Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Coronavirus

Coronavirus atau lazim disebut COVID-19 merupakan virus yang menyebabkan terjadinya infeksi saluran
pernapasan atas. Gejala COVID bisa berkisar ringan hingga sedang, seperti penyakit flu. Banyak orang
terinfeksi virus ini, setidaknya satu kali dalam hidupnya.

Sebelumnya, beberapa jenis virus corona yang juga bisa menimbulkan penyakit adalah:

 Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV).


 Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV).
 Pneumonia.

SARS yang muncul pada November 2002 silam di Tiongkok menyebar ke beberapa negara lain. Mulai dari
Hongkong, Vietnam, Singapura, Indonesia, Malaysia, Inggris, Italia, Swedia, Swiss, Rusia, hingga Amerika
Serikat.

Epidemi SARS yang berakhir hingga pertengahan 2003 itu telah menjangkiti sebanyak 8.098 orang di
berbagai negara. Setidaknya sekitar 774 orang harus kehilangan nyawa akibat penyakit infeksi saluran
pernapasan berat tersebut.

Sampai saat ini, terdapat tujuh jenis coronavirus (HCoVs) yang diidentifikasi, yaitu:

 HCoV-229E.
 HCoV-OC43.
 HCoV-NL63.
 HCoV-HKU1.
 SARS-CoV (yang menyebabkan sindrom pernapasan akut).
 MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah).

Pada akhir tahun 2019 lalu, muncul jenis baru dari coronavirus, yang kini disebut Novel Coronavirus, SARS-
CoV-2, atau COVID-19. Virus ini pertama kali mewabah di kota Wuhan, Tiongkok, dan menyebar ke negara
lainnya mulai Januari 2020. Sementara Indonesia mengumumkan adanya kasus COVID-19 pada Maret 2020
lalu.

Saat ini, pemakaian masker untuk mencegah coronavirus telah dilonggarkan, menyusul pencabutan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir Desember 2022.

Pemakaian masker di luar ruangan kini tidak lagi wajib. Namun, bila di dalam ruangan, masih diperbolehkan
memakai masker. Sebab, Indonesia belum sepenuhnya lepas dari pandemi, dan memakai masker adalah salah
satu protokol pencegahan terbaik.

Apa Saja Gejala COVID-19?


Infeksi coronavirus atau COVID-19 dapat menimbulkan beragam gejala pada pengidapnya. Gejala yang
muncul ini tergantung pada jenis virus yang menyerang dan seberapa serius infeksi yang terjadi.

Berikut ini beberapa gejala COVID-19 yang umum terjadi:

 Hidung berair.
 Sakit kepala.
 Batuk.
 Sakit tenggorokan.
 Demam.
 Merasa tidak enak badan.
 Hilangnya kemampuan indera perasa dan penciuman.

Beberapa varian coronavirus dapat menyebabkan gejala yang parah. Infeksinya dapat berubah menjadi
bronkitis dan pneumonia (disebabkan oleh COVID-19), yang mengakibatkan gejala seperti:

 Demam yang mungkin cukup tinggi bila pengidap mengidap pneumonia.


 Batuk dengan lendir.
 Sesak napas.
 Nyeri dada atau sesak saat bernapas dan batuk.
Penyakit ini bisa menimbulkan gejala yang parah bila menyerang kelompok individu tertentu. Misalnya, orang
dengan penyakit jantung atau paru-paru, orang dengan sistem kekebalan yang lemah, bayi, dan lansia.

Segera hubungi dokter di Halodoc apabila mengalami gejala-gejala tersebut.

Beberapa pengidap COVID-19 juga mengalami gejala yang sebenarnya bersifat ringan. Namun, penting untuk
selalu waspada jika mengalami gejala yang tidak biasa pada tubuh.

Tingkat Kematian Akibat Virus Corona (COVID-19)


Menurut update yang dirilis Kementerian Kesehatan dan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, jumlah kasus
positif yang telah terkonfirmasi hingga 24 Mei 2023 adalah 6.803.504 orang. Dengan jumlah kasus kematian
sebanyak 161.701 jiwa.

Berdasarkan angka tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat kematian akibat virus corona atau COVID-19
adalah sekitar 2,4 persen. Jumlah ini menurun dari 2,6 persen di tanggal yang sama pada tahun 2022 lalu.

Kasus COVID-19 di Indonesia memang berangsur membaik. Per 23 Mei 2023, ada penurunan jumlah kasus
aktif 896 orang menjadi 13.761 orang dari hari sebelumnya.

Selain itu, angka kesembuhan dari COVID-19 juga terus mengalami peningkatan. Menurut data terakhir,
jumlah penyintas atau orang yang sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19 adalah 6.628.042 orang.

Penyebab Infeksi Coronavirus (COVID-19)


Virus corona merupakan penyebab dari infeksi coronavirus atau COVID-19. Kebanyakan virus corona
menyebar seperti virus lain pada umumnya, yaitu melalui:

 Percikan air liur pengidap (batuk dan bersin).


 Menyentuh tangan atau wajah orang yang terinfeksi.
 Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang barang yang terkena percikan air liur pengidap
virus corona.
 Tinja atau feses (jarang terjadi),

Sebelum gejala COVID-19 muncul, masa inkubasinya belum diketahui secara pasti. Namun, rata-rata gejala
timbul antara 2–14 hari setelah virus pertama masuk ke dalam tubuh.

Selain itu, metode transmisi COVID-19 juga belum diketahui dengan pasti. Awalnya, virus corona jenis
COVID-19 diduga bersumber dari hewan. Virus corona COVID-19 merupakan virus yang beredar pada
beberapa hewan, termasuk unta, kucing, dan kelelawar.

Sebenarnya, virus ini jarang sekali berevolusi dan menginfeksi manusia atau menyebar ke individu lainnya.
Namun, kasus di Tiongkok kini menjadi bukti nyata kalau virus ini bisa menyebar dari hewan ke manusia.
Bahkan, kini penularannya bisa dari manusia ke manusia.

Nah, jika kamu butuh perlindungan dari virus ini, kamu bisa intip rekomendasi suplemen di sini: Ini Pilihan
Vitamin Daya Tahan Tubuh untuk Bantu Cegah COVID-19.

Jenis-Jenis Varian (Mutasi) Coronavirus


Sejak awal kemunculannya, coronavirus telah bermutasi menjadi banyak sekali varian. Hal ini karena
karakteristik alami virus yang dapat terus bereplikasi dan membuat dirinya menjadi banyak.

Ketika bermutasi, virus corona mengubah “gen”-nya sedikit. Sementara itu, mutasi dari virus disebut variasi
atau varian dari virus yang asli. Hingga artikel ini ditulis, berikut ini beberapa varian atau mutasi dari virus
corona yang telah menyebar:

1. Varian Alfa

Varian Alfa pertama kali ditemukan pada September 2020 di Inggris, dan dikenal dengan kode varian B. 1.1.7.
Tingkat penularan varian virus ini adalah 43-90 persen lebih tinggi dari virus sebelumnya.
Orang yang terinfeksi virus corona varian Alfa mengalami beberapa gejala berikut:

 Sesak napas.
 Nyeri dada.
 Hilangnya indera perasa dan penciuman.

2. Varian Beta

Varian Beta adalah mutasi virus corona yang pertama kali ditemukan pada Oktober 2020 di Afrika Selatan.
Selain itu, varian dengan kode B. 1.351 ini diketahui 50 persen lebih mudah menular dari varian sebelumnya.

Gejala infeksi varian coronavirus ini sama seperti gejala pada varian Alfa dan infeksi COVID-19 secara
umum.

3. Varian Delta

Sempat menjadi penyebab gelombang kedua di berbagai negara, varian Delta pertama kali ditemukan pada
Oktober 2020 di India. Varian ini juga disebut dengan kode B.1.617.2.

Tingkat penularan varian virus ini 30–100 persen lebih mudah menular dari varian Alfa. Selain itu, varian ini
juga dapat menular lebih cepat dan berpotensi tinggi menyebabkan gejala yang parah.

Gejala infeksi COVID-19 varian delta dapat muncul dalam 3-4 hari setelah terinfeksi. Berikut beberapa gejala
yang umum dialami:

 Sakit kepala.
 Sakit tenggorokan.
 Pilek.
 Batuk.
 Sesak napas.
 Sakit kepala.
 Kelelahan.
 Kehilangan indera perasa atau penciuman.

4. Varian Gamma

Varian Gamma pertama kali ditemukan di Brazil dan Jepang pada November 2020, varian Gamma dikenal
dengan kode P. 1. Gejala umum yang ditimbulkan infeksi COVID-19 varian ini sama seperti varian lain, yaitu
sesak napas, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk dan pilek.

5. Varian Epsilon

Varian Epsilon atau B.1.427/B.1.429 adalah mutasi coronavirus yang pertama kali ditemukan di California,
Amerika Serikat. Pada 19 Maret 2021, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memasukkan varian
ini sebagai variant of concern (VOC) karena sempat menyebabkan peningkatan kasus di beberapa wilayah.

Gejala dari infeksi coronavirus varian ini mirip seperti varian lain, yaitu:

 Sesak napas.
 Sakit kepala.
 Sakit tenggorokan.
 Batuk.
 Pilek.

6. Varian Lambda

Varian Lambda atau C. 37 pertama kali ditemukan di Peru dan beberapa negara di Amerika pada Desember
2020.

Hingga saat ini, belum diketahui tingkat penularan dan keparahan infeksi akibat varian coronavirus ini.
Namun, tingkat penularan varian ini diketahui tidak berbeda jauh dengan virus corona jenis pertama.

7. Varian Zeta
Varian Zeta adalah mutasi virus corona yang pertama kali ditemukan di Brazil, dengan kore P. 2. Virus corona
varian zeta mirip seperti varian Gamma, termasuk dari segi gejala.

8. Varian Eta
Varian Eta pertama kali teridentifikasi di Inggris pada Desember 2020. Virus ini juga disebut B.1525 ini
membawa mutasi E484-K seperti yang ditemukan di varian Gamma, Beta, dan Zeta.

Gejala dari infeksi varian ini sama seperti gejala COVID-19 secara umum. Namun, hingga saat ini, WHO
masih menetapkan varian Eta sebagai Variant of Interest (VOI), karena tidak menjadi kekhawatiran seperti
varian lain.

9. Varian Theta

Pertama ditemukan di Filipina pada Maret 2021, varian Theta dikenal juga dengan kode P. 3. Hingga kini
belum banyak informasi mengenai tingkat penularan dan keparahan infeksi akibat varian ini.

Namun, varian Theta disebut-sebut lebih cepat menular dibanding varian sebelumnya. Dari segi gejala, secara
umum sama seperti varian lainnya.

10. Varian Iota

Coronavirus varian Iota pertama kali ditemukan pada November 2020 di New York, Amerika Serikat. Hingga
kini, belum diketahui apakah varian dengan kode B.1.526 ini memiliki tingkat penularan dan keparahan
infeksi yang lebih tinggi dari varian lain.

11. Varian Mu

Coronavirus varian Mu pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021, lalu secara ilmiah disebut
dengan kode B.1.621. Hingga saat ini WHO masih mengklasifikasikan varian Mu sebagai VOI.

Sebab, varian ini diketahui belum menimbulkan kekhawatiran seperti pada varian Alpha dan Delta. Gejala
umum infeksi COVID-19 varian Mu mirip seperti varian lainnya, yaitu demam, batuk, dan hilangnya indra
perasa serta penciuman.

12. Varian Kappa

Sama seperti varian Delta, coronavirus varian Kappa juga pertama kali ditemukan di India pada Desember
2020. Varian dengan kode B.1.617.1 ini masih diklasifikasikan sebagai VOI, sama seperti varian Lambda, Eta,
dan Iota.

Hal ini karena belum ada data untuk memastikan tingkat penularan, keparahan infeksi, dan jenis gejala yang
ditimbulkan oleh COVID-19 varian Kappa ini.

13. Varian Omicron

Varian Omicron pertama kali dilaporkan ke WHO pada 24 November 2021, dari Afrika Selatan. Coronavirus
yang memiliki kode B.1.1.529 ini diklasifikasikan sebagai VOC, karena memiliki karakter yang perlu
diwaspadai seperti varian Delta, Gamma, Beta, dan Alpha.

Varian Omicron diketahui memiliki sekitar 30 kombinasi mutasi dari sejumlah varian virus corona
sebelumnya, seperti C.12, Beta dan Delta. Ini membuat varian Omicron berpotensi lebih cepat menular
dibanding varian Delta dan memungkinkan terjadinya reinfeksi atau infeksi berulang.

Hingga saat ini, ada beberapa subvarian turunan lainnya dari Omicron yang perlu diwaspadai, yaitu:

 BA.2: Subvarian Omicron BA.2 sudah terdeteksi di Indonesia sejak awal Januari 2022. Gejala-gejala
yang timbul adalah mirip dengan subvarian BA.1. Cenderung seperti flu biasa, sakit tenggorokan,
batuk, pilek, dan badan terasa pegal-pegal. Kendati demikian tingkat penularan subvarian Omicron
BA.2 lebih tinggi dibandingkan subvarian sebelumnya.
 BA.3: Subvarian BA.3 pertama kali terdeteksi di barat laut Afrika Selatan. Subvarian Omicron BA.3
menyebar dengan kecepatan yang sangat rendah. Selain itu, subvarian ini juga menyebabkan lebih
sedikit kasus dibanding BA.1 dan BA.2. Gejala yang timbul dari infeksi subvarian BA.3 dikabarkan
cukup ringan dan hampir sama dengan BA.1 dan BA.2.
 BA.4 dan BA.5: Pertama kali terdeteksi di Indonesia pada 6 Juni 2022. Sub varian BA.4 dan BA.5 ini
dikabarkan memiliki efektivitas angka reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan BA.2
atau subvarian lain. Artinya, sub varian ini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi dibandingkan
sub varian sebelumnya.
 BN.1: Pada November 2022, CDC mencatat subvarian lain dari Omicron, yaitu BN.1. Subvarian ini
merupakan nama pendek dari B.1.1.529.2.75.5.5.1. Gejala COVID-19 subvarian Omicron ini mirip
dengan subvarian lainnya.

Beberapa gejala umum dari infeksi varian Omicron adalah:

 Pilek.
 Sakit kepala.
 Kelelahan ringan hingga parah.
 Bersin-bersin.
 Sakit tenggorokan.

Selain berbagai varian virus tadi, beberapa kondisi juga perlu diwaspadai, yaitu flurona. Kondisi flurona
adalah koinfeksi atau infeksi ganda yang terjadi ketika seseorang terinfeksi virus corona dan virus flu secara
bersamaan. Flurona memiliki gejala yang mirip seperti gejala infeksi COVID-19 pada umumnya.

Pada kasus yang ringan dan sedang, gejala yang dapat muncul adalah:

 Demam.
 Batuk.
 Kelelahan.
 Diare.
 Pilek.
 Mual dan muntah.
 Sakit kepala.
 Sakit tenggorokan.
 Hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa.

Beberapa orang juga dapat mengalami gejala berat akibat flurona. Misalnya sesak napas, nyeri dada, sulit
bicara, penurunan kesadaran, serta wajah, bibir, dan kuku tampak kebiruan atau pucat.

14. Varian XBB

Omicron sub varian XBB terdeteksi saat adanya lonjakan kasus infeksi COVID-19 di beberapa negara pada
Agustus 2022. Negara-negara tersebut yaitu Thailand, Australia, Bangladesh, Singapura, Denmark, India,
Jepang, dan Amerika Serikat.

Para ahli menyatakan sub varian XBB ini memiliki tingkat penularan yang tinggi dibandingkan dengan sub
varian Omicron lainnya. Sementara itu, gejala COVID-19 sub varian ini mirip dengan varian virus corona
lainnya, yaitu demam, batuk, sesak napas, dan sakit kepala. Gejalanya pun tidak dapat memburuk dan risiko
kematiannya sangat rendah.

15. Varian Kraken (XBB.1.5)

Pada akhir 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mulai mengkhawatirkan kemunculan COVID-19
varian baru yang disebut Kraken atau subvarian omicron XBB.1.5. Pasalnya, varian baru ini dapat menyebar
lebih cepat dibandingkan varian lainnya.

Selain itu, menurut Maria Van Kerkhove, pemimpin teknis COVID-19 WHO, Kraken merupakan subvarian
yang paling menular. Jenis virus tersebut dapat menempel pada sel dan menggantinya dengan mudah.

Jika subvarian Omicron XBB dapat menghindari sistem kekebalan tubuh manusia, maka tidak demikian
dengan XBB.1.5. Meskipun lebih mudah menular dari varian lainnya, Omicron XBB.1.5 tidak bisa
menghindari dari sistem kekebalan tubuh yang terbentuk dari vaksin COVID-19 maupun infeksi corona
sebelumnya.

Sementara itu, gejala sub varian Omicron XBB 1.5 sama seperti gejala virus corona pada umumnya. Seperti,
sakit kepala, kelelahan, bersin, sakit tenggorokan, hingga pegal-pegal pada seluruh tubuh.

16. Varian Orthrus


Varian Orthrus adalah subvarian dari Omicron, atau dikenal juga dengan nama CH.1.1. Subvarian ini
dilaporkan pertama kali di India pada Juli 2022, dan kemudian menyebar di 66 negara, termasuk Indonesia.

Mengutip laman Kementerian Kesehatan, hingga artikel ini ditulis, telah tercatat adanya 14 kasus subvarian
CH.1.1 atau varian orthrus di Indonesia. Kasus pertama dilaporkan pada 11 oktober 2022. Sepuluh kasus
berasal dari Provinsi DKI Jakarta, sementara empat kasus lainnya berasal dari provinsi Lampung, Riau, dan
Jawa Barat.

Faktor Risiko Infeksi Coronavirus


Siapa saja dapat terinfeksi coronavirus. Namun, bayi dan anak kecil serta orang dengan kekebalan tubuh yang
lemah lebih rentan terhadap serangan virus ini. Selain itu, kondisi musim juga mungkin berpengaruh.
Contohnya, di Amerika Serikat, infeksi virus corona lebih umum terjadi pada musim gugur dan musim
dingin.

Selain itu, seseorang yang tinggal atau berkunjung ke daerah atau negara yang rawan virus corona juga
berisiko tertular. Misalnya, berkunjung ke Tiongkok, khususnya kota Wuhan, yang pernah menjadi wabah
COVID-19 yang bermulai pada Desember 2019.

Diagnosis Infeksi Coronavirus


Untuk mendiagnosis infeksi coronavirus, dokter akan mengawali dengan anamnesis atau wawancara medis.
Dokter akan menanyakan gejala COVID-19 yang dialami, dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
membantu menegakkan diagnosis.

Dokter mungkin juga akan melakukan tes dahak, mengambil sampel dari tenggorokan, atau spesimen
pernapasan lainnya. Sementara itu, untuk kasus yang diduga infeksi novel coronavirus, dokter akan melakukan
swab tenggorokan, DPL, fungsi hepar, fungsi ginjal, dan PCT/CRP.

Pengobatan Infeksi Coronavirus


Tak ada perawatan khusus untuk mengatasi infeksi coronavirus. Umumnya, pengidap akan pulih dengan
sendirinya. Namun, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meredakan gejala infeksi virus corona.
Contohnya:

 Meminum obat pereda nyeri tanpa resep, untuk mengurangi rasa sakit, demam, dan batuk. Namun,
jangan berikan aspirin pada anak-anak. Selain itu, jangan berikan obat batuk pada anak di bawah empat
tahun.
 Gunakan pelembap ruangan atau mandi air hangat untuk membantu meredakan sakit tenggorokan dan
batuk.
 Perbanyak istirahat.
 Perbanyak asupan cairan tubuh.

Jika merasa khawatir dengan gejala yang dialami, segeralah hubungi penyedia layanan kesehatan terdekat.
Khusus untuk virus corona yang menyebabkan penyakit serius, seperti SARS, MERS, atau infeksi COVID-19,
penanganannya akan disesuaikan dengan penyakit yang diidap dan kondisi pasien.

Bila kamu mengidap infeksi novel coronavirus, dokter akan merujuk ke RS Rujukan yang telah ditunjuk oleh
Dinkes (Dinas Kesehatan) setempat. Namun jika tidak bisa dirujuk karena beberapa alasan, dokter akan
melakukan:

 Isolasi mandiri.
 Serial foto toraks sesuai indikasi.
 Terapi simptomatik.
 Terapi cairan.
 Ventilator mekanik (bila gagal napas).
 Antibiotik, jika disertai infeksi bakteri.

Selama menjalani isolasi mandiri, ada beberapa obat dan vitamin yang harus kamu sediakan. Simak
selengkapnya di sini → Jalani Isolasi Mandiri, Sediakan Obat dan Vitamin Ini

Pencegahan Infeksi Coronavirus


Satu-satunya tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi coronavirus adalah melalui vaksinasi.
Selain itu, beberapa cara berikut ini bisa dilakukan guna mengurangi risiko penularan:

 Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air selama 20 detik hingga bersih.
 Jangan menyentuh wajah, hidung, atau mulut saat tangan dalam keadaan kotor atau belum dicuci.
 Hindari kontak langsung atau berdekatan dengan orang yang sakit.
 Hindari menyentuh hewan atau unggas liar.
 Membersihkan dan mensterilkan permukaan benda yang sering digunakan.
 Tutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu. Kemudian, buanglah tisu dan cuci tangan
hingga bersih.
 Jangan keluar rumah dalam keadaan sakit.
 Kenakan masker dan segera berobat ke fasilitas kesehatan ketika mengalami gejala penyakit saluran
napas.
 Konsumsi vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Komplikasi Infeksi Coronavirus


Infeksi coronavirus bisa menimbulkan komplikasi pneumonia dan masalah pernapasan parah lainnya bila tak
ditangani dengan cepat dan tepat. Selain itu, ini juga bisa menyebabkan kegagalan pernapasan, gagal jantung,
hati, dan kematian.

Hampir sama dengan SARS, novel coronavirus juga bisa menimbulkan komplikasi yang serius. Infeksi virus
ini bisa menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, bahkan kematian.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika gejala-gejala infeksi coronavirus COVID-19 tak kunjung membaik dalam hitungan hari atau semakin
memburuk, pastikan untuk langsung menghubungi dokter.

Diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat, bisa meningkatkan peluang kesembuhan infeksi. Klik gambar

di bawah ini untuk konsultasi dokter di Halodoc✔️bisa dari mana dan kapan saja dengan biaya lebih
terjangkau.

Anda mungkin juga menyukai