Anda di halaman 1dari 24

PERUBAHAN PELAKSANAAN

AKREDITASI RS BERDASAR
KEPDIRJEN 35395 THN 2024 TTG
PEDOMAN SURVEI AKREDITASI
Dr.dr.Sutoto,M.Kes,FISQua,CRP, CHMed,MPM,MQM
PENDAHULUAN
BAB I:
keputusan yang dikeluarkan oleh
Direktur Jenderal Pelayanan
Kesehatan di Indonesia, yang Menggantikan:
menetapkan pedoman survei Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan
akreditasi rumah sakit yang baru Kesehatan Nomor HK.02.02/I/4110/2022
untuk mengganti pedoman tentang Pedoman Survei Akreditasi Rumah
sebelumnya, karena tidak lagi cocok Sakit
untuk kerangka hukum dan
manajemen rumah sakit saat ini. .
Kepdirjen ini menguraikan perlunya
evaluasi eksternal layanan rumah
sakit untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dan
memastikan keselamatan pasien.
BAB II : TATA CARA
SURVEI

• A. Ketentuan Survei

Standar Akreditasi
• Standar Akreditasi yang digunakan dalam pelaksanaan survei
akreditasi mengacu kepada standar akreditasi rumah sakit yang
ditetapkan oleh Menteri. (STARKES)
Kategori Surveior
• Terdapat dua kategori surveior yaitu surveior manajemen rumah
sakit dan surveior pelayanan berpusat pada pasien
KATAGORI SURVEIOR
a. SURVEIOR MANAJEMEN RUMAH SAKIT :
b. SURVEIOR PELAYANAN BERPUSAT
PADA PASIEN/PATIENT CENTRE CARE
• 1) Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS); (PCC)
• 2) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK);
1) Akses dan Kontinuitas Pelayanan
• 3) Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS); (AKP);
• 4) Manajemen Rekam Medis dan 2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK);
Informasi Kesehatan
3) Pengkajian Pasien (PP);
• (MRMIK); 4) Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP);
• 5) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB);
(PPI);
6) Pelayanan Kefarmasian dan
• 6) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Penggunaan Obat (PKPO);
Pasien (PMKP);
7) Komunikasi dan Edukasi (KE); dan
• 7) Pendidikan dalam Pelayanan Kesehatan
(PPK); dan 8) Sasaran Keselamatan Pasien (SKP).
• 8) Program Nasional (Prognas).
KRITERIA
SURVEIOR
POTENSI KONFLIK KEPENTINGAN
Dalam pemilihan surveior, lembaga penyelenggara akreditasi tidak dapat
menugaskan surveior yang memiliki potensi konflik
PIMPINAN RUMAH SAKIT

Mengacu pada undang undang nomor 17 tahun 2023 tentang


kesehatan.

Unsur pimpinan rumah sakit yang merupakan pimpinan tertinggi


rumah sakit yaitu kepala, direktur atau direktur utama dijabat
oleh seorang:
• Tenaga medis;
• Tenaga kesehatan;
• Tenaga profesional, yang memiliki kompetensi manajemen rumah sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
PEMANTAUAN DAN EVALUASI OLEH LPA

PEMANTAUAN DAN
EVALUASI; • LPA wajib melakukan pemantauan mutu pelayanan paska akreditasi
melalui teknologi informasi.
• BERSIFAT WAJIB • Pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan yang dilakukan oleh LPA
MELALUI T.I berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah
provinsi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat sesuai
• ISI: REKOMENDASI LIPA, dengan kelas rumah sakit.
PPS, DATA INDIKATOR • Pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan rumah sakit paska akreditasi
menggunakan hasil rekomendasi perbaikan dari lembaga penyelenggara
MUTU, PELAPORAN IKP akreditasi, Perencanaan Perbaikan Strategis (PPS), data indikator mutu,
dan pelaporan insiden keselamatan pasien.
DAN
• Pemantauan dan evaluasi juga dilakukan terhadap hal-hal yang
• AMANAT PERATURAN diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan termasuk
ketentuan yang ditetapkan oleh Kemenkes terkait dengan peningkatan
PERUNDANGAN mutu rumah sakit.
JUMLAH
SURVEIOR
DAN HARI
SURVEI
Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit
digunakan sebagai acuan bagi;
• 1. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi,
PEDOMAN • 2. Dinas Kesehatan Daerah
SURVEI Kabupaten/Kota,
AKREDITASI • 3. lembaga penyelenggara akreditasi,
RS • 4. rumah sakit, dan
• 5. surveior
• dalam pelaksanaan akreditasi pada tahapan
persiapan, pelaksanaan, dan pasca survei
akreditasi rumah sakit.
Rumah sakit dapat menunda jadwal survei tanpa
dikenakan denda atau ganti rugi apabila terjadi:
• 1. keadaan kahar (force majeure) antara lain
bencana alam atau peristiwa besar lain yang tidak
terduga yang mengganggu operasional; dan/atau
F. Penundaan • mogok kerja massal yang menyebabkan rumah sakit
harus berhenti menerima pasien, membatalkan
Survei operasional dan/atau prosedur elektif lainnya dan
memindahkan pasien ke rumah sakit lain.
• 2.Keadaan penundaan jadwal harus dituangkan
dalam kesepakatan pelaksanaan akreditasi.
• Penyampaian adanya penundaan survei
disampaikan rumah sakit kepada LPA paling lama 7
(tujuh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan
survei, dan ditembuskan kepada Kemenkes
KELENGKAPAN DOKUMEN SEBELUM AKREDITASI

• Rumah sakit menyampaikan dokumen kepada


lembaga penyelenggara akreditasi paling lama 1
(satu) minggu sebelum dilaksanakannya survei.
• Dokumen yang disampaikan: • 6. daftar nama unit dan indikator mutu prioritas unit;
• 7. daftar jadwal praktik dokter di rawat jalan dan
• 1. struktur organisasi rumah sakit; jadwal on call;
• 2. daftar nama lengkap direksi; • 8. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
• 3. denah rumah sakit; Pasien (PMKP) dan laporan hasil kegiatan program
• 4. daftar nama seluruh staf rumah sakit beserta PMKP (laporan triwulan untuk survei awal dan
jabatan; laporan 12 (dua belas) bulan terakhir untuk survei
ulang);
• 5. daftar perizinan fasilitas rumah sakit yang • 9. laporan terkait program nasional; surat
masih berlaku; pernyataan pelaksanaan rekam medis elektronik;
dan
• 10. surat pemberitahuan kepada dinas kesehatan
daerah provinsi dan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota bahwa rumah sakit akan
melaksanakan survei akreditasi yang dilaksanakan
oleh lembaga penyelenggara akreditasi rumah sakit.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24
TAHUN 2022 TENTANG REKAM MEDIS
Pasal 3
• (1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menyelenggarakan Rekam
Medis Elektronik.
• (2) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
• a. tempat praktik mandiri dokter, dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lainnya;
• b. puskesmas;
• c. klinik;
• d. rumah sakit;
• e. apotek;
• f. laboratorium kesehatan;
• g. balai; dan
• h. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 42
• (1) Menteri dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan dapat mengenakan
sanksi administratif terhadap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
• (2) Pengenaan sanksi administratif oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui Direktur Jenderal.
• (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
• a. teguran tertulis; dan/atau
• b. rekomendasi pencabutan atau pencabutan status akreditasi

• Pasal 45
• Seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus menyelenggarakan Rekam Medis
Elektronik sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat pada
tanggal 31 Desember 2023.
RM ELEKTRONIK HARUS NYAMBUNG KE SATU SEHAT
(SE Dirjen Yankes No. HK.02.02/D/7093/2023)
H. MEKANISME REMEDIAL

01 02 03

Pengajuan remedial Pengajuan dilakukan Khusus untuk Bab


dapat dilakukan oleh dalam waktu 3-6 bulan Program Nasional
rumah sakit kepada LPA setelah penetapan remedial dapat
dalam rangka kelulusan. Remedial dilakukan terhadap
memperbaiki status dilakukan terhadap bab pemenuhan standar
akreditasi. yang pemenuhan kurang dari 100%.
standarnya 60%-79%.
SERTIFIKAT AKREDITASI TIDAK BERLAKU:
(DICABUT) BILA:
a. telah habis masa berlakunya;
b. penyesuaian status sertifikat akreditasi
1. HABIS MASA LAKU rumah sakit;
2. PENYESUAIAN STATUS AKREDITASI c. perubahan jenis pelayanan rumah sakit
(contoh: dari rumah
3. PERUB JENIS YAN (MISAL; RS sakit khusus berubah menjadi rumah sakit
KHUSUS JADI RS UMUM) umum);
d. perubahan lokasi atau domisili rumah sakit;
4. PERUBAHAN LOKASI/DOMISILI e. bila ada kejadian sentinel berulang yang
5. KEJADIAN SENTINEL BERULANG sama di rumah sakit
tersebut dalam kurun waktu 3 bulan; dan
DALAM JANGKA 3 BLN
f. rumah sakit mendapatkan sanksi sesuai
6. RS TERIMA SANKSI DARI KEMENKES dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

• SURVEI ULANG : SELURUH BAB


HARUS • KECUALI NOMER 4 : HANYA MFK, PPI, AKP, SKP.
• . Selain kegiatan pengembalian status akreditasi
DIPERBAIKI
tersebut, rumah sakit harus memperbaiki pelayanan
yang seharusnya dilakukan yang
SERTIFIKAT AKREDITASI MASIH BERLAKU:
• a. bila terdapat kejadian sentinel, rumah sakit telah
menyampaikan laporan kepada Kementerian Kesehatan
melalui sistem pelaporan insiden keselamatan pasien yang
1. Rs BILA ADA SENTINEL, HARUS SEGERA telah ditindaklanjuti, serta rumah sakit telah melakukan
LAPOR KE SISTEM PELAPORAN INSIDEN perbaikan dan tidak ada kejadian sentinel yang sama dalam
kurun waktu 3 (tiga) bulan.
KEMENKES, ADA TL, TAK ADA INSIDEN
• b. bila ada peningkatan kelas rumah sakit dan sudah
SAMA DALAM JANKA 3 BL OK dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan, dan peningkatan
kelas tidak disertai adanya penambahan/perubahan
kemampuan pelayanan kesehatan rumah sakit.
2. NAIK KELAS TANPA TAMBAH YAN  • c. bila ada perubahan nama rumah sakit sesuai dengan izin
SEGERA LAPOR OK operasional/perizinan berusaha berbasis risiko rumah sakit
dan sudah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan, maka
Kementerian Kesehatan akan mengganti sertifikat dengan
nama rumah sakit yang baru sepanjang tidak ada
3. PERUBAHAN NAMA RS, SESUAI IZIN penambahan/perubahan kemampuan pelayanan kesehatan
BERUSAHA, DAN SUDAH LAPOR , TANPA rumah sakit.

TAMBAH YAN  OK • d. bila ada penambahan pelayanan


spesialistik/subspesialistik, serta bangunan >25% dan
berdasarkan survei terfokus dari lembaga penyelenggara
akreditasi penambahan pelayanan dan bangunan sudah
4. TAMBAH YAN SPES, BANGUNAN >25 %, sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit.
SURVEI TERFOKUS LPA  OK SECARA • Survei dapat dilakukan dengan metode daring.
DARING
PUBLIKASI STATUS AKREDITASI

1. Rumah sakit dapat mempublikasikan status akreditasi


kepada masyarakat, media massa, pihak rekanan dan
asuransi, dan pihak lainnya sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit setelah rumah sakit menerima sertifikat
akreditasi dari LPA.
2. Untuk keperluan publikasi, rumah sakit dapat
menggunakan logo LPA.
3. Informasi tentang status akreditasi akan dimuat di website
LPA.
Tim pembinaan dan pengawasan
penyelenggara akreditasi fasyankes disebut
dengan tim pembina dan pengawas
Pembinaan • ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan
dan Kesehatan yang terdiri atas unsur:
Pengawasan 1. Kementerian Kesehatan
2. Dinas kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
3. Asosiasi fasyankes
4. Organisasi Profesi
Tim pembina dan pengawas melakukan pengawasan dengan cara:
• a. pemantauan dan evaluasi terhadap hasil penyelenggaraan akreditasi
fasyankes;
• b. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan akreditasi fasyankes
melalui aplikasi sistem informasi akreditasi; melalui hasil feedback
penyelenggaraan akreditasi fasyankes ; pasca survei akreditasi sesuai
dengan instrumen pembinaan dan pengawasan yang tersedia.
• Target BINWAS menggunakan kriteriadapat bersumber dari:
• 1) data akreditasi
BINWAS • 2) laporan dari dinas kesehatan setempat
• 3) laporan dari pembinaan pengawasan rutin
• 4) laporan dari masyarakat/media/FGD
• 5) kejadian yang membahayakan keselamatan pasien (sentinel)
• 6) sumber lain termasuk mandat/arahan dari atasan
• melakukan monitoring dan evaluasi/visitasi LPA fasyankes sesuai
dengan instrumen pembinaan dan pengawasan yang tersedia.
• melakukan pendampingan visitasi (co-visite) dalam proses survei
akreditasi sesuai dengan instrumen pembinaan dan pengawasan yang
tersedia.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai