Anda di halaman 1dari 5

Berikut adalah urutan peristiwa seputar masa transisi dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto tahun 1966-1967:

1. Krisis Ekonomi dan Politik (Awal 1960-an):


 Masalah ekonomi dan politik meruncing, menciptakan ketidakpuasan di antara rakyat dan di tingkat
internasional.
Pada awal 1960-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik yang meruncing. Faktor-faktor ekonomi
dan politik menciptakan ketidakpuasan di kalangan rakyat dan di tingkat internasional. Krisis ini melibatkan
masalah ekonomi yang memburuk dan ketidakpuasan politik, menciptakan kondisi tidak stabil yang menjadi
latar belakang untuk peristiwa-peristiwa selanjutnya, termasuk upaya kudeta Gestapu dan pembersihan terhadap
PKI pada tahun 1965.

Penjelasan
Pada awal 1960-an, Indonesia terjerat dalam krisis ekonomi dan politik yang memburuk. Masalah ekonomi seperti
inflasi, defisit anggaran, dan ketergantungan pada impor melibatkan negara dalam kesulitan. Secara simultan,
ketidakstabilan politik semakin meruncing, memicu ketidakpuasan di kalangan rakyat dan meningkatkan tegangan
di tingkat internasional.

Pemerintahan Sukarno dihadapkan pada tantangan serius dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Masyarakat
tidak puas dengan kebijakan pemerintah, sementara tekanan dari luar negeri semakin mempersulit situasi.

Kondisi ini menciptakan latar belakang bagi peristiwa-peristiwa penting, seperti upaya kudeta Gestapu pada 30
September 1965 dan pembersihan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI). Krisis ekonomi dan politik pada
periode tersebut menciptakan gejolak yang memaksa Indonesia mengalami fase transisi, menentukan arah politik
dan perekonomiannya untuk beberapa tahun ke depan.

2. Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) (30 September 1965):


 Terjadinya upaya kudeta yang diklaim sebagai Gestapu, melibatkan anggota militer yang tidak puas dengan
pemerintahan Sukarno.
Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) pada 30 September 1965 merupakan upaya kudeta di Indonesia yang
melibatkan anggota militer yang tidak puas dengan pemerintahan Sukarno. Meskipun diklaim sebagai upaya
untuk melindungi Sukarno dari ancaman "Gestapu," sebenarnya gerakan ini digunakan sebagai katalisator untuk
pembersihan massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisan komunis. Gestapu
menjadi awal dari serangkaian peristiwa yang mengarah pada pengambilalihan kekuasaan oleh Jenderal
Soeharto dan dimulainya era Orde Baru di Indonesia.

Penjelasan
Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) pada 30 September 1965 adalah upaya kudeta militer di Indonesia
yang diklaim sebagai perlindungan terhadap Presiden Sukarno. Namun, sebenarnya, Gestapu digunakan sebagai
dalih untuk pembersihan massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisannya. Jenderal
Soeharto memainkan peran kunci dalam menanggapi Gestapu, mengambil alih kekuasaan sebagai pejabat
sementara dan meluncurkan Operasi Trisula untuk membersihkan anggota PKI. Gestapu menjadi pemicu
pengambilalihan kekuasaan oleh Soeharto dan dimulainya era Orde Baru di Indonesia, ditandai dengan
deklarasi pada 5 Juli 1966 yang membawa perubahan besar dalam politik, ekonomi, dan sosial.

3. Pembersihan Terhadap PKI (Oktober-November 1965):


 Terjadi pembersihan massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisan komunis
setelah upaya kudeta.
Pembersihan Terhadap PKI pada Oktober-November 1965 adalah serangkaian tindakan represif pasca-upaya kudeta
Gestapu. Dilakukan pembersihan massal terhadap anggota PKI dan simpatisan komunis di seluruh Indonesia. Tanpa
proses hukum yang adil, terjadi penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan, menyebabkan korban mencapai ratusan
ribu orang. Dipimpin oleh Jenderal Soeharto, pembersihan ini menjadi tragedi kemanusiaan terbesar di Indonesia,
membuka jalan bagi pengambilalihan kekuasaan dan dimulainya era Orde Baru.

Penjelasan
Pembersihan Terhadap PKI pada Oktober-November 1965 merujuk pada serangkaian tindakan represif yang
dilakukan setelah upaya kudeta Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu). Pada periode ini, terjadi pembersihan
massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisan komunis di seluruh Indonesia.

Anggota militer dan paramiliter melaksanakan penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap anggota PKI
tanpa proses hukum yang adil. Jumlah korban yang diperkirakan sangat tinggi, bahkan mencapai ratusan ribu orang.
Selain itu, terjadi pengucilan sosial terhadap keluarga anggota PKI, dan nama-nama terkait dengan PKI dihapus dari
berbagai aspek kehidupan.

Pembersihan ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Operasi ini dipimpin oleh
Jenderal Soeharto, yang pada akhirnya mengambil alih kekuasaan dan memulai pemerintahan Orde Baru.
Pembersihan terhadap PKI menandai perubahan dramatis dalam dinamika politik Indonesia dan berdampak besar
pada arah politik, ekonomi, dan sosial negara tersebut dalam beberapa tahun ke depan.

4. Soeharto Sebagai Pejabat Sementara (Oktober 1965):


 Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan sebagai pejabat sementara.
Pada Oktober 1965, setelah upaya kudeta Gestapu, Jenderal Soeharto diangkat sebagai pejabat sementara
oleh Presiden Sukarno. Dalam peran ini, Soeharto mengambil langkah-langkah untuk menumpas krisis,
termasuk meluncurkan Operasi Trisula untuk membersihkan anggota PKI. Dukungan Sukarno melalui
Supersemar memperkuat legitimasi Soeharto. Sebagai pejabat sementara, Soeharto mulai
mengkonsolidasikan kekuasaan, membuka jalan menuju pengambilalihan penuh dan dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia.

Penjelasan
Pada Oktober 1965, Jenderal Soeharto diangkat sebagai pejabat sementara setelah upaya kudeta Gerakan September
Tiga Puluh (Gestapu) dan krisis politik yang menyertai. Dalam situasi ketidakstabilan tersebut, Soeharto mengambil
alih kendali keamanan dan kekuasaan, diangkat oleh Sukarno untuk menangani krisis tersebut.

Sebagai pejabat sementara, Soeharto mulai memainkan peran sentral dalam menumpas upaya kudeta dan menjaga
stabilitas. Ia kemudian meluncurkan Operasi Trisula untuk membersihkan anggota PKI dan kelompok terkait di
seluruh Indonesia. Langkah-langkahnya ini mengkonsolidasikan kekuasaannya dan membuka jalan bagi
pengambilalihan penuh terhadap kepemimpinan Indonesia.

Pada titik ini, dukungan Sukarno kepada Soeharto melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) juga
memberikan legitimasi lebih lanjut pada peralihan kekuasaan tersebut. Akhirnya, posisi Soeharto sebagai pejabat
sementara membuka jalan bagi pengambilalihan penuh kekuasaan, yang kemudian menandai dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia.

5. Operasi Trisula (Oktober 1965-Januari 1966):


 Soeharto meluncurkan Operasi Trisula untuk membersihkan anggota PKI dan kelompok terkait di seluruh
Indonesia.
Operasi Trisula, berlangsung Oktober 1965-Januari 1966, dipimpin oleh Jenderal Soeharto sebagai respons
terhadap upaya kudeta Gestapu. Operasi ini bertujuan membersihkan anggota PKI dan kelompok terkait di
seluruh Indonesia dengan tindakan keras seperti penangkapan massal, penyiksaan, dan pembunuhan.
Keberhasilan operasi ini memperkuat posisi Soeharto, membantu konsolidasi kekuasaannya, dan menjadi
langkah kunci menuju pengambilalihan penuh kekuasaan serta dimulainya era Orde Baru di Indonesia.
Penj
Operasi Trisula, yang berlangsung dari Oktober 1965 hingga Januari 1966, merupakan inisiatif yang diluncurkan
oleh Jenderal Soeharto sebagai respons terhadap upaya kudeta Gestapu dan dalam rangka membersihkan anggota
Partai Komunis Indonesia (PKI) serta kelompok terkait di seluruh Indonesia.

Operasi ini melibatkan tindakan keras dan represif, termasuk penangkapan massal, penyiksaan, dan pembunuhan
terhadap anggota PKI dan orang-orang yang dianggap terlibat dalam upaya kudeta. Dengan dukungan dari sejumlah
elemen militer, Operasi Trisula berhasil melaksanakan pembersihan secara massif, menyebabkan korban yang
mencapai angka yang sangat tinggi.

Keberhasilan operasi ini membantu Jenderal Soeharto untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan membentuk
dasar bagi pengambilalihan penuh kekuasaan. Operasi Trisula menjadi bagian integral dari serangkaian peristiwa
yang membawa Indonesia menuju era Orde Baru dan menandai perubahan besar dalam politik dan keamanan
nasional.

6. Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) (11 Maret 1966):


 Sukarno memberikan dukungan kepada Soeharto melalui Supersemar, memberikan kewenangan ekstra
untuk menangani krisis.
Supersemar, dikeluarkan oleh Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966, memberikan kewenangan ekstra kepada
Jenderal Soeharto dalam menangani krisis pasca-upaya kudeta Gestapu. Surat ini memberikan mandat kepada
Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mempertahankan keamanan nasional.
Supersemar memberikan legitimasi pada langkah-langkah Soeharto dan membantu mengkonsolidasikan
kekuasaannya, membuka jalan menuju pengambilalihan penuh kekuasaan dan dimulainya era Orde Baru pada
tahun 1966.

Supersemar, atau Surat Perintah Sebelas Maret, dikeluarkan oleh Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966, merupakan
surat perintah yang memberikan kewenangan ekstra kepada Jenderal Soeharto dalam menangani krisis pasca-upaya
kudeta Gestapu. Dalam Supersemar, Sukarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk mengambil langkah-
langkah yang dianggap diperlukan guna mempertahankan keamanan dan ketertiban nasional.

Surat ini dianggap sebagai tindakan luar biasa Sukarno untuk menyerahkan sebagian besar kekuasaan kepada
Soeharto, termasuk dalam hal keamanan dan penanganan krisis politik. Supersemar memberikan legitimasi hukum
dan politik yang signifikan pada langkah-langkah Soeharto selama periode transisi kekuasaan.

Pentingnya Supersemar dalam konteks sejarah Indonesia adalah bahwa surat tersebut membantu
mengkonsolidasikan kekuasaan Soeharto dan membuka jalan bagi perubahan politik yang lebih besar, termasuk
pengambilalihan kekuasaan penuh dan dimulainya era Orde Baru pada tahun 1966.

7. Penumpasan Pemberontakan (1966):


 Soeharto menghadapi pemberontakan di beberapa daerah, tetapi berhasil menumpasnya.
Penumpasan Pemberontakan 1966 merujuk pada upaya Jenderal Soeharto untuk menghadapi dan mengatasi
pemberontakan setelah pengambilalihan kekuasaan. Soeharto menggunakan kekuatan militer untuk
menekan kelompok-kelompok yang memberontak, memastikan kendali penuh atas negara, dan
mengkonsolidasikan kekuasaannya selama masa transisi ke Orde Baru.

Penumpasan Pemberontakan pada tahun 1966 merujuk pada upaya Jenderal Soeharto untuk menghadapi dan
mengatasi pemberontakan yang muncul setelah upaya kudeta Gestapu dan pembersihan terhadap PKI. Setelah
Soeharto mengambil alih kekuasaan, terjadi pemberontakan di beberapa daerah yang menentang perubahan politik
dan penindasan yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok tertentu.

Dalam menanggapi pemberontakan ini, Soeharto menggunakan kekuatan militer dan keamanan untuk
menghancurkan kelompok-kelompok yang memberontak. Meskipun pemberontakan tersebar di beberapa daerah,
Soeharto berhasil menumpasnya dan menegaskan kendali penuh atas negara.

Penumpasan Pemberontakan adalah bagian dari upaya Soeharto untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan
menstabilkan situasi politik di Indonesia. Keberhasilannya dalam mengatasi pemberontakan ini memperkuat
posisinya sebagai pemimpin yang kuat dan membantu membentuk dasar untuk pemerintahan Orde Baru yang
otoriter.
8. Deklarasi Orde Baru (5 Juli 1966):
 Soeharto mengumumkan Orde Baru melalui dekret presiden pada 5 Juli 1966, menandai dimulainya era
pemerintahan baru.
Deklarasi Orde Baru pada 5 Juli 1966 oleh Jenderal Soeharto menandai dimulainya pemerintahan baru di
Indonesia. Dalam deklarasi tersebut, Soeharto mengumumkan langkah-langkah untuk mengatasi krisis politik
dan ekonomi, membentuk fondasi Orde Baru. Era ini ditandai dengan kebijakan-kebijakan otoriter yang
mengendalikan politik, media, dan masyarakat, mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, namun juga
menuai kritik atas pelanggaran hak asasi manusia dan keterbatasan kebebasan politik.

Penjelasan
Deklarasi Orde Baru pada tanggal 5 Juli 1966 merupakan pengumuman resmi oleh Jenderal Soeharto yang
menandai dimulainya era pemerintahan baru di Indonesia. Dalam deklarasi ini, Soeharto menyatakan berbagai
langkah-langkah untuk membentuk fondasi politik, ekonomi, dan sosial yang baru.

Deklarasi Orde Baru mencerminkan perubahan signifikan dalam arah politik Indonesia, menandai berakhirnya
periode pemerintahan Sukarno dan dimulainya kepemimpinan Soeharto. Tujuannya adalah untuk mengatasi
krisis politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia pada saat itu.

Selama Orde Baru, Soeharto memberlakukan kebijakan-kebijakan otoriter untuk menstabilkan negara dan
memulihkan ekonomi. Pemerintahan ini ditandai dengan kontrol ketat terhadap politik, media, dan masyarakat
sipil. Meskipun berhasil mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, rezim Soeharto juga dikritik karena
pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya kebebasan politik.

9. Reformasi Politik dan Ekonomi:


 Soeharto memulai reformasi politik dan ekonomi untuk mengatasi krisis dan memulihkan stabilitas.
Masa Transisi Reformasi Politik dan Ekonomi di Indonesia merujuk pada periode setelah Jenderal Soeharto
mengambil alih kekuasaan pada 1966. Reformasi ini mencakup langkah-langkah otoriter dalam politik,
dengan pembatasan kebebasan dan kontrol terhadap media. Di sisi ekonomi, kebijakan-kebijakan
diterapkan untuk memulihkan stabilitas dan mendorong pertumbuhan. Meskipun mencapai stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi, pendekatan ini menuai kritik terkait kurangnya kebebasan politik dan tingkat
korupsi yang tinggi.

Penjelasan
Masa transisi Reformasi Politik dan Ekonomi pada era Orde Baru di Indonesia mengacu pada periode
setelah Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan. Reformasi ini dimulai dengan deklarasi Orde Baru
pada tahun 1966 dan mencakup sejumlah langkah untuk mengatasi krisis politik dan ekonomi yang
dihadapi oleh Indonesia pada waktu itu.

Di bidang politik, reformasi ini mencakup langkah-langkah otoriter untuk menstabilkan negara. Soeharto
membatasi kebebasan politik, mengendalikan media, dan melarang partai politik selain partai yang diakui
secara resmi. Meskipun berhasil menciptakan stabilitas politik, pendekatan ini juga mendapat kritik karena
kurangnya pluralisme politik dan pelanggaran hak asasi manusia.

Di sisi ekonomi, Reformasi ini melibatkan kebijakan-kebijakan untuk memulihkan stabilitas ekonomi dan
meningkatkan pertumbuhan. Program-program ekonomi diterapkan untuk merangsang investasi,
pembangunan infrastruktur, dan pengendalian inflasi. Meskipun berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi
yang signifikan, ada kritik terhadap tingginya tingkat korupsi dan ketidaksetaraan ekonomi.

Secara keseluruhan, Masa Transisi Reformasi Politik dan Ekonomi menandai perubahan besar dalam arah
politik dan ekonomi Indonesia setelah periode krisis dan ketidakstabilan pada awal 1960-an.

10. Konsolidasi Kekuasaan (1966-1967):


 Soeharto mengkonsolidasikan kekuasaannya, mengambil langkah-langkah otoriter untuk menstabilkan
negara.
Konsolidasi Kekuasaan (1966-1967) merujuk pada upaya Jenderal Soeharto untuk memperkuat posisinya
setelah mengambil alih kekuasaan di Indonesia. Melibatkan kontrol militer yang ketat, pembersihan oposisi, dan
memastikan loyalitas aparat keamanan. Langkah-langkah ini membantu Soeharto memperkuat dominasinya,
membentuk dasar-dasar pemerintahan Orde Baru, dan menetapkan otoritasnya sebagai pemimpin utama di
Indonesia.

Penjelasan
Konsolidasi Kekuasaan pada tahun 1966-1967 mengacu pada upaya Jenderal Soeharto untuk mengukuhkan dan
memperkuat posisinya setelah mengambil alih kekuasaan di Indonesia. Setelah sukses dalam menanggapi upaya
kudeta dan membersihkan anggota PKI, Soeharto fokus pada konsolidasi kekuasaan dan stabilisasi negara.

Selama periode ini, Soeharto mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan potensi ancaman terhadap
rezimnya. Ia menetapkan kendali militer yang ketat, memastikan loyalitas dari aparat keamanan, dan
mengambil tindakan keras terhadap oposisi politik. Langkah-langkah ini membantunya memperkuat
kekuasaannya dan meresmikan posisinya sebagai pemimpin yang dominan di Indonesia.

Konsolidasi Kekuasaan juga mencakup pembentukan dasar-dasar pemerintahan Orde Baru yang baru. Dengan
memanfaatkan dukungan politik dan militer yang kuat, Soeharto berhasil mengonsolidasikan kontrolnya,
menegakkan otoritasnya, dan membuka jalan menuju pemerintahan yang otoriter selama beberapa dekade
berikutnya.

11. Awal Orde Baru (1967):


 Dimulainya era Orde Baru yang ditandai dengan perubahan politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia.
Awal Orde Baru pada tahun 1967 menandai fase resmi dimulainya pemerintahan Jenderal Soeharto sebagai Presiden
Indonesia. Pada 27 Maret 1967, MPRS mengakui Soeharto sebagai Pejabat Presiden, membuka era pemerintahan
Orde Baru yang ditandai dengan langkah-langkah otoriter. Meskipun membawa stabilitas politik dan pertumbuhan
ekonomi, pemerintahan ini dikritik karena pelanggaran hak asasi manusia dan keterbatasan kebebasan politik. Awal
Orde Baru berlangsung hingga 1998, mencirikan pemerintahan Soeharto.

Penjelasan

Awal Orde Baru pada tahun 1967 mencerminkan fase resmi dimulainya pemerintahan baru di Indonesia setelah
serangkaian peristiwa yang melibatkan pengambilalihan kekuasaan oleh Jenderal Soeharto. Meskipun Soeharto telah
mengambil peran penting sejak 1966, tahun 1967 menandai titik di mana ia secara resmi diakui sebagai Presiden
Indonesia yang sah.

Pada tanggal 27 Maret 1967, MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara), lembaga legislatif pada saat itu,
menyatakan Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia yang baru. Langkah ini membuka jalan bagi
perubahan politik dan pembentukan dasar-dasar pemerintahan Orde Baru.

Awal Orde Baru ditandai oleh upaya Soeharto untuk membawa stabilitas politik dan ekonomi ke Indonesia setelah
periode ketidakstabilan. Pemerintahan ini memberlakukan kebijakan-kebijakan yang otoriter namun berhasil
mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Meskipun memberikan stabilitas, rezim ini juga dikritik karena
pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya kebebasan politik. Awal Orde Baru menandai dimulainya periode
pemerintahan Soeharto yang berlangsung hingga tahun 1998.

Anda mungkin juga menyukai