Anda di halaman 1dari 3

Mobil hitam yang ramping itu meluncur di jalan yang berkelok-kelok menuju rumah

Kamila di pedesaan yang tenang. Lapisan luarnya yang mengkilap memantulkan sinar
matahari, memberikan kualitas yang nyaris halus.
Saat mobil itu mendekati rumah Kamila di desa yang indah, jendelanya yang berwarna
gelap memberikan aura misterius pada kehadirannya.
Mobil itu berhenti di depan rumah kuno Kamila di desa yang damai.
Aroma bensin dan knalpot masih tercium di udara saat mobil berhenti di depan rumah,
menambahkan bau yang sedikit tidak sedap pada aroma segar dan alami pedesaan.
Dengungan pelan mesin mobil semakin keras saat mobil itu mendekat,
menenggelamkan suara kicauan burung dan gemerisik dedaunan yang tertiup angin sepoi-
sepoi. Bunyi klakson mobil yang sayup-sayup terdengar sebagai tanda kedatangannya. Hal
itu membuat Pak Dani dan Bu Ratna bertanya-tanya siapakah gerangan yang datang dengan
mobil bagus seperti itu.
Pak Dani mengintip dari jendela dan berbisik, "Siapa ya, Bu, yang datang?"
Dengan rasa penasaran yang sama Bu Ratna pun menjawab, "Ibu mana tau, Yah."
"Siapa tau itu teman ibu," balas Pak Dani.
"Kita keluar saja, Ayah." Akhirnya sepasang suami istri itu pun membuka pintu dan
keluar dari rumahnya.
Bersamaan dengan keluarnya Pak Dani dan Bu Ratna bersamaan pula Bu Soraya dan
Pak Darwin dari mobil mewah tersebut.
Pak Dani dan Bu Ratna merasa sangat terkejut atas kedatangan besannya. Mereka
berdua langsung saja menyambut kedatangan tamu agung tersebut dengan baik.
Pasalnya ini kali pertama Pak Dani dan Bu Ratna didatangi oleh besannya sejak Kamila
menikah.
Setelah temu kangen akhirnya maksud dan tujuan Pak Darwin datang ke desa pun
disampaikan.
"Sebenarnya kedatangan kami ke sini selain untuk silaturahmi dengan besan, juga
hendak mengajak besan untuk ke kota untuk memberi kejutan pada Kamila, karena dia
tengah hamil," tutur Pak Darwin to the point.
"Benar, Bu, Pak. Akan senang jika besan mau ikut kami ke kota," sahut Bu Soraya.
Mendengar perkataan dari kedua suami istri tersebut Pak Dani dan Bu Ratna hanya bisa
terdiam dan saling pandang.
Di dalam hati keduanya ada perasaan ragu apakah dia akan ikut ke kota atau tidak
karena mengingat dulu pernikahan Kamila dan Abizard tidak disetujui oleh Bu Soraya karena
perbedaan status sosial mereka yang begitu jauh.
Dengan penuh keraguan, akhirnya Pak Dani menjawab, "Apa tidak bisa Kamila saja yang
ke sini?"
"Sebaiknya jangan, Pak. Kasihan kalau orang hamil menempuh perjalanan jauh," jawab
Bu Soraya.
"Tapi ...." Pak Dani makin ragu dengan apa yang ingin diucapkan akhirnya dia hanya bisa
menggantung kalimatnya.
"Tapi kenapa, Pak?" tanya Pak Darwin dengan penasaran.
"Kami takut jika nanti kami hanya membuat kalian malu karena kami miskin," kata Pak
Dani dengan wajah menunduk dan ekspresi malu sekaligus ada tebersit sakit hati yang dia
ingat kembali atas penghinaan yang pernah dilakukan oleh Bu Soraya.
Mendengar kalimat itu tentu saja Bu Soraya merasa tidak enak hati karena membuat
keluarga dari menantunya itu menjadi minder.
"Sebelumnya maafkan kami atas kejadian yang pernah terjadi, kami sudah membuang
jauh-jauh pemikiran itu karena ternyata Kamila adalah menantu terbaik," kata Bu Soraya
pelan dan sungkan.
Setelah mendengar kalimat itu akhirnya Pak Dani dan Bu Ratna pun setuju untuk ikut ke
kota dan memberi kejutan untuk anak perempuan yang paling mereka sayangi.
Begitu pula dengan Bu Soraya dan Pak Darwin, mereka berdua sangat senang dengan
keputusan besannya itu.
***
Kini kedua besan tersebut telah sampai di depan rumah yang begitu megah dengan
pelataran yang luas.
Di sepanjang perjalanan Bu Soraya dan Pak Darwin terus saja mengembangkan
senyumnya karena tujuan mereka berjalan dengan lancar yaitu memberikan Kamila kejutan
dengan mendatangkan keluarganya dari kampung.
Mobil berhenti di depan sebuah rumah megah, dengan dinding-dindingnya yang
menjulang tinggi dihiasi dengan ukiran-ukiran yang rumit dan jendelanya yang berkilauan di
bawah sinar matahari. Pak Dani dan Bu Ratna tampak terpukau saat mereka melangkah
keluar dari mobil dan memasuki pintu masuk rumah besannya yang megah. Arsitektur yang
rumit dan kemegahan bangunannya membuat mereka takjub.
Tanah di bawah kaki mereka terasa halus dan sejuk. Ubin marmer yang dipoles dan
dipelihara dengan hati-hati. Saat mereka berjalan menuju pintu depan, mereka dapat
merasakan kehangatan matahari di kulit mereka, membuat mereka merasakan kenyamanan
dan keakraban.
Angin dari AC menerpa kulit mereka, melegakan dari udara yang lembab.
"Ayah, rumah mertua Kamila gede banget, ibu sungkan," bisik Bu Ratna pada sang
suami.
"Sama, Bu, ayah juga," balas Pak Dani dengan berbisik juga.
Namun, meskipun berbisik, tetap saja terdengar oleh si empunya rumah yang tidak lain
adalah besannya.
Apalagi ditambah dengan sambutan hangat asisten rumah tangga yang ada di sana
dengan membawakan barang bawaan yang Bu Ratna Dan Pak Dani bawa dari kampung.
"Sudah, Bu, Pak. Tidak apa-apa. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri, kita kan
sekarang sudah menjadi keluarga besar karena anak kita sudah menikah," kata Bu Soraya
memberi pengertian.
Bu Ratna Dan Pak Dani hanya mengangguk sekilas kemudian mengulas senyum.
"Ayo, Pak, Bu, duduk dulu," kata Pak Darwin mempersilakan.
Sementara itu Bu Soraya menuju ke kamar Kamila dan mengajak Kamila keluar tanpa
memberitahu jika orang tuanya datang, hanya bilang membawa kejutan.
"Ada apa sih, Ma? Kejutan apa?" Kamila terlihat tidak sabar.
Beberapa saat kemudian Kamila, Abidzar, dan Bu Soraya sampai di ruang tamu dan
kedua mata Kamila menangkap ada sosok dua orang yang sangat dia sayangi. Sontak saja hal
itu membuat Kamila memeluk kedua orang tuanya dengan erat dan tangis haru pun pecah.
Sementara Abidzar, dia menyalami kedua mertuanya dengan takzim.
Setelah acara kangen-kangenan selesai, asisten rumah tangga datang dan memberitahu
apabila sudah waktunya makan malam. Mereka pun duduk bersama dalam satu ruang
makan untuk menikmati jamuan yang begitu banyak dan terlihat lezat.
Di ruang makan itu Bu Soraya tiba-tiba berkata, "Bu, Pak, saya ada rencana, bagaimana
jika acara tujuh bulanan Kamila diadakan di sini saja."
Bu Ratna Dan Pak Dani yang sedang menikmati makanannya terpaksa menghentikan
aktivitas tersebut. Mereka berdua terdiam sejenak dan saling melirik satu sama lain.
"Benar. Mengingat juga Abizard yang harus tetap bekerja dan di sini lebih mudah akses
jika ingin membeli apa pun," timpal Pak Darwin.
"Apa tidak bisa di kampung saja?" celetuk Bu Ratna ragu.
"Jika nanti harus ada tradisi dari kampung yang harus dilakukan kan bisa dilakukan di
sini. Kami mohon, ya, Bu. Semoga kalian bisa mengabulkan permintaan kami."
"Tapi ..."

Anda mungkin juga menyukai