Anda di halaman 1dari 15

Nur Khamid Al Mi’roj

Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 1

Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif


Integrasi-Interkoneksi

Nur Khamid Al Mi’roj


e-Mail: hamidmiroj@yahoo.com

Abstrak
Artikel ini membahas tentang kajian teori pendidikan Islam dalam
perspektif integrasi-interkoneksi. Penelitian ini dilatarbelakangi karena Saat ini di
sekolah/madrasah hanya mempersiapkan anak didiknya pada ranah kognitif saja.
Sedangkan ranah agama, sosial, dan susila masih kurang diperhatikan. Lembaga
pendidikan Islam belum mampu mentransfermasikan nilai-nilai agama secara
konstekstual dengan berbagai problematika yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan
pendekatan kualitatif. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menemukan dan menjelaskan teori pendidikan Islam yang ideal efektif dan efisien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Upaya menggali teori dari perspektif Islam
harus dilakukan bersamaan dengan upaya pelaksanaan dari teori-teori yang telah
dikembangkan tersebut. Pendidikan integratif bisa dimaknai sebagai pendidikan
yang menyatu antara teori dan praktik, pendidikan yang tidak dikotomis, dan
pendidikan yang mementaskan proses menuju kebaikan dan kebahagian hidup di
dunia dan di akhirat sekaligus. Pemahaman tentang konsep atau teori pendidikan
Islam dan aplikasinya dalam proses pendidikan yang dijalankan di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat secara integratif akan memberikan hasil yang
maksimal dan dapat menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan
kependidikan ke depan. Masing-masing lembaga dapat berdiri secara otonom,
namun tetap harus saling sapa dan melengkapi. Problem apapun dalam hidup ini,
seperti problem sosial, politik, ekonomi, dan hukum, harus dikaitkan dengan
pendidikan sehingga solusinya akan lebih komprehensif dan humanis.

Kata Kunci: Integrasi-Interkoneksi, Normativitas-Historisitas, Teori Pendidikan


Islam
Nur Khamid Al Mi’roj
2 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

Pendahuluan

Paradigma integrasi-interkoneksi mengandaikan terbukanya dialog ilmu-


ilmu dan menutup rapat peluang dikotomi. Tiga peradaban dipertemukan di
dalamnya, yakni hadarah al-nas (budaya teks), hadarah al-‘ilm (budaya ilmu), dan
hadarah al-falsafah (budaya filsafat). Namun tetap tidak meninggalkan al-Qur’an
dan al-Hadits sebagai pusat keilmuan. Kedua sumber ini menjiwai dan memberi
inspirasi bagi ilmu-ilmu sekaligus akan dapat menyelesaikan konflik antara
sekularisme ekstrim dan fundamentalisme negatif.
Saat ini di sekolah maupun madrasah, akumulasi untuk pendidikan agama
hanya dua jam dalam seminggu. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sekolah
hanya mempersiapkan anak didiknya pada ranah kognitif saja. Sedangkan ranah
agama, sosial, dan susila masih kurang diperhatikan. Realitas seperti ini
dipertegas oleh Abuddin Nata yang berpendapat bahwa lembaga pendidikan
Islam belum mampu mentransfermasikan nilai-nilai agama secara konstekstual
dengan berbagai problematika yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. 1
Problematika masyarakat yang dihadapi dalam dunia pendidikan yakni
keringnya nilai-nilai agama yang berdampak pada munculnya dekadensi moral.
Seperti tawuran, pesta narkoba dan pelecehan seksual akibat bebasnya informasi
di media sosial.2 Jika kita amati problematika di atas, maka kita bisa menilai
bahwa hal ini terjadi karena dalam proses pendidikan tidak mengarah pada
pembentukan insane kamil dan output yang diharapkan belum sepenuhnya
tercapai dengan baik. Menurut Ali Ashraf, problem yang dihadapi saat ini terjadi
karena timbulnya faham sekuler, yang menyebabkan manusia jauh dari unsur
religious (berbuat sesuka hati tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya),
dan hanya mengutamakan unsur materialis dan individualis untuk kepentingan
pribadi.3
1
Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal.178
2
Ulfatur Ruhama, Integrasi-Interkoneksi Pendidikan Agama Islam dan Ekstrakurikuler
Pramuka dalam Membentuk Kepribadian Siswa, (Jurnal of Islamic Education Studies Volume 1 No 2
Tahun 2016), hal. 7
3
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 7
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 3

“Integrasi-interkoneksi” memang kata yang mudah diucapkan, akan tetapi


“sulit” diimplementasikan. Konsep dan praktik integrasi-interkoneksi sangat
dibutuhkan untuk mempersempit ruang dualisme atau dikotomi ilmu yang
memisahkan antara ilmu umum dan ilmu agama. Dikotomi ini sangat membekas
di hati kaum muslimin. Tebukti sebagian besar orang sekarang masih terkesan
bahwa ilmu keislaman adalah satu hal dan ilmu non keislaman adalah hal lain. 4
Dikotomi keilmuan seperti ini jelas akan merugikan dunia Islam itu
sendiri. Sebab ilmu-ilmu non keagamaan dianggap tidak penting, sehingga tidak
perlu dipelajari. Inilah salah satu faktor terbesar mundurnya keilmuan Islam.
Fenomena tersebut jelas membawa kegelisahan bagi pemikir-pemikir Islam
modern. Integrasi-interkoneksi keilmuan dapat menjadi paradigma pilihan.5
Integrasi adalah upaya memadukan ilmu umum dan ilmu agama (Islam).
Integrasi ini dalam pandangan Amin Abdullah akan mengalami kesulitan dalam
memadukan studi Islam dan umum yang kadang tidak saling akur karena
keduanya ingin saling mengalahkan, oleh karena itu diperlukan adanya gagasan
interkoneksi. Interkoneksi menurut Amin Abdullah adalah usaha memahami
kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, setiap
bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama (termasuk agama Islam, dan
agama-agama lain) keilmuan sosial, humaniora, maupun kealaman tidak dapat
berdiri sendiri tanpa kerjasama, saling tegur sapa, saling membutuhkan, saling
koreksi, dan saling berhubungan antardisiplin keilmuan.6
Mini riset ini berusaha membahas tentang pengembangan teori
pendidikan Islam dalam perspektif integrasi-interkoneksi merupakan sebuah
terobosan untuk membuka beberapa harapan dan kemungkinan baru yang lebih
baik dalam memajukan teori pendidikan Islam.

4
M. Amin Abdullah, “Visi Keindonesian Pembaharuan Pemikiran Islam Hermeneutik”,
Epistema, No. 02 (1999), hal. 3
5
Fahrudin Faiz, “Mengawal Perjalanan Sebuah Paradigma” dalam Fahrudin Faiz (ed.), Islamic
Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi, (Yogyakarta: SUKA Press, 2007), hal. x-xii
6
M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif,
Adib Abdushomad (ed.) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 404-405
Nur Khamid Al Mi’roj
4 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

Paradigma Integrasi-Interkoneksi Amin Abdullah

Apa yang terjadi selama ini adalah dikotomi yang cukup tajam antara
keilmuan sekuler dan keilmuan agama (ilmu keislaman). Keduanya seolah
mempunyai wilayah yang terpisah antara satu dengan yang lain. Hal ini juga
berimplikasi pada model pendidikan di Indonesia yang memisahkan antara
kedua jenis keilmuan ini. Ilmu-ilmu sekuler dikembangkan di perguruan tinggi
umum sementara ilmu-ilmu agama dikembangkan di perguruan tinggi agama.
Perkembangan ilmu-ilmu sekuler yang dikembangkan oleh perguruan tinggi
umum berjalan seolah tercerabut dari nilai-nilai moral dan etis kehidupan
manusia, sementara itu perkembangan ilmu agama yang dikembangkan oleh
perguruan tinggi agama hanya menekankan pada teks-teks Islam normatif,
sehingga dirasa kurang menjawab tantangan zaman.
Paradigma integrasi-interkoneksi yang ditawarkan oleh Amin Abdullah ini
merupakan jawaban dari persoalan di atas. Integrasi dan interkoneksi antar
disiplin ilmu, baik dari keilmuan sekuler maupun keilmuan agama, akan
menjadikan keduanya saling terkait satu sama lain, bertegur sapa, saling mengisi
kekurangan dan kelebihan satu sama lain. Dengan demikian, ilmu agama (ilmu
keislaman) tidak lagi berkutat pada teks-teks klasik tetapi juga menyentuh pada
ilmu-ilmu sosial kontemporer.
Hadarah al-‘ilm (peradaban ilmu), yaitu ilmu-ilmu empiris seperti sains,
teknologi, dan ilmu-ilmu yang terkait dengan realitas tidak lagi berdiri sendiri
tetapi juga bersentuhan dengan hadarah al-falsafah (peradaban filsafat) sehingga
tetap memperhatikan etika emansipatoris. Begitu juga sebaliknya, hadarah al-
falsafah akan terasa kering dan gersang jika tidak terkait dengan isu-isu
keagamaan yang termuat dalam budaya teks dan lebih-lebih jika menjauh dari
problem-problem yang ditimbulkan dan dihadapi oleh hadarah al-‘ilm.7

7
Siswanto, Perspektif Amin Abdullah tentang Integrasi-Interkoneksi dalam Kajian Islam, (Jurnal
Tasawuf Dan Pemikiran Islam Vol. 3. No. 2. Desember 2013), hal. 15
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 5

Apa yang ditawarkan oleh Amin Abdullah dengan paradigma integrasi-


interkoneksi secara konseptual memang sangat relevan bagi perkembangan
keilmuan Islam, dimana dialog antar disiplin ilmu akan semakin memperkuat
keilmuan Islam dalam menghadapi tantangan zaman dengan segala kompleksitas
yang ada.

Makna dan Konsep Integrasi-Interkoneksi Keilmuan

Perdebatan terkait dengan adanya pemisahan dalam dunia pendidikan


masih sering kali terdengar. Bahkan sering kali kita terkecoh dan terpengaruh
akan hal tersebut. Seperti halnya istilah fakultas agama dan fakultas umum, ilmu
agama dan ilmu umum, yang menimbulkan kesan bahwa ilmu agama itu berdiri
dan berjalan tanpa adanya dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
seperti inilah yang mengakibatkan beberapa mata pelajaran yang terdapat di
sekolah/madrasah bersifat pengelompokan. Dari permasalahan inilah, muncullah
sebuah upaya untuk meleburkan dikotomi ilmu pengetahuan.8
Integrasi yaitu penyatuan untuk menjadi satu kesatuan yang utuh atau
bisa juga diartikan dengan proses memadukan nilai-nilai tertentu terhadap
sebuah konsep lain yang berbeda sehingga menjadi kesatuan dan tidak bisa
dipisahkan.9 Wacana integrasi keilmuan ini dimaksudkan sebagai upaya
memadukan dua entitas yang berbeda (ilmu umum dan ilmu agama Islam) agar
menjadi satu payung keilmuan. Konsep integrasi keilmuan di kalangan umat
Islam terkenal dengan istilah Islamisasi ilmu pengetahuan dengan upaya
memasukkan nilai-nilai agama ke dalam paradigma ilmu.
Islam tidak mengenal dikotomi, al-Qur’an dan al-Hadits tidak
membedakan ilmu agama dan ilmu umum. Dalam Islam, ilmu adalah terintegrasi
dan terpadu secara nyata. Tuhan, manusia dan alam adalah rentetan yang
terpadu. Sehingga dalam Islam mempelajari ilmu agama tidak harus
8
Hamzah B Uno, Profesi Kependidikan :Problem, Solusi dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hal. 11-12
9
W.Y.S. Poerdowasminto, Konsosrsium Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986), hal.
384
Nur Khamid Al Mi’roj
6 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

meninggalkan ilmu umum, begitu juga sebaliknya, sehingga melahirkan generasi


yang beragama sekaligus berilmu, demikian juga sebaliknya. Agama adalah basis
semua ilmu pengetahuan (sains). Semua ilmu pengetahuan tidak hanya melebur
dalam agama, tetapi menempatkan agama sebagai pendukung seluruh kegiatan
ilmiah.
Struktur ilmu pengetahuan diumpamakan sebuah pohon dimana terdapat
akar, batang, dahan ranting, daun dan buah-buahan yang segar. Agar dahannya
kuat maka pohon harus memiliki akar yang kokoh dan kuat. Begitu pula dengan
batang, ranting dan daun semua saling terkait satu sama lain supaya
menghasilkan buah yang segar. Buah yang segar menggambarkan iman dan amal
shalih. Buah yang segar hanya akan muncul dari pohon yang memiliki akar kuat
mencakar ke bumi, batang, dahan, dan daun yang lebat secara utuh. Buah yang
segar tidak akan muncul dari akar dan pohon yang tidak memiliki dahan, ranting
dan daun yang lebat. Demikian juga buah yang segar tidak akan muncul dari
pohon yang hanya memiliki dahan, ranting, dan daun tanpa batang dan akar
yang kokoh. Sebagai sebuah pohon yang diharapkan melahirkan buah yang segar,
haruslah secara sempurna terdiri atas akar, batang, dahan, ranting, dan daun
yang sehat dan segar pula. Demikian pula ilmu yang tidak utuh, yang hanya
sepotong-sepotong akan seperti sebuah pohon yang tidak sempurna, ia tidak
akan melahirkan buah yang diharapkan, yakni keshalihan individual dan
keshalihan sosial.
Akar dari pohon ilmu tersebut adalah ilmu-ilmu alat, yakni bahasa arab,
bahasa inggris, filsafat, ilmu alam, dan ilmu sosial. Akar pohon tersebut
diharapkan kuat, artinya bahasa kuat, filsafat kuat, lalu dipakai untuk mengkaji
al-Qur’an dan al-Hadits, sirah nabawiyah, pemikiran Islam dan sebagainya.
Sedangkan dahan-dahannya itu untuk menggambarkan ilmu modern, ilmu
ekonomi, ilmu politik, hukum, peternakan, pertanian, teknologi dan seterusnya.
Seperti sebuah pohon, sari pati makanan itu mesti dari akar ke batang kemudian
dari batang ke dahan, ranting daun diasimilasi kemudian ke bawah dan itu harus
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 7

dilihat sebagai sebuah kesatuan. Maka begitulah ilmu pengetahuan, semua


terkait dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Mengikuti prinsip ilmu dalam pandangan
imam Al-Ghazali, batang ke bawah mempelajarinya hukumnya fardhu ‘ain,
sedangkan dahan ke atas itu adalah fardhu kifayah.

Interkoneksi adalah suatu paradigma yang mempertemukan ilmu agama


(Islam), dengan ilmu umum dengan filsafat. Agama (nash), ilmu (alam dan
sosial), dan falsafah (etika) sejatinya mempunyai nilai-nilai yang dapat
dipertemukan. Dalam mazhab ini tiga entitas di atas dianggap sama-sama
memiliki kelebihan dan kelemahan, karenanya satu sama lain harus saling kerja
sama, saling mengisi dan melengkapi. Jika kita telah berhasil memadukan dan
menyeimbangkan ketiga entitas di atas dalam berbagai segi kehidupan, maka kita
telah berhasil menghilangkan gap dikotomis di antaranya. Makna memadukan
dan menyeimbangkan di sini adalah mengaitkan tanpa mengacuhkan
kepentingan ketiganya.10

Konsep Pelaksanaan Integrasi-Interkoneksi Keilmuan


Pada masa sekarang, ilmu pengetahuan berkembang luas sehingga
melahirkan berbagai cabang ilmu, baik pada ilmu agama ataupun ilmu umum.
Dalam ilmu agama, dikenal dengan empat unsur pokok, antara lain fiqih, tauhid,
tafsir-hadits, dan akhlak-tasawuf. Dalam ilmu umum, diklasifikasikan ke dalam
tiga nomenklatur keilmuan, antara lain natural science, social science, dan
humanities. Dalam peradaban umat Islam, ilmu pengetahuan tidak terlepas dari
sejarah perkembangan peradabannya. Kejayaan peradaban berangkat dari ajaran
Islam yang menempatkan ilmu pada posisi yang tinggi.
Dalam implementasinya, integrasi ilmu umum dan agama dapat dipilah
menjadi empat tataran, antara lain konseptual (tujuan harus dikembalikan lagi
dalam konteks Islam, yakni mengarahkan peserta didik menjadi insan kamil yang
memahami agama Islam secara sempurna), institusional (bidang ilmu alam,

10
http//konsep.integrasi.keilmuan.dalam.islam//hefni.zein diakses tanggal 25 April 2019
Nur Khamid Al Mi’roj
8 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

kemanusiaan, dan agama semuanya diintegrasikan secara terpadu), operasional


(kurikulum pendidikan harus memasukkan konsep-konsep fundamental aqidah
dan syari’at dan tidak boleh bertentangan dengan tujuan pendidikan serta cara
pengabdian masyarakat pada Yang Maha Pencipta), arsitektural (setiap sekolah
harus mempunyai tempat beribadah sebagai pusat kehidupan masyarakat,
berbudaya, dan beragama. Serta buku-buku perpustakaan harus meliputi ilmu-
ilmu kealaman, kemanusiaan, dan keagamaan).11

Dari Normativitas dan Historisitas ke Interkoneksitas

Pada umumnya, normativitas ajaran wahyu (teologis-normatif) dibangun,


diramu, dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan doctrinal-teologis.
Pendekatan ini berangkat dari teks yang sudah ditulis dalam kitab suci yang
bercorak literalis, tekstualis atau skripturalis. Sedangkan kajian historisitas
keagamaan ditelaah lewat berbagai pendekatan keilmuan sosial-keagamaan yang
bersifat multi interdisipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis,
sosiologis, cultural, maupun antropologis.12 Pendekatan yang kedua ini
menganjurkan pentingnya telaah yang mendalam tentang asbab al-nuzul baik
yang bersifat cultural, psikologis maupun sosiologis. Namun dalam
kenyataannya, tension sering muncul dari kubu masing-masing pendukung
pendekatan tersebut di atas. Tension tersebut dapat kita lihat ketika pendekatan
pertama menuduh pendekatan yang kedua (historis) sebagai pendekatan dan
pemahaman keagamaan yang bersifat reduksionis, yakni pemahaman keagamaan
yang hanya terbatas pada aspek eksternal-lahiriah dari keberagaman manusia
dan kurang begitu memahami, menyelami dan menyentuh aspek batiniah-
eksoteris serta makna terdalam dalam moralitas yang dikandung oleh ajaran
agama.

11
Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama (Interprestasi dan Aksi), (Yogyakarta: Suka
Press, 2005), hal. 62-73
12
M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), hal. vi
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 9

Sedang pendekatan yang kedua, balik menuduh pendekatan yang pertama


(normatif) sebagai jenis pendekatan dan pemahaman keagamaan yang cenderung
bersifat absolut lantaran para pendukung pendekatan pertama ini cenderung
mengabsolutkan teks yang sudah tertulis, tanpa berusaha memahami lebih
dahulu apa sesungguhnya yang melatarbelakangi berbagai teks keagamaan yang
ada. Tension ini muncul ke permukaan semata-mata karena klaim kebenaran
(truth claim), klaim validitas, dan otoritas keilmuan yang melekat pada diri
masing-masing, dengan saling mengecilkan arti dan manfaat yang dimiliki oleh
masing-masing pihak. Supaya tension yang berkembang bisa kreatif dan lama
kelamaan bisa tereduksi maka pada bagian lain dalam buku Islamic Studies di
Perguruan Tinggi, Amin Abdullah menawarkan sebuah gagasan yang cukup
kompromistis yakni paradigma keilmuan interkoneksitas dalam studi keislaman
kontemporer. Paradigma “interkoneksitas” ini berasumsi bahwa untuk
memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani
manusia, setiap bangunan keilmuan apapun baik keilmuan agama (termasuk
agama Islam dan agama yang lain), keilmuan sosial, humaniora, maupun
kealaman tidak dapat berdiri sendiri. Paradigma “interkoneksitas” yang
ditawarkan Amin Abdullah ini lebih bersifat modest (mampu mengukur
kemampuan diri sendiri), humality (rendah hati), dan Human (manusiawi).13

Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

Pendidikan merupakan proses terus menerus dalam kehidupan manusia


dari masa umur 0 (nol) menuju manusia sempurna (dewasa). Bahkan
Muhammad Abd. Alim mengatakan bahwa pendidikan itu dimulai dari ketika
memilih perempuan sebagai istri.14 Maka pilihlah tempat benihmu yang terbaik
karena Islam sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan, khususnya proses
pertumbuhan anak dari awal pemilihan tempat benih sampai membentuk

13
M. Amin Abdullah, Islamic Studies,… hal. vii
14
Muhammad Abd. Alim, Al-Tarbiyah wa al-Tanmiyah.. fi al-Islam, (Riyadh: KSA, 1992), hal.
44-45.
Nur Khamid Al Mi’roj
10 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

pribadi individu dalam kehidupan. Dan yang turut berperan dalam pembinaan
kepribadian dan pendidikan anak adalah orang tua, masyarakat dan sekolah.
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia aspek
rohani dan jasmani, juga harus berlangsung secara bertahap. Sebab tidak ada
satupun makhluk ciptaan Allah yang secara langsung tercipta dengan sempurna
tanpa melalui suatu proses.15
Muhammad Fadhil al-Jamaly mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup dinamis
dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan
proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih
sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun
perbuatannya.16 Dengan demikian maka dapat disimpulkan pendidikan Islam
adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian insan kamil sesuai
dengan ajaran Islam.
Penerapan pendidikan Islam yang berusaha untuk mengembangkan
kepentingan dunia dan akhirat adalah pendidikan yang mementingkan Akidah,
Akhlak mulia, Budi pekerti luhur serta amal shalih, dengan menguasai ilmu
pengetahuan dan keahlian teknologi yang fungsional bagi pembangunan bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 17
Dan untuk memajukan pendidikan Islam di Indonesia khususnya suatu lembaga
atau sekolah yang berlabel Islam harus memiliki sistem pendidikan agama yang
dikombain dengan pendidikan umum yaitu diantaranya memiliki pendidikan
agama, pendidikan bahasa Inggris aktif, pendidikan keilmuan dan pendidikan
keterampilan kerja sekurang-kurangnya satu macam, agar kedepannya
pendidikan Islam tidak meniru sistem pendidikan barat karena pendidikan Islam
15
Abdul Rahman, PAI dan PI Tinjauan Epistemologi dan Isi-Materi, (Jurnal Eksis Vol. 8. No. 1.
Maret 2012), hal. 3
16
Al-Rasyidin dan H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 1995),
hal. 31-32
17
Marwan Saridjo, Mereka Bicara Pendidikan Islam: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2009) hal. 171-172
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 11

sudah memiliki sistem tersendiri sehingga dapat menghasilkan lulusan yang


mampu bersaing dengan lulusan manapun.18
Membaca yang kemudian dilanjutkan dengan menulis secara integratif
(menyatu) merupakan aktivitas yang harus ditradisikan dalam kehidupan setiap
muslim sebagaimana mengintegrasikan Iman-Islam-Ihsan atau Iman-Ilmu-Amal.
Upaya menggali teori dari perspektif Islam harus dilakukan bersamaan dengan
upaya pelaksanaan dari teori-teori yang telah dikembangkan tersebut.
Pendidikan integratif bisa dimaknai sebagai pendidikan yang menyatu antar teori
dan praktik, pendidikan yang tidak dikotomis, dan pendidikan yang
mementaskan proses menuju kebaikan dan kebahagian hidup di dunia dan di
akhirat sekaligus.
Dalam prakteknya, pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat
sering kali terpisah antara yang satu dengan lainnya dan bahkan terkadang justru
bertentangan. Dalam keluarga, seorang anak dididik tentang etika
(moral/akhlak), namun disekolah para guru terkadang tidak memperdulikan
tentang etika dan bahkan pelanggaran terhadap nilai-nilai etika sering
dipertontonkan di masyarakat. kontradiksi pendidikan dalam ketiga lembaga ini
(keluarga, sekolah, dan masyarakat) tentu membuat bingung anak sebagai
peserta didik dan generasi yang sedang mencari jati diri. Keterpisahan antara
ketiga lembaga ini sebenarnya dapat dijembatani lewat lembaga yang menjadi
rujukan bersama umat Islam, seperti masjid.
Masjid merupakan tempat yang disucikan dan didatangi oleh orang tua
(keluarga), pendidik, peserta didik (sekolah), dan warga sekitar (masyarakat).
pertemuan mereka di tempat suci merupakan bagian dari proses edukatif yang
bermanfaat bagi semua peserta didik ke depan. Jika masjid didesain dengan baik
maka ia akan bisa membantu proses pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat sehingga proses pendidikan akan menjadi efektif dan efisien.

18
Rudi Mahfudin, Firdaus Wajdi, Yusuf Ismail, Konsep Pendidikan Islam KH Abdullah bin Nuh
dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam Modern, (Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 13, No. 2 , Tahun.
2017), hal. 4
Nur Khamid Al Mi’roj
12 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

Pemahaman tentang konsep atau teori pendidikan Islam dan aplikasinya


dalam proses pendidikan yang dijalankan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat secara integratif akan memberikan hasil yang maksimal dan dapat
menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan kependidikan ke depan.
Masing-masing lembaga dapat berdiri secara otonom, namun tetap harus saling
sapa dan melengkapi. Problem apapun dalam hidup ini, seperti problem sosial,
politik, ekonomi, dan hukum, harus dikaitkan dengan pendidikan sehingga
solusinya akan lebih komprehensif dan humanis. Pendidikan yang baik akan
membantu menyelesaikan berbagai kasus dan meningkatkan kecerdasan peserta
didik, baik secara intelektual, emosional, dan spiritual.
Memahami pengertian pendidikan Islam dan tujuannya, serta pendidik,
subjek didik, dan alat pendidikan dapat dilakukan dari perspektif lain atau
menyamping untuk memperoleh alternatif lain guna mengembangkannya agar
menjadi lebih fungsional, progresif, dan faktual. Selama ini, pengertian, tujuan,
dan bahkan evaluasi pendidikan hampir selalu dibatasi oleh tembok sekolah
(formal) tanpa diusahakan untuk dibuka lebar sehingga pendidikan dapat
berlangsung kapan saja dan dimana saja, seperti gardu ronda, masjid, lapangan,
gubug, maupun di tempat-tempat non formal lainnya.
Masjid misalnya, dapat difungsikan untuk kepentingan pendidikan yang
terprogram dan sekaligus melengkapi serta menjadi alternatif dari pendidikan
yang ada selama ini. Ini bukanlah suatu hal yang aneh. Sebab, sejak awal
kenabian hingga zaman keemasan Islam, masjid telah menjadi pusat pendidikan
alternatif umat Islam. Pendidikan alternatif yang memanfaatkan masjid ini amat
penting dilakukan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki integritas moral
yang baik sehingga dinamika umat atau peserta didik akan tetap dalam bingkai
keislaman.

Saat kebobrokan moral menimpa masyarakat kita, seperti korupsi,


kekerasan, perkelahian, pelanggaran HAM, dan pengrusakan terhadap
lingkungan hidup, tidak jarang hal-hal buruk tersebut justru dilakukan oleh
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 13

orang-orang Islam yang sebenarnya taat beribadah. Integritas moral mereka


tentu saja juga perlu dipertanyakan karena perilaku negatif seperti itu secara
doktrin tidak dilakukan oleh orang yang taat beribadah. Sebab, apa makna
ibadah yang mereka lakukan jika moral tercabut dari dirinya? Fenomena ini
menunjukkan bahwa pendidikan Islam masih bersifat dikotomis, baik dari sisi
teori-praktik maupun dari sisi ajaran dan amaliah. Sistem pendidikan yang
dikotomis seperti ini hanya akan membentuk anak didik yang mungkin cerdas,
namun kurang bermoral. Mereka akan melakukan tindakan apa saja, termasuk
tindakan amoral, tanpa ada perasaan bersalah atau berdosa. Ini tentu saja sangat
ironis dan tidak boleh dibiarkan.19

Simpulan

Integrasi yaitu penyatuan untuk menjadi satu kesatuan yang utuh atau
bisa juga diartikan dengan proses memadukan nilai-nilai tertentu terhadap
sebuah konsep lain yang berbeda sehingga menjadi kesatuan dan tidak bisa
dipisahkan. Interkoneksi adalah suatu paradigma yang mempertemukan ilmu
agama (Islam), dengan ilmu umum dengan filsafat. Agama (nash), ilmu (alam dan
sosial), dan falsafah (etika) sejatinya mempunyai nilai-nilai yang dapat
dipertemukan. Dalam implementasinya, integrasi ilmu umum dan agama dapat
dipilah menjadi empat tataran, antara lain konseptual (tujuan harus
dikembalikan lagi dalam konteks Islam, yakni mengarahkan peserta didik
menjadi insan kamil yang memahami agama Islam secara sempurna),
institusional (bidang ilmu alam, kemanusiaan, dan agama semuanya
diintegrasikan secara terpadu), operasional (kurikulum pendidikan harus
memasukkan konsep-konsep fundamental aqidah dan syari’at dan tidak boleh
bertentangan dengan tujuan pendidikan serta cara pengabdian masyarakat pada
Yang Maha Pencipta), arsitektural (setiap sekolah harus mempunyai tempat
beribadah sebagai pusat kehidupan masyarakat, berbudaya, dan beragama. Serta
buku-buku perpustakaan harus meliputi ilmu-ilmu kealaman, kemanusiaan, dan
keagamaan).

Upaya menggali teori dari perspektif Islam harus dilakukan bersamaan


dengan upaya pelaksanaan dari teori-teori yang telah dikembangkan tersebut.
Pendidikan integratif bisa dimaknai sebagai pendidikan yang menyatu antar teori
dan praktik, pendidikan yang tidak dikotomis, dan pendidikan yang

19
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam (Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat), (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), hal. 5-7
Nur Khamid Al Mi’roj
14 Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi

mementaskan proses menuju kebaikan dan kebahagian hidup di dunia dan di


akhirat sekaligus. Pemahaman tentang konsep atau teori pendidikan Islam dan
aplikasinya dalam proses pendidikan yang dijalankan di lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat secara integratif akan memberikan hasil yang maksimal
dan dapat menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan kependidikan ke
depan. Masing-masing lembaga dapat berdiri secara otonom, namun tetap harus
saling sapa dan melengkapi. Problem apapun dalam hidup ini, seperti problem
sosial, politik, ekonomi, dan hukum, harus dikaitkan dengan pendidikan
sehingga solusinya akan lebih komprehensif dan humanis.

Daftar Pustaka

Abd. Amin, Muhammad, 1992, Al-Tarbiyah wa al-Tanmiyah.. fi al-Islam, Riyadh: KSA

Abdullah, M. Amin, 1999, “Visi Keindonesian Pembaharuan Pemikiran Islam


Hermeneutik”, Epistema, No. 02

Abdullah, M. Amin, 2002, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Abdullah, M. Amin, 2006, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-


Interkonektif, Adib Abdushomad (ed.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Abdul Rahman, PAI dan PI Tinjauan Epistemologi dan Isi-Materi, Jurnal Eksis Vol. 8.
No. 1. Maret 2012

Abidin Bagir, Zainal, 2005, Integrasi Ilmu dan Agama (Interprestasi dan Aksi),
Yogyakarta: Suka Press

Ashraf, Ali, 1989, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus

B. Uno, Hamzah, 2007, Profesi Kependidikan :Problem, Solusi dan Reformasi


Pendidikan di Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara

Faiz, Fahrudin, 2007, “Mengawal Perjalanan Sebuah Paradigma” dalam Fahrudin Faiz
(ed.), Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta:
SUKA Press

Nata, Abuddin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Nizar, Samsul Nizar, dan Al-Rasyidin, 1995, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Press

Poerdowasminto, W.Y.S., 1986, Konsosrsium Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai


Pustaka
Nur Khamid Al Mi’roj
Pengembangan Teori Pendidikan Islam dalam Perspektif Integrasi-Interkoneksi 15

Roqib, Moh, 2009, Ilmu Pendidikan Islam (Pengembangan Pendidikan Integratif di


Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat), Yogyakarta: LkiS Yogyakarta

Rudi Mahfudin, Firdaus Wajdi, Yusuf Ismail, Konsep Pendidikan Islam KH Abdullah
bin Nuh dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam Modern, Jurnal Studi Al-
Qur’an Vol. 13, No. 2 , Tahun. 2017

Saridjo, Marwan, 2009, Mereka Bicara Pendidikan Islam: Sebuah Bunga Rampai,
Jakarta: PT. Raja Grafindo

Siswanto, Perspektif Amin Abdullah tentang Integrasi-Interkoneksi dalam Kajian Islam,


Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam Vol. 3. No. 2. Desember 2013

Ulfatur Ruhama, Integrasi-Interkoneksi Pendidikan Agama Islam dan Ekstrakurikuler


Pramuka dalam Membentuk Kepribadian Siswa, Jurnal of Islamic Education
Studies Volume 1 No 2 Tahun 2016

http//konsep.integrasi.keilmuan.dalam.islam//hefni.zein diakses tanggal 25 April 2019

Anda mungkin juga menyukai