Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Praktik Manajemen Laba: Tinjauan Literatur

Abstrak
Penelitian ini mengusung tujuan untuk menyelidiki dampak perencanaan pajak terhadap praktik
manajemen laba dalam kerangka keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis melakukan
tinjauan literatur menyeluruh dengan menelusuri berbagai referensi ilmiah, seperti jurnal
internasional, jurnal nasional yang terakreditasi, buku, dan sumber-sumber tepercaya lainnya
yang berkaitan dengan topik tersebut. Dari studi literatur, terungkap bahwa perencanaan pajak
memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba perusahaan. Temuan ini
diperkuat oleh beragam bukti empiris yang tercatat dalam literatur-literatur yang ditinjau. Selain
itu, penelitian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan peran agen dan principal dalam
menganalisis dampak perencanaan pajak terhadap praktik manajemen laba. Kesimpulan ini
memberikan landasan yang solid bagi penelitian lanjutan dan pengembangan konsep di bidang
ini. Implikasinya meluas dalam memahami dinamika kompleks antara perencanaan pajak dan
praktik manajemen laba dalam konteks keuangan perusahaan, memberikan kontribusi substansial
pada perkembangan pengetahuan dalam ranah ini.
Kata Kunci: Perencanaan Pajak, Manajemen Laba
Abstract
This research aims to investigate the impact of tax planning on earnings management practices
within a corporate finance framework. In this research, the author conducted a comprehensive
literature review by searching various scientific references, such as international journals,
accredited national journals, books, and other trusted sources related to this topic. From the
literature study, it is revealed that tax planning has a significant influence on company earnings
management practices. This finding is strengthened by various empirical evidence recorded in
the reviewed literature. In addition, this research highlights the importance of considering the
role of agents and principals in analyzing the impact of tax planning on earnings management
practices. These conclusions provide a solid foundation for continued research and concept
development in this area. The implications extend to understanding the complex dynamics
between tax planning and earnings management practices in the context of corporate finance,
providing a substantial contribution to the development of knowledge in this domain.
Keywords: Tax Planning, Profit Management
Pendahuluan
Perusahaan didirikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Pemilik
perusahaan biasanya menyerahkan sumber daya perusahaan untuk dikelola oleh manajemen.
Dengan demikian, manajemen bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan untuk melaporkan
kegiatan pengelolaan sumber daya melalui laporan keuangan. Laporan keuangan mencerminkan
kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan (Hamijaya, 2015). Para pemangku kepentingan
dan manajer perusahaan membutuhkan laporan keuangan untuk pengambilan keputusan karena
berisi informasi terkait keuangan perusahaan. Dalam pengelolaannya, perusahaan
memperhatikan hal-hal penting yang memengaruhi kinerja manajemen, salah satunya
pembebanan pajak penghasilan atas laba. Pemerintah mendapatkan pendapatan besar dari sektor
pajak sehingga berupaya memaksimalkannya melalui undang-undang pajak. Sementara itu,
manajemen menginginkan pembayaran pajak seminim mungkin. Perbedaan kepentingan ini
membuat manajemen melakukan berbagai cara untuk membayar pajak seminim mungkin, salah
satunya melalui manajemen laba dan perencanaan pajak.
Pajak, sebagai sumber penting penerimaan negara untuk membiayai pembangunan,
menempatkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebagai kontributor besar. Sejak tahun 2009, PPh
Badan menerapkan sistem tarif tunggal, dengan tingkat 28% pada tahun tersebut dan 25% mulai
tahun 2010 hingga saat ini. Sistem ini berlaku tanpa memandang besarnya penghasilan yang
terkena pajak, menciptakan suatu standar universal. Untuk perusahaan yang go public, diberikan
insentif berupa penurunan 5% dari tarif normal, sehingga pada tahun 2009 menjadi 23% dan
20% mulai tahun 2010. Perubahan dalam tarif PPh Badan ini memiliki potensi untuk
memengaruhi perilaku perusahaan dalam manajemen laporan keuangannya. Keberadaan tarif
tunggal dan penurunan tarif memberikan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan
manajemen laba dengan cara meminimalkan laba yang terkena pajak. Dengan demikian,
dampaknya adalah pengurangan beban pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan. Namun,
penting untuk dicatat bahwa insentif pajak ini, sementara memberikan keuntungan perusahaan
dalam mengelola beban pajak, juga memunculkan pertanyaan etika terkait dengan integritas
pelaporan keuangan. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dalam mengawasi dan
mengevaluasi dampak dari regulasi pajak seperti ini terhadap praktik akuntansi perusahaan dan
keberlanjutan keuangan negara (Aditama & Purwaningsih, 2014).
Pajak berdampak langsung pada pengurangan keuntungan perusahaan. Pemungutan pajak
oleh pemerintah harus dilakukan tanpa merugikan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan tarif
pajak agar pemungutannya seimbang dan tidak merugikan salah satu pihak. Prinsip dasar
pemungutan pajak meliputi equality, certainty, convenience dan efficiency (Azizah, 2017). Jenis-
jenis tarif pajak yaitu tarif proporsional, tarif tetap, dan tarif progresif. Pajak menjadi beban yang
mengurangi laba bersih, sehingga manajer berkewajiban menekan beban pajak serendah
mungkin. Untuk meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan rekayasa perencanaan pajak (tax
planning) yang masih dalam aturan perpajakan atau di luar ketentuan perpajakan (Rori, 2013).
Tax planning adalah strategi yang berkaitan dengan antisipasi dan manajemen konsekuensi pajak
potensial dalam suatu transaksi atau kegiatan usaha. Tujuan utama dari tax planning adalah untuk
mengoptimalkan atau mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh suatu entitas kepada
pemerintah. Hal ini mencakup penstrukturan transaksi atau aktivitas dengan cermat, sehingga
dampak pajaknya dapat diatur sedemikian rupa untuk mencapai efisiensi fiskal. Dalam
praktiknya, tax planning melibatkan pemahaman mendalam terhadap undang-undang pajak yang
berlaku, baik secara nasional maupun internasional, serta penggunaan berbagai keringanan atau
insentif pajak yang mungkin tersedia. Pemilihan struktur bisnis, penjadwalan pembayaran pajak,
dan pengelolaan aset merupakan beberapa strategi umum yang digunakan dalam tax planning.
Selain itu, tax planning juga mencakup penilaian risiko pajak untuk memastikan bahwa transaksi
atau kegiatan usaha tidak melibatkan risiko ketidakpatuhan pajak yang dapat berakibat pada
sanksi atau litigasi. Oleh karena itu, tax planning tidak hanya bersifat reaktif terhadap
konsekuensi pajak, tetapi juga proaktif dalam merancang strategi untuk mencapai tujuan fiskal
secara efektif dan legal. (Lestari et al., 2018).
Manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk melakukan
intervensi dalam penyusunan laporan keuangan dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri
dan perusahaan terkait (Lubis & Suryani, 2018). Manajemen laba dapat berupa praktik perataan
laba, taking a bath, dan income maximization. Menurut teori keagenan, praktik manajemen laba
dipengaruhi konflik kepentingan antara principal dan agent. Konflik muncul saat masing-masing
pihak berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang diinginkan. Dengan keinginan
meminimalkan beban pajak, manajemen cenderung meminimalkan pembayaran pajak melalui
perencanaan pajak (tax planning) atau tax sheltering (Suandy, 2008). Perencanaan pajak juga
merupakan proses pengorganisasian usaha wajib pajak agar utang pajak berada pada posisi
seminim mungkin, selama masih dalam bingkai peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena
itu, perencanaan pajak merupakan tindakan legal yang diperbolehkan pemerintah selama masih
dalam koridor undang-undang perpajakan di Indonesia. Aktivitas manajemen laba sering
dipraktikkan oleh perusahaan besar dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi perusahaan dan
manajer. Motivasi ini mendorong manajer melakukan berbagai cara demi mencapai tujuannya.
Manajer memanfaatkan peluang pada berbagai kegiatan atau peristiwa untuk melaksanakan
manajemen laba. Beberapa faktor yang memengaruhi manajemen melakukan manajemen laba
antara lain perencanaan pajak, beban pajak tangguhan, aset pajak tangguhan, kepemilikan
manajerial, serta arus kas bebas (Zhang & Su, 2018).
Tinjauan Pustaka
Agency Theory
Teori agensi (agency theory) memberikan asumsi bahwa pemilik perusahaan (principal)
dan pihak manajemen (agent) memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda, yang masing-
masing berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi mereka. Asumsi ini
menimbulkan konflik kepentingan yang intrinsik antara principal dan agent, menggambarkan
realitas kompleks dalam hubungan korporat. Pemilik perusahaan, yang bertindak sebagai
principal, terdorong untuk membentuk kontrak dengan manajemen dengan harapan
meningkatkan profitabilitas dan nilai perusahaan. Di sisi lain, manajemen sebagai agen memiliki
motivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologis pribadinya,
seperti mendapatkan investasi, pinjaman, dan kompensasi yang optimal.
Konflik kepentingan semakin intens ketika principal tidak dapat memantau secara
langsung aktivitas manajemen sehari-hari. Asimetri informasi di antara kedua belah pihak
menciptakan ketidakpastian dan kerentanan terhadap perilaku agen yang mungkin tidak sejalan
dengan kepentingan principal. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme kontrol dan tata kelola
perusahaan yang efektif untuk memastikan bahwa manajemen beroperasi sesuai dengan
keinginan dan tujuan pemilik saham. Upaya tersebut melibatkan pengembangan kontrak yang
jelas, sistem insentif yang sesuai, serta pelaporan dan pemantauan yang transparan. Dengan
demikian, teori agensi memberikan wawasan tentang dinamika kompleks antara pemilik
perusahaan dan manajemen, menekankan perlunya manajemen risiko dan struktur organisasi
yang baik untuk meminimalkan konflik kepentingan dan meningkatkan kinerja perusahaan
(Sutrisno et al., 2018).
Teori agensi (agency theory) mengasumsikan bahwa setiap individu secara intrinsik
terdorong oleh kepentingan dan kesejahteraan pribadinya. Dalam konteks ini, pihak principal dan
agen memiliki motivasi yang berbeda dalam suatu hubungan kontraktual. Principal, sebagai
pihak yang memberikan mandat, termotivasi untuk membentuk kontrak dengan agen dengan
harapan meningkatkan kesejahteraannya melalui dividen atau kenaikan harga saham. Di sisi lain,
agen termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui peningkatan kompensasi.
Konflik kepentingan dalam teori agensi semakin muncul ketika principal mengalami
ketidakmampuan memantau secara efektif aktivitas agen, sehingga agen memiliki
kecenderungan untuk menyembunyikan informasi atau menyajikan informasi yang tidak benar
terkait dengan kinerjanya. Asimetri informasi, di mana agen memiliki lebih banyak informasi
daripada principal, menjadi faktor penting yang memicu konflik dan ketidaksetaraan dalam
hubungan agensi.
Ketidakseimbangan informasi tersebut menciptakan situasi di mana agen dapat
memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi, sementara principal mungkin tidak memiliki
visibilitas penuh terhadap tindakan agen. Asimetri informasi dan konflik kepentingan dalam teori
agensi menyoroti kompleksitas hubungan kontraktual dan menekankan perlunya strategi
manajemen risiko dan mekanisme kontrol untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin
timbul dari situasi ini. Definisi Jensen dan Meckling pada tahun 1974 mengenai hubungan agensi
memberikan pemahaman yang mendalam tentang sifat dan dinamika hubungan antara pemilik
perusahaan dan manajer. Mereka menjelaskan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di mana
satu atau lebih individu meminta pihak lain untuk melaksanakan tugas tertentu demi kepentingan
mereka. Dalam perusahaan, pemilik perusahaan mendelegasikan wewenang kepada manajer
yang dipilihnya untuk mengelola dan menjalankan operasional sehari-hari.
Pendelegasian wewenang ini dianggap sebagai keharusan dalam hubungan agensi agar
manajer dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan mempertanggungjawabkannya kepada
pemilik. Idealnya, hubungan agensi seharusnya dapat meningkatkan nilai perusahaan karena
dijalankan oleh individu yang memiliki pemahaman mendalam tentang pengelolaan usaha,
sementara tetap diawasi oleh pemilik. Namun, masalah agensi muncul ketika terdapat keinginan
salah satu pihak untuk memaksimalkan keuntungannya sendiri, bahkan jika itu merugikan pihak
lain, atau ketika terdapat asimetri informasi di mana satu pihak memiliki akses lebih banyak
terhadap informasi dibandingkan pihak lainnya. Dampaknya adalah pemilik tidak dapat
mengawasi seluruh aktivitas agen dengan cermat, sehingga agen cenderung berperilaku tidak
semestinya atau melakukan tindakan yang mungkin tidak sejalan dengan kepentingan pemilik.
Oleh karena itu, teori agensi menjadi landasan penting dalam merancang mekanisme kontrol dan
struktur organisasi yang dapat meminimalkan konflik dan menjaga keseimbangan kepentingan
dalam konteks perusahaan. (Santi & Wardani, 2018).
Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak merupakan integral dalam praktik manajemen pajak dan dianggap
sebagai langkah awal yang strategis dalam mengelola kewajiban pajak suatu entitas. Tujuan
utama dari perencanaan pajak adalah untuk mengoptimalkan posisi pajak sebuah organisasi
dengan cara yang legal dan etis. Proses ini melibatkan analisis dan perancangan struktur
keuangan dan transaksi bisnis agar memberikan dampak pajak yang paling menguntungkan.
Langkah awal perencanaan pajak melibatkan pemahaman mendalam terhadap undang-undang
pajak yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun internasional. Tim perencanaan pajak perlu
mempertimbangkan berbagai elemen, termasuk jenis usaha, struktur kepemilikan, kebijakan
investasi, dan strategi pengelolaan risiko keuangan. Selain itu, pemahaman yang baik terhadap
perubahan peraturan pajak yang mungkin terjadi di masa depan menjadi kunci dalam merancang
strategi perencanaan pajak yang berkelanjutan. Langkah-langkah awal ini membantu organisasi
untuk mengelola beban pajaknya secara efektif, meningkatkan efisiensi operasional, dan
mengoptimalkan keuntungan yang dapat direinvestasikan. Dengan demikian, perencanaan pajak
bukan hanya sekadar tanggung jawab departemen keuangan, melainkan merupakan komponen
integral dari strategi bisnis yang dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan
dan daya saing suatu organisasi.
Menurut Kusumawati & Sasongko (2017) , Perencanaan pajak adalah suatu proses strategis
yang bertujuan mengorganisasi struktur keuangan dan operasional suatu entitas agar beban pajak,
termasuk Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, dapat diminimalkan seefisien mungkin.
Tujuan utama dari perencanaan pajak adalah untuk mengoptimalkan posisi pajak suatu bisnis
dengan cara yang legal dan etis, memastikan bahwa entitas tersebut memanfaatkan seluruh
insentif dan keringanan pajak yang tersedia. Proses perencanaan pajak melibatkan analisis
mendalam terhadap kondisi keuangan dan struktur perusahaan. Ini mencakup penilaian terhadap
kebijakan investasi, struktur kepemilikan, dan pengelolaan modal. Tim perencanaan pajak juga
mempertimbangkan peraturan pajak yang berlaku serta perubahan potensial dalam peraturan
tersebut untuk merancang strategi yang sesuai. Dengan merinci struktur keuangan dan transaksi
bisnis secara cermat, perencanaan pajak bertujuan untuk mengurangi beban pajak yang harus
dibayar oleh perusahaan. Selain itu, perencanaan ini juga dapat membantu dalam pengelolaan
risiko keuangan dan meningkatkan efisiensi operasional.
Penting untuk dicatat bahwa perencanaan pajak harus dilakukan dengan mematuhi
ketentuan hukum dan etika bisnis. Hal ini memastikan bahwa perusahaan tidak hanya
mendapatkan keuntungan pajak, tetapi juga menjaga reputasi dan kepatuhan hukumnya. Dengan
demikian, perencanaan pajak menjadi suatu langkah kritis dalam manajemen keuangan dan
strategi bisnis suatu organisasi.. Sedangkan Rori (2013), perencanaan pajak merupakan strategi
untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan guna meminimalkan kewajiban pajak
dengan cara-cara yang tidak melanggar aturan perpajakan. Seminim mungkin di sini masih
dalam koridor peraturan perpajakan yang berlaku sehingga kegiatan ini dilegalkan pemerintah.
Pada tahap awal, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap aturan pajak untuk diseleksi
jenis penghematan pajak yang bisa dilakukan. Manajemen pajak digunakan untuk memenuhi
kewajiban perpajakan dengan benar, namun jumlah pajak ditekan serendah mungkin untuk
mendapatkan laba dan likuiditas yang optimal bagi manajemen.
Adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemerintah seringkali membuat
manajer melakukan berbagai cara untuk meminimalkan pembayaran pajak. Upaya penghematan
pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak, meski legalitasnya tergantung
instrumen yang digunakan dan baru diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan.
Secara umum, manajemen pajak didefinisikan sebagai sarana memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tetapi jumlah pajak ditekan serendah mungkin untuk mendapatkan laba dan
likuiditas yang optimal (Sophar Lumbantoruan, 1996). Menurut Suandy (2011), tujuan utama
dari manajemen pajak dapat dipilah menjadi dua aspek penting. Pertama, manajemen pajak
bertujuan untuk menerapkan aturan perpajakan secara benar, memastikan bahwa entitas
mematuhi seluruh ketentuan hukum dan regulasi perpajakan yang berlaku. Penerapan aturan
perpajakan yang benar menjadi dasar kepatuhan dan kepercayaan dari pihak berwenang, yang
berkontribusi pada reputasi positif perusahaan. Kedua, manajemen pajak bertujuan untuk
mencapai efisiensi dalam rangka memaksimalkan laba dan likuiditas perusahaan. Dengan
memanfaatkan seluruh insentif dan keringanan pajak yang tersedia, manajemen pajak berperan
dalam merancang strategi untuk mengurangi beban pajak dan meningkatkan efisiensi
operasional. Fungsi-fungsi manajemen pajak yang mendukung tercapainya tujuan ini melibatkan
perencanaan pajak, pelaksanaan kewajiban pajak, dan pengendalian pajak.
Proses perencanaan pajak melibatkan analisis dan perancangan struktur keuangan serta
transaksi bisnis agar beban pajak dapat diminimalkan secara legal dan etis. Sementara itu,
pelaksanaan kewajiban pajak mencakup langkah-langkah konkret untuk memastikan pembayaran
pajak dilakukan dengan benar dan tepat waktu. Terakhir, pengendalian pajak melibatkan upaya
pemantauan dan evaluasi berkelanjutan terhadap perubahan regulasi pajak serta efektivitas
strategi perencanaan yang telah diterapkan. Dengan demikian, manajemen pajak tidak hanya
berfungsi untuk memastikan kepatuhan hukum, tetapi juga menjadi elemen strategis dalam
mencapai efisiensi keuangan perusahaan. Perencanaan pajak merupakan suatu strategi yang
melibatkan analisis seksama terhadap kebijakan perpajakan dan celah-celah legal untuk
mengoptimalkan posisi pajak suatu perusahaan.
Dalam hal ini, perusahaan memiliki dua opsi, yakni tax avoidance (pencegahan pajak) dan
tax evasion (penghindaran pajak). Tax avoidance dilakukan secara sah dengan memanfaatkan
insentif pajak dan keringanan perpajakan yang diatur dalam undang-undang. Sebaliknya, tax
evasion melibatkan tindakan ilegal yang melibatkan manipulasi informasi atau bahkan tindakan
penipuan untuk mengurangi pembayaran pajak yang seharusnya. Proses perencanaan pajak
dimulai dengan identifikasi seluruh transaksi yang mungkin terkena pajak, dan dilanjutkan
dengan evaluasi apakah transaksi tersebut dapat dioptimalkan untuk mengurangi beban pajak.
Selain itu, pertimbangan faktor non-pajak seperti struktur organisasi dan kebijakan bisnis
dilibatkan untuk memastikan bahwa perencanaan pajak sejalan dengan tujuan perusahaan secara
menyeluruh. Fokus utama dari perencanaan pajak adalah menciptakan nilai jangka panjang,
mempertahankan profitabilitas, dan tetap berada dalam batas hukum untuk menjaga reputasi dan
kepatuhan perusahaan. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat meminimalkan kewajiban
pajaknya secara sah dan etis, mencapai efisiensi keuangan, serta memastikan keberlanjutan
operasional (Sutino & Khoiruddin, 2016).
Manajemen Laba
Manajemen laba, yang sering juga disebut sebagai creative accounting, merupakan suatu
praktik di dalam dunia akuntansi yang melibatkan transformasi informasi keuangan dengan cara
memilih metode, estimasi, dan praktik akuntansi yang diizinkan oleh standar akuntansi yang
berlaku. Tujuan utama dari manajemen laba adalah untuk mempengaruhi laporan keuangan suatu
entitas dengan cara yang dapat meningkatkan citra atau persepsi kinerja keuangan perusahaan
tersebut. Praktik manajemen laba dapat mencakup pemilihan metode penyusutan yang dapat
mempengaruhi tingkat laba bersih, penundaan atau percepatan pengakuan pendapatan, serta
manipulasi estimasi nilai pasar aset atau kewajiban. Selain itu, pihak manajemen juga dapat
memanfaatkan celah atau ambiguitas dalam standar akuntansi untuk menghasilkan dampak yang
diinginkan pada laporan keuangan.
Meskipun dalam beberapa kasus manajemen laba dapat dianggap sebagai suatu bentuk
praktik yang sah dan diizinkan, namun jika dilakukan dengan niat untuk menyesatkan pihak-
pihak yang bergantung pada laporan keuangan, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif,
seperti merugikan investor, kreditor, atau pihak berkepentingan lainnya. Perlu dicatat bahwa
standar akuntansi biasanya membatasi kreativitas dalam penerapan metode dan estimasi, dan
pihak berwenang, seperti Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK),
biasanya melakukan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan manajemen laba yang
dapat merugikan kepentingan publik (Anasta, 2015). Demikian juga Jensen & Meckling (2019)
yang menyatakan akuntan kreatif menginterpretasikan area abu-abu untuk mendapatkan manfaat
atau keuntungan dari hasil interpretasi tersebut. Mahariana & Ramantha (2014) juga
mendefinisikannya serupa, yaitu aktivitas badan usaha memanfaatkan teknik dan kebijakan
akuntansi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Secara umum, manajemen laba
didefinisikan sebagai upaya manajer mengintervensi informasi dalam laporan keuangan untuk
mengelabui stakeholder tentang kinerja dan kondisi perusahaan. Beberapa pihak menilai hal
tersebut kecurangan, namun pihak lain menganggapnya bukan karena masih dalam kerangka
standar akuntansi yang diterima umum.
Pemahaman tentang manajemen laba, sebagaimana diuraikan oleh Scott (2003), dapat
dibagi menjadi dua perspektif utama. Pertama, dari sudut pandang perilaku oportunistik,
manajemen laba dianggap sebagai tindakan yang dilakukan oleh manajer dengan motivasi untuk
memaksimumkan keuntungan pribadi mereka. Hal ini terjadi dalam konteks kontrak kompensasi,
kontrak uang, dan political cost, di mana manajer secara opportunistik mengelola laporan
keuangan untuk memenuhi kepentingan pribadi mereka. Kedua, dari perspektif efficient
contracting, manajemen laba dipahami sebagai suatu strategi yang memberikan fleksibilitas
kepada manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dari dampak tak terduga yang mungkin
merugikan pihak yang terlibat dalam kontrak. Dalam hal ini, manajemen laba dianggap sebagai
alat yang memungkinkan manajer untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa yang tidak terduga
dan merugikan, sehingga dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan dengan melakukan
perataan laba dan pertumbuhan laba secara terencana. Dengan demikian, tindakan manajemen
laba tidak hanya dilihat sebagai usaha untuk memaksimalkan laba, tetapi juga sebagai strategi
untuk meminimalkan risiko dan melindungi kepentingan perusahaan. Penekanan pada peran
manajemen laba dalam mengelola ekspektasi pasar dan mengoptimalkan nilai saham
mencerminkan kompleksitas motivasi di balik praktik ini, yang melibatkan pertimbangan lebih
dari sekadar pencapaian laba yang maksimal (Mappanyukki et al., 2016).
Praktik manajemen laba dalam perusahaan merupakan hal yang logis karena fleksibilitas
akuntansi memungkinkan manajer mempengaruhi pelaporan. Dalam mengungkap praktik
manajemen laba, ada beberapa proksi yang digunakan untuk mengevaluasinya. Salah satu model
sebagai proksi manajemen laba adalah pendekatan distribusi laba (Astutik & Mildawati, 2016) .
Pendekatan ini mengidentifikasi batas pelaporan laba (earnings thresholds) dan menemukan
bahwa perusahaan di bawah batas tersebut akan berusaha melewatinya dengan melakukan
manajemen laba. Menurut Philips et al. (2003), Manajer terkadang terdorong untuk melakukan
manajemen laba karena kesadaran mereka terhadap pihak eksternal, seperti investor, bank, dan
pemasok, yang menggunakan laporan laba sebagai parameter penting dalam mengevaluasi
kinerja manajerial. Dalam lingkungan bisnis yang kompleks, aspek pelaporan keuangan
memegang peranan krusial dalam membentuk persepsi pihak eksternal terhadap kesehatan dan
keberlanjutan perusahaan.
Pihak eksternal seringkali mengandalkan laporan laba untuk membentuk penilaian mereka
terhadap kemampuan manajemen dalam mencapai tujuan keuangan. Investor dapat memperoleh
wawasan tentang kinerja perusahaan, sedangkan bank dan pemasok dapat menggunakan
informasi laba untuk mengukur kesehatan keuangan dan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban keuangan. Asimetri informasi antara manajer yang memiliki akses
langsung terhadap operasional perusahaan dan pihak eksternal yang mendapatkan informasi
terbatas dapat menjadi pemicu manajemen laba. Manajer, menyadari bahwa penilaian kinerja
mereka tergantung pada angka-angka tertentu dalam laporan keuangan, mungkin cenderung
mengelola laporan tersebut agar mencerminkan gambaran yang lebih menguntungkan. Perbedaan
kepentingan antara manajer dan pihak eksternal, yang memiliki ekspektasi yang beragam,
menciptakan tekanan untuk menghasilkan laporan laba yang memenuhi harapan pihak eksternal,
meskipun mungkin tidak selalu mencerminkan gambaran yang sepenuhnya akurat tentang
kinerja sebenarnya. Dalam situasi ini, manajemen laba menjadi strategi yang mungkin digunakan
manajer untuk mengelola persepsi pihak eksternal dan menjaga kepercayaan mereka.. Asimetri
informasi mendorong manajemen menyajikan informasi yang tidak benar terutama terkait
pengukuran kinerja manajer (Suranta & Rendi, 2017).
Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan pendekatan literatur review. Telaah pustaka yang mendalam
dilakukan terhadap berbagai referensi ilmiah yang relevan dengan topik tersebut, termasuk jurnal
internasional, jurnal nasional yang terakreditasi, buku, dan sumber-sumber terpercaya lainnya.
Dengan merinci literatur-literatur tersebut, penulis melakukan analisis dan sintesis untuk
memperoleh wawasan konseptual yang lebih mendalam mengenai hubungan antara perencanaan
pajak dan praktik manajemen laba. Pendekatan literatur review ini memberikan dasar yang
kokoh untuk pemahaman konseptual dalam konteks penelitian ini.
Hasil dan Pembahasan
Perencanaan pajak menjadi langkah awal yang strategis bagi perusahaan sebelum
membayar pajak, yang pada dasarnya merupakan beban biaya. Dalam upaya untuk memastikan
laba usaha yang tinggi dan menguntungkan pemilik, perusahaan secara konsisten berupaya
mengurangi beban pajak. Para manajer dalam perusahaan memiliki insentif untuk mencapai
target laba yang tinggi, karena hal ini dapat berkontribusi pada penerimaan bonus dari pemilik.
Perencanaan pajak dilakukan melalui berbagai metode untuk meminimalkan pembayaran pajak,
yang pada gilirannya dapat meningkatkan laba bersih yang tersedia. Upaya manajer untuk
meminimalkan pajak seringkali melibatkan tindakan manajemen laba, yang merupakan suatu
strategi di mana laporan keuangan diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu, seperti
menciptakan gambaran laba yang lebih menguntungkan. Dengan demikian, perencanaan pajak
dan manajemen laba menjadi bagian integral dari strategi perusahaan untuk memaksimalkan
keuntungan dan memenuhi harapan pemilik. Meskipun tujuan utama adalah untuk mencapai laba
yang optimal, strategi ini dapat menimbulkan sejumlah tantangan etis dan dapat memunculkan
ketegangan dengan norma akuntansi dan kepatuhan perpajakan. Oleh karena itu, perusahaan
perlu menjalankan perencanaan pajak dan manajemen laba dengan bijak dan sesuai dengan
prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku.
Secara konseptual, peran perencanaan pajak dalam praktik manajemen laba dapat
dijelaskan oleh teori keagenan dan teori akuntansi positif. Dalam teori keagenan, pemerintah
sebagai principal dan manajemen sebagai agent memiliki kepentingan berbeda dalam hal
pembayaran pajak. Perusahaan (agent) berupaya membayar pajak seminim mungkin karena akan
mengurangi kemampuan ekonomisnya. Sementara pemerintah (principal) membutuhkan
penerimaan pajak untuk membiayai pengeluarannya. Dengan demikian, terjadi konflik
kepentingan yang memotivasi agent meminimalkan beban pajak. Sepanjang masih dalam aturan
perpajakan yang berlaku, upaya untuk meminimalkan pembayaran pajak dikenal sebagai
perencanaan pajak.Melalui kewajiban pajak, perusahaan yang memiliki kemampuan untuk
membuat perencanaan pajak yang efektif mengalami penurunan laba. Studi Astutik dan
Mildawati, (2016) menemukan bahwa perencanaan pajak memengaruhi manajemen laba.
Sebaliknya, studi Aditama dan Purwaningsih, (2014) menemukan bahwa perencanaan pajak
tidak memengaruhi manajemen laba.
Secara konseptual, peran perencanaan pajak dalam praktik manajemen laba dapat
diterangkan melalui dua teori utama, yaitu teori keagenan dan teori akuntansi positif. Dalam
konteks teori keagenan, hubungan antara pemerintah (fiskus) sebagai principal dan manajemen
sebagai agent menciptakan perbedaan kepentingan terkait pembayaran pajak. Perusahaan,
sebagai agent, cenderung mengupayakan pembayaran pajak sekecil mungkin untuk
meningkatkan kemampuan ekonomisnya. Di sisi lain, pemerintah sebagai principal
membutuhkan penerimaan pajak untuk mendanai pengeluarannya. Konflik kepentingan ini
menjadi motivasi bagi manajemen untuk meminimalkan beban pajak sebagai strategi manajemen
laba. Dalam kerangka teori akuntansi positif, hipotesis biaya politik menyatakan bahwa
perusahaan yang berhadapan dengan biaya politik cenderung melakukan rekayasa penurunan
laba untuk meminimalkan biaya politik, termasuk beban pajak. Perusahaan melakukan
perencanaan pajak efektif tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan fiskal, tetapi juga untuk
memperoleh tambahan modal melalui penjualan saham. Karena pajak dapat mengurangi laba
bersih, manajemen berupaya meminimalkannya agar mencapai tingkat laba bersih yang optimal.
Perencanaan pajak dapat dipahami sebagai upaya sistematis untuk meminimalkan
pembayaran pajak, sejalan dengan aturan perpajakan yang berlaku. Perusahaan yang menerapkan
perencanaan pajak yang efektif dapat berdampak pada penurunan laba melalui pengurangan
kewajiban perpajakan. Meskipun beberapa penelitian menemukan adanya pengaruh perencanaan
pajak terhadap praktik manajemen laba, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa hubungan
ini tidak selalu terjalin secara signifikan. Hal ini menunjukkan kompleksitas interaksi antara
perencanaan pajak dan manajemen laba yang mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor
kontekstual yang berbeda.
Kesimpulan
Dalam mengakhiri penelitian ini, metode literature review terbukti sebagai pendekatan
yang sangat efektif untuk menggali lebih dalam keterkaitan antara "Pengaruh Perencanaan Pajak
terhadap Praktik Manajemen Laba". Melalui telaah pustaka yang mendalam terhadap jurnal
internasional, jurnal nasional terakreditasi, buku, dan sumber-sumber terpercaya lainnya, penulis
berhasil menyusun analisis dan sintesis literatur yang tidak hanya mengintegrasikan temuan-
temuan sebelumnya tetapi juga membuka jalan bagi pemahaman yang lebih mendalam serta
mengembangkan pemikiran konseptual baru terkait dengan dampak perencanaan pajak terhadap
praktik manajemen laba. Dalam teori agensi, penelitian ini mempertimbangkan hubungan
principal-agensinya, dengan fokus pada dinamika di antara manajemen perusahaan (agensi) dan
pemegang saham atau pemiliknya (principal). Menurut teori agensi, konflik kepentingan dapat
muncul antara manajemen dan pemilik, yang mungkin menciptakan insentif bagi manajemen
untuk melibatkan praktik-praktik manajemen laba sebagai respons terhadap kebijakan
perpajakan yang mereka terapkan.
Penelitian ini menegaskan bahwa perencanaan pajak dapat memberikan dampak yang
signifikan pada praktik manajemen laba dalam konteks keuangan perusahaan. Temuan ini
terpampang dalam beragam bukti empiris yang diuraikan dalam literatur-literatur yang ditelaah,
dengan merinci bagaimana strategi perencanaan pajak dapat mempengaruhi keputusan
manajemen dalam menyusun laporan keuangan untuk mengoptimalkan keuntungan atau
mengelola ekspektasi pasar. Terlebih lagi, dalam perspektif teori agensi, penelitian ini menyoroti
bahwa praktik manajemen laba dapat dipahami sebagai respons terhadap dinamika hubungan
antara manajemen dan pemegang saham, di mana perencanaan pajak menjadi salah satu variabel
yang signifikan dalam mengelola kepentingan kedua belah pihak. Kesimpulan ini
menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan peran agen dan principal dalam menganalisis
pengaruh perencanaan pajak terhadap praktik manajemen laba, memberikan kontribusi yang
signifikan pada literatur akademis di bidang perpajakan, manajemen keuangan, dan teori agensi.
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya mengonfirmasi temuan literatur sebelumnya, tetapi
juga memberikan dasar yang kokoh untuk penelitian lanjutan dan pengembangan konsep dalam
bidang ini.
Aditama, F., & Purwaningsih, A. (2014). Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba pada
Perusahaan Non Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Modus, 26(1), 33–50.

Anasta, L. (2015). Analisa Pengaruh Deferred Tax Asset, Deferred Tax Liabilities, dan Tingkat Hutang Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Sub Sektor Industri Makanan dan Minuman di Indonesia. Jurnal
Tekun, 4(02), 250–270.

Astutik, R. E. P., & Mildawati, T. (2016). Pengaruh Perencanaan Pajak dan Beban Pajak Tangguhan terhadap
Manajemen Laba. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi (JIRA), 5(3).

Azizah, W. (2017). Opportunistic Perspective Off Accrual and Real Earnings Management in Indonesia. IOSR
Journal of Business and Management, 19(11), 1–5.

Hamijaya, M. (2015). Pengaruh Insentif Pajak Dan Insentif Non Pajak Terhadap Manajemen Laba Saat Terjadi
Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Akuntansi Bisnis, 14(27), 1–28.

Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (2019). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and
Ownership Structure. Corporate Governance, 2(1), 77–132.

Kusumawati, A. A. N., & Sasongko, N. (2017). Analisis Perbedaan Pengaturan Laba (Earning Management)
pada Kondisi Laba dan Rugi pada Perusahaan Manufaktur di indonesia. Riset Akuntansi Dan Keuangan
Indonesia, 4(1), 1–20.

Lestari, D. S. A., Kurnia, I., & Yuniati, Y. (2018). Pengaruh Perencanaan Pajak dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Manajemen Laba. Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 2(3), 129–150.

Lubis, I., & Suryani, S. (2018). Pengaruh Tax Planning, Beban Pajak Tangguhan Dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2012–2016). Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 7(1), 41–58.

Mahariana, I., & Ramantha, I. W. (2014). Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional
Terhadap Manajemen Laba. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 7(3), 688–699.

Mappanyukki, R., Haryo, D. P., & Soni, A. I. (2016). The Impact of Free Cash Flow and Good Corporate
Governance (GCG) Earning Management of the Banking Companies Listed on the Indonesia Stock
Exchange. Research Journal of Finance and Accounting ISSN, 1697–2222.

Rori, H. (2013). Analisis Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan Badan. Jurnal EMBA: Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3).

Santi, D. K., & Wardani, D. K. (2018). Pengaruh Tax Planning, Ukuran Perusahaan, Corporate Social
Responsibility (CSR) Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi, 6(1), 11–24.

Suranta, S., & Rendi, R. (2017). Pengaruh Corporate Governance Dan Deferred Tax Expense Terhadap Earnings
Management Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Jurnal Akuntansi, 5(1), 25–36.

Sutino, E. R. D., & Khoiruddin, M. (2016). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba
pada Perusahaan yang Masuk dalam JII (Jakarta Islamic Index) Tahun 2012-2013. Management Analysis
Journal, 5(3).
Sutrisno, M., Sari, I. A., & Astuti, Y. P. (2018). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Insentif Non Pajak Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-
2017. Permana: Jurnal Perpajakan, Manajemen, Dan Akuntansi, 10(1).

Zhang, Y., & Su, D. (2018). Overview and Evaluation of Selected General Business Databases. Journal of
Business & Finance Librarianship, 23(1), 103–111.

Anda mungkin juga menyukai