua bulan. Penunjukan

lokasi tidak menjadi kendala karena lokasi yang terbilang dekat, dan

karena data yang dibutuhkan didapat ditempat tersebut sudah tersedia.

4. Narasumber atau Informan

Narasumber atau informan dalam penelitian ini adalah masyarakat

asli Jakarta yang bertempat tinggal di Kel. Mampang dan pakar yang

mngerti tentang kebertahanan budaya betawi. Penentuan informan ini

13
dikarenakan, bahwa msdysrskst asli Jakarta selaku aktor dari pelaku

budaya dan juga yang merawat budaya Betawi.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini selurh data baik primer maupun sekunder

ditumpuk dengan menggunakan:

a. Penelitian Lapangan (field research), dilakukan untuk menghimpun

data primer dengan menggunakan alat pengumpul data.

b. Obrservasi dilakukan dengan metode non participant observation,

yaitu dengan mengamati proses interaksi dan komunikasi kehidupan

sosial masyarakat Kel. Pela Mampang. Obeservasi dilakukan dengan

pengamatan secara sistematis mengenai fenomena-fenimena yang

diselidiki terkait dengan proses kehidupan sehari hari masyarakat.

c. Wawancara merupakan metode dengan mengajukan serangkaian

pertanyaan secara langsung kepada masyarakat Kel. Pela Mampang

selaku narasumber yang jawbannya dikumpulkan dalam bentuk data.

d. Studi Pustaka atau library research Studi Pustaka digunakan untuk

mendapatkan data sekunder berupa dokumen, artikel dan literatur

yang berkaitan dengan resiliensi masyarakat perkampungan di

perkotaan.

14
6. Analisis Data

Data data yang telah terkumpul selanjutnya di olah dan di analisis

secara kualitatif, penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan

logika berfikir dedukatif sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan

menyeluruh mengenai resiliensi masyarakat asli betawi Kel. Pela

Mampang.

15
BAB II

Letak Geografis Kel. Pela Mampang

A. Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan

Kelurahan Pela Mampang, Mampang Prapatan memiliki kode pos 12720.

Kelurahan ini terletak di kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Kelurahan ini memiliki penduduk kurang lebih sebanyak 75000 jiwa dengan luas

200Ha Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Kuningan Barat/ Jl.Kapten

Tendean di sebelah Utara. Kelurahan Petogogan dan Pulo Kebayoran Baru/Kali

Krukut di sebelah Barat. Kelurahan Mampang Prapatan, Tegal Parang dan Duren

tiga- Kecamatan Pancoran/Kali Mampang di sebelah Timur dan Kelurahan

Bangka/Jl.Bangka XI dan Kemang raya di sebelah Selatan. Terbagi 13 Rukun

Warga(RW) dan 150 Rukun Tetangga(RT)

Kelurahan Pela Mampang memiliki 39 Gedung Pendidikan Formal mulai

dari TK hingga Perguruan Tinggi dengan uraian TK sebanyak 11 unit, SD 12

unit, MI 6 unit, Tsanawiyah 2 unit, SMP 4 unit,Aliyah 1 unit, SMU 1 unit dan

Pergurua Tinggi 2 unit. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta

Nomor 1815 Tahun 1989 tanggal 29 Desember 1989 tentang Penetapan Wilayah

Kelurahan di DKI Jakarta.

16
B. Luas dan Batas Wilayah

1. Luas Wilayah Kelurahan Pela Mampang 162,32 Ha

2. Batas Wilayah Kelurahan Pela Mampang :

Sebelah Utara : Jl. Kapten P. Tendean ( Kelurahan Kuningan Barat )

Sebelah Timur : Kali Mampang ( Kel. Mp. Prapatan & Tegal Parang )

Sebelah Selatan : Jl. Bangka XI dan Bangka XII ( Kelurahan Bangka )

Sebelah Barat : Kali Krukut ( Kel. Petogogan & Kel. Pulo )

Khusus untuk perbatasan Jl. Bangka XII / Kemang Raya sebagian

masyarakatnya menginginkan secara administratif masuk ke Kelurahan Pela

Mampang. Hal tersebut dimungkinkan mengingat secara geografis lebih dekat

dengan wilayah Kelurahan Pela Mampang.

C. Keadaan Wilayah dan Peruntukanya

Peruntukan Wilayah Kelurahan Pela Mampang sebagian besar peruntukan

perumahan, sedangkan sebagian kecilnya adalah merupakan bagian fasilitas

umum, jasa/komersial/perkantoran, pemerintahan dan daerah hijau tanpa

bangunan. Apabila dilihat berdasarkan RBWK Tahun 1985 – 2005 peruntukan

Wilayah Kelurahan Pela Mampang adalah sebagai berikut :

1. Perumahan : 61 Ha

2. Fasilitas Umum : 9,50 Ha

3. Jasa Komersial / Perkantoran : 12,30 Ha

4. Pemerintahan : 15,50 Ha

17
5. Perumahan dan KDB Rendah : 30 Ha

6. Bangunan Umum KDB Rendah : 21 Ha

7. Hijau tanpa bangunan : 13Ha

D. Peta Kelurahan Pela Mampang

Gambar II. D. Peta Kelurahan Mampang

E. KEPENDUDUKAN

1. Laki-laki : 19.303 jiwa

2. Perempuan : 18.337 jiwa

18
F. KEGIATAN BINA KEPENDUDUKAN

1. Penyuluhan Kependudukan

2. Sosialisasi Kependudukan

3. Pemutakhiran Data Penduduk

4. Pelayanan Kependudukan a.l :

a. Permohonan KK 10.963

b. KTP Semi frontal WNI 124

c. KTP Semi frontal WNA 6

d. KTP Baru 1600

e. Surat Ket Kelahiran WNI 124

f. Surat Ket Kelahiran WNA

g. Surat Ket Kematian WNI 53

h. Surat Ket Kematian WNA

i. Surat Ket Pindah WNI 122

j. Surat Ket Pindah WNA –

k. Surat Ket Tpt Tinggal WNI 37

l. Surat Ket Tpt Tinggal WNA 203

G. Visi & Misi

Sebagai bagian dari sebuah sistem pemerintahan yang terintegrasi dalam

pemerintahan DKI Jakarta yang mengacu pada sistem pemerintahn pusat

Republik Indonesia, Kelurahan Pela Mampang menjadi sistem pemerintahan

19
yang penting dalam pengaplikasian bentuk kebijakan dan peraturan baik

menyangkut administrasi kewilayahan maupun kependudukan.

Oleh karena itu Kelurahan Pela Mampang harus mampu menjembatani

kebijakan pusat menjadi sebuah kebijakan populis yang mampu dicerna oleh

masyarakat yang dibinanya. Sebagai Pemerintahan di tingkat kelurahan, kami

menjadi katalisator antara kebijakan pemerintah di atas kelurahan dengan

masyarakat. Kelurahan menjadi agen of change bagi perubahan masyarakat yang

mencakup sektor politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Visi dan misi ini sudah barang tentu sangat bergantung juga kemampuan

SDM di tingkat internal aparatur dengan penguasaan bidang kerja sesuai dengan

garis-garis besar pedoman pelaksanaan serta tupoksi di jajaran dan tugas masing-

masing. Selain itu pula, pengejwantahan visi ini akan berhasil bila dalam

prakteknya, kelurahan didukung oleh para tokoh baik dari kalangan ulama, partai

maupun ormas atau organisasi yang berada di wilayah kelurahan Pela Mampang.

Dalam konteks politik, kelurahan menjadi induk bagi seluruh kepentingan

yang terkait dengan partai dalam arti bahwa kelurahan tidak memberikan sebuah

privelage terhadap satu partai. Kelurahan berdiri di atas kepentingan seluruh

masyarakat tanpa melihat kepentingan politik tertentu.

Kelurahan Pela Mampang mengusung dan menjadi roda penggerak

berputarnya roda perekonomian masyarakat baik UKM maupun yang lebih besar.

Hal ini lebih dikuatkan lagi dengan keberadaan dan keinerja Dewan Kelurahan

20
yang secara khusus menangani PPMK bagi kesejkahteraan dan pertumbuhan

ekonomi warga.

Dalam hal sosial, Kelurahan Pela Mampang juga menjadi insitusi penting

dalam struktur pemerintahan daerah. Hal terkait dengan hubungan sosial sangat

penting mengingat bahwa masyarakat adalah bagian utama yang menjadi subjek

dari sebuah perubahan yang mendasar. Artinya, masyarakat perlu pembinaan

terus menerus sehingga visi dan misi akan lebih mudah dicapai.

Begitu pula dalam hal budaya, keterkaitan faktor ini sangat erat dengan

faktor lain. Maka budaya yang mencakup cara pandang dan opini masyarakat

juga perlu ditinjau dan sehingga seluruh komponen memiliki cara pandang dan

persepsi yang sama dalam Tata Pemerintahan yang menjadi tugas Kelurahan Pela

Mampang.

Sebagai Lurah di Wilayah Pela ini, kami sangat mengharap masukan baik

dari lingkungan internal, sejawat maupun tokoh masyarakat. Kami percaya

bahwa kerjasama antar masyarakat dan pemimipinnya akan melahirkan sebuah

potensi yang sangat besar untuk perubahan yang diharapkan.

21
H. Struktur Organisasi Kel. Pela Mampang

Gambar II. H. Struktur Organisasi Kelurahan Pela Mampang

22
BAB III

PEMBAHASAN

A. Problema Urbanisasi, Transmigrasi dan Integrasi Ruang Kota

Kota-kota negara sedang berkembang menghadapi paradoks perkembangan

kota pada era transformasi global yaitu adanya percepatan pembangunan fisik dan

ekonomi, serta pada sisi lain harus menghadapi peningkatan kesenjangan sosio

spasial perkotaan yang tidak kunjung terpecahkan (Cohen, 1997; The United

Nations Human Development Report, 1999; Laporan Pembangunan Dunia, 2009).

Banyak kota kota besar di indonesia yang sedang menglami perkembangan

fisik maupun ekonomi yang tanpa disadari malah menimbulkan kesenjangan

sosial, budaya dan ekonomi di tengah masyarakat. Menurut Soetomo (2004)

Dalam perspektif perencanaan dan perancangan kota, salah satu penyebabnya

adalah adanya perkembangan kota yang mengutamakan dinamika ruang terencana

dan cenderung tidak mengintegrasikan potensi ruang yang tumbuh secara organik

dalam jalinan pertumbuhan bersama.

Namun dengan kondisi tersebut, keberadaan perkampungan di tengah kota

malah menjadi seperti “Oase” di padang pasir dimana terciptanya pemukiman

organis yang bertahan dalam perkembangan kota. Kebertahanan perkampungan

seperti ini sangat di perlukan sebagai pembelajaran dari sebuah konsep integrasi

ruang kota dalam pembangunan kota yang semakin pesat ini.

23
Globaslisasi sebagaimana yang kita ketahui bukan hanya menyebabkam

krisis ekonomi akan tetapi juga menimbulkan krisis perkembangan ruang kota.

Sejak dahulu tahun 80 an. Disamping globalisasi, urbanisai pun turut andil

menjadi penentu perkembangan kota - kota di asia dewasa ini. Dulu era Presiden

Suharto pernah terjadi Tramsigrasi besar besaran dan mengubah wajah bangsa

Indonesia. Seperti yang dilansir di VOA.

(https://www.voaindonesia.com/a/transmigrasi-program-yang-mengubah-wajah-

indonesia/4568597.htmt)

Kala itu tujuan dari transmigrasi ialah untuk melakukan pemerataan

penduduk agar tidak terpusat di pulau jawa dan mencoba untuk membuka lahan

usaha baru di daerah yang memiliki potensi, akan tetapi belum di garap. Berbeda

dengan saat ini perkembangan tekonologi dan meningkatnya kebutuhan pokok di

jakarta sebagai pusat kota dan ibu kota Negara Indonesia memancing para

masyarakat dari berbagai daerah untuk mencari peruntungan di kota Jakarta yang

menimbulkan krisis ruang untuk tetap tinggal. Karena banyak nya masyarakat

yang ingin tinggal dan mencari peruntungan di jakarta. Seperti salah seorang

informan peneliti mengutarakan : Rahmat, 2020 “Yang saya tau sih karena

mencari pekerjaan disni. Ya kan kita sama sama tau kalo UMR di jakarta itu kan

tinggi walau beban hidupnya juga tinggi.”

Informan mengatakan bahwasanya standar penghasilan yang di tetapkan

pemerintah daerah menjadi landasan ia untuk datang ke jakarta, hal ini tidak

menutup kemungkinan juga menjadi landasan pemikiran para pendatang yang

24
datang ke jakarta. Akan tetapi malah menimbulkan permasalahan baru, yaitu

krisis keruangan. Krisis keruangan ini bukan semata-mata merupakan disebabkan

masalah ekonomi saja melainkan timbul dari kebijakan tata ruang yang dijalankan

selama ini (Santoso, 2005).

Hasilnya dapat dilihat dalam bentuk kesenjangan atau kontras fisik antara

keberadaan gedung gedung pencakar langit dan permukiman kumuh di sekitarnya,

penggusuran perkampungan untuk kepentingan ruang komersial dan perebutan

lahan oleh pemilik modal maupun masalah-masalah sosial lain sebagai akibat

pertumbuhan kota yang tidak terpadu dan saling mengisi.

Pemukiman yang di anggap kumuh itu pada dasarnya tidak terlalu kumuh.

Akan tetapi ketika di bandingkan dengan gedung gedung pencakar langit yang

berada disekitaran pemukiman itu maka pemukiman itu akan terlihat kumuh

dibandingkan gedung gedung dengan arsitektur yang modern itu. Dahulu pun

wilayah ini menurut pemaparan informan 7 tempat ini masih banyak tanah kosong

“Karna tanah disini masih murah dan masih banyak tanah kosong. (Bahir Ahmad,

2020)”

Beberapa tahun belakangan ini Pemerintah Daerah Jakarta beserta pihak

Swasta bahu membahu dalam mengatasi krisis ruang dan krisis ekonomi ini.

Langkah – langkah itu belum terbilang efektif akan tetapi Krisis keruangan ini

perlahan di benahi oleh pemerintah daerah dengan melakukan restrukturisasi kali

kali di jakarta dan juga pembenahan gorong gorong di jakarta. Perlahan dan

continuitas yang sedang di lakukan.

25
MATRIKS III. A. 1. ALASAN PENDATANG TINGGAL DISINI

No. Sumber Keterangan

1. Sutrisno Mungkin karena dekat dengan pusat kota kali

ya. Dan dulu tuh disini biaya sewa rumah

atau harga tanah tidak terlalu mahal banget

sih. Beda sama sekarang

2. Rahmat Yang saya tau sih karena mencari pekerjaan

disni. Ya kan kita sama sama tau kalo UMR

di jakarta itu kan tinggi walau beban

hidupnya juga tinggi.

3. Fatimah Tentunya untuk mendapatkan pekerjaan dan

meningkatkan perekonomian.

4. Sobari Ahmad Mungkin karna sedikit penduduknya dan

harga tanahnya tidak terlalu mahal

5. Baharudin Safrudin Harga tanah disini sangat murah dulu

6. Zenal Evander Mungkin harga tanah di daerah sini lebih

murah waktu dulu

7. Bahir Ahmad Karna tanah disini masih murah dan masih

banyak tanah kosong

Telepas dari itu semua, ada hal yang tak luput dari perhatian atas adanya

budaya baru yang akan hadir atas krisis yang terlahir. Budaya ini akan muncul

ketika individu akan menciptakan lingkungan yang membuat dirinya nyaman

26
dengan situasi terkini. Upaya untuk menciptakan kehidupan yang nyaman ialah

ketika ia mampu mengkonsolidasikan budaya yang dibawa oleh para pendatang.

Maka akan terciptalah akulturasi.

Akulturasi merupakan sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan lewat

disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz (dalam Berry,

1980). Mereka mendefinisikan akulturasi sebagai fenomena yang akan terjadi

tatkala kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat

dalam kontak yang terjadi secara langsung, disertai perubahan terus menerus,

sejalan dengan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau dari kedua kelompok

itu.

Beberapa penulis lain mendefinisikan akulturasi sebagai proses belajar dari

sosok individu yang memasuki budaya baru yang berbeda dari budaya yang telah

dimilikinya. Mengacu pada Zane dan Mak (2003), akulturasi “merefleksikan

seberapa dalam individu mempelajari nilai, perilaku, gaya hidup dan bahasa dari

budaya orang lain”. Hazuda (1988) mendefinisikan akulturasi sebagai proses

multidimensional dari hasil kontak antar kelompok dimana individu yang telah

memiliki hasil pembelajaran budaya asli mengambil alih karakteristik tentang cara

hidup budaya lain.

Social Science Research Council (1954), mendeskripsikan akulturasi

sebagai perubahan dan adaptasi. Perubahan akulturasi bisa jadi merupakan

konsekuensi dari transmisi/persinggungan budaya yang terjadi secara langsung;

penyebab perubahan ini bisa saja berkembang dari faktor non-kultural, seperti

27
modifikasi lingkungan dan demografi yang dibawa melalui pergeseran budaya.

Perubahannya bisa saja tertunda, tergantung dari penyesuaian kondisi internal

individu ketika mengikuti penerimaan sebuah trait atau pola asing; atau

perubahannnya bisa saja merupakan adaptasi reaktif atas kecenderungan cara

hidup tradisional.

Dilihat dari asasnya, setiap budaya dapat mempengaruhi budaya lainnya

secara sama, tetapi dalam praktek, budaya yang satu cenderung menguasai budaya

lain, yang akhirnya menggiring ke arah pembedaan antara “kelompok dominan”

dan “kelompok berakulturasi”. Istilah penggolongan kedua kelompok tersebut

menggunakan model mainstream-minority (Berry, 1992). Yang pertama

diandaikan sebagai suatu budaya dominan tunggal “mainstream”, dan sejumlah

kelompok satelit atau subordinasi “minoritas”, dan barangkali beberapa kelompok

“pinggiran” (seperti kelompok setempat dan pengungsi). Dalam konteks

penelitian, kelompok berakulturasi merupakan istilah bagi klasifikasi kelompok

minor yang mengalami perubahan budaya akibat kontak dengan kelompok

dominan.

Akan tetapi pada daerah penelitian peneliti, peneliti melihat tidak adanya

budaya yang terlalu dominan dan terlalu minoritas. Semua memiliki porsi yang

sama. Hal ini dikarenakan sikap pluralisme yang tertanam dalam diri masyarkat

setempat. Dan juga adanya kesadaran akan kehidupan yang harmonis dari

pendatang. Sehingga masyarakat memiliki satu frekuensi yang sama. Lagi pula

orang betawi yang dominan tinggal di kel. Pela Mampang ini, masih memegang

28
teguh kebudayaan asli betawi seperti yang di utarakan oleh rahmat dalam

kesempatan waawancara :

“Saya sih meliatnya ada ya, dari segi sosial budayanya ada

beberapa hal yang positif dari orang betawi antara lain Jiwa sosial

mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal

terlalu berlebih dan cenderung tendensius. orang betawi sini juga

sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran

orangtua (terutama yang beragama islam), kepada anak-anaknya.

Penduduk betawi sangat menghargai pluralisme. hal ini terlihat

dengan hubungan yang baik antara masyarakat betawi dan

pendatang dari luar Jakarta.

Orang betawi sangat menghormati budaya yang mereka

warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang masih

memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke

masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong walau gak

terlalu banyak peminatnya.”

Perlu ditambahkan, perubahan yang terjadi dalam proses akulturasi

menyentuh dua aras, yaitu aras kelompok dan individu. Penting membedakan

antara akulturasi pada aras kelompok dan pada aras individu. Akulturasi pada aras

kelompok menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur sosial, landasan

ekonomi, dan organisasi politik kadang terjadi. Sementara, pada aras individual,

perubahan-perubahan terjadi pada fenomen semacam jati diri, nilai dan sikap.

29
Tidak semua individu yang berakulturasi berpartisipasi dalam perubahan-

perubahan kolektif yang sedang berlangsung untuk banyak hal dalam cara yang

sama. Kita juga perlu menyadari bahwa akulturasi individu (sebagaimana

fenomena pada tingkat kelompok) tidak lebur sebagai satu kemasan yang

merupakan gugusan beraturan (Omelda dalam Berry, 1980). Artinya, Kelompok

dan individu tidak hanya akan bervariasi menurut keikutsertaan dan tanggapan

mereka terhadap pengaruh akulturasi, beberapa ranah budaya dan perilaku boleh

jadi bergeser tanpa perubahan yang dapat dibandingkan dengan ranah lain. Jadi,

proses bersifat tidak menentu dan tidak berpengaruh pada semua fenomen budaya

dan psikologis secara seragam.

B. RESILIENSI SOSIAL DAN BUDAYA BETAWI

Kata budaya digunakan dalam berbagai diskursus lintas pengetahuan dan ini

diakui karena luasnya aspek kehidupan yang disentuh. Istilah budaya sangat

umum dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan

dengan pengertian ras, bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan

dengan seni, musik, tradisi-ritual, ataupun artefak peninggalan masa lalu

(Dayaksini, 2003).

Sementara dalam konsep Koentjaraningrat (dalam Dayaksini, 2003)

kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, yaitu mencangkup keseluruhan dari: (1)

gagasan; (2) kelakuan; dan (3) hasil-hasil kelakuan. Dengan demikian, disini

30
kebudayaan diyakini sebagai produk, baik itu berupa gagasan ataupun sudah

berwujud suatu perilaku tampak maupun material.

Ahli lainnya, Lonner dan Malpass (1994) menggunakan istilah budaya

untuk mengkarakteristikan berbagai macam cara dari sekumpulan individu dalam

menjalani hidup, dan bagaimana cara mereka mewariskannya pada generasi

penerus. Hal ini meliputi segala aspek luas pada kehidupan manusia, mulai dari

benda yang dimiliki, cara membuat dan mentransaksikannya dalam aktivitas jual

beli, struktur keluarga, prinsip dalam menjalani hidup, cara mengambil keputusan,

alat dan cara memainkannya, cara seseorang melakukan aktivitas peribadatan

sampai pada cara mereka menggunakan sistem sanitasi (toilet).

Berry (1980, dalam Dayaksini, 2003) mengkategorikan budaya dalam

delapan aktifitas kehidupan, meliputi: (1) karakteristik umum; (2) makanan dan

pakaian; (3) rumah dan teknologi; (4) ekonomi dan transportasi; (5) aktivitas

individual dan keluarga; (6) komunitas dan pemerintahan; (7) kesejahteraan,

religi, dan ilmu pengetahuan; (8) seks dan lingkaran kehidupan.

Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli, terdapat beberapa kesamaan

yang dapat di tarik kesimpulan tentang definisi dan kategori budaya. Secara

umum budaya menyentuh segala semua aspek kehidupan.Beberapa dari aspek

tersebut merujuk pada hal yang sifatnya material, seperti: makanan, pakaian, alat

atau kepemilikan benda. Beberapa yang lain merujuk pada hal yang bersifat sosial

kemasyarakatan dan strukturnya, seperti: organisasi pemerintahan, struktur

keluarga, dan struktur pemerintahan. Yang lain merujuk pada perilaku individu,

31
seperti: religi, pengetahuan, reproduksi, penggunaan sanitasi dan aktivitas

perekonomian.

Peneliti melihat atas proses interaksi yang di lakukan oleh “orang betawi”

dengan “orang pendatang” menghasilkan budaya yang baru. Walaupun budaya

yangdi ciptakan tidak dapat di jelaskan secara deskriptif karena adanya perpaduan

budaya dari dua atau lebih unsur budaya yang ada di dalam masyarakat.

Sejauh ini banyak sekali ahli yang memaparkan tentang sejarah munculnya

etnis Betawi di Jakarta. Saat ini keberagaman versi tersebut telah dipublikasikan

oleh peneliti lokal seperti Ridwan Saidi, Yasmine Zaki Shahab dan Prof Dr

Parsudi Suparlan sampai peneliti dari luar negeri yaitu Lance Castles dari

Australia.

Dalam buku ini Lance Castles mengatakan bahwa Betawi merupakan suku

bangsa baru yang terbentuk di akhir abad kesembilan belas dari percampuran ras

dan budaya sehingga terjadi peleburan identitas antara budak belian Belanda yang

berasal dari daerah timur Indonesia (Bali, Sulawesi Selatan, Sumbawa, Flores,

Sumba, Timor, Nias, Kalimantan dan Pampanga di kepulauan Luzon) serta para

budak belian dari daerah Asia Selatan, yaitu dari pantai Coromandel, Malabar,

Bengal dan dari Arakan di Burma (Castles, 2007).

Penelitian yang dilakukan Lance Castles ini digunakan sebagai dasar

penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Antropolog Universitas Indonesia, Dr.

Yasmine Zaki Shahab, MA (Castles, 2007) memperkirakan etnis Betawi baru

32
terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Di zaman kolonial Belanda,

pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsaatau

golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815,

terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai

golongan etnis Betawi. Pada tahun1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya

tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun

tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas

penduduk Batavia waktu itu.

Versi lain tentang sejarah pembentukan etnis Betawi dikemukakan oleh

Ridwan Saidi (oleh J. J Rizal dalam Kampung Betawi, 2008), orang Betawi yang

meneliti tentang sejarah-budaya Betawi ini menentang pendapat dari hasil

penelitian Lance Castles. Menurut Ridwan orang Betawi bukanlah orang

“kemarin sore”. Tidak benar jika ada yang mengatakan orang Betawi itu

keturunan budak yang didatangkan Kompeni untuk mengisi intramuros alias kota

benteng Batavia. Orang-orang Betawi telah ada jauh sebelum J.P. Coen membakar

Jayakarta tahun 1619 dan mendirikan di atas reruntuknya Batavia

Pada tahun 1961, 'suku' Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari

antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke

pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun

sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur atau digusur dari Jakarta,

karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus

33
berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi

Nusantara (Kanumosoyo, 2007 dalam Castles, 2007).

Berdasarkan dialeknya, orang Betawi yang tersebar di DKI Jakarta

dibedakan menjadi: Betawi Tengah, Betawi Pinggir, Betawi Udik, dan Betawi

Pesisir (Shahab dalam Prabowo, 2003).

1. Betawi Tengah. Mendiami wilayah sekitar Gambir, Menteng, Senen,

kemayoran, Sawah Besar, dan Taman Sari.

2. Betawi Pinggir. Mendiami wilayah sekitar Pasar Rebo, Pasar Minggu,

Pulo Gadung, Jatinegara, Kebayoran, Condet dan Mampang Prapatan.

3. Betawi Udik. Mendiami kawasan sekitar Cengkareng, Tangerang, Batu

Ceper, Cileduk, Ciputat, Sawangan, Cimanggis, Pondok Gede, Bekasi,

Kebon Jeruk, Kebayoran Lama, Cilandak, Kramat Jati, dan Cakung.

4. Betawi Pesisir. Mendiami wilayah sekitar Teluk Naga, Mauk, Japad,

Tanjung Priok, Marunda, Kalapa, dan Kepulauan Seribu.

Penduduk Betawi Tengah dan Pesisir menggunakan bahasa Betawi Tengah

yang masih mempertahankan pengaruh dialek Melayu pada beberapasuku

katanya. Bahasa Betawi tengah memiliki ciri khas pengunaan huruf “ê” pada

akhir suku kata, misalnya kenapê, guwê dan bahasê. Bahasa Betawi tengah

berkembang di daerah Tanah abang, Kemayoran sampai daerah pesisir (Bandar

Jakarta, Juni 2009).

34
Bahasa Betawi udik (Betawi Ora) merupakan bahasa Betawi yang banyak

dipengaruhi bahasa Jawa. Bahasa ini banyak digunakan oleh orang Betawi yang

berdomisili di daerah pinggiran Jakarta seperti Parung (Bogor). Apabila

dibandingkan dengan Bahasa Betawi yang lain, Bahasa Betawi Ora dianggap

sebagai dialek bahasa Betawi yang paling kasar misalnya: Bagen (biarkan), ora

(tidak), embung (tidak tahu), ontong (Bandar Jakarta, Juni 2009). Bahasa Betawi

Ora memiliki ciri akhir kata yang berhuruf “a” menjadi “ah”, misalnya “saya”

menjadi “sayah” (Prabowo 2003)

Terakhir adalah bahasa Betawi kota yang berkembang di daerah Rawa

Belong dan digunakan pula oleh beberapa penduduk Betawi pinggir, dimana

bahasa Betawi kota memiliki ciri khas penggunaan kata “pan” atau akhiran “e”

pada beberapa suku katanya, contoh kalimatnya adalah: “Pan aye ude bilang” ,

artinya: kan saya sudah bilang (Bandar Jakarta, Juni 2009).

Karena terlalu ramahnya masyarakat betawi terhadap pendatang bahsa yang

biasa di gunakan sehari hari pun logatnya semakin lama semakin mengikis. Hal

itu didasari agar mempermudah komunikasi antar warga. Jikalau setiap individu

“kekeh” menggunakan bahasa daerah yang di khawatirkan akan menimbulkan

gesekan karena adanya kesalahpahaman antara satu sama lain. Seperti yang di

utarakan oleh fatimah “Iya ada ko pasti. Biar kita sama sama ngerti aja satu sama

lain. Biar gak ada gesekan aja pas komunikasi.”

Seiring berjalannya waktu proses kehidupan sosial terus berjalan himpitan

perekonomian terus berlanjut. Makin lama banyak penduduk asli Kel. Pela

35
Mampang terkelompokkan secara alami antara nasyarakat ekonomi kelas atas dan

masyarakat ekonomi kelas bawah. Makan akan terjadi gentrifikasi, gentrifikasi

tersendiri ialah imigrasi penduduk kelas ekonomi menengah ke wilayah kota yang

buruk keadaannya atau yang baru saja diperbaharui dan dipermodern.

Gentrifikasi akan menyebabkan terjadinya pencampuran aktivitas

masyarakat ekonomi atas dan bawah (Knox, 1982). Sebelum tergentrifikasi

kawasan dihuni oleh masyarakat kelas ekonomi rendah dan masyarakat kalangan

ini akan sangat berpeluang untuk keluar dari kawasan yang telah tergentrifikasi

dengan berbagai alasan. Gentrifikasi terjadi pada suatu kawasan yang berkembang

sebagai pusat pertumbuhan baru menjadi suatu daya tarik bagi pendatang

sehingga menjadikan terdesaknya penduduk asli karena tidak mampu bersaing

dengan pendatang dalam hal mengakses ekonomi terutama lahan (Kennedy dan

Leonard, 2001)

Kel. Pela Mampang yang awalnya hanya merupakan kawasan bernilai

rendah yaitu sebagai hunian masyarakat miskin perkotaan berubah menjadi

kawasan dengan nilai ekonomi tinggi. Hal ini diakibatkan oleh pembangunan

kawasan perkantoran di Kelurahan Kuningan yang berbatasan dengan Kel. Pela

Mampang yang berimplikasi pada peningkatan nilai kawasan di Kel. Pela

Mampang. Gentrifikasi ini diwujudkan dalam bentuk perubahan lingkungan

kearah yang semakin baik dan modern dengan penggunaan lahan yang beralih dari

pemukiman menjadi aktivitas komersial. Seperti yang terekam oleh kamera ponsel

peneliti dibawah ini.

36
Gambar III. A. 1. Perkantoran di Kel. Pela Mampang

Selain itu dengan adanya kawasan perdagangan & jasa ini juga membawa

dampak peningkatan harga lahan dan nilai properti kawasan. Memang tidak

diketahui sebenarnya bagaimana proses perkembangan perkantoran, restoran dan

cafe ini berlangsung, apakah sebelum membeli rumah warga pengusaha sudah

menyiapkan site plan ataukah sebaliknya, proses desain site plan berlangsung

setelah lahan yang dimiliki pengusaha dianggap mencukupi dan sesuai untuk

dijadikan perkantoran restoran atau cafe.

MATRIK III. A. 2. ALASAN WARGA PINDAH KE TEMPAT LAIN

No. Sumber Keterangan

1. Sutrisno Ya lumayan banyak, apalagi yang rumahnya di

pinggir jalan gede itu. Para pengusaha banyak beli

rumah warga dengan harga yang lumayan. Dan ada

juga warga yang langsung menjualnya, ada juga

37
yang menunggu harga lebih gede lagi.

2. Rahmat Yang saya tau ada beberapa sih dan itu karena

mereka tergiur dengan tawaran untuk menjual

rumah nya yang lumayan tinggi

3. Fatimah Ada tapi kalo disini gak terlalu banyak lah. Karena

mau cari lingkungan yang lebih sepi, disini sudah

terlalu ramai katanya. Dan itupun mereka sudah

tua, cari tempat untuk bisa hidup tenang kali yak

4. Sobari Ahmad Membeli rumah yang murah

5. Baharudin Safrudin Cari harga tanah yang lebih murah

6. Zenal Evander Mungkin nyari tanah yang lebih rumah

7. Bahir Ahmad Mungkin ingin punya rumah sendiri, disana karna

harga tanahnya masih murah

Namun temuan peneliti di lapangan, mengidentifikasi bahwa pengusaha

melihat posisi Kel. Pela Mampang yang berdekatan dengan Kel. Kuningan yang

termasuk ke dalam Segitiga Emas Jakarta. Peluang ini dilihat oleh para pengusaha

sangat strategis untuk melancarkan bisnis yang di rencanakannya. Menurut

pemaparan pak Sutrisno “Ya lumayan banyak, apalagi yang rumahnya di pinggir

jalan gede itu. Para pengusaha banyak beli rumah warga dengan harga yang

lumayan. Dan ada juga warga yang langsung menjualnya, ada juga yang

menunggu harga lebih gede lagi.”

38
Gambar III. A. 2. Harga hunian apartemen sekeritar Kel. Pela Mampang

Berikut adalah sebagai rujukan bahwa harga tanah di sekitaran Kel Pela

Mampang tinggi. Atas tawaran yang menggiurkan oleh para pengusaha untuk

membeli lahan rumah warga. Warga banyak yang tergiur untuk menjual lahan

yang dimilikinya. Hal ini dapat dicermati bahwa rumah-rumah masyarakat yang

berada di sekitaran area tersebut tidak mengetahui lahan itu akan dijadikan apa.

Karena berdekatan dengan pusat kota dan masuk ke dalam wilayah Segitiga

Emas Jakarta tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan perkembangan

kawasan yang tanpa kontrol. Dengan begitu maka secara tidak langsung akan

banyak pengusaha yang menggusur atau membeli lebih banyak rumah dan

menyebabkan semakin banyak masyarakat asli untuk pindah.

a. Displacement Atau Pemindahan Secara Tidak Langsung Penduduk Asal

Ke Luar Wilayah

39
Gentrifikasi menjadi fenomena yang ironis bagi penduduk lokal

berpenghasilan rendah. Mahal nya biaya hidup dikarenakan stigma

masyarakat terhadap wilayah yang masuk kedalam kawasan elit cenderung

akan memilih menjual atau menyewa lahan dan bangunan dari orang lain

karena biaya hidup yang tinggi dan mereka akan cenderung berpindah ke

luar wilayah yang berada di pinggiran kota yang belum begitu

berkembang.

Pertimbangan dan keputusan masyarakat pun sangat beragam,

namun yang paling dominan yaitu mengenai harga rumah yang cenderung

masih dapat terjangkau oleh mereka. Hasil penjualan rumah di Kel Pela

Mampang masih dapat digunakan untuk membeli rumah di daerah lainnya.

Alasan masyarakat memilih pindah bukan hanya karena fenomena

gentrifikasi yang terjadi di kawasan tempat tinggal asal mereka, tetapi juga

karena dorongan munculnya perkantoran, café dan restoran yang sanggup

membeli dengan harga cukup tinggi, sehingga warga yang rumahnya

merupakan rumah waris mau tidak mau rela menjual rumah mereka dan

membeli rumah/tanah di tempat lain dengan harga yang lebih murah.

b. Hubungan Sosial Antara Warga Kel Pela Mampang Dengan Pengusah

Percampuran struktur sosial antara pengusaha dan warga lokal

malah menciptakan hubungan yang saling menguntungkan. Masyarakat

lokal yang tidak punya penghasila dan pekerjan malah mendapatkan

peluang untuk mecari reseki.

40
Warga lokal memanfaatkan lahan parkir di restoran dan cafe untuk

jadi mata pencaharian. Banyak pula pekerjaan sektor non formal yang

tercipta setelah adanya pengusaha di sekitaran Kel. Pela Mampang.

Segregasi sosial yang terjadi akibat adanya gentrifikasi di kampung

kota akan menyebabkan dampak lanjutan seperti terjadinya kriminalitas

yang tinggi akibat kecemburuan sosial. Namun di Kel. Pela Mampang

sendiri, tidak ada atau bisa disebut belum terjadi tindak kriminal akibat

kecemburuan sosial. Masih dalam kondisi yang terkontrol.

MATRIK III. A. 3. ALASAN BERTAHAN

No. Sumber Keterangan

1. Sutrisno Ya itu dulu nunggu harga lebih gede lagi dan

sekarang juga mungkin lebih enak jadi warga

jakarta, banyak bantuan untuk masyarakat kurang

mampu di jakarta. Dan ada juga tetangga saya yang

dulu tinggal disini nyesel pindah ke daerah depok.

Katanya disini banyak bantuan untuk anak sekolah

dan sekolah anak anak pada gratis beda dengan

daerah dia sekarang.

2. Rahmat Karena pekerjaan saya ada disini dan lingkungan

disini juga baik untuk keluarga saya.

41
3. Fatimah Karena keluarga besar saya banyak yang disini

bang, biar deket aja kalo ada apa apa jadi gampang

lah

4. Sobari Ahmad Karna sudah nyaman tinggal disini karna warganya

baik dan ramah

5. Baharudin Safrudin Sangat nyaman disini warganya banyak yang

ramah dan suasana disini menyejukan

6. Zenal Evander Suasana disini nyaman dan sejuk

7. Bahir Ahmad Sudah nyaman disini dan suasananya sejuk dan

tenang

Kawasan Kel. Pela Mampang tumbuh menjadi salah satu kawasan segitiga

emas Kota Jakarta, gentrifikasi mendorong adanya perubahan kondisi fisik

wilayah melalui pembangunan awasan perumahan, kawasan komersil, serta

infrastruktur.

Dalam perencanaan, kebertahanan sering digunakan sebagai sinonim dari

adaptasi, dan adaptasi adalah bagian dari kebertahanan (Folke et.al, 2010). Ahern

(dalam Anonymous, 2010) menjelaskan bahwa kebertahanan bergantung kepada

kemampuan hal tersebut untuk beradaptasi dengan hal-hal yang baru, dimana hal

tersebut bersifat tak terduga dan belum pernah terjadi sebelumnya. Kebertahanan

dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk merespon suatu rintangan,

hambatan, maupun tekanan dengan sehat dan produktif. Walker et.al, 2010

merumuskan bahwa kebertahanan (resilience) dapat didefinisikan sebagai

42
kemampuan atau kapasitas suatu hal untuk merespon baik perubahan maupun

gangguan tanpa perlu mengubah keadaan awal.

Banyaknya perkantoran, restoran dan café di wilayah Kel. Pela mampang

tentunya memiliki dampak poitif dan negatif baik secara umum maupun khusus.

Dampak yang dirasakan masing-masing individu tentunya sangat bervariasi,

namun dampak yang dihasilkan merupakan refleksi dari masing-masing individu

yang merasakan seperti apa yang sudah peneliti jabarkan di atas.

Banyak masyarakat lokal yang bertahan dengan beraneka ragam alasan di

belakangnya. Ada yang dikarenakan keluarga besar tinggal di wilayah ini, karena

dekat dengan tempat kerjanya adapun juga dikarenakan banyaknya fasilitas yang

diberikan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta kepada warganya. Sehingga

masyarakat lokal masih banyak yang memilih bertahan di tengah perkembangan

kota DKI Jakarta saat ini. Di lain sisi fasilitas umum di wilayah ini semakin

berkembang, baik jalan umum atau gorong gorong yang semakin rapi seperti

gambar di bawah ini

Gambar III. A. 3. Kondisi Jalan dan Gorong - Gorong

43
Kondisi warga Kel. Pela Mampang yang guyub dan tentram tidak terkikis

seiring dengam semakin banyaknya warga yang menjual rumahnya dan memilih

tinggal di tempat lain. Kel Pela Mampang yang semakin hari semakin ramai

bahkan kehidupannya dapat dikatakan hampin 24 jam penuh di karenakan banyak

restoran yang buka 24 jam dan penuh dengan berbagai aktifitas.

Seluruh aktivitas hiruk pikuk itu hanya berlangsung dari pagi ketemu pagi.

Perubahan kondisi sosial di masyarakat Kel. Pela Mampang ini didasari oleh

beberapa hal, pertama, sebagian besar warga yang memilih bertahan merupakan

warga yang sudah berumur cukup tua beserta anak dan cucunya, dan banyak

pemuda yang nongkrong di pengkolan gang, dan juga ibu-ibu yang berkumpul di

depan rumahnya.

Masyarakat sadar bahwa mereka tinggal di area yang memiliki potensi

lokasi sangat tinggi. Hal inilah yang mendorong munculnya motivasi bertahan

dengan alasan tertentu. Ada kecenderungan masyarakat akan memanfaatkan

keadaan yang ada untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin.

44
Gambar III. A. 4. Restoran di Kel. Pela Mampang

Sedangkan beberapa lagi akan berusaha mempertahankan lokasi yang

dimiliki dan tidak akan dengan mudah melepaskannya. Bagi masyarakat yang

menganggap adanya peluang usaha dengan kehadiran perkantoran dan wilayah

bisnis juga akan semakin bertahan dengan harapan untuk memanfaatkan peluang

yang ada.

Hasil penelitian yang dilakukan meyakinkan peneliti bahwa dampak

perekonomian yang terjadi di Kel Pela Mampang akibat adanya perkantoran dan

wilayah bisnis ini sangatlah terasa, harga lahan yang tinggi dan perubahan fisik

tempat tinggal juga menjadi parameter peneliti dalam menerjemahkan bahwa dari

sektor perekonomian, Kel Pela Mampang berpengaruh besar.

Pola perilaku masyarakat akan terbentuk dengan sendirinya, diikuti dengan

adaptasi yang dilakukan masyarakat itu sendiri. Secara umum keadaan lingkungan

45
di Kel Pela Mampang memang mengalami perubahan yang drastis sehingga

mempengaruhi persepsi masyarakat yang tinggal.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dua adaptasi yang dilakukan

Masyarakat Kel Pela Mampang, adaptasi ini berkaitan erat dengan perubahan

sikap yang terjadi pada masyarakat. Masyarakat yang bertahan mencoba

berdaptasi dengan memanfaatkan kondisi yang ada, bagi masyarakat yang

memiliki kekuatan ekonomi tinggi mereka mencoba membuka rumah makan

ataupun juga dengan membuka tempat kos bagi pekerja yang bekerja di

perkantoran yang dekat dekat sini maupun pekerja di sekitarnya.

Sedangkan bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah mereka hanya

mampu membuka warung makan kecil-kecilan serta bengkel untuk menyambung

kelangsungan hidupnya, selebihnya bagi masyarakat yang notabene sudah berusia

lanjut hanya mengandalkan uang pensiun maupun bantuan dari sanak family.

46
BAB IV

Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penelitian tentang Resiliensi Penduduk Asli Betawi Pela

Mampang Di Kawasan Segitiga Emas Jakarta analisis dengan menggunakan teori

Block tentang teori Resiliensi. Peneliti mendapat kesimpulan bahwa :

1. Proses bertahan yang dilakukan oleh masyarakat betawi Kel. Pela

Mampang meliputi 3 aspek, sosial, ekonomi dan budaya. Proses

bertahan dalam segi sosial ialah ketika masyarakat Betawi Pela

Mampang mampu untuk tetap bertahan dengan kodisi sosial yang ada

walaupun banyak desakan untuk mereka bergeser karena daerah ini

mau di tingkatkan derajat sosialnya dengan banyaknya perkantoran

dan restoran mewah. Masyarakat Betawi bertahan dengan seadanyna

kondisi yang mereka miliki dengan tujuan untuk menyelamatkan

kampung halamannnya walaupun tidak ada yang tahu sampai kapan

tekat kuat itu akan terus dipertahankan.

2. Dari segi ekonomi, masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap

tidak sedikit yang memilih untuk menjual aset tempat tinggalnya untuk

dijadikan perkantoran ataupun restoran. Masyarakat Betawi Pela

Mampang yang bertahan saat ini tidak sedikit yang menunggu tawaran

jual tanah dengan harga tinggi dan mereka indah ke kota penyanggah

ibu kota, seperti di Depok, Bogor, Bekasi ataupun Tanggerang.

47
3. Masyarakat yang bertahan tetap tinggal pada umumnya mereka yang

memiliki alasan kuat untuk tetap tinggal. Baik tempat kerja yang dekat

dengan rumah, ataupun banyak yang terbantu dengan banyaknya

perkantoran dan restoran yang buka, sehingga membuka peluang

lapangan kerja sektor informal bagi masyarakat asli pela mampang yan

memiliki tingkat pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan

kebudayaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat yang tidak mau

pindah dan hanya berdiam diri di kampung halaman.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti paparkan, maka peneliti akan

mencoba memberikan saran pada beberapa pihak terkait, yaitu:

1. Masyarakat yang bertahan tinggal di Kel. Pela Mampang dapat mengikuti

perkembangan teknologi dan berinovasi dalam berwirausaha (bagi yang

berwirausaha).

2. Masyarakat yang bekerja pada sektor informal lainya harus segera

memikirkan potensi yang dapat di kembangkan dalam dirinya untuk dapat

membuka lapangan pekerjaan yang ada di sekitaran tempat tinggal.

3. Kepada pihak pemerintah setempat agar dapat memberikan pelatihan

pelatihan yang dapat menunjang meningkatnya tingkat kreatifitas yang di

miliki oleh para warga di wilayah tersebut.

48
Daftar Pustaka
Anonymous, 2010. Planning for Resilient and Sustainable Cities. pp. 143-146
Bandar Jakarta. (2009). Persebaran Bahasa Betawi. Jakarta: Jak TV.
Banaag, C. G. (2002).Resiliency, Street Children, And Substance Abuse
Prevention.Prevention Preventif, Nov. 2002, Vol 3.
Berry, J.W., Poortinga, Y.H., Seagall, M.H., dan Dasen, P.R. (1999). Psikologi
Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi (Edisi terjemahan). Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Dayaksini, T & Yuniardi, S. (2008). Psikologi Lintas Budaya (Edisi revisi).
Malang: UMM Press.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT
Remaja Rosyadakarya.
Dhyah Puspita Dewi dan Joesron Alie Syahbana. 2015. Jurnal Teknik PWK
Volume 4 Nomor 1 2015 “Kebertahanan Kawasan Perkampungan
Pedamaran Semarang”
Folke, C., S. R. Carpenter, B. Walker, M. Scheffer, T. Chapin, and J. Rockström.
2010. Resilience 358 thinking: integrating resilience, adaptability and
transformability. Ecology and Society 15(4): 20. [online] URL: http://
www.ecologyandsociety.org/vol15/iss4/art20/
Hazuda, H. P., Stern, M. P & Haffner, S. M. (1988). Acculturation and
assimilation among Mexican Americans: Sales and population-based data.
Diambil dari
http://etd.ohiolink.edu/sendpdf.cgi/Cox%20Chiko%20Inoue.pdf
Heryanto, Bambang. 2011. Roh dan Citra Kota. Surabaya : Brilian Internasional.
Kanumosoyo, B. (2007). Perubahan Identitas Penduduk Jakarta. Diambil dari L.
Castles. Profil Etnik Jakarta. Masup Jakarta, Jakarta.
Kennedy, Maureen, dan Paul Leonard. 2001. Dealing with Neighboorhood
Change: A Primer on Gentrification and Policy Choices. California: The
Brookings Institution.
Klohnen, E.C. (1996). Conseptual Analysis and Measurement of The Construct of
Ego Resilience. Journal of Personality and Social Psychology, Volume. 70
No 5, p 1067-1079.
Knox, Paul dan Steven Pinch. 1982. Urban Social Geography: An Introduction.
British Library Cataloguing-in- Publication Data : E-Book
L. Castles. (2007). Profil Etnik Jakarta. Masup Jakarta, Jakarta.
Lonner, W.J & Malpass, R. (1999). Psychology and Culture. Boston: Allyn and
Bacon, Inc.
M. Echols, John dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
McCubbin, L. 2001. Chalange to The Definition of Resilience.Paper
presented at The Annual Meeting of The American Psychological
Association in San Francisco.
Nurinayanti, R., & Atiudina.(2011).Makna kebersyukuran dan Resiliensi:
Telaah Pustaka tentang Pengaruh Kebersyukuran dan Pengaruhnya

xlix
Terhadap Daya Resiliensi Pada Korban Erupsi Merapi DIY 2010.
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Prabowo Hendro. (2003). Socio-economic Marginalization of the Indigenous
Betawinese Farmer in Jakarta. Diambil dari
http://www.indiana.edu/~iascp/bali/papers/Prabowo_Hendro.pdf/2003
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Keys To Finding
Your Inner Strength And Overcome Life’s Hurdles. New York:
Broadway Books.
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alafabeta
Shatkin, Gavin. 2007. Collective Action and Urban Poverty Alleviation
Community Organizations and the Struggle for Shelter in Manila. England :
E-Book.
Soeratno. 1995. Metedologi Penelitian. Yogyakarta: UUP AMP YKPN
Sudarmawan Yuwono dan Sitti Wardiningsih, 2016. Jurnal Arsitektur NALARs
Volume 15 No 1 Januari 2016:73-80 “Mempertahankan Keberadaan
Kampung Di Tengah-Tengah Kawasan Modern Jakarta”
Social Science Research Council. (1954). Acculturation: An Exploratory
Formulation. Summer Seminar on Acculturation. American Anthropologist.
Diambil dari
http://etd.ohiolink.edu/sendpdf.cgi/Cox%20Chiko%20Inoue.pdf
Tendra Istanabi dkk. 2018. Region Jurnal Pembangunan Wilayah dan perencanaan
Partisipatif ” Asimilasi sebagai Terjemahan Bentuk Adaptasi dalam
Resiliensi Komunitas Kampung Kota di Kampung Sudiroprajan Surakarta”
ISSN: 1858-4837, E-ISSN: 2598-019X, Volume 13, Nomor 1 (2018),
https://jurnal.uns.ac.id/region
Zane. N. & Mak. W. (2003). Major approaches to the measurement of
acculturation among ethnic minority population: A content analysis and an
alternative empirical strategy. Diambil dari http://etd.ohiolink.edu/send-
pdf.cgi/Almaseb%20Hend.pdf Diakses pada 28 Maret 2020 Pukul 20.13
WIB
Zahnd, Markus. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta : Kanisius

l
LAMPIRAN WAWANCARA

Nama : Sutrisno
Hari, tanggal : Sabtu, 28 Desember 2019
Waktu : 15.35 Wib
Tempat : Jl. Bangka IV No. 45 Kel. Pela Mampang

No. Pertanyaan Jawaban


1. Asli penduduk sini atau pendatang ? Asli penduduk sini
2. Sudah berapa lama tinggal disini, Dari saya lahir, 65 tahunan
berapa tahun ?
3. Asli betawi ? Bukan, tp saya lahir disini
4. Gimana kehidupan orang betawi Ya seperti orang pada umumnya aja tidak
disini jaman 70/80/90 an ? ada perbedaan
5. Apakah ada perbedaan dengan Untuk kehidupan sosial budaya sih gak ada
sekarang ? tapi kalo ekonomi ada perbedaan. Mungkin
karena disini termasuk kawasan elit kali ya.
6. Apa penduduk disini asli betawi Engga semua ko, dari dulu juga banyak
semua ? pendatang.
7. Berapa banyak pendatang disini ? Kalo sekarang sih hampir setengahnya. Tapi
saya gak tau angka pastinya.
8. Sejak kapan ramai pendatang datang Sejak tahun 80 an kalo seinget saya
kesini ?
9. Bagaimana respon orang asli sini Warga sini ramah kepada siapa aja yang
ketika banyak pendatang yang datang dataeng sih.
?
10. Status mereka menetap atau ngontrak Ada yang ngontrak ada yang mentetap beli
? rumah warga sini.
11. Apa ada percampuran budaya dengan Engga ada sih sama aja, gak ada perbedaaan.
budaya yang dibawa oleh pendatang
?
12. Apa alasan banyak pendatang yang Mungkin karena dekat dengan pusat kota
tinggal di daerah sini ? kali ya. Dan dulu tuh disini biaya sewa rumah
atau harga tanah tidak terlalu mahal banget
sih. Beda sama sekarang
13. Berapa persen penduduk disini yang Kurang tau berapa pastinya.
asli warga sini (betawi)?
14. Banyak yang pindah gak penduduk Ya lumayan banyak, apalagi yang rumahnya
sini dan apa alasan mereka pindah ? di pinggir jalan gede itu. Para pengusaha
banyak beli rumah warga dengan harga yang
lumayan. Dan ada juga warga yang langsung
menjualnya, ada juga yang menunggu harga
lebih gede lagi.
15. Kenapa anda memilih bertahan Ya itu dulu nunggu harga lebih gede lagi dan
ketika banyak warga asli sini yang sekarang juga mungkin lebih enak jadi warga
pindah ke daerah lain ? jakarta, banyak bantuan untuk masyarakat

li
kurang mampu di jakarta. Dan ada juga
tetangga saya yang dulu tinggal disini nyesel
pindah ke daerah depok. Katanya disini
banyak bantuan untuk anak sekolah dan
sekolah anak anak pada gratis beda dengan
daerah dia sekarang.
16. Sampai kapan anda memilih untuk Kurang tau. Mungkin sampai kena gusuran
bertahan di wilayah ini ? kali ya. Tinggal disini tuh enak walau mahal
biaya hidupnya, tp untuk pendidikan anak
terjamin disini.
17. Wilayah ini sudah termasuk kawasan Alhamdulillah bisa, disini kan banyak kantor,
elit, apa anda bisa bertahan hidup cafe dan restoran. Pemuda sini dan warga
dengan kondisi saaat ini yang segala sini banyak yang bekerja disitu, kalo warga
kebutuhan hidup disini lebih mahal yang pendidikanya gak sampe kuliah paling
karena labeling wilayah elit ini ? sebatas pelayan dan OB atau satpam. Itupun
udah lumayan untuk dapat penghasilan
perbulan. Dan yang gak sekolah bisa jadi
tukang parkir di tempat itu juga. Atau
dagang makanan di sekitaran sini. Banyak
peluang untuk dapat penghasilan disini.
Tergantung seberapa giatnya orang itu.

lii
Nama : Rahmat
Hari, tanggal : Sabtu, 28 Desember 2019
Waktu : 16.40 Wib
Tempat : Jl. Bangka VI No. 57 Kel. Pela Mampang

No. Pertanyaan Jawaban


1. Asli penduduk sini atau pendatang Saya pendatang mas
?
2. Sudah berapa lama tinggal disini, Sekitar 10 tahunan lah
berapa tahun ?
3. Asli mana? Asli lampung
4. Anda tau kehidupan asli warga sini Warga sini ramah, dan banyak yang sibuk
? kerja banyak yang nganggur juga.
5. Apakah ada perlakuan yang Engga ada ko, warga sini welcome sama
berbeda dengan anda warga pendatang baru. Tapi tergantung
pendatang ? orangnya juga, ada yang langsung
berebaur dengan orang asli sini ada juga
yang terlalu sibuk jadi gak sempet
berbaur dengan warga sini.
6. Apa penduduk disini asli betawi Mayoritas sih iya tp banyak juga yang
semua ? bukan warga asli sini tp seperti warga asli
sini karena udah berbaur banget.
7. Berapa banyak pendatang disini ? Kurang tau sih, tp lumayan banyak juga
ko.
8. Sejak anda tinggal disini udah Ya lumayan banyak sih, ada yang ngekost
berapa banyak pendatang yang ada yang ngontrak ada juga yang beli
datang kesini ? permanen.
9. Bagaimana respon orang asli sini Ya kaya yang saya bilang, engga ada
ketika banyak pendatang yang perbedaan. Biasa saja.
datang ?
10. Tau gak alasan mereka yang Yang saya tau sih karena mencari
menetap atau ngontrak disini ? pekerjaan disni. Ya kan kita sama sama
tau kalo UMR di jakarta itu kan tinggi
walau beban hidupnya juga tinggi.
11. Apa ada percampuran budaya Saya sih meliatnya ada ya, dari segi sosial
dengan budaya yang dibawa oleh budayanya ada beberapa hal yang positif
pendatang ? dari orang betawi antara lain Jiwa sosial
mereka sangat tinggi, walaupun
terkadang dalam beberapa hal terlalu
berlebih dan cenderung tendensius.
orang betawi sini juga sangat menjaga
nilai-nilai agama yang tercermin dari
ajaran orangtua (terutama yang
beragama islam), kepada anak-anaknya.
Penduduk betawi sangat menghargai
pluralisme. hal ini terlihat dengan

liii
hubungan yang baik antara masyarakat
betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang betawi sangat menghormati
budaya yang mereka warisi. terbukti dari
perilaku kebanyakan warga yang masih
memainkan lakon atau kebudayaan yang
diwariskan dari masa ke masa seperti
lenong, ondel-ondel, gambang kromong
walau gak terlalu banyak peminatnya.
12. Apa alasan banyak pendatang yang Yang saya tau paling utama itu untuk
tinggal di daerah sini ? mencari pekerjaan dan yang kedua untuk
mendapatkan anaknya pendidikan yang
berkualitas dengan biaya yang terjangkau
karena subsidi dari pemerintah
daerahnya.
13. Berapa persen penduduk disini Lumayan banyak tp gak tau persisnya
yang asli warga sini (betawi)? berapa.
14. Banyak yang pindah gak penduduk Yang saya tau ada beberapa sih dan itu
sini dan apa alasan mereka pindah ? karena mereka tergiur dengan tawaran
untuk menjual rumah nya yang lumayan
tinggi
15. Kenapa anda memilih bertahan Karena pekerjaan saya ada disini dan
ketika banyak warga asli sini yang lingkungan disini juga baik untuk keluarga
pindah ke daerah lain ? saya.
16. Sampai kapan anda memilih untuk Saya sih tidak ada keinginan untuk pindah
bertahan di wilayah ini ? dari sini.
17. Wilayah ini sudah termasuk Bisa ko dengan penghasilan perbulan dari
kawasan elit, apa anda bisa pekerjaan saya terbilang cukup.
bertahan hidup dengan kondisi Bagaimana saya dan istri bisa mengatur
saaat ini yang segala kebutuhan engeluarannya saja.
hidup disini lebih mahal karena
labeling wilayah elit ini ?

liv
Nama : Fatimah
Hari, tanggal : Minggu, 29 Desember 2019
Waktu : 10.40 Wib
Tempat : Jl. Bangka V No. 26 Kel. Pela Mampang

No Pertanyaan Jawaban
.
1. Asli penduduk sini atau pendatang Iya asli penduduk sini ko.
?
2. Sudah berapa lama tinggal disini, Dari saya lahir toh bang. Udah dari 30
berapa tahun ? tahunan yang dulu.
3. Asli betawi ? Iya laah
4. Gimana kehidupan orang betawi Dulu mah masih gak terlalu rame cafe
disini jaman 70/80/90 an ? dan restoran. Jadi kalo ada momentum
keagamaan masih rame lah.
5. Apakah ada perbedaan dengan Kalo sekarang mah rada sepi karena
sekarang ? banyak rumah makan dan perkantoran.
Euforia nya kurang greget sih kalo
kata saya mah
6. Apa penduduk disini asli betawi Iya dominan bang
semua ?
7. Berapa banyak pendatang disini ? Gak terlalu banyak ko, kalo sejalan ini
aja mungkin sekitar 8 rumah kali ya.
8. Sejak kapan ramai pendatang Ya sejak abis tragedi 98 itu loh mas,
datang kesini ? banyak yang datang ke jakarta karena
cari kesempatan untuk dapat bekerja
disini
9. Bagaimana respon orang asli sini Ramah ko bang, tp kadang jengkel
ketika banyak pendatang yang juga sama pendatang yang gak mau
datang ? keluar untuk sosialisasi gitu loh.
10. Status mereka menetap atau Ngontrak sih banyakan.
ngontrak ?
11. Apa ada percampuran budaya Iya ada ko pasti. Biar kita sama sama
dengan budaya yang dibawa oleh ngerti aja satu sama lain. Biar gak ada
pendatang ? gesekan aja pas komunikasi.
12. Apa alasan banyak pendatang yang Tentunya untuk mendapatkan
tinggal di daerah sini ? pekerjaan dan meningkatkan
perekonomian.
13. Berapa persen penduduk disini 70% nan kali ya bang.
yang asli warga sini (betawi)?
14. Banyak yang pindah gak penduduk Ada tapi kalo disini gak terlalu banyak
sini dan apa alasan mereka pindah ? lah. Karena mau cari lingkungan yang
lebih sepi, disini sudah terlalu ramai
katanya. Dan itupun mereka sudah tua,
cari tempat untuk bisa hidup tenang

lv
kali yak
15. Kenapa anda memilih bertahan Karena keluarga besar saya banyak
ketika banyak warga asli sini yang yang disini bang, biar deket aja kalo
pindah ke daerah lain ? ada apa apa jadi gampang lah
16. Sampai kapan anda memilih untuk Ya gak tau sampai kapannya.
bertahan di wilayah ini ?
17. Wilayah ini sudah termasuk Iya memang sekarang labih mahal sih,
kawasan elit, apa anda bisa tapi ya sepinter pinternya kita aja
bertahan hidup dengan kondisi mengakali pengeluaran dan
saaat ini yang segala kebutuhan pemasukan. Kadang juga minus sih
hidup disini lebih mahal karena karena ada pengeluaran gak terduga.
labeling wilayah elit ini ? Tapi kan karena banyak keluarga saya
jadi gampang kali ada apa apa

lvi
Nama : Sobari Ahmad
Hari, tanggal : Minggu, 29 Desember 2019
Waktu : 12.15 Wib
Tempat : Jl. Bangka V No. 55 Kel. Pela Mampang

No. Pertanyaan Jawaban


1. Asli penduduk sini atau pendatang ? Asli penduduk sini
2. Sudah berapa lama tinggal disini, Dari saya lahir, 35 tahunan
berapa tahun ?
3. Asli betawi ? Bukan, tp saya lahir disini
4. Gimana kehidupan orang betawi Dulu disini masih banyak pohon dan hutan
disini jaman 70/80/90 an ? dan masih sedikit kampung - kampungnya
5. Apakah ada perbedaan ? Lebih maju sekali
6. Adakah yang berubah ? apa yang Banyak perubahan
berubah ?
7. Apa penduduk disini asli betawi Tidak semua asli betawi
semua ?
8. Berapa banyak pendatang disini ? Sangat banyak
9. Sejak kapan ramai pendatang datang Sekitar tahun 2000 an
kesini ?
10. Bagaimana respon orang asli sini Sangat menyambut warganya
ketika banyak pendatang yang datang
?
Status mereka menetap atau ngontrak Ada yang menetap ada yang ngontrak
?
11. Apa ada percampuran budaya dengan Mungkin ada sedikit. Sulit saya jelasinnya.
budaya yang dibawa oleh pendatang
? Bisa bapak jelaskan ?
12. Apa alasan banyak pendatang yang Mungkin karna sedikit penduduknya dan
tinggal di daerah sini ? harga tanahnya tidak terlalu mahal
13. Berapa persen penduduk disini yang Mungkin sekitar 40%
asli warga sini (betawi)?
14. Apa alasan mereka pindah ? Membeli rumah yang murah
15. Kenapa anda memilih bertahan Karna sudah nyaman tinggal disini karna
ketika banyak warga asli sini yang warganya baik dan ramah
pindah ke daerah lain ?
16. Sampai kapan anda memilih untuk Mungkin sampai akhir hidup saya
bertahan di wilayah ini ?
17. Wilayah ini sudah termasuk kawasan Mungkin saya bisa asalkan masih dapat
elit, apa anda bisa bertahan hidup pekerjaan
dengan kondisi saaat ini yang segala
kebutuhan hidup disini lebih mahal
karena labeling wilayah elit ini ?

lvii
Nama : Baharudin Safrudin
Hari, tanggal : Minggu, 29 Desember 2019
Waktu : 15.08 Wib
Tempat : Jl. Bangka VIII No. 75 Kel. Pela Mampang

No. Pertanyaan Jawaban


1. Asli penduduk sini atau pendatang ? Asli penduduk sini
2. Sudah berapa lama tinggal disini, berapa Dari saya lahir, 40 tahunan
tahun ?
3. Asli betawi ? Bukan, tp saya lahir disini
4. Gimana kehidupan orang betawi disini Dulu disini masih banyak kebon dan empang
jaman 70/80/90 an ? dan kampung – kampung sangat jauh - jauh
5. Apakah ada perbedaan ? Sangat jauh sekali kali di bandingkan sekarang
6. Adakah yang berubah ? apa yang Banyak sekarang sudah banyak kendaraan
berubah ?
7. Apa penduduk disini asli betawi semua ? Tidak semuanya
8. Berapa banyak pendatang disini ? Lumayan banyak
9. Sejak kapan ramai pendatang datang Sejak tahun 1997
kesini ?
10. Bagaimana respon orang asli sini ketika Senang karna semakain ramai
banyak pendatang yang datang ?
Status mereka menetap atau ngontrak ? Ada yang mengontrak ada yang menetap
11. Apa ada percampuran budaya dengan Ada sedikit
budaya yang dibawa oleh pendatang ?
12. Apa alasan banyak pendatang yang Harga tanah disini sangat murah dulu
tinggal di daerah sini ?
13. Berapa persen penduduk disini yang asli Tidak terlalu banyak
warga sini (betawi)?
14. Apa alasan mereka pindah ? Cari harga tanah yang lebih murah
15. Kenapa anda memilih bertahan ketika Sangat nyaman disini warganya banyak yang
banyak warga asli sini yang pindah ke ramah dan suasana disini menyejukan
daerah lain ?
16. Sampai kapan anda memilih untuk sampai tua nanti
bertahan di wilayah ini ?
17. Wilayah ini sudah termasuk kawasan elit, Tidak terlalu elit kawasan disini,semasa saya
apa anda bisa bertahan hidup dengan kerja saya dapat bertahan hidup
kondisi saaat ini yang segala kebutuhan
hidup disini lebih mahal karena labeling
wilayah elit ini ?

lviii
Nama : Zenal Evander
Hari, tanggal : Senin, 30 Desember 2019
Waktu : 16.45 Wib
Tempat : Jl. Bangka IX No. 25 Kel. Pela Mampang

No. Pertanyaan Jawaban


1. Asli penduduk sini atau pendatang ? Asli penduduk sini
2. Sudah berapa lama tinggal disini, Dari saya lahir, 24 tahunan
berapa tahun ?
3. Asli betawi ? iya
4. Gimana kehidupan orang betawi Mungkin sedikit lupa tapi dulu disini
disini jaman 70/80/90 an ? masih sepi dan banyak kebon
5. Apakah ada perbedaan ? banyak
6. Adakah yang berubah ? apa yang Sekarang lebih banyak kendaraan dan
berubah ? sudah ramai
7. Apa penduduk disini asli betawi Tidak semuanya
semua ?
8. Berapa banyak pendatang disini ? Tidak tahu tapi sepertinya banyak
9. Sejak kapan ramai pendatang datang Kurang tahu
kesini ?
10. Bagaimana respon orang asli sini Tidak ada
ketika banyak pendatang yang datang
?
Status mereka menetap atau ngontrak Ada yang mengontrak dan ada yang
? menetap
11. Apa ada percampuran budaya dengan Mungkin ada
budaya yang dibawa oleh pendatang
?
12. Apa alasan banyak pendatang yang Mungkin harga tanah di daerah sini
tinggal di daerah sini ? lebih murah
13. Berapa persen penduduk disini yang Kurang tahu pastinya tapi sepertinya
asli warga sini (betawi)? rada banyak
14. Apa alasan mereka pindah ? Mungkin nyari tanah yang lebih rumah
15. Kenapa anda memilih bertahan Suasana disini nyaman dan sejuk
ketika banyak warga asli sini yang
pindah ke daerah lain ?
16. Sampai kapan anda memilih untuk Sampai saya tua nanti mungkin
bertahan di wilayah ini ?
17. Wilayah ini sudah termasuk kawasan Mungkin tidak terlalu elit untuk daerah
elit, apa anda bisa bertahan hidup sini,selagi saya kerja dan mendapatkan
dengan kondisi saaat ini yang segala gaji
kebutuhan hidup disini lebih mahal
karena labeling wilayah elit ini ?

lix
Nama : Bahir Ahmad
Hari, tanggal : Senin, 30 Desember 2019
Waktu : 17.43 Wib
Tempat : Jl. Bangka IX No. 54 Kel. Pela Mampang

No. Pertanyaan Jawaban


1. Asli penduduk sini atau pendatang ? Asli penduduk sini
2. Sudah berapa lama tinggal disini, Dari saya lahir, 30 tahunan
berapa tahun ?
3. Asli betawi ? Iya
4. Gimana kehidupan orang betawi disini Wah dulu disini masih seperti hutan sekali dan
jaman 70/80/90 an ? kampungnya masih jauh jauh
5. Apakah ada perbedaan ? Banyak perbedaan
6. Adakah yang berubah ? apa yang Banyak sekarang disini banyak angkot
berubah ?
7. Apa penduduk disini asli betawi Tidak semuanya
semua ?
8. Berapa banyak pendatang disini ? Wah kurang tau ya kalo banyak pendatang
9. Sejak kapan ramai pendatang datang Mungkin sekitar tahun 2000
kesini ?
10. Bagaimana respon orang asli sini Biasa saja
ketika banyak pendatang yang datang
?
Status mereka menetap atau ngontrak Ada yang mengontrak dan ada yang menetap
?
11. Apa ada percampuran budaya dengan Mungkin ada sedikit
budaya yang dibawa oleh pendatang ?
12. Apa alasan banyak pendatang yang Karna tanah disini masih murah dan masih
tinggal di daerah sini ? banyak tanah kosong
13. Berapa persen penduduk disini yang Kurang tahu pastinya tapi sepertinya rada
asli warga sini (betawi)? banyak
14. Apa alasan mereka pindah ? Mungkin ingin punya rumah sendiri disana
karna harga tanahnya masih murah
15. Kenapa anda memilih bertahan ketika Sudah nyaman disini dan suasananya sejuk dan
banyak warga asli sini yang pindah ke tenang
daerah lain ?
16. Sampai kapan anda memilih untuk Sampai akhir hidup saya mungkin
bertahan di wilayah ini ?
17. Wilayah ini sudah termasuk kawasan Tidak se elit yang di bayangkan
elit, apa anda bisa bertahan hidup
dengan kondisi saaat ini yang segala
kebutuhan hidup disini lebih mahal
karena labeling wilayah elit ini ?

lx

Anda mungkin juga menyukai