Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................2
1.1 Latar Belakang....................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................4
1.3 Tujuan Riset........................................................................................................4
1.4 Manfaat Riset......................................................................................................4
1.5 Urgensi Riset.......................................................................................................5
1.6 Temuan Yang Ditargetkan..................................................................................5
1.7 Kontribusi Riset terhadap bidang keilmuan tim..................................................5
1.8 Luaran yang diharapkan.....................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6
2.1 Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR).................................................6
2.2 Insomnia.............................................................................................................6
2.3 Bagian-Bagian Otak yang Berkaitan....................................................................7
BAB 3 METODE RISET..............................................................................................9
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................................9
3.2. Bahan dan Alat...................................................................................................9
3.2.1 Bahan/Subjek Penelitian..................................................................................9
3.2.2 Alat Penelitian................................................................................................9
3.3. Identifikasi Variabel Penelitian.........................................................................11
3.3.1 Variabel Terikat :..........................................................................................11
3.3.2 Variabel Bebas :............................................................................................11
3.4. Tahapan Penelitian...........................................................................................11
3.5. Prosedur Penelitian..........................................................................................11
3.5.1 Tahap Persiapan............................................................................................11
3.5.2 Tahap Pengambilan Data...............................................................................12
3.5.3 Teknik Pengolahan Data................................................................................12
3.6. Indikator Capaian............................................................................................12
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN..............................................................13
4.1. Anggaran Biaya................................................................................................13
4.2. Jadwal Kegiatan...............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15
LAMPIRAN...............................................................................................................16
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota serta Dosen Pendamping.........................16
Lampiran 1.1 Biodata Ketua...............................................................................16
Lampiran 1.2 Biodata Anggota 1.........................................................................18
Lampiran 1.3 Biodata Anggota 2.........................................................................19
Lampiran 1.3 Biodata Dosen Pendamping...........................................................20
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan............................................................21
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas...................22
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana.....................................................23
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insomnia umumnya dipandang sebagai sebuah kebiasaan yang pada dasarnya
merupakan wujud dari gangguan tidur secara inferior mencakup kondisi fisik, psikis,
jadwal tidur yang tidak beraturan, serta keterkaitannya dengan penunjang pada obat-
obatan tertentu, yang pada akhirnya dapat dikurangi dengan adanya pemberian
treatment yang sesuai pada penderitanya (Bonnet et al, 2020). Insomnia sendiri
dinobatkan sebagai salah satu gangguan tidur yang bersifat tunggal, yang berarti
gangguan insomnia ini tidak dapat muncul secara bersamaan (Ardiatama et al, 2021).
Ardiatama et al (2021) lebih lanjut mendefinisikan Insomnia sebagai salah satu
gangguan tidur dengan ciri-ciri kurangnya waktu tidur secara individual yang
mencakup jangka waktu, serta adanya akibat sebagai perasaan tidak menguntungkan
dan suasana hati yang tidak baik di siang hari.
Permasalahan terkait insomnia sejak lama membayang-bayangi kehidupan
manusia, mencakup aspek fisiologis dan psikologis, terhitung semenjak kasus
insomnia berat yang berujung kematian (Fatal Familial Insomnia) pertama kali
ditemukan pada tahun 1765 di Venesia, hingga saat ini, sudah banyak kasus serupa di
seluruh dunia. Berdasarkan National Sleep Foundation (2018), kejadian insomnia di
seluruh Dunia mencapai 67% dari 1.508 orang di Asia Tenggara dan 7,3% insomnia
terjadi pada mahasiswa. Di Indonesia, angka prevalensi insomnia berada di kisaran
67%. Komposisi yang menyusun angka tersebut meliputi 55,8 % kasus insomnia
ringan dan 23,3 % kasus insomnia sedang (Suastari, 2018). Angka tersebut
dilaporkan mengalami peningkatan selama masa pandemi COVID-19, didasarkan
pada penelitian Garg et al. (2020) yang menyebutkan bahwa prevalensi kasus
insomnia mulanya berada pada kisaran 15,7 % hingga 37,6 % dan semenjak awal
Januari 2023 tersebut terus menunjukkan kenaikan secara signifikan.
Permasalahan tidur dan kesulitan tidur dipengaruhi oleh berbagai faktor
eksternal dan internal individu. Variasi yang mungkin muncul meliputi cakupan
permasalahan medis, siklus tidur yang buruk, stress, dan perubahan lingkungan yang
berdampak terhadap irama hidup (Rianjani, 2020). Lebih jauh, gangguan tidur besar
dipengaruhi oleh rusaknya ritme tubuh natural yang dibentuk tubuh untuk mengatur
operasi tubuh selama 24 jam, yang dikenal dengan istilah ritme sirkadian. Ritme ini
bekerja dengan mensinkronkan tubuh dengan waktu eksternal yang berdasar kepada
siklus gelap-terang matahari (Farhud & Aryan, 2018). Siklus tidur manusia diatur
oleh bagian otak hipotalamus yang juga mengatur pelepasan hormon dan denyut
jantung. Lebih spesifik, ritme sirkadian pada tubuh dikendalikan oleh bagian Ventral
Anterior Hypothalamus di Suprachiasmatic Nucleus (SCN). Permasalahan tidur dan
kekurangan tidur berdampak signifikan terhadap perubahan suasana hati, irritability,
kurangnya motivasi, cemas, dan munculnya simtom-simtom depresi. Sektor kognitif
seseorang juga menjadi hal yang dipengaruhi oleh kurangnya tidur yang
terimplementasikan pada kurang konsentrasi, kesulitan pemusatan perhatian, kurang
energi, gelisah, meningkatnya kesalahan, dan pelupa (American Academy of Sleep
Medicine, 2008). Beragam cara digadangkan dapat mengatasi permasalahan tidur,
salah satunya adalah efek yang diberikan oleh Autonomous Sensory Meridian
Response (ASMR).
Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) ramai dikenal dan diakses
sebagai sarana rekreasi. Beragam konten bertajuk ASMR dapat ditemui di berbagai
kanal hiburan. Konten ASMR yang disajikan umumnya dalam bentuk video maupun
audio. Sensasi yang dirasakan saat mengakses konten ASMR dapat digambarkan
seperti berada di perpustakaan yang sunyi dengan diiringi suasana di luar yang
sedang hujan ataupun mendengar rintik-rintik hujan memantul di jendela dan dengan
hati-hati menggores beberapa catatan dengan pensil yang baru diasah. Bagi banyak
orang, hal semacam ini mungkin menjengkelkan di lingkungan yang seharusnya
sunyi. Namun, untuk sebagian orang lagi ini bisa jadi wujud audio dan visualisasi
yang memicu perasaan dan diidentifikasikan sebagai Autonomous Sensory Meridian
Response (ASMR). Sensasi yang dirasakan saat mengakses konten ASMR
dilaporkan meliputi sensasi hangat, kesemutan, dan menyenangkan mulai dari ubun-
ubun kepala dan menyebar ke seluruh tubuh. Pengalaman subjektif ASMR secara
anekdot disebut sebagai “kesemutan otak’’ disertai dengan perasaan tenang dan rileks
(Poeri, 2018). Pengalaman menggunakan media ASMR ini sendiri hampir tidak
diperhatikan oleh bidang ilmu psikologi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) mempengaruhi
aktivitas otak?
2. Bagaimana efektivitas Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR)
sebagai terapi pendamping pada penderita insomnia?

1.3 Tujuan Riset

1. Mengetahui efektivitas self therapy berbasis Autonomous Sensory Meridian


Response (ASMR) dalam mengurangi tingginya tingkat intensitas insomnia
2. Mengaktualisasikan Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) sebagai
media self therapy dan mengetahui parameter efektivitas penggunaan metode
tersebut terhadap kinerja otak pada penderita insomnia
1.4 Manfaat Riset
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan bisa membantu penerapan pengetahuan dan
pengembangan penelitian mengenai Autonomous Sensory Meridian Response
(ASMR) sebagai sarana untuk menurunkan intensitas insomnia serta implikasinya
pada aktivitas otak.
2. Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana
edukasi terkait self-therapy melalui Autonomous Sensory Meridian Response
(ASMR) sebagai terapi pendamping bagi penderita insomnia. Penggunaan terapi
pendamping ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih lanjut mengenai
Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) yang tidak hanya dijadikan
tontonan atau sarana hiburan saja.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) terhadap aktivitas otak
sehingga mempengaruhi dalam mengurangi intensitas insomnia. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana informasi dan pengalaman yang
dapat digunakan dalam menyusun desain intervensi yang lebih efektif untuk
penderita insomnia.
4. Bagi Institusi pendidikan
Menjadi substansi keilmuan bagi Fakultas Psikologi Sosial Dan Budaya
Universitas Islam Indonesia (FPSB UII) maupun fakultas kedokteran Universitas
Islam Indonesia (FK UII)

1.5 Urgensi Riset


ASMR memiliki kemungkinan untuk dapat digunakan sebagai media relaksasi
dan menjadi sarana self-therapy pagi pengidap insomnia. Namun, efektivitas dan
pengaruhnya masih dipertanyakan dan belum dijelaskan oleh riset dan penelitian
terdahulu. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki urgensi untuk dilakukan sebagai
kajian pencerahan mengenai dampak yang diberikan ASMR terhadap kinerja otak
serta pengaruhnya terhadap penurunan intensitas insomnia.

1.6 Temuan Yang Ditargetkan


1. Diketahui pengaruh Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR)
terhadap aktivitas otak serta implikasinya terhadap penurunan intensitas insomnia.
2. Diketahui efektivitas Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) dalam
menstimulus rasa kantuk terhadap penderita insomnia.

1.7 Kontribusi Riset terhadap bidang keilmuan tim


Penelitian ini sangat bergandengan dengan bidang keahlian pengusul yaitu
psikologi. Sehingga penelitian ini, khususnya bidang minat psikologi klinis. Dengan
dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh Autonomous
Sensory Meridian Response (ASMR) terhadap aktivitas otak sehingga dapat
menurunkan intensitas insomnia pada para penderitanya.

1.8 Luaran yang diharapkan


Pada penelitian ini terdapat beberapa luaran yang diharapkan bisa diaplikasikan
dan dipublikasi secara umum bagi masyarakat
1. Laporan kemajuan
2. Laporan akhir
3. Artikel ilmiah berupa original article yang dapat dipublikasikan di seminar
internasional maupun jurnal ilmiah internasional terindeks Scopus.
4. Platform media sosial untuk edukasi masyarakat dengan instagram

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR)


ASMR adalah singkatan dari Autonomous Sensory Meridian Response yang
distimulasi oleh audio visual tertentu secara spontan. sebuah peristiwa sensorik yang
disampaikan secara ekstensif serta mampu menimbulkan peningkatan perasaan santai
dan bahagia seseorang (DelCampo & Kehle, 2016). Autonomous Sensory Meridian
Response Pertama kali diciptakan pada tahun 2010, merujuk pada fenomena persepsi
atipikal ketika terpapar rangsangan interpersonal, pendengaran, dan visual tertentu
(Nicole Woods dan Julie M. Turner-Cobb 2023). Rangsangan ini biasa diselingi
dengan rasa geli, menggelitik atau bahkan merinding, namun bagi sebagian orang
rangsangan ini justru membuat tubuh rileks, tenang, atau bahkan menstimulus rasa
kantuk. Melalui akumulasi statistik dengan menerapkan teknik pertanyaan likert yang
diimplementasikan oleh Barrat & Davis di penelitiannya, diperoleh evidensi bahwa
sejumlah besar peserta mencari Autonomous Sensory Meridian Response sebagai
sarana relaksasi, disertai 98% orang setuju atau sangat setuju dengan pernyataan ini.
Sekitar 82% menyetujui bahwa mereka menjadikan Autonomous Sensory Meridian
Response untuk membantu tidur mereka dan 70% memanfaatkan ASMR untuk
mengatasi stres (Barrat & Davis, 2015). Autonomous Sensory Meridian Response
juga dipercaya mampu memberikan rest time yang layak pada otak sehingga dapat
memberikan peluang bagi otak untuk bermeditasi (El Chaar, 2019).

2.2 Insomnia
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang tidak aman dari segi
kualitas dan kuantitas tidur serta menjadi keluhan yang umumnya banyak dialami
oleh individu (Susanti, 2015). Umumnya, insomnia merupakan permasalahan
individu yang sulit dalam mengatur dan mempertahankan waktu tidur, memulai tidur,
atau bahkan kesulitan dalam bangun tidur lebih awal. Sedangkan definisi gangguan
insomnia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-5 (DSM-5)
umumnya merupakan ketidakpuasan atas mutu pada jam tidur yang terkait atas
kesulitan untuk memulai tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur, serta bangun
di jam pagi dan gangguan atau penekanan yang signifikan atau menurunnya fungsi
yang terjadi selama berdurasi 3 malam per minggu pada batas minimal per 3 bulan
serta mencakup semua penyebab yang memungkinkan seperti, gangguan tidur primer,
komorbiditas kondisi medis atau kejiwaan dan harus dipertimbangkan sebelum
memulai diagnosa pada gangguan ini. Faktor yang diakibatkan dari adanya gangguan
tidur insomnia juga berdampak pada situasi di siang hari dimana, individu akan
mudah merasa kelelahan atau ditandai dengan kurangnya aktivitas dalam waktu
jangka panjang karena disebabkan oleh adanya penurunan energi fisik individu
(Ghaddafi, 2013). Tidak hanya berdampak pada fisik saja namun, individu akan
mengalami ketidakstabilan emosi sehingga akan terjadi perubahan mood dan emosi
secara signifikan. Bahkan insomnia menimbulkan penurunan fungsi memori pada
kinerja otak (Ghaddafi, 2013).
Menurut International Classification of Sleep Disorder 2 (ICSD-2) apabila
penderita yang memiliki satu atau lebih keluhan kesulitan tidur seperti sulit untuk
memulai tidur, sulit dalam mempertahankan tidur sehingga sering terbangun dan
tertidur kembali, kemudian mudah untuk terbangun dan sulit untuk tidur kembali,
memiliki kualitas tidur yang buruk dengan diiringi oleh gangguan yang diakibatkan
oleh adanya insomnia seperti kelelahan, gangguan atensi, sulit konsentrasi dan
memori, memiliki hubungan yang buruk dalam interaksi sosial, kekurangan motivasi
dalam dunia pendidikan, memiliki gangguan pencernaan, nyeri pada bagian kepala
akibat kekurangan tidur yang cukup mengkhawatirkan dalam kondisi ini (Susanti,
2015).
Insomnia sendiri terbagi atas dua yaitu insomnia primer dan sekunder. Pada
insomnia primer merupakan tidak disebabkan oleh adanya simtom yang muncul dari
fisik maupun psikis akan tetapi, muncul karena adanya kumpulan kondisi simtom
yang tetap sehingga pada penelitian yang terbaru menghubungkan endokrin,
neurologi, dan aspek - aspek tingkah laku sebagai kontributor terhadap
patogenesisnya (Ghaddafi, 2013). Sedangkan pada insomnia sekunder dipicu oleh
adanya keterikatan antara insomnia dengan gangguan yang disertai. Berbeda dengan
insomnia primer yang terjadi secara mandiri dalam keadaan gangguan lain (Ghaddafi,
2013).

2.3 Bagian-Bagian Otak yang Berkaitan


Menurut Panteri (1993) aktivitas gelombang otak yang terjadi pada saat tidur
dapat dibagi menjadi tahapan-tahapan tidur yang dapat dideteksi dengan poligraf
tidur yaitu EEG, ECG, EMG. Pada keadaan berbaring dan masih tersadar, otak
manusia diketahui berada pada gelombang otak beta dengan karakteristik frekuensi
yang cepat, yaitu lima belas hingga dua puluh putaran per detik dan mempunyai
intensitas tekanan yang sedikit atau kurang dari lima puluh mikrovolt.
Selepas di kondisi tubuh yang lelah dan muncul rasa ingin tidur diawali
dengan memejamkan mata, dalam keadaan tersebut, memunculkan gelombang otak
yang frekuensinya melambat, meningginya tegangan dan membuatnya menjadi lebih
teratur. Gelombang tersebut diketahui sebagai gelombang alpha yang mempunyai
delapan sampai duabelas putaran per detik serta menggambarkan keadaan rileks,
tidak tegang namun tetap terjaga. Setelah sepersekian menit pada keadaan alpha
tempo napas mulai melambat. Kondisi tersebut dianggap transisi tidur awal (tidak
nyenyak) yang dibuktikan oleh gelombang theta 50 hingga 100 mikrovolt, 4 hingga 8
putaran perdetik. Tentunya dalam kondisi pangkal tidur ini denyut jantung menjadi
sedikit lambat dan stabil, napas menjadi memendek dan ritmis. Tahapan ini bisa
berlangsung dari sepuluh detik hingga 10 menit dan sesekali disertai citra visual
berupa halusinasi hipnagogik, karena otot rangka mendadak mengendur, dan
mengalami sensasi seperti jatuh, inilah yang menyebabkan kita terbangun sesaat
dengan gerakan menyentak, keadaan ini diberi nama tidur tahap pertama.
Tidur tahap kedua diagnosis dengan gelombang otak theta yang disertai
kemunculan gelombang tunggal dengan amplitudo tinggi dan terjadinya sleep spindle
(jarum tidur, disebabkan terlihatnya pada monitor atau kertas perekam ditunjukkan
aktivitas otak). Dalam tahapan ini, gerakan dan intensitas ketegangan otot menurun
ini berlangsung sekitar 10 hingga 20 menit menandai permulaan tidur yang
sebenarnya. Pada tahap ini juga, seseorang biasanya tidak dapat merespon rangsang
dari luar, dan rata-rata bila seseorang dibangunkan di kasus ini akan merasa seperti
benar-benar telah tertidur.
Tahap selanjutnya setelah 20–30 menit adalah memasuki tahap ketiga yaitu
kombinasi theta dan delta (tegangan tinggi dengan frekuensi sangat rendah). Segera
setelah tahap ke tiga ini dilanjutkan dengan tahap ke empat yaitu hilangnya sama
sekali gelombang theta dan tinggal yang ada gelombang delta dengan 0,5 – 2 putaran
per detik, amplitudo 100 – 200 microvolt. keadaan tidur delta ini relaksasi otot
sepenuhnya terjadinya. tekanan darah menurun, tempo denyut nadi dan ritme
pernafasan me-lambat. Suplai darah ke otak berada di batas minimum. Kondisi tidur
normal ini tidak selamanya dirasakan oleh seseorang yang akan memasuki tidur.
Gangguan dan kesulitan tidur seringkali membayang-bayangi baik ketika memasuki
tahap pertama tidur maupun ketika tidur berlangsung. Gangguan ini dapat terjadi
karena adanya permasalahan psikis maupun fisik, yang dapat menimbulkan kesulitan
seseorang untuk memasuki keadaan tenang. Kondisi cemas secara berlebihan
menyebabkan otot-otot tidak dapat rileks dan pikiran menjadi tidak terkontrol.
Dalam kondisi normal, melalui pemeriksaan kegiatan otak menggunakan
elektro-ensefalografi (EEG), sepanjang masa tidur terjadi bermacam fase yang silih
berganti antara tidur sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-kira setiap dua
jam sekali. Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur nyenyak, dengan tubuh di
situasi yang kondusif. Fase tidur asinkronik ditandai dengan kegelisahan dan beragam
reaksi jasmaniah lainnya, seperti gerakan bola mata yang merupakan fase mimpi.
Orang normal, saat tidurnya terusik pada fase asinkronik akan merasa kesal, tidak
puas, dan menjadi muram (schenck, 2003). Pasien yang diagnosis insomnia
mengalami gangguan di masa peralihan dan kualitas dari beberapa fase tidur,
terutama pada fase asinkronik. penelitian menyatakan bahwa fase saat yang dianggap
penderita, terjaga di malam hari sebenarnya merupakan fase mimpi. Sebaliknya,
beberapa masa tidur yang singkat sebenarnya merupakan tidur yang sebetulnya.

BAB 3 METODE RISET

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Riset dan eksperimen ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan
Juni 2023 dan berlokasi di Yogyakarta. spesifikasi tempat, tentatif menyesuaikan
situasi dan kondisi. Klasifikasi pasien terdiagnosa Insomnia sedang dalam survei
akomodasi data dan komunikasi lebih lanjut. Seluruh kegiatan akan mengikuti
prosedur medis dan standard operating procedure (SOP) yang berlaku.
3.2. Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan/Subjek Penelitian


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah file audio-visual
Autonomous Sensory Meridian Response yang sudah yang difiltrasi untuk sleep
induction (Penginduksi tidur), 8 subjek pasien yang diagnosa insomnia serta tidak
memiliki riwayat gangguan neurologis, masalah pendengaran dan penglihatan.

3.2.2 Alat Penelitian


1. Alat Ukur Insomnia
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas Kelompok Studi
Psikiatri Biologik Jakarta - Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS) yang mengukur
poin-poin terkait masalah gangguan saat memulai tidur, durasi tidur, kualitas
tidur, kemudian apakah kondisi tubuh prima saat bangun tidur. Rincian butir dan
rating dari skala ini adalah sebagai berikut:
A. Durasi Tidur, digunakan untuk mengetahui total jam tidur dalam satu hari.
Skor 0 diberikan jika subjek tidur lebih dari 6,5 jam, skor 1 diberikan jika
subjek tidur antara 5,5 jam hingga 6,5 jam per hari, skor 2 diberikan jika
subjek tidur antara 4,5 jam hingga 5,5 jam per hari, dan skor 3 diberikan jika
subjek tidur kurang dari 4,5 jam per hari.
B. Mimpi, digunakan untuk mengetahui kondisi subjek dengan mengukur
kuantitas mimpi yang diperoleh. Biasanya subjek normal tidak bermimpi atau
tidak merefleksikan ketika sedang bermimpi atau sewaktu-waktu mimpi yang
diperolehnya. Nilai yang didapat jika skor 0 dengan indikator tidak ada
mimpi, kemudian nilai 1 dengan indikator terkadang mimpi yang
mengasyikan atau biasa saja. Selanjutnya skor 2 untuk indikator mimpi yang
konsisten, serta nilai 3 untuk indikator mimpi buruk.
C. Kualitas Tidur, mengukur seberapa dalam dan nyenyak tidur yang dialami
subjek. Pada butir ini, nilai 0 diberikan jika subjek tidur dengan dalam atau
nyenyak, nilai 1 diberikan jika subjek mengalami tidur yang masih masuk ke
dalam kategori baik, tetapi sulit terbangun; nilai 2 diberikan jika subjek
mengalami tidur yang masuk ke dalam kategori baik, tetapi mudah untuk
terbangun; nilai 3 diberikan jika subjek mengalami tidur yang dangkal atau
tidak nyenyak serta mudah terbangun.
D. Masuk Tidur, pada rincian ini menjelaskan bahwa normalnya subjek dapat
tertidur di kisaran waktu 5-15 menit. Namun, bagi penyintas insomnia
biasanya akan tertidur dengan durasi waktu yang lebih lama yaitu kisaran 15
menit atau lebih. Pada rincian ini jika diperoleh skor 0 dengan indikator
kurang dari 5 menit, skor 1 dengan indikator 6-15 menit. Kemudian skor 2
untuk indikator 16-29 menit. Selanjutnya, skor 3 masuk pada indikator 30-44
menit. Skor 4 dengan indikator 45-60 menit. Pada nilai 5 dengan indikator
lebih dari 1 jam.
E. Terbangun malam hari, butir ini melihat kemampuan subjek untuk
mempertahankan tidurnya sepanjang malam. Skor 0 diberikan jika subjek
tidak terbangun sama sekali, skor 1 diberikan jika subjek terbangun sekali
hingga dua kali, skor 2 diberikan jika subjek terbangun tiga hingga empat kali,
dan skor 3 diberikan jika subjek terbangun lebih dari empat kali.
F. Waktu untuk tidur kembali, butir ini menilai kecepatan tidur kembali yang
dialami subjek saat terbangun di malam hari. Skor 0 diberikan jika subjek
tertidur kurang dari lima menit setelah terbangun, skor 1 diberikan jika subjek
dapat kembali tertidur dalam enam hingga lima belas menit setelah terbangun,
skor 2 diberikan jika subjek dapat tertidur enam belas hingga enam puluh
menit setelah terbangun, sementara skor 3 diberikan jika subjek baru dapat
tertidur lebih dari 60 menit setelah terbangun.
G. Terbangun dini hari, pada rincian ini umumnya subjek normal akan
terbangun dari tidurnya ketika dirasa sudah waktunya untuk mereka ingin
bangun. Namun, pada penyintas insomnia biasanya subjek akan terbangun
lebih cepat sebagai contoh 1-2 jam sebelum waktu tidur. Pada rincian ini
diperoleh jika skor 0 dengan indikator bangun pada waktu biasanya, kemudian
skor 1 dengan indikator bangun lebih awal yaitu 30 menit dari waktu bangun
tidur dan kesulitan untuk tidur kembali. Selanjutnya pada skor 3 untuk
indikator bangun lebih dari 1 jam serta lebih awal dari waktu bangun tidur
subjek dan sulit untuk tertidur kembali.
H. Perasaan saat terbangun, butir ini mengukur kondisi prima yang dirasakan
subjek setelah bangun tidur. Skor 0 diberikan jika subjek merasa prima atau
segar setelah bangun tidur, skor 1 diberikan jika subjek merasa tidak terlalu
baik setelah bangun tidur, sementara itu skor 2 diberikan jika subjek merasa
sangat buruk setelah bangun tidur.
2. Alat Ukur Gelombang Otak
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Electroencephalography
(EEG) yaitu alat beresolusi tinggi yang dapat mengukur keadaan otak secara
praktis, alat ini digunakan untuk mengukur dan mengamati kondisi otak yang
berubah untuk meningkatkan kualitas tidur, Earphone sebagai piranti audio dan
layar LED sebagai piranti visual.
3.3. Identifikasi Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Terikat :


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah permasalahan kesulitan tidur atau
Insomnia

3.3.2 Variabel Bebas :


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ASMR sebagai media self-help therapy

3.4. Tahapan Penelitian


Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1. Tahap perencanaan
2. Tahap persiapan
3. Tahap pelaksanaan eksperimen
4. Tahap analisis data
5. Tahap penyusunan laporan

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1 Tahap Persiapan


Persiapan yang dilakukan pada eksperimen pertama meliputi mencari subjek
yang memenuhi persyaratan, yaitu subjek dengan diagnosis insomnia. Selanjutnya,
dilakukan pemberian informed consent kepada subjek. Setelah itu, dilakukan
konfirmasi kepada pihak rumah sakit terkait ketersediaan penggunaan alat EEG yang
rencananya akan dilaksanakan di Rumah Sakit Akademik UGM Yogyakarta.
Persiapan yang dilakukan untuk eksperimen kedua meliputi menyiapkan kuesioner
pre-test, form monitoring harian, dan post-test yang menggunakan alat ukur KSPBJ-
IRS; memberi informasi dan pengarahan kepada subjek terkait eksperimen yang akan
dilakukan serta partisipasi yang akan dilakukan subjek.

3.5.2 Tahap Pengambilan Data


Tahap pengambilan data pada eksperimen pertama dilakukan pengukuran
aktivitas otak melalui alat EEG. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas
gelombang otak pada subjek yang nantinya akan dijadikan sebagai sebagai catatan
data. Kemudian data EEG akan dibandingkan sebelum dan sesudah diberikan
intervensi berupa Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR).
Selanjutnya, tahap pengumpulan data pada eksperimen kedua dilakukan pre-
test dan post-test dengan menggunakan alat ukur berupa KSPBJ-IRS. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat intensitas subjek yang mengalami gangguan
insomnia.

3.5.3 Teknik Pengolahan Data


Pada eksperimen pertama, data yang didapat berupa print-out aktivitas
gelombang otak subjek pada saat sebelum dan sesudah diberikan tontonan video
ASMR. Pengolahan data dilakukan dengan membandingkan hasil grafik yang
ditunjukkan pada print-out yang didapatkan.
Pada eksperimen kedua, data pertama-tama diuji normalitas dan
homogenitasnya menggunakan shapiro-wilk. Kemudian, data diolah mengikuti
kaidah non-parametrik karena jumlah subjek tidak sampai 30 orang. Kemudian, data
diolah menggunakan uji beda wilcoxon untuk mendapatkan perbedaaan antara dua
kelompok data berpasangan (data pretest dan posttest pada kelompok yang sama).
Data ini kemudian akan didukung oleh plot yang nantinya akan memperjelas hasil
penelitian. Analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS 26.0.

3.6. Indikator Capaian


1. Diketahui perbedaan aktivitas gelombang otak subjek pada saat sebelum dan
saat sedang menonton video ASMR
2. Diketahui pengaruh ASMR terhadap intensitas insomnia yang dialami subjek.

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1. Anggaran Biaya

No. Jenis Pengeluaran Sumber Dana Besaran

1. Perlengkapan yang diperlukan Belmawa Rp50.000

Perguruan Tinggi Rp50.000

Instansi Lain

2. Bahan habis pakai Belmawa Rp2.000.000


Perguruan Tinggi Rp2.000.000

Instansi Lain

3. Perjalanan dalam kota Belmawa Rp75.000

Perguruan Tinggi Rp75.000

Instansi Lain

4. Lain-lain Belmawa Rp770.000

Perguruan Tinggi Rp770.000

Instansi Lain

Jumlah

Belmawa Rp2.895.000

Perguruan Tinggi Rp2.895.000


Rekap Sumber Dana
Instansi Lain (jika
ada)

Jumlah Rp5.790.000

4.2. Jadwal Kegiatan

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan

NO. Jenis Kegiatan Bulan Person


Penanggung Jawab
1 2 3 4

1. Studi Pustaka Mochamad Farhan


Rizki Ramadan

2. Survei dan riset Navya Natasya


subjek penelitian

3. Pelaksanaan Nabila Dian


eksperimen penelitian Alvanda

4. Analisis hasil dan Navya Natasya


evaluasi

6. Laporan akhir Nabila Dian


Alvanda

7. Publikasi Mochamad Farhan


Rizki Ramadan

DAFTAR PUSTAKA

Ardiatama, I. S., Widyama, R., & Budiyani, K. (2021). Intervensi Brief Behavioral
Treatment of Insomnia Secara Daring Untuk Menurunkan Tingkat Gangguan
Insomnia Klinis. Jurnal Intervensi Psikologi. 13(2), hal 149-150.
DOI :10.20885/intervensipsikologi.vol13.iss2.art6

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington: American Psychiatric
Publishing.

Barratt, E. L., & Davis, N. J. (2015). Autonomous Sensory Meridian Response


(ASMR): a flow-like mental state. PeerJ,3, e851.

Bonnet, M. H., Arand, D. L., Benca, R., & Eichler, A. F. (2020). Behavioral and
pharmacologic therapies for chronic insomnia in adults. UpToDate.
https://www.uptodate.com/contents/ behavioral-and-pharmacologic therapies-
for-chronic-insomnia-in adults/print

Del Campo, M. A., & Kehle, T. J. (2016). Autonomous Sensory Meridian Response
(ASMR) and frisson: Mindfully induced sensory phenomena that
promotehappiness. International Journal of School & Educational Psychology,
4(2), 99-105.
El Chaar, A. (2019). Autonomous sensory meridian response: the phenomenon
behind the tingling sensati (Doctoraldissertation, Notre Dame University-
Louaize).

Garg, K., Goel, H., & D Gupta, S. (2020). High prevalence of insomnia during
COVID19 pandemic. Sleep Medicine and Disorders: International Journal,
4(2), 57–59. https://doi.org/10.15406/smdij.2020. 04.00074

Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non-


Farmakologi. Jurnal Medika Udayana, 2(11), Hal 2 - 4.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/7025

Panteri, IGP. 1993. Gangguan Tidur Insomnia dan Terapinya Suatu Kajian Pustaka.
Majalah Ilmiah Unud th xx No 37.

Susanti, L. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia di


Poliklinik Saraf RS DR. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(3),
Hal 951 - 953. http://jurnal.fk.unand.ac.id

Schenck, Carlos H. Mahowald, Mark. Sack, Robert., 2003, Assessment and


Management of Insomnia, JAMA vol 289. No 19

Suastari. (2018). Karakteristik media sosial dalam membentuk budaya populer korean
pop di kalangan komunitas samarinda dan balikpapan. eJournal Ilmu
Komunikasi, 2, 3.

Farhud, D., & Aryan, Z. (2018). Circadian rhythm, lifestyle and health: A narrative review.
Iranian Journal of Public Health, 47(8), 1068–1076.

Andersson, G., Bergström, J., Holländare, F., Carlbring, P., Kaldo, V., & Ekselius, L.
(2005). Internet-based self-help for depression: Randomized controlled trial. British
Journal of Psychiatry, 187(NOV.), 456–461. https://doi.org/10.1192/bjp.187.5.456

Bohart, C. A., & Tallman, K. (1986). The Active Client: Therapy as Self-Help.
Journal of Humanistic Pyschology, 36(3), 7–30.

van Straten, A., & Cuijpers, P. (2009). Self-help therapy for insomnia: A meta-
analysis. Sleep Medicine Reviews, 13(1), 61–71.
https://doi.org/10.1016/j.smrv.2008.04.006
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota serta Dosen Pendamping

Lampiran 1.1 Biodata Ketua


Lampiran 1.2 Biodata Anggota 1
Lampiran 1.3 Biodata Anggota 2
Lampiran 1.3 Biodata Dosen Pendamping
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan
Harga Total
No Jenis Pengeluaran Volume
Satuan (Rp) (Rp)
1 Belanja Bahan (maks 60%)
Penggunaan EEG (alat ukur) 8 subjek Rp500.000 Rp4.000.0
00

SUB TOTAL (Rp) Rp4.000.0


00
2 Belanja Sewa (maks. 15%)
sewa headset 8 subjek 80.000 Rp.
640.000

SUB TOTAL (Rp)


3 Perjalanan Lokal (maks. 30 %)
Biaya trasnportasi dalam kota 3 orang Rp50.000 Rp150.00
tim 0
Biaya transportasi dalam kota 8 orang Rp75.000 Rp600.00
subjek penelitian 0

SUB TOTAL (Rp) Rp750.00


0
4 Lain-lain (maks. 15 %)
Publikasi artikel ilmiah 1 Rp1.000.000 Rp1.000.0
00
ATK 3 Rp50.000 Rp150.00
0
Lainnya sesuai program PKM
SUB TOTAL (Rp) Rp1.150.0
00
GRAND TOTAL Rp5.900.0
00
GRAND TOTAL (Terbilang lima juta sembilan ratus ribu)
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas
No Nama / Program Bidang Alokasi Uraian Tugas
NIM Studi Ilmu Waktu
(jam/minggu)
a. Bertanggung jawab
atas setiap rangkaian
Program riset
b.
Mengkoordinasikan
setiap anggota dalam
Navya Psikologi
1 Psikologi 20 pelaksanaan tugas
Natasya Klinis
pokok
c. Melakukan survei
lapangan serta
analisis data riset
e. Membuat dan
Menyusun proposal
a. Membuat dan
melaksanakan
pendataan subjek
eksperimen dan
perizinan eksperimen
penelitian.
Nabilla Psikologi b. Melakukan analisis
2 Dian Psikologi Industri dan 18 data riset
Alvanda Organisasi c. Membuat dan
menyusun laporan
akhir
e. Bertanggung
jawab atas
segala administrasi
keuangan
3 Mochama Pendidik Ilmu bahasa 18 a. Bertanggung jawab
d Farhan an dan sosial atas studi pustaka
Rizki bahasa humaniora dan segala berkas
Ramadan Inggris surat-menyurat
b. Mempersiapkan
segala perlengkapan
dan kebutuhan
sekunder eksperimen
penelitian.
c. Membuat dan
menyusun laporan
e. Dokumentasi dan
Publikasi media.

Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana

Anda mungkin juga menyukai