HCoV-229E.
HCoV-OC43.
HCoV-NL63.
HCoV-HKU1.
SARS-COV (yang menyebabkan sindrom pernapasan akut).
MERS-COV (sindrom pernapasan Timur Tengah).
COVID-19 atau dikenal juga dengan Novel Coronavirus (menjadi penyebab wabah
pneumonia di kota Wuhan, Tiongkok pada Desember 2019 dan menyebar ke negara
lainnya mulai Januari 2020. Indonesia sendiri mengumumkan adanya kasus covid 19 dari
Maret 2020 lalu).
Jenis-Jenis Varian (Mutasi) Virus Corona
Sejak awal kemunculannya, virus corona telah bermutasi menjadi berbagai varian.
Hal ini karena pada dasarnya virus dapat bereplikasi dan membuat dirinya menjadi
banyak.
Ketika melakukan hal ini, virus corona mengubah “gen”-nya sedikit. Inilah yang
disebut mutasi virus. Mutasi dari virus disebut variasi atau varian dari virus yang
asli
Hingga artikel ini ditulis, berikut beberapa varian atau mutasi dari virus corona
yang telah menyebar:
1. Varian Alfa
Varian Alfa pertama kali ditemukan pada September 2020 di Inggris, dan dikenal
dengan kode varian B. 1.1.7. Tingkat penularan varian virus ini adalah 43-90
persen lebih tinggi dari virus sebelumnya.
Beberapa gejala yang umum dialami oleh orang yang terinfeksi virus corona varian
Alfa adalah:
Sesak napas.
Nyeri dada.
Hilangnya indera perasa dan penciuman.
2. Varian Beta
Varian Beta adalah mutasi virus corona yang pertama kali ditemukan pada Oktober
2020 di Afrika Selatan. Varian dengan kode B. 1.351 ini diketahui 50 persen lebih
mudah menular dari varian sebelumnya.
Gejala infeksi varian Beta sama seperti gejala pada varian Alfa dan infeksi
COVID-19 secara umum.
3. Varian Delta
Sakit kepala.
Sakit tenggorokan.
Pilek.
Batuk.
Sesak napas.
Sakit kepala.
Kelelahan.
Kehilangan indera perasa atau penciuman.
4. Varian Gamma
Pertama kali ditemukan di Brazil dan Jepang pada November 2020, varian Gamma
dikenal dengan kode P. 1. Gejala umum yang ditimbulkan infeksi varian virus ini
sama seperti varian lain, yaitu sesak napas, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk
dan pilek.
5. Varian Epsilon
Varian Epsilon atau B.1.427/B.1.429 adalah mutasi virus corona yang pertama kali
ditemukan di California, Amerika Serikat. Pada 19 Maret 2021, Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) memasukkan varian ini sebagai variant of
concern (VOC) karena sempat menyebabkan peningkatan kasus di beberapa
wilayah.
Gejala dari infeksi varian ini mirip seperti varian lain, yaitu:
Sesak napas.
Sakit kepala.
Sakit tenggorokan.
Batuk.
Pilek.
6. Varian Lambda
Varian Lambda atau C. 37 pertama kali ditemukan di Peru dan beberapa negara di
Amerika pada Desember 2020.
Hingga saat ini, belum diketahui tingkat penularan dan keparahan infeksi akibat
varian ini. Namun, tingkat penularan varian ini diketahui tidak berbeda jauh
dengan virus corona jenis pertama.
7. Varian Zeta
Varian Zeta adalah mutasi virus corona yang pertama kali ditemukan di Brazil,
dengan kore P. 2. Varian ini disebut sama seperti varian Gamma, termasuk dari
segi gejala.
8. Varian Eta
Varian Eta pertama kali teridentifikasi di Inggris pada Desember 2020. Varian
yang disebut B.1525 ini membawa mutasi E484-K seperti yang ditemukan di
varian Gamma, Beta, dan Zeta.
Gejala dari infeksi varian ini sama seperti gejala COVID-19 secara umum. Namun,
hingga saat ini, WHO masih menetapkan varian Eta sebagai Variant of
Interest (VOI), karena tidak menjadi kekhawatiran seperti varian lain.
9. Varian Theta
Pertama ditemukan di Filipina pada Maret 2021, varian Theta dikenal juga dengan
kode P. 3. Hingga kini belum banyak informasi mengenai tingkat penularan dan
keparahan infeksi akibat varian ini.
Namun, varian Theta disebut-sebut lebih cepat menular dibanding varian
sebelumnya. Dari segi gejala, secara umum sama seperti varian lainnya.
10. Varian Iota
Varian Iota pertama kali ditemukan pada November 2020 di New York, Amerika
Serikat. Hingga kini, belum diketahui apakah varian dengan kode B.1.526 ini
memiliki tingkat penularan dan keparahan infeksi yang lebih tinggi dari varian
lain.
11. Varian Mu
Varian Mu pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021, lalu secara
ilmiah disebut dengan kode B.1.621. Hingga saat ini WHO masih
mengklasifikasikan varian Mu sebagai VOI.
Sebab, varian ini diketahui belum menimbulkan kekhawatiran seperti pada varian
Alpha dan Delta. Gejala umum infeksi varian Mu mirip seperti varian lainnya,
yaitu demam, batuk, dan hilangnya indra perasa serta penciuman.
12. Varian Kappa
Sama seperti varian Delta, varian Kappa juga pertama kali ditemukan di India pada
Desember 2020. Varian dengan kode B.1.617.1 ini masih diklasifikasikan sebagai
VOI, sama seperti varian Lambda, Eta, dan Iota.
Hal ini karena belum ada data untuk memastikan tingkat penularan, keparahan
infeksi, dan jenis gejala yang ditimbulkan oleh COVID-19 varian Kappa ini.
13. Varian Omicron
Varian Omicron pertama kali dilaporkan ke WHO pada 24 November 2021, dari
Afrika Selatan. Varian dengan kode B.1.1.529 ini diklasifikasikan sebagai VOC,
karena memiliki karakter yang perlu diwaspadai seperti varian Delta, Gamma,
Beta, dan Alpha.
Varian Omicron diketahui memiliki sekitar 30 kombinasi mutasi dari sejumlah
varian virus corona sebelumnya, seperti C.12, Beta dan Delta. Ini membuat varian
Omicron berpotensi lebih cepat menular dibanding varian Delta dan
memungkinkan terjadinya reinfeksi atau infeksi berulang.
Beberapa gejala umum dari infeksi varian Omicron adalah:
Pilek.
Sakit kepala.
Kelelahan ringan hingga parah.
Bersin-bersin.
Sakit tenggorokan.
Selain berbagai varian virus tadi, ada juga kondisi lain yang perlu diwaspadai,
yaitu flurona.
Flurona adalah koinfeksi atau infeksi ganda yang terjadi ketika seseorang terinfeksi
virus corona dan virus flu secara bersamaan. Gejala yang ditimbulkan mirip seperti
gejala infeksi COVID-19 pada umumnya.
Pada kasus yang ringan dan sedang, gejala yang dapat muncul adalah:
Demam.
Batuk.
Kelelahan.
Diare.
Pilek.
Mual dan muntah.
Sakit kepala.
Sakit tenggorokan.
Hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa.
Beberapa orang juga dapat mengalami gejala berat akibat flurona. Misalnya sesak
napas, nyeri dada, sulit bicara, penurunan kesadaran, serta wajah, bibir, dan kuku
tampak kebiruan atau pucat.
Faktor Risiko Infeksi Coronavirus
Siapa saja dapat terinfeksi virus corona. Akan tetapi, bayi dan anak kecil serta
orang dengan kekebalan tubuh yang lemah lebih rentan terhadap serangan virus
ini. Selain itu, kondisi musim juga mungkin berpengaruh. Contohnya, di Amerika
Serikat, infeksi virus corona lebih umum terjadi pada musim gugur dan musim
dingin.
Lalu, seseorang yang tinggal atau berkunjung ke daerah atau negara yang rawan
virus corona juga berisiko terserang penyakit ini. Misalnya, berkunjung ke
Tiongkok, khususnya kota Wuhan, yang pernah menjadi wabah COVID-19 yang
bermulai pada Desember 2019.
Penyebab Infeksi Coronavirus
Infeksi coronavirus disebabkan oleh virus corona itu sendiri. Kebanyakan virus
corona menyebar seperti virus lain pada umumnya, melalui:
Virus corona bisa menimbulkan beragam gejala pada pengidapnya. Gejala yang
muncul ini bergantung pada jenis virus yang menyerang dan seberapa serius
infeksi yang terjadi. Berikut ini beberapa ciri-ciri awal corona:
Hidung beringus.
Sakit kepala.
Batuk.
Sakit tenggorokan.
Demam.
Merasa tidak enak badan.
Hilangnya kemampuan indera perasa dan penciuman.
Hal yang perlu ditegaskan, beberapa virus corona dapat menyebabkan gejala yang
parah. Infeksinya dapat berubah menjadi bronkitis dan pneumonia (disebabkan
oleh COVID-19), yang mengakibatkan gejala seperti:
Infeksi bisa semakin parah bila menyerang kelompok individu tertentu. Contohnya,
orang dengan penyakit jantung atau paru-paru, orang dengan sistem kekebalan
yang lemah, bayi, dan lansia.
Beberapa pengidap COVID-19 juga mengalami gejala yang sebenarnya bersifat
ringan. Jadi, selalu waspada jika mengalami gejala yang tidak biasa pada tubuh.
Diagnosis Infeksi Coronavirus
Tak ada perawatan khusus untuk mengatasi infeksi virus corona. Umumnya,
pengidap akan pulih dengan sendirinya. Namun, ada beberapa upaya yang bisa
dilakukan untuk meredakan gejala infeksi virus corona. Contohnya:
Minum obat yang dijual bebas untuk mengurangi rasa sakit, demam, dan batuk. Namun,
jangan berikan aspirin pada anak-anak. Selain itu, jangan berikan obat batuk pada anak di
bawah empat tahun.
Gunakan pelembap ruangan atau mandi air panas untuk membantu meredakan sakit
tenggorokan dan batuk.
Perbanyak istirahat.
Perbanyak asupan cairan tubuh.
Jika merasa khawatir dengan gejala yang dialami, segeralah hubungi penyedia
layanan kesehatan terdekat.
Khusus untuk virus corona yang menyebabkan penyakit serius, seperti SARS,
MERS, atau infeksi COVID-19, penanganannya akan disesuaikan dengan penyakit
yang diidap dan kondisi pasien.
Bila pasien mengidap infeksi novel coronavirus, dokter akan merujuk ke RS
Rujukan yang telah ditunjuk oleh Dinkes (Dinas Kesehatan) setempat. Bila tidak
bisa dirujuk karena beberapa alasan, dokter akan melakukan:
Isolasi;
Serial foto toraks sesuai indikasi;
Terapi simptomatik;
Terapi cairan;
Ventilator mekanik (bila gagal napas);
Bila ada disertai infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik.
Satu-satunya tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi virus corona
adalah melalui vaksinasi. Selain itu, beberapa cara berikut ini bisa dilakukan guna
mengurangi risiko terjangkit virus tersebut:
Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air selama 20 detik hingga bersih.
Hindari menyentuh wajah, hidung, atau mulut saat tangan dalam keadaan kotor atau
belum dicuci.
Hindari kontak langsung atau berdekatan dengan orang yang sakit.
Hindari menyentuh hewan atau unggas liar.
Membersihkan dan mensterilkan permukaan benda yang sering digunakan.
Tutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu. Kemudian, buanglah tisu
dan cuci tangan hingga bersih.
Jangan keluar rumah dalam keadaan sakit.
Kenakan masker dan segera berobat ke fasilitas kesehatan ketika mengalami gejala
penyakit saluran napas.
Konsumsi vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.