KAK Tata Laksana Gizi Buruk
KAK Tata Laksana Gizi Buruk
A. Pendahuluan
Gizi buruk terjadi karena kekurangan gizi tingkat berat yang bila tidak ditangani
dengan segera dapat mengakibatkan kematian. Untuk itu surveilans gizi buruk dilakukan
dengan baik sehingga upaya menanggulangi balita gizi buruk dapat ditingkatkan.
Berdasarkan Riskesdas 2010 sebanyak 13% anak berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9%
berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6% anak
sangat kurus dan 17% anak sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh pada tingginya angka
kematian bayi. Menurut WHO > 50% kematian bayi dan anak terkait gizi kurang dan gizi
buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani dengan cepat.
Masalah kekurangan gizi merupakan dampak rendahnya pemberian ASI Eksklusif
sampai 6 bulan dan pemberian MP-ASI yang tidak tepat karena diberikan terlalu dini atau
terlambat, jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan tidak bergizi seimbang.
Hanya 41% keluarga yang mempunyai perilaku pemberian makanan bayi yang benar.
Buruknya perilaku kebersihan individu dan lingkungan mengakibatkan bayi/balita sering
terkena diare dan penyakit infeksi sehingga memperburuk status gizinya.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangga terutama pada
anak balita berdampak pada asupan makanan yang dikonsumsi balita mulai sumber
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Gizi kurang dan gizi buruk yang terus terjadi
dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.
Salah satu cara menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan
menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang ditemukan.
Pada saat ini tatalaksana gizi buruk menunjukkan kasus dapat ditangani dengan dua
pendekatan yaitu gizi buruk dengan komplikasi harus dirawat di rumah sakit atau pusat
pemulihan gizi (TFC) sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat
jalan. Penanganan gizi buruk secara rawat jalan merupakan jawaban terhadap pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang perbaikan gizi yaitu setiap anak gizi buruk yang
ditemukan harus mendapatkan perawatan sesuai standar.
B. Latar Belakang
Gizi buruk (severe wasting) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian serta
meningkatkan risiko terjadinya stunting. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
menunjukkan prevalensi wasting pada balita sebesar 10,2% dan 3,5% atau sekitar 805.000
balita diantaranya merupakan severe wasting (gizi buruk).
Gizi buruk merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan kesehatan, sesuai
arah kebijakan RPJMN 2020-2024, target tahun 2024 adalah menurunkan prevalensi
wasting menjadi 7% dan stunting menjadi 14%. Penanganan balita gizi buruk harus
dilakukan secara cepat dan tepat untuk mencegah kematian dan komplikasi lebih lanjut serta
memperbaiki tumbuh kembang anak di masa mendatang. Upaya penanggulangan gizi buruk
dilakukan dengan pencegahan melalui penemuan dini dan memobilisasi masyarakat serta
penanganan sesuai dengan tata laksana kasus, yang terintegrasi baik dengan pelayanan
rawat jalan maupun rawat inap. Menurut WHO, jika deteksi dini dan pemberdayaan
masyarakat optimal, maka 80% atau sekitar 644.000 kasus gizi buruk dapat ditangani secara
rawat jalan.
Pada tahun 2022 dan ... di wilayah kerja Puskesmas ... terdapat empat kasus balita
gizi buruk yang disebabkan oleh:
1. gizi buruk disertai penyakit TB anak (satu orang);
2. gizi buruk disertai penyakit cerebral palsy (satu orang);
3. gizi buruk murni (dua orang).
F. Sasaran
Semua balita 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk.
No Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pemantauan Kasus
Gizi Buruk
H. Pembiayaan
………………….......................
………………….......................
NIP. …………………………….
NIP. …………………………….