Anda di halaman 1dari 28

NAMA : DESSY ALI KADIR

NIM : 2021082024015

SEMESTER : V (LIMA)

KELAS : A (REGULER)

LP : KEP. ANAK II

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMASANGAN OGT

A. Pengertian

Melakukan pemasanga selang dari rongga mulut sampai kelambung pada bayi atau

anak

B. Indikasi :

1. Pasien dengan masalah salauran pencernaan atas (stenosis esoagus, tumor mulit

atau faring atau juga esofagus dll)

2. Pasien yang tidak Imampu menelan

3. Pasien pasca operasi pada hidung faring atau esofagus

MEMASANG OGT (ORAL GASTRIC TUBE)

C. Tujuan :

1. Memasukan makanan cair atau obat-obatan cair atau padat yang dicairkan

2. Mengeluarkan cairan atau isi lambung dan gas yang ada dalam lambung

3. Mengirigasi lambung karena perdarahan atau keracunan dalam lambung

4. Mencegah atau mengurangi mual dan muntah setelah pembedahan atau trauma

5. mengambil spesemen dalam lambung untuk pemeriksaan laboratorium

D. Persiapan alat :

1. Bak troli yang berisi :

 OGT No 5 atau 8 (untuk anak yang lebih kecil)


 Sudip lidah (tongue spatel)
 Sepasang sarung tangan
 Senter
 Spuit ukuran 20-50 cc
 Plester
 Stotoskop
 Handuk
 Tissue
 Bengkok

2. Alat-alat yang dimasukan dalam bak instrumen steril :

 Selang NGT
 Sarung tangan steril
 Spuit

E. Persiapan perawat

 Mencuci tangan (merujuk pada mencuci tangan yang baik dan benar)
 Mempersiapkan alat
 Membaca status pasien untuk memastikan instruksi

F. Persiapan pasien

 Memberikan penjelasan mengenai tindakan, perosedur serta tujuan dari tindakan


 yang akan dilakukan
 Mengatur posisi pasie supkinasi

G. Persiapan lingkungan

1. Menutup pintu atau sampiran harus diperhatikan

2. Mengatur pencahayaan di ruangan pasien dengan cukup

H. Perosedir pelaksanaan

1. Mencuci tangan dengan cara yang baik dan benar

2. Berikan salam teraupetik kepada pasien

3. Perkenalkan kembali nama perawat serta validasi identias pasien

4. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan beserta tujuanya (termasuk rasa tidak

nyaman yang kemungkinan yang akan dialami pasien ketika tindakan berlangsung)

5. Atur pasien dengan posisi supkinasi

6. Pasang handuk pada dada pasien, letakan tissue wajah pada jangkauan pasien

7. Pasang perlak, pengalas dan bengkok disamping telinga pasien

8. Untuk menentukan,insersi OGT minta pasien rileks dan bernafas normal

9. bersihkan area sekitar mulut mengunakan tissue

10. Pasang stotoskop pada telinga

11. Gunakan sarung tangan steril

12. Ukur panjang selang yang akan dimasukan dengan cara ukur jarak dari tepi mulut

kedaun telinga bawah dan proksesus xiphoideus pada sternum


13. Beri tanda pada panjang selang yang suddah diukur

14. Masukan selang di mulut yang sudah ditentukan

15. Lanjutkan memasukan selang sepanjang mulut. Jika terasa agak tertahan putarlah

selang dan jangan dipaksakan untuk masuk

16. Lanjutkan memasang selang sampai memasukan nasofaring. Setelah melewati

nasofaring (3-4 cm) kalau perlu anjurkan pasien untuk menekuk dan menelan. Jika

perlu berikan sedikit air minum

17. Jangan memaksakan sianosis, hentikan

selang untuk masuk. Jika ada hambatan atau pasien tersedak, mendorong selang. Periksa posisi
selang dibelakang tenggorokan dengan menggunakan tongue spatel dan senter

18. Jika telah selesai memasang OGT, sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan

pasien untuk bernafas normal dan rileks

19. Periksa letak selang dengan :

a. memasang spuit pada ujung OGT, memasang bagian diafragma stotoskop pada

perut dikuadran kiri atas pasien (lambung) kemudian suntikan 5-10 cc udara

bersama dengan auskultasi abdomen

b. aspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung

20. Viksasi selang OGT dengan plester dan hindari penekanan pada hidung dengan

cara :

a. Potong 5 cm pelester, belah menjadi 2 sepanjang 2,5 cm pada salah satu

ujungnya. Memasang ujung yang tidak dibelah pada batang hidung pasien dan

silangkan plester pada selang yang keluar dari hidung

b. Tempelkan ujung selang OGT pada baju pasien dengan memasang plester pada

ujung dan penitikan pada baju pasien

21. Evaluasi setelah terpasang OGT

22. Rapikan alat-alat

23. Cuci tangan

24. Dokumentasi hasil tindakan pada catatan perawat.


LAPORAN PENDAHULUAN

PEMASANGAN NGT

A. PENGERTIAN
Merupakan istilah yang merujuk pada pemasangan suatu selang yang dimasukkan
melalui
hidung sampai ke lambung

B. Tujuan :

1. Memasukkan makanan cair/obat-obatan cair.


2. Mengeluarkan cairan/isi lambung dan gas yang terdapat didalam
ambung, misalnya mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah
darah atau pendarahan pada lambung.
3. Mengirigasi karena pendarahan/keracunan.
4. Mencegah/mengurangi Nausea Vomitus.
5. Mengambil spesimen pada lambung

C. Prosuder :
 Fase pra interaksi
Persiapan perawat
Membaca kembali status kebuthuhan dan instruksi dokter

 Peralatan :
1 Selang pemasangan NG sesuai usia klien
2 Jelly yang larut dalam air
3. Kapas alcohol
4 Pinset anatomis
5 Bengkok
6 Plester
7 Gunting
8 Klem
9 Kassa steril
10. Tissue
11. Spuit 10 cd, sesuai kebutuhan
12. Sarung tangan
13. Stetoskop
18. SBAtel lidah
16. Handuk
 Fase Orientasi
1. Memanggil nama pasien dan memeriksa identitas yang dikenakan
2. Menjelaskan tujuan dan tindakan prosedur yang akan dilakukan
3. Mebuat kontrak waktu dan tempat
4. Menanyakan kesediaan
5. Memberikan kesempatan untuk bertanya
 Fase Kerja
1. Mendekatkan alat dekat pasien
2. Memasang sampiran
3. Mencuci tangan
4. Atur posisi pasien (tidur telentang dengan kepala ditinggikan pakai 1-2 bantal) sehingga
mempermudah pada saat pemasangan NGT dilakukan.
5. menggunakan sarung tangan.
6. Ukur panjang tube/selang yang akan digunakan dengan menggunakan metode :
a. Metode tradisional; Ukur jarak dari puncak lubang hidung kedaun telinga
dan keprosesus xipoideus di strenum.
b. Metode Hanson; Mula-mula ditandai 50 cm pada tube / selang lalu lakukan
pengukuran dengan metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan
antara 50 cm dengan tanda tradisional.
7. Bleſsitetanda pada panjang selang yang sudah diukur dengan
8. Oleskan jelly pada selang NGT sepanjang 10-20 cm.
9. Informasikan kepada pelanggan bahwa selang akan dimasukkan melalui hidung dan
instruksikan kepada pasien agar menelan perlahan.
10. Jika selang NGT sudah masuk periksa letak selang dengan cara
a. Pasang spuit yang telah diisi udara kira-kira 10-20 ml lalu dorong sehingga udara
masuk kedalam lambung kemudia dengarkan dengan menggunakan stetoskop di
daerah lambung.

b. Masukkan ujung bagian luar selang NGT kedalam mangkok yang berisi air. Jika

ada gelembung udara berarti masuk kedalam paru-paru, jika tidak ada gelembung udara
berarti masuk kedalam lambung.

11. Fiksasi selang NGT dengan plester dan hindari penekanan pada hidung.
12. Tutup ujung luar NGT
13. Membantu pasien mencari posisi yang nyaman.
14. Membereskan alat
15. Melepaskan sarung tangan
16. Mencuci tangan

 Fase terminasi

-Berikan reinforcement pada pasien


- Evaluasi subjek dan objek
- Mengakhiri tindakan dengan salam penutup

LAPORAN PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN FISIK
A Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam
riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
 Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada :
1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien.
 Manfaat
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, diantaranya :
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
2.5 Prosedur Tindakan Pemeriksaan Fisik Head To Toe
 Note: sebelum melakukan nemeriksaan fisik nerawat hanıs melakukan kontrak
yang di
Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan dilakukan secara urut dan menyeluruh dan
dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:
1. Kulit, rambut dan kuku

2. Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut

3. Leher posisi dan gerakan trachea, JVP

4. Dada : jantung dan paru

5. Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam

6. Genetalia

7. Kekuatan otot /musculosekletal

8. Neurologi

Tahap-tahap pelaksanaanya adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Kulit, Rambut dan Kuku :

a. Kulit

 Tujuan :
- Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit
- Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka
 Tindakan

I = Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna

kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.

P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur :

kasar/halus, suhu: akral dingin atau hangat.

b. Rambut
 Tujuan :

Untuk menbetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut.

• Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor

 Tindakan :

I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang

P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus

c. Kuku

 Tujuan :

Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang

Untuk mengetahui kapiler refill

Tindakan:

I= catat mengenai warna biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb,

bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau's lines pada

penyakit difisisensi fe/anemia fe.

P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada

pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

2. Pemeriksaan Kepala

 Tujuan:
 Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala.
• Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala.
Tindakan:
I = Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong
ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada
pasien SH.
P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan
kepala sesuai kebutuhan.
a. Mata
 Tujuan:
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan pengelihatan, visus
dan otot-otot mata).
• Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata.
 Tindakan:
I = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal),
miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek SOL),
medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah meninggal).
Inspeksi gerakan mata :
1. Anjurkkan pasien untuk melihat lurus ke depan.
2. Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat).
3. Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi.
4. Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi
kepala pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi
otot-otot mata.
 Inspeksi medan pengelihatan :
1. Berdirilah didepan pasien.
2. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di
periksa.
3. Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu
titik pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.
4. Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa
kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien
mengatakan kapan dan dititik mana benda mulai tidak terlihat (ingat
pasien tidak boleh melirik untuk hasil akurat).

Pemeriksaan visus mata:


1. Siapkkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar).
2. Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter
(sesuai kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).
3. Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas.
4. Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan dan kiri.
5. Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang
terbesar sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
6. Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan.
Misal: hasil visus:
a) OD (Optik Dekstra/ka): 5/5
Berarti pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat/dibaca pada jarak 5 m.
b) OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2
Berarti pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang
seharusnya di baca pada jarak 2 m.
P =Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler)
jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus
optikus), kaji adanya nyeri tekan.
b. Hidung
 Tujuan :
• Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
• Untuk mendetahui adanya inflamasi/sinusitis
Tindakan :
I = Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret.
P = Apakah ada nyeri tekan, massa.
c. Telinga
Tujuan :
● Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang
telinga.
• Untuk mengetahui fungsi pendengaran.
Tindakan :
➤ Telinga luar:
I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk,
kebresihan, adanya lesy.
P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan
kartilago.
Telinga dalam:
Note :
Dewasa: Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat
Anak : Daun telinga ditarik kebawah
I=
Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan
timpani (wama, bentuk) adanya serumen, peradangan dan benda
asing, dan darah.
Pemeriksaan pendengaran:
1) Pemeriksaan dengan bisikan
a. Mengatur pasien berdiri membelakangi pemeriksa pada jarak
4-6 m.
b. Mengistruksikan pada klien untuk menutup salah satu telinga
yang tidak diperiksa.
c. Membisikan suatu bilangan misal "6 atau 5".
d. Menyuruh pasien mengulangi apa yang didengar.
e. Melakukan pemeriksaan telinga yang satu.
f. Bandingkan kemempuan mendengar telinga kaki.
2) Pemeriksaan dengan arloji
a. Mengatur susasana tenang.
b. Pegang sebuah arloji disamping telinga klien.
c. Menyuruh klien menyatakan apakah mendengar suara detak
arloji.
d. Memimndahkan arloji secara berlahan-lahan menjauhi. telinga
dan suruh pasien menyatakan tak mendengar lagi.
e. Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat didengar.
3) Pemeriksaan dengan garpu tala :
 Tes Rinne
 Tes Weber
 Tes Swebeck
 Mulut dan Faring
 Tujuan :
• Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut.
Untuk mengetahui kebersihan mulut.
 Tindakan:
I=
Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi. Amati jumlah dan bentuk
gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi Inspeksi mulut dalam
dan faring:
1. Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi.
2. Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi.
3. Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa
steril, kemudian minta klien menjulurkan lidah dan berkata "AH" amati
ovula/epiglottis simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau
tidak (tonsillitis/amandel).
P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri. Lakukkan palpasi dasar mulut dengan
menggunakkan jari telunjuk dengan memekai handscond, kemudian suruh
pasien mengatakan kata "EL" sambil menjulurkan lidah, pegang ujung lidah
dengan kassa dan tekan lidah dengan jari telunjuk, posisi ibu jari menahan
dagu. Catat apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut.
e. Leher
 Tujuan :
Untuk menentukan struktur integritas leher.
• Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan.
Untuk memeriksa sistem limfatik.
Tindakan :
I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut. Amati adanya
pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya massa. Amati
kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping kanan dan kiri.
Mintalah pasien untuk mengerakkan leher (fleksi-ektensi kanan dan
kiri), dan merotasi - amati apakah bisa dengan mudah dan apa ada
respon nyeri.
P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan
dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk,
permukaanya). Palpasi trachea apakah kedudukkan trachea simetris
atau tidak.
3. Dada atau Thorax
a. Paru atau Pulmonalis
 Tujuan :
• Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru.
• Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan.
Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa, peradangan,
edema, taktil fremitus.
• Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya.
• Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara.
 Tindakkan :
I = Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati
gerkkan paru. Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak.
P = Palpasi ekspansi paru:
1. Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada
dibawah papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah
sama paru kiri dan kanan.
2. Berdiri deblakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah
scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari kanan dan kiri di dekatkan jangan
samapai menempel, dan jari-jari di regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu
jari. Suruh pasien kembali menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari
kanan dan kiri sama atau tidak.
Pe/Perkusi =
1. Atur pasien dengan posisi supinasi.
2. Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai
intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh
lapang paru, batas paru hepar dan jantung: redup).
3. Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup.
Aus/auskultasi =
1. Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak.
2. Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan pasien untuk
nafas pelan kemudian dalam dan dengarkkan bunyi nafas:
vesikuler/wheezing/creckels.
b. Jantung atau Cordis
I = Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm
disamping bawah xifoideus.
P = Merasakan adanya pulsasi
1. Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area aorta
dan spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
2. Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area
trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi.
3. Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis
midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah apical jantung atau
PMI (point of maximal impuls) temukkan pulsasi kuat pada area ini.
4. Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah
sternum.
Perkusi =
1. Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung
bagian kiri,
2. Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui batas
jantung kanan.
3. Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah
jantung.
4. Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi.
Aus =
1. Menganjurkkan pasien bernafas normal dan menahanya saat ekspirasi
selesai
2. Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada interkostalis
ke-5 sambil menekan arteri carotis
Bunyi S1: dengarkan suara "LUB" yaitu bunyi dari menutupnya katub
mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi S2: dengarkan suara "DUB" yaitu bunyi meutupnya katub
semilunaris (aorta dan pulmonalis) pada saat diastolic.
Adapun bunyi: S3: gagal jantung "LUB-DUB-CEE..." S4: pada pasien
hipertensi "DEE..-LUB-DUB".
4. Perut atau Abdomen
Tujuan :
Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut
• Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus
• Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen
Tindakkan:
I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan,
adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan
letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara
merata sesuai kuadran.
Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal,
limpa dengan metode bimanual/2 tangan.
a. Hepar
1. Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian
hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12.
2. Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ
hepar. Kaji hepatomegali.
b. Limpa
1. Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar.
2. Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta
kiri dan minta pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat
inhalasi tenntukkan adanya limpa.
3. Pada orang dewasa normal tidak teraba.
c. Renalis
1. Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut
setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
2. Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah
kosta kiri.
3. Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal
rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon nyeri.
5. Genetalia
 Tujuan :
 Untuk mengetahui adanya lesi
 Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dll)
 Untuk mengetahui kebersihan genetalia
Tindakkan :
a. Genetalia laki-laki:
I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain. Pada penis yang
tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya lesi. Amati
skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran.
P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri.
Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari.
b. Genet alia wanita:
I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak.
Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis.
P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk
mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
6. Rektum dan Anal
Tujuan :
Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus.
Untuk mengetahui adanya massa pada rectal.
• Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rectal/hemoroid.
Tindakkan :
1. Posisi pria sims/ berdiri setengah membungkuk, wanita dengan posisi
litotomi/terlentang kaki di angkat dan di topang.
2. Inspeksi jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus.
3. Palpasi ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan
adanya nodul dan atau pelebaran vena pada rectum.
7. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Tujuan :
● Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian.
Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada
daerah tertentu.
Tindakkan :
Muskuli atau Otot:
a. Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat
jika ada perbedaan dengan meteran).
b. Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui
adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba.
c. Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau mendorong
tangan pemeriksa dan bandingkan tangan kanan dan kiri.
d. Amati kekuatan suatu otot dengan memberi penahanan pada anggota gerak
atas dan bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara pemeriksa
menariknya dari yang lemah sampai yang terkuat amati apakah pasien bisa
menahan.
Tulang atau Ostium :
a. Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang.
b. Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakkan.
Persendiaan atau Articulasi :
a. Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan sendi.
b. Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan.
c. Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-ekstensi,
dll).
8. Pemeriksaan Sistem Neurologi
Tujuan :
Untuk mengetahui integritas sistem persyrafan yang meliputi fungsi
nervus cranial, sensori, motor dan reflek.
Tindakkan:
a. Pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)
1. Olfaktorius/penciuman:
Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla atau aroma lain yang
tidak menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma.
2. Opticus/pengelihatan:
Meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda
disekitar, jelas atau tidak.
3. Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil:
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan
akomodasinya.
4. Trokhlear/gerakkan bola mata ke atas dan bawah:
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat k etas dan bawah.
5. Trigeminal/sensori kulit wajah, pengerak otot rahang:
Sentuh ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea
(reflek nagatif (diam)/positif (ada gerkkan)).
Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah kaji nyeri
menyilang pada kulit wajah.
Kaji kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang.
6. Abdusen/gerakkan bola mata menyamping:
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kesamping kiri dan kanan.
7. Facial/ekspresi wajah dan pengecapan:
Meminta klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi,
menaikan dan menurunkan alis mata, perhatikkan kesimetrisanya.
8. Auditorius/pendengaran:
Kaji klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, suruh klien mengulangi
kata/kalimat.
9. Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah:
Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal
lidah. Gunakkan penekan lidah untuk menimbulkan "reflek gag".
Meminta klien untuk mengerakkan lidahnya.
10. Vagus/sensasi faring, gerakan pita suara:
Suruh pasien mengucapkan "ah" kaji gerakkan palatum dan faringeal.
Periksa kerasnya suara pasien.
11. Asesorius/gerakan kepala dan bahu:
Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang
ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan.
12. Hipoglosal/posisi lidah:
Meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan
menggerakkan ke berbagai sisi.
b. Pengkajian syaraf sensori:
Tindakkan :
1. Minta klien menutup mata
2. Berikkan rasangan pada klien:
Nyeri superficial: gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien
pada titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk
mengungkapkan tingkat nyeri dan di bagian mana
Suhu: sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien
mengatakkan sensasi yang direasakan.
Vibrasi: tempelkan garapu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan
pada falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya
getaran.
Posisi: tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun
kemudian berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah.
Stereognosis: berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan
berikkan waktu beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan
benda apa itu.
c. Pengkajian reflex:
Refleks Bisep
1. Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi
tangan pronasi (menghadap ke bawah).
2. Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep dan
jari-jari lain diatas tendon bisep.
3. Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji reflex
Refleks Trisep
1. Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
2. Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi
3. Meminta pasien untuk merilekkan lengan
4. Raba terisep untuk memastikan otot tidak tegang
5. Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek
Refleks Patella
1. Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi
2. Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan
dada
3. Pukul tendo patella, kaji refleks
Refleks Brakhioradialis
1. Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
2. Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
3. Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar
harmmer, catat reflex
Reflex Achilles
1. Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti
pada pemeriksaan patella
2. Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa
3. Pukul tendo Achilles, kaji reflek.
Reflex Plantar (babinsky)
1. Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung
stick harmmer.
2. Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak
kaki sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek
positif telapak kaki akan tertarik ke dalam.
Refleks Kutaneus
1. Gluteal
a. Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana
seperlunya
b. Ransang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas
C. Reflek positif spingter ani berkontraksi
2. Abdominal
a. Minta klien berdiri/berbaring
b. Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial,
kaji gerakkan reflek otot abdominal
c. Ulangi pada ke-4 kuadran (atas kiri dan kanan dan bawah kiri dan kanan)
3. Kremasterik/pada pria
a. Tekan bagian paha atas dalam menggunakkan benda berujung kapas
b. Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang diransang
 Dokumentasi
Merupakan aspek yang penting dalam pengkajian data riwayat kesehatan dan
pengkajian fisik. setelah pengumpulan data selesai dilakukan, maka perawat harus
dapat mengorganisasikan data dan mencatatnya dengan cara yang tepat dan benar.
Data riwayat kesehatan dan pengkajian fisik yang didokumentasikan dalam
catatan atau status kesehatan pasien, merupakan sumber informasi yang penting bagi
perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk mengidentifikasi masalah, penegakkan
diagniosis, merencanakan tindakan keperawatan dan memonitor respon pasien
terhadap perlakuan yang diberikan. catatan atau status kesehatan juga merupakan
dokumentasi legal yang dapat digunakan untuk keperluan pengadilan. untuk ini data
harus ditulis secara sah, akurat dan dapat mewakili hasil pengkajian.
Untuk menghindari lupa atau kesalahan maka data harus segera di catat

LAPORAN PENDAHULUAN
INKUBATOR
A. Pengertian

Inkubator adalah alat untuk mengontrol lingkungan bayi atau bayi premature didalam

bilik kotak transparan dengan udara yang diatur temperature dan kelembapannya

B. Tujuan :

Sebagai acuan dalam penerapan langkah-langkah pemakaian incubator bayi dalam rangka

peningkatan mutu dan kinerja

C. Kebijakan :

SK Ketua STIKes No. / alat inkubator

D. Referensi :
NuRsalam. 2008. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

E. Prosedur dan Langkah :


1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
2. Periksa kelayakan incubator, mulai dari kasur, lampu sampai suhu. Jika tidak
layak siapkan terlebih dahulu
3. Tekan tombol power (on) untuk menyalakan incubator
4. Atur suhu ruangan (31'c) dalam incubator, untuk bayi normal 31C-32C̊ dan
untuk BBLR 33'C
5. Inkubator siap digunakan
6. Tempatkan bayi dalam inkubator
7. Tekan Off untuk mematikan incubator
8. Cuci tangan setelah melakukan
LAPORAN PENDAHULUAN
DDST ANAK
A. Pengertian
a) DDST
Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah sebuah metode pengkajian
yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan anak usia 0-6 tahun.
Manfaat pengkajian perkembangan dengan menggunakan DDST bergantung pada usia
anak.Pada bayi baru lahir, tes ini dapat mendeteksi berbagai masalah neurologis, salah
satunyaserebral palsi.
 Adapun cara pengukuran DDST dijabarkan sebagai berikut:

A.Tentukan usia anak saat pemeriksaan

B.Tarik garis pada lembar DDST II sesuai usia yang telah di tentukan

C.Lakukan pengukuran pada anak tian komponen dengan batasan garis yang ada mulai
motorik kasar, bahsa, motorik halus dan personal social
D. Tentukan hasil penilaian apakah normal, meragukan atau abnormal
 Dikatakan meragukan apabila terdapat 2 keterlambatan/ lebih pada 2 sektor
atau 2 keterlambatan lebih pada 1 sektor ditambah 1 keterlambatan pada 1
sektor/ lebih
 Dikatakan meragukan apabila terdapat 2 keterlambatan/lebih pada 1 sektor atau
 terdapat I keterlambatan pada 1 sektor/lebih
 Dapat juga dengan menentukan ada tidaknyya keterlambatan pada masing-
masing
 sector bila menilai setiap sector atau tidak menyimpulkan gangguan
perkembangan
 keseluruhan.

DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak,
tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang
diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit),
dapat diandalkan dan menunjukkkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang
pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-
100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan,
dan pada "follow up" selanjutnya ternyta 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami
kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian.
1. Aspek perkembangan yang dinilai
Semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan
diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yag meliputi :
Personal Social (perilaku sosial )
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
- Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-
otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
- Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah ddan
berbicara spontan.
- Gross Motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Setiap tugas (kemampuan
) digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horisontal yang berurutan menurut
umur, dalam lembar DDST. Pada umumnya pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa
pada setiap
kali skrining hanya berkisar antara 25-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama
hanya sekitar 15-20 menit saja.

2. Alat yang di gunakan


- Alat peraga: benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-kuning, hijau-
biru,
permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil,kertas dan pensil.
Lembar formulir DDST.
- Buku petunjuk sebagai refensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara
penilaiannya.

3. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap :


Tahap I: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia :
 3-6 bulan
 9-12 bulan
 18-24 bulan
 3 tahun
 4 tahun
 5 tahun

Tahap II dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada
tahap 1. Kemudian dilanjutkan pad eveluasi diagnostik yang lengkap.

4. Penilaian
Dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan penilaian
apakah lulus (Passed= P), gagal (Fail= F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan
melakukan tugas (No.Opportunity N.O). Kemudian digaris berdasarkan umur kronologis
yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah
dihitung
pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, elanjutnya berdassarkan
pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam : Normal, Abnormal, Meragukan
(Questionable)
dan tidak dapat dites (Untestable).
Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih.
- Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan PLUS 1 sektor
atau lebih dengan 1 keterlambatan dan apad 1 sektor yang sama tersebut tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.

- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis verikal usia.- Tidak dapat ditesApabila terjadi
penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

. Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut diatas. Dalam pelaksanaan skrining
degan DDST ini, umur anak perlu ditetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan
patokan 30 hari untuk 1 bulan dan 12 bulan untuk 1 tahun. Bila dalam perhitungan umur
kurang dari 15 hari dibulatkan kebawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari
dibulatkan keatas.
b) Pertumbuhan
Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam aspek fisis akibat multiplikasi sel dan
bertambahnya jumlah zat interseluler.oleh karena itu, pertumbuhan dapat diukur dalam
sentimeter atau inch dandalam kilogram atau pound. Pertumbuhan (growth) berkaitan
dengan dengan masalah perubahan dalam ukuran fisik seseorang.
Penilaian terhadap pertumbuhan seorang anak dapat dinilai melalui pertambahan berat
dan tinggi badan dan sampai anak berusia 2 tahun masih dapat digunakan penilaian
melalui lingkar kepala yang biasanya dibandingkan dengan usia anak. Beberapa cara
penilaian melalui pemeriksaan fisik atau klinikal, pemeriksaan antropometri (
membandingkan tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap umur, lingkaran
kepala terhadap umur, lingkar lengan atas terhadap umur), contohnya KMS (kartu
menuju sehat) yang membandingkan berat badan terhadap umur, pemeriksaan
radiologis, laboratorium, dan analisa diet.
Pengukuran berdasarkan usia, yaitu :
➤Tinggi Badan
Pengukuran ini digunakan untuk menilai status perbaikan gizi. Pengukuran ini dapat
dilakukan dengan sangat mudah dalam menilai gangguan pertumbuhan dan
perkembangan
anak.
Penilaian tinggi badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standarr baku NCHS yaitu
menggunakanpresentase dari median sebagai berikut: lebih dari atau sama dengan 90 %
dikatakan normal, sedangkan kurang dari 90% dikatakan malnutrisi kronis (abnormal).
> Berat Badan
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai paeningkatan atau penuruan semua
jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh dan cairan
tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain
menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat
digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam
tindakan pengobatan.

Adapun cara menentukan berat badan.


Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar NCHS (National
Center for Health Statistics) yaitu menggunakan presentil kurang atau sama dengan tiga
termasuk kategori malnutrisi. Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut
WHO yaitu menggunakan presentasi dari median sebagai berikut: antara 80 - 100%
dikatakan malnutrisi sedang dan kurang dari 80% dikatakan malnutrisi akut (wasting).
Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut standar baku NCHS yaitu
menggunakan
presentil sebagai berikut: persentil 72-25 dikatakan normal, persentil 10-5 dikatakan
malnutrisi sedang, dan kurang dari persentil 5 dikatakan malnutrisi berat.
Selain penggunaan standar baku NCHS juga dapat digunakan Kartu Menuju
Sehat(KMS). Sebagaimana penelitian Anwar (2003), dengan adanya KMS perkembangan
anak dapat dipantau secara praktis, sederhana dan mudah.
c) Perkembangan
Perkembangan digunakan untuk menunjukan bertambahnya keterampilan dan fungsi
yang kompleks. Seseorang berkembang dalam pengaturan neuromuskuler, berkembang
dalam mempergunakan tangan kanannya dan terbentuk pula kepribadiannya. Maturasi
dan diferensiasi sering dipergunakan sebagai sinonim untuk perkembangan.
Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan dan
penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua proses ini terjadi
secara sinkron pada setiap individu. Penilaian terhadap perkembangan seorang anak
dapat di nilai melalui kemampuan fungsi organ seseorang dalam melakukan fungsi
tubuhnya, seperti kemampuan dia bergerak,bernyanyi,berbicara dan
berjalan.perkembangan pada anak dapat di

di deteksi dengan cara : DDST(Denver Development Screening Test) dan KPSP


(Kuesioner
Pra Screening Perkembangan).
Untuk menilai perkembangan anak, hal yang dapat dilakukan pertama kali adalah
melakukan wawancara tentang factor kemungkinan yang menyebabkan gangguan dalam
perkembangan, tes skrining perkembangan anak dengan DDST, tes IQ dan tes psikologi,
atau pemeriksaan lainnya. Selain itu, juga dapat dilakukan tes seperti evaluasi dalam
lingkungan anak, yaitu interaksi anak selama ini; evaluasi fungsi penglihatan,
pendengaran, bicara, bahasa; serta melakukan pemeriksaan fisik lainnya, seperti
pemeriksaan nurologis, metabolic dan lain-lain.

B. Tahap-tahap Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

1. Masa prenatal atau masa intrauterin (masa janin dalam kandungan)


a masa mudigah/embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat menjadi suatu organisme, terjadi
diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk suatu sistem oragan dalam
tubuh.
b masa janin/fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri
dari 2 periode yaitu :
✓masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan TM II kehidupan
intrauterin, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad
manusia sempurna dan alat tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi.
✓Masa fetus lanjut, pada akhir TM pertumbuhan berlangsung pesat dan
adanya perkembangan fungsi. Pada masa ini terjadi
transferimunoglobin G(IgG) dari ibu melalui plasenta. Akumulasi
asam lemak esesnsial seri omega 3(Docosa Hexanice Acid) omega
6(Arachidonic Acid) pada otak dari retina.
2. Masa Bayi: 0-1 bulan
a. Masa neonatal (0-28 hari), terjadi adaptasi lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi orgaan-oragan tubuh lainnya.
1. masa neonatal dini
: 0-7 hari
2. masa neonatal lanjut
: 8-28 hari
b. Masa pasca neonatal, proses yang pesat dan proses pematangan berlangsung
secara kontinu terutama meningkatnya fungsi sistem saraf (29 hari - 1 tahun).
3. Masa Pra Sekolah
Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangaan dengan
aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkaatnya keterampilan dan proses berpikir.
4. Masa Sekolah
Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan, dan
intelektual makin berkembang senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang
sama (usia 6-18/20 tahun).
a. Masa pra remaja: usia 6-10 tahun
b. Masa remaja :
1) Masa Remaja Dini
• wanita : usia 8-13 tahun
• pria
: usia 10-15 tahun
2) Masa Remaja Lanjut
Wanita :
pria
: usia 13-18 tahun
: usia 15-20 tahun

C. Tumbuh Kembang Neonatus


Berat badan bayi baru lahir adalah kira-kira 3000 g. biasanya anak laki-laki lebih
berat dari anak perempuan. Lebih kurang 95% bayi cukup bulan mempunyai berat badan
antara 2500-4500 g. Panjang badan rata-rata waaktu lahir adalah 50 cm, lebih kurang
95%
diantaranya menunjukkan panjang badan sekitar 45-55 cm
Pertumbuhan setelah lahir :
a. Berat Badan
Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke
10. Berat badan menjadi 2 kali berat badan waktu lahir pada bayi umur 5 bulan, mejadi 3
kali berat badan lahir pada umur 1 tahun, dan menjadi 4 kali berat badan lahir pada
umur 2 tahun.
 Pada masa prasekolah kenaikan berat badan rata-rata 2 kg/tahun.
Kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir dan dimulai.
Pacu tumbuh pra adolesen dengan rata-rata kenaikan
berat nadan adalah 3-3,5 kg/tahun, yang kemudian dilanjutkan dengan pacu
tumbuh adolesen
. Dibandingkan dengan anak laki-laki, pacu tumbuh anak perempuan dimulai lebih cepat
yaitu sekitar umur 8 tahun, sedangkan anak laki-laki baru pada umur sekitar 10 tahun.
Tetapi pertumbuhan anak perempuan lebih cepat berhenti adripada anak laki-laki. Anak
perempuan umur 18 tahun sudah tidak tumbuh lagi, sedsangkan anak laki-laki baru
berhenti tumbuh pada umur 20 tahun.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan rata-rata pada waktu lahir adalah 50 cm. Rumus prediksi tinggi akhir anak
sesuai dengan potensi genetik berdasarkan data tinggi badan orangtua dengan asumsi
bahwa semuanya tumbuh optimal sesuai dengan potensinya, adalah sebagai berikut
(dikutip dari Titi, 1993):
TB anak perempuan (TB ayah - 13 cm) + TB ibu ± 8,5 cm
2 TB anak laki-laki = ( TB ibu + 13 cm) + TB ayah ± 8,5 cm
2 D. Tumbuh Kembang Anak Balita Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah
masa balita. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan
rangsangan/stimulasi yang
berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian. Melalui Denver
Development Stress Test (DDST) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang
dipakai
dalam menilai perkembangan anak balita yaitu :
1. Personal Social (kepribadian/tingkah laku sosial ).
2. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
3. Langauge (bahasa)
4. Gross Motor (perkembangan motorik kasar)
Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek perkembangan,
seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga dan Balita ) yaitu
perkembangan:
 Tingkah laku sosial
 Menolong diri sendiri
 Intelektual
 Gerakan motorik halus
 Komunikasi pasif
 Komunikasi aktif
 Gerakan motorik kasar

LAPORAN PENDAHULUAN

WATER TEPID SPONGE ( WTS )

A. PENGERTIAN
Water tepid sponge adalah Teknik kompres hangat yang menggabungkan Teknik

kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan Teknik seka. Pemilihan

tepid sponge sebagai terapi selain dapat menurunkan suhu tubuh, tetapi juga mampu

mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakit ) Tepid water sponge dapat dilakukan dengan
meletakkan anak pada bak mandiyang berisi air hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh
bagian tubuh anak dengan air hangat Mandi air hangat spons mengurangi demam oleh dilatasi
pembuluh darah superfisial, sehingga melepaskan panas dan menurunkan suhu tubuh. Mandi air

hangat spons dapat menurunkan suhudemam sistemik ketika perawatan rutin gagal, terutama untuk
bayi dan anak suhu cenderung naik sangat tinggi, dan sangat cepat.

B. TUJUAN :
Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh pada anak yang

sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D (1995) manfaat dari pemberian tepid
sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi
nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.
D. INDIKASI

1. Febris (demam) dengan suhu diatas 380C

2. Hipertermi

3. Tidak ada luka pada daerah pemberian water tepid sponge

4. Tidak diberikan pada neonatus

E. KONTRAINDIKASI

1. Arteriosclerosis, penyakit imunospuresi (Rosdahl & Kowalski, 2012)

2. Appendicitis, luka dan injuri, cidera sendi, edema, penyakit jantung (Burton &

Ludwig, 2015)
1. Ember / Waskom berisi air
2. Air hangat
3. Lap mandi 6 buah
4. Handuk mandi 1 buah
5. Selimut mandi 1 buah
6. Perlak besar 1 buah
7. Thermometer
8. Selimut hipotermi atau selimut tidur 1 buah.
G. PROSEDUR KERJA
1. Tahap pra interaksi
a. Identifikasi kebutuhan pasien yang akan dilakukan tindakan
b. Perawat mencuci tangan
c. Persiapan alat :
1) Baskom mandi 2 buah
2) Air hangat
3) Selimut mandi
4) Thermometer
5) Waslap 2 buah
6) Bantal tahan air
7) Sarung tangan disposable
8) Baju ganti
2. Tahap orientasi dan interaksi
a. Mengucapkan salam (Assalamualaikum wr. Wb)
b. Mengucap basmallah (Bismilahirohmanirohim)
c. Perawat memperkanalkan diri
d. Identifikasi sambal melihat gelang identitas pasien untuk nama pasien,
tanggal lahir
e. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan serta mempersilakan keluarga
untuk bertanya
f. Mengkonfirmasi ketersediaan informed consent (disesuaikan dengan
tindakan yang akan dilakukan)
g. Perawat mencuci tangan
h. Mendekatkan alat
i. Menjaga privasi pasien (menutup srareroom, gorden, memasang sampiran)
3. Tahap kerja
a. Mencuci tangan
b. Mengatur posisi pasien (disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan)
c. Ukur suhu dan nadi anak
d. Letakan bantal tahan air dibawah tubuh anak
e. Lepaskan pakaian anak
f. Pertahankan selimut mandi diatas tubuh yang tidak dikompres
g. Tutup jendela dan pintu untuk mencegah aliran udara ke dalam ruangan
h. Periksa suhu air
i. Celupkan waslap dalam air dan letakan waslap yang sudah basah dibawah
masing masing aksila dan lipatan paha
j. Perlahan kompres ekstermitas selama 5 menit, periksa respon anak
k. Keringkan kompres ekstermitas dan kaji ualng nadi dan suhu tubuh anak.
Observasi respon anak terhadap terapi
1. Lanjutkan mengkompres ekstermitas lain, punggung dan bokong setiap 5
menit
m. Kaji ualang suhu dan nadi tiap 15 menit, bila suhu tubuh turun, sedikit diatas
normal (38°c) hentikan prosedur.
n. Ganti air dan lakukan kembali kompres pada aksila dan lipatan paha sesuai
kebutuhan.
o. Keringkan ekstermitas dan bagian tubuh secara menyeluruh, selimuti anak
dengan selimut mandi.
4. Tahap terminasi
a. Mengucapkan hamdalah
b. Melakukan evaluasi tindakan (ukur suhu tubuh dan respon anak)
c. Merapikan pasien (ganti linen tempat tidur bila basah)
d. Memberskan alat
e. Perawat cuci tangan
f. Dokumentasi

LAPORAN PENDAHULUAN
FOTO TERAPI PADA ANAK
A. PENGERTIAN
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa bayi baru lahir
dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta, 2015). Fototerapi
merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau mencegah peningkatan kadar bilirubin.
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk
pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi
ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar
ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari,
luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media
pemantulan sinar. Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan
berkembang menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat
membantu pengamatan klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk melakukan
pemeriksaan yang tepat. Early feeding yaitu pemberian makanan dini pada bayi
dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada bayi. Sistem fototerapi mampu
menghantarkan sinar melalui bolam lampu fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi
dioda lampu dan matres optik fiber. Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung
dari efektifitas dan minimnya komplikasi yang terjadi (Stokowski, 2006 dalam Shinta,
2015).

B. Indikasi
Fototerapi Fototerapi direkomendasikan apabila:
1. Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan
2. Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3. Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram. (wong et al.,
2009).
C. Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin tinggi.
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan interstitial
dengan reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer (isomerisasi struktural dan
konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air dan dapat diekskresi melalui hepar
tanpa proses konjugasi sehingga mudah diekskresi dan tidak toksik. Penurunan
bilirubin total paling besar terjadi pada 6 jam pertama.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit tidak adekuat,
sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan
kuadrat jarak), lamu flouresens yang terlalu panas menyebabkan perusakan fosfor
secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang
perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif
(Giyatmo, 2011).
D. Efektivitas Fototerapi
1. Jenis Cahaya Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm
merupakan cahaya yang paling efektif dalam fototerapi karena dapat menembus
jaringan dan diabsorbsi oleh
bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada cahaya biru dengan spektrum 460 nm
ini).
2. Saluran energi atau imadiance sumber cahaya Imadiance diukur dengan
radiometer atau
spektroradiometer dalam satuan watt/cm2 atau µ watt/cm2 nm. Sebagai contoh,
sumber cahaya
(tipe konvensional atau standar) yang diletakkan ±20 cm diatas bayi dapat
menghantarkan
spektrum imadiance, berkisar 8-10 µ watt/cm2 nm pada panjang gelombang cahaya
430-490 μnm. Adapun cahaya flourenens biru dapat menghantarkan spektrum
imadiance berkisar 30-40 µ watt/cm2 nm. American academy of pediatriks
mendefinisikan intensif fototerapi sebagai fototerapi dengan spektrum imadiance
berkisar 30-40 μ watt/cm2 nm yang dapat menjangkau permukaan tubuh bayi
dengan lebih luas. (Maisels & McDonagh, 2008).
3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang terpajan Jarak
antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45 cm. Penelitian
terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit yang terpajan,
semakin besar reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al., 2009). Efektivitas fototerapi
tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu (panjang gelombang),
intensitas cahaya (iridasi), luas permukaan tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi,
lama paparan cahaya, kadar bilirubuin total saat awal fototerapi (Sakundarno,2008)
E.Perawatan Bayi Dengan Fototerapi :
1. Pasang penutup mata dan pastikan terpasang dengan baik
2. Baringkan bayi tanpa pakaian, kecuali popok/ bilibottom
3. Ubah posisi bayi setiap 3 jam
4. Ketika fototerapi dimulai, periksa kadar bilirubin setiap 24 jam
5. Pantau subuh tubuh bayi
6. Observasi status hidrasi bayi, pantau intake dan output cairan
7. Edukasi dan motivasi orangtua / keluarga bayi
8. Dokumentasikan nama bayi, no RM, tanggal dan jam dimulai dan selesainya
fototerapi, jumlah jam pemakaian alat fototerapi dalam lembar dokumentasi
pemakaian alat.
9. Dokumentasikan pula tanggal dan jam penggunaan fototerapi, tampilan klinis bayi,
dan tindakan lainnya yang dilakukan terkait fototerapi dalam lembar dokumentasi
perawatan
bayi.

F. Hal-hal yang harus diperhatikan :


1. Toksisitas cahaya terhadap retina bayi yang imatur sehingga selama pemberian
fototerapi, penutup mata harus terpasang (Maisels & McDonagh, 2008).
2. Gunakan diapers selama fototerapi untuk melindungi genetalia bayi (Wong et
al., 2009).
G. Durasi Fototerapi
Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total serum bilirubin
saat mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai total serum bilirubin
mencapai nilai kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et al, 2004 dalam Rahmah et al,
2013).

Anda mungkin juga menyukai