Anda di halaman 1dari 41

KEPUTUSAN DIREKTUR UNIT PELAKSANA TEKNIS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE


KOTA PONTIANAK

NOMOR: 62/UPTD RSUD-PTK/TAHUN 2021

TENTANG
PANDUAN AKSES DAN KESINAMBUNGAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK

DIREKTUR UNIT PELAKSANA TEKNIS


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan mutu di


Rumah Sakit Umum Kota Pontianak, maka perlu
disusun kebijakan terkait Pengelolaan asien Melarikan
Diri di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pontianak;

b. bahwa sehubungan dengan huruf a diatas, perlu


ditetapkan Kebijakan Pengeolaan Pasien Melarikan Diri
di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pontianak dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Pontianak;

c. bahwa untuk pelaksanaan butir 1 (satu) dan 2 (dua)


tersebut di atas perlu ditetapkan dengan keputusan
direktur rumah sakit.

Mengingat : 1. Undang – undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek


Kedokteran;

2. Undang – undang No. 25 Tahun 2009 tentang


Pelayanan Publik;

3. Undang – undang No. 36 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit;

4. Peraturan Menteri Kesehatan No.


1691/MENKES/PER/VII/2011 tentang Kesehatan
Pasien Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri kesehatan No.
129/MENKES/SK/11/2008 tentang standar pelayanan
minimal Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KOTA PONTIANAK TENTANG PANDUAN AKSES DAN
KESINAMBUNGAN PASIEN ( AKP ) UNIT PELAYANAN
TEKNIS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA
PONTIANAK

KEDUA : Panduan Akses dan Kesinambungan Pasien ( AKP ) Unit


Pelayanan Teknis Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Pontianak dibuat untuk dapat dilaksanakan dan
dijalankan oleh semua unit kerja yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Pontianak dengan baik dan sesuai
dengan standar yang berlaku

KETIGA : Apabila dikemudian hari terdapat kekurangan dan


kekeliruan dalam penetapan keputusan ini maka akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana
mestinya
: Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
KEEMPAT
apabila dikemudian hari ternyata terdapat hal-hal yang
perlu penyempurnaan akan diadakan perbaikan dan
penyesuaian sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Pontianak
Pada tanggal 03 November 2021

DIREKTUR UNIT PELAKSANA TEKNIS


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK,

RIFKA
PANDUAN
AKSES DAN
KESINAMBUNGAN
PELAYANAN
NOMOR : 62/UPTD RSUD-PTK/TAHUN 2021
DAFTAR ISI

Daftar isi
Surat Keputusan Direktur Tentang Akses dan Kesinambungan
Pasien

BAB I Definisi…………………………………………………………………1

BAB II RUANG LINGKUP …………………………………………………..5


BAB III Pedoman Akses Ke Rumah Sakit Dan
Kontinuitas Pelayanan (Ark) Di Rumah Sakit
Umum Daerah…………………………………………..6
1

BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Kota Pontianak meliputi semua pasien dari semua
unit pelayanan dan semua fase asuhan yang bervariasi kebutuhan
dan urgensinya. Bahkan dari semua pasien yang datang
berkunjung untuk berobat tidak semua dapat diberikan pelayanan
mengingat sumber daya rumah sakit, misalnya terkait ketersedian
tenaga kesehatan yang diperlukan, ketersedian ruang rawat inap,
ketersediaan fasilitas pemeriksaan penunjang dan lain sebagainya.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan misi RSUD Kota
Pontianak, diperlukan skrining atau penyaringan terhadap pasien
tersebut, sehingga dapat diketahui sejak dini pasien mana yang
dapat dilayani dengan melihat kemampuan sumber daya rumah
sakit; deteksi kebutuhan pasien dan pemilahan pasien
berdasarkan tingkat urgensi kebutuhan tersebut; dan prioritas
pelayanan yang dapat diberikan secara optimal.

Skrining dilaksanakan melalui evaluasi visual atau pengamatan,


kriteria triase, atau hasil pemeriksaan fisik, psikologis,
laboratorium klinis, atau diagnostik imajing sebelumnya. Skrining
lanjutan berupa pengkajian awal yang meliputi : anamnesa,
riwayat penyakit dan pengobatan, psikologi, sosial, pemeriksaan
fisik dan penunjang. Jenis skrining tersebut dapat berbeda sesuai
kondisi pasien, petugas skrining dan tahapan skrining (skrining
awal atau lanjutan) serta lokasi skrining dilakukan. Berdasarkan
uraian tersebut dinilai perlu suatu panduan dalam pelaksanaan
skrining pasien di RSUD Kota Pontianak.
2

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dibuatnya panduan ini adalah untuk
mempermudah pelaksanaan akses dan kesinambungan pasien di
RSUD Kota Pontianak. Adapun tujuan panduan ini dibuat untuk
memberikan panduan lebih rinci dalam pelaksanaan skrining
terkait waktu, tempat, dan cara pelaksanaan, siapa yang
melakukan dan tindak lanjut yang diberikan kepada pasien yang
diskrining tersebut dan hal-hal lain yang perlu untuk diatur.

C. Batasan Operasional
Batasan operasional dalam panduan ini adalah sebagai
berikut:
1. Skrining adalah penyaringan. Sehingga skrining pasien
berarti memasukkan pasien yang diskrining ke dalam
kategori tertentu.
2. Triase (Triage) adalah tindakan untuk
memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya
cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan
tindakan berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang
tersedia.
3. Sistem pendaftaran masuk/ registrasi pasien atau disebut
juga sebagai sistem admisi pasien rumah sakit, seperti
halnya pada hotel, universitas atau perusahaan umum
dalam prosedur pendaftaran dan pemasukannya adalah
suatu sistem yang digunakan untuk memasukkan informasi
dengan cara teratur guna mencegah kelebihan beban pada
organisasi dan sumber dayanya.
4. Admisi atau admission adalah hak atau izin masuk bagi
pasien yang berfungsi sebagai coordinator untuk
penerimaan pasien dirawat inap, baik yang berasal dari
3

rawat darurat (emergency) atau rawat jalan (poliklinik).


Admisi merupakan kegiatan yang sangat penting karena
sebagai ujung tombak pelayanan rawat inap. Admisi
mempunyai tanggung jawab dalam pendaftaran pra
penerimaan pasien, penerimaan pasien dan penentuan
ruang perawatan.
5. Pelayanan berkesinambungan adalah pelayanan kesehatan
yang memerlukan perencanaan dari petugas kesehatan yang
berkesinambungan sesuai kebutuhan asuhan pasien.
Keseragaman pelayanan/standarisasi pelayanan di rumah
sakit adalah pasien dengan masalah kesehatan dan
kebutuhan pelayanan yang sama mendapatkan kualitas
asuhan yang sama, untuk melaksanakan prinsip kualitas
yang setingkat yang menghasilkan pelayanan yang seragam
tanpa membedakan status social, ekonomi, budaya, agama,
dan waktu pelayanan dan diberikan oleh praktisi yang
kompeten dan memadai serta tidak tergantung waktu.
6. Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu
ruangan keruang perawatan/ruang tindakan lain didalam
rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan pasien
dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah
sakit).
7. Pemulangan pasien Rencana pemulangan pasien (Discharge
Planning) adalah suatu proses dimana nilainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan
kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan
maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya
sampai pasien merasa siap untuk kembali kelingkungannya
8. Rujukan terhadap pasien dilakukan dalam hal fasilitas
pelayanan kesehatan memastikan tidak mampu
4

memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien


berdasarkan hasil pemeriksaan awal secara fisik atau
berdasar pemeriksaan penunjang medis; dan/atau setelah
memperoleh pelayanan keperawatan dan pengobatan
ternyata pasien memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
mampu.

D. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
145/MENKES/PER/II/1998 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 159b/MENKES/PER/II/1988 tentang
Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 01 tahun
2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/Per/ III/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
5

BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang lingkup Akses dan kesinambungan pasien:


1. Skrining pasien
2. Registrasi dan admisi di rumah sakit
3. Pelayanan berkesinambungan
4. Transfer pasien internal dalam rmah sakit
5. Pemulangan, rujukan dan tidank lanjut

B. Prinsip
1. Skrining dilaksanakan pada kontak pertama di dalam atau diluar
rumah sakit, petugas pendaftaran melakukan skrining tentang
klinis umum, data/berkas administrasi.
2. Keputusn pasien diterima rawat inap/rawat jalan di RSUD Kota
Pontianak bila rumah sakit mampu menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan.
3. Jika fasilitas dan sarana di RSUD Kota Pontianak tidak dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien tersebut, maka dirujuk
ke rumah sakit rujukan dengan fasilitas dan sarana yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien tersebut.

C. Prioritas
1. Pasien IGD
2. Pasien rawat jalan yang sedang da jam pelayanan
3. Pasien geriatric
4. Kunjungan pertama pasien dengan curiga Covid 19 dan TB Paru.
6

BAB III
TATA LAKSANAN
PEDOMAN AKSES KE RUMAH SAKIT DAN KONTINUITAS
PELAYANAN (ARK) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

I. PROSES PENERIMAAN PASIEN KE RUMAH SAKIT

A. SKRINING

1. Rumah Sakit Umum Pakuwon melakukan


penerimaan pasien di rawat inap atau pemeriksaan
pasien di rawat jalan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
2. Skrining dilakukan melalui kriteria triase, evaluasi
visual atau pengamatan, hasil pemeriksaan fisik,
psikologis, laboratorium klinik atau diagnostik
imajing.
3. Skrining dapat terjadi di tempat pasien, ambulans,
atau waktu pasien tiba di rumah sakit. Keputusan
untuk mengobati, mengirim, atau merujuk dibuat
setelah ada evaluasi hasil skrining. Bila rumah
sakit mempunyai kemampuan menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan serta konsisten dengan
misi dan kemampuan pelayanannya maka
dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat
inap atau pasien rawat jalan.
4. Skrining dilakukan pada kontak pertama didalam
(poliklinik dan IGD) atau diluar Rumah Sakit (
Rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat I atau
7

Rumah Sakit lain).


5. Berdasarkan hasil skrining ditentukan apakah
kebutuhan pasien sesuai dengan misi dan sumber
daya Rumah Sakit.
6. Pasien diterima hanya apabila Rumah Sakit dapat
menyediakan kebutuhan pelayanan rawat inap dan
rawat jalan yang tepat

B. TRIAGE

1. Pasien darurat, sangat mendesak, atau pasien yang


membutuhkan pertolongan segera diidentifikasi
menggunakan proses triase berbasis bukti untuk
memprioritaskan kebutuhan pasien yang mendesak
dengan mendahulukan dari pasien yang lain.
2. Pada kondisi bencana dapat menggunakan triase
bencana.
3. Pasien yang dilakukan pelayanan rawat inap
dilakukan skring berdasarkan ketentuan kemenkes
terkait penyakit emeging

4. Sesudah dinyatakan pasien darurat, mendesak,


dan membutuhkan pertolongan segera maka
dilakukan asesmen dan menerima pelayanan
secepat-cepatnya.
5. Kriteria psikologis dibutuhkan dalam proses triase.

6. Pelatihan bagi staf diadakan agar staf mampu


memutuskan pasien yang membutuhkan
pertolongan segera dan pelayanan yang
dibutuhkan.
8

7. Rumah sakit melaksanakan proses triase dengan


menggunakan pedoman kegawatdaruratan berbasis
bukti untuk memprioritaskan pasien dengan
kebutuhan emergensi.
8. Pasien diprioritaskan atas dasar urgensi
kebutuhannya, Pasien emergensi diperiksa dan
dibuat stabil sesuai kemampuan rumah sakit dulu
sebelum dirujuk.
9. Jika rumah sakit tidak mampu memenuhi
kebutuhan pasien dengan kondisi darurat, pasien
dirujuk ke rumah sakit lain

C. PELAYANAN PREVENTIF, PALIATIF, KURATIF DAN


REHABILITATIF

1. Pada proses admisi pasien rawat inap dilakukan


skrining kebutuhan pasien untuk menetapkan
pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diprioritaskan berdasar atas
kondisi pasien.
2. Pada waktu skrining dan pasien diputuskan
diterima untuk rawat inap, proses asesmen
membantu staf mengetahui prioritas kebutuhan
pasien untuk pelayanan preventif, kuratif,
rehabilitatif, paliatif, dan dapat menentukan
pelayanan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan
pasien. Pelayanan preventif (dalam proses admisi)
adalah untuk mencegah perburukan/ komplikasi,
misalnya antara lain kasus luka tusuk dalam
9

diberikan ATS dan kasus luka bakar derajat berat


dimasukkan ke unit luka bakar.

D. PENUNDAAN / KELAMBATAN PELAKSANAAN


TINDAKAN/PENGOBATAN DAN ATAU PEMERIKSAAN
PENUNJANG DIAGNOSTIK
1. Rumah sakit mempertimbangkan kebutuhan klinis
pasien dan memberi tahu pasien jika terjadi
penundaan dan kelambatan dan penundaan
pelaksanaan tindakan/pengobatan dan atau
pemeriksaan penunjang diagnostik.
2. Pasien diberitahu jika ada penundaan dan
kelambatan pelayanan antara lain akibat kondisi
pasien atau jika pasien harus masuk dalam daftar
tunggu.
3. Pasien diberi informasi alasan dan sebab mengapa
terjadi penundaan/kelambatan atau harus menunggu
serta diberi tahu tentang alternatif yang tersedia,
ketentuan ini berlaku bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan
4. Informasi didokumentasikan dalam rekam medis.

II. PENDAFTARAN

A. PROSES PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP DAN


PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN
1. Rumah Sakit Umum Pakuwon mengatur proses
pasien masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
proses pendaftaran rawat jalan.
10

2. Proses penerimaan pasien rawat inap dan


pendaftaran pasien rawat jalan meliputi
pendaftaran pasien rawat jalan dan rawat inap,
penerimaan langsung dari unit darurat ke unit
rawat inap, menahan pasien untuk observasi.
3. Terkait pengembangan sistem informasi manajemen
rumah sakit (SIMRS) belum adanya sistem
pendaftaran rawat jalan dan rawat inap secara
online
4. Admisi langsung dari pelayanan gawat darurat ke
unit rawat inap.

5. Pengelolaan pasien bila fasilitas rawat inap terbatas


atau sama sekali tidak ada tempat tidur yang
tersedia untuk merawat pasien di unit yang dituju.

B. PENJELASAN RENCANA ASUHAN

1. Pada saat admisi, pasien dan keluarga pasien


dijelaskan tentang rencana asuhan, hasil yang
diharapkan dari asuhan, dan perkiraan
biayanya.
2. Saat diputuskan rawat inap, dokter yang
memutuskan rawat inap memberi informasi
tentang rencana asuhan yang diberikan, hasil
asuhan yang diharapkan, termasuk penjelasan
oleh petugas pendaftaran tentang perkiraan biaya
yang harus dibayarkan oleh pasien/keluarga.
11

3. Pemberian informasi didokumentasikan didalam


rekam medis

C. PENGELOLAAN ALUR PASIEN DI SELURUH


BAGIAN RUMAH SAKIT

1. Rumah Sakit mengelola alur pasien di seluruh


bagian rumah sakit.

2. Mengelola alur berbagai pasien selama menjalani


asuhannya masing-masing menjadi sangat
penting untuk mencegah penumpukan yang
selanjutnya menggangu waktu pelayanan dan
akhirnya juga berpengaruh terhadap keselamatan
pasien.
3. Pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien
(seperti penerimaan, asesmen, dan tindakan,
transfer pasien, serta pemulangan) dapat
mengurangi penundaan asuhan kepada pasien.
Kompenen dari pengelolaan alur pasien termasuk:
a) Ketersediaan tempat tidur rawat inap;

b) Perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan,


utilitas, teknologi medis, dan kebutuhan lain
untuk mendukung penempatan sementara
pasien;
c) Perencanaan tenaga untuk menghadapi
penumpukan pasien di beberapa lokasi
sementara dan atau pasien yang tertahan di
unit darurat;
12

d) Alur pasien di daerah pasien menerima asuhan,


tindakan, dan pelayanan (seperti unit rawat
inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi,
dan unit pasca- anestesi); efisiensi pelayanan
nonklinis penunjang asuhan dan tindakan
kepada pasien (seperti kerumahtanggaan dan
transportasi);
e) Pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai
dengan kebutuhan pasien;
f) Akses pelayanan yang bersifat mendukung
(seperti pekerja sosial, keagamaan atau bantuan
spiritual, dan sebagainya).
4. Semua staf rumah sakit, mulai dari unit rawat
inap, unit darurat, staf medis, keperawatan,
administrasi, lingkungan, dan manajemen risiko
dapat ikut berperan serta menyelesaikan masalah
arus pasien.

5. Koordinasi ini dapat dilakukan oleh seorang


Manajer Pelayanan Pasien (MPP)/Case Manager.
6. Ada penempatan pasien di unit gawat darurat yang
merupakan jalan keluar sementara mengatasi
penumpukan pasien rawat inap rumah sakit.
7. Rumah sakit menetapkan standar waktu berapa
lama pasien di unit darurat, kemudian harus
ditransfer ke unit rawat inap rumah sakit.
8. Rumah sakit dapat mengatur dan menyediakan
tempat yang aman bagi pasien.
9. Dilakukan evaluasi terhadap pengaturan alur
13

pasien secara berkala dan melaksanakan upaya


perbaikan.

D. PENERIMAAN ATAU TRANSFER PASIEN KE DAN


DARI UNIT PELAYANAN INTENSIF
1. Rumah sakit menentukan kriteria yang
ditetapkan untuk masuk rawat di pelayanan
spesialistik atau pelayanan intensif.
2. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk
menentukan pasien yang membutuhkan tingkat
pelayanan yang tersedia di unit-unit tersebut.
3. Agar dapat konsisten maka kriteria menggunakan
prioritas atau parameter diagnostik dan atau
parameter objektif termasuk kriteria berbasis
fisiologis.

4. Mereka yang berasal dari unit-unit gawat darurat,


intensif, atau layanan spesialistik berpartisipasi
menentukan kriteria. Kriteria dipergunakan untuk
menentukan penerimaan langsung di unit, misalnya
masuk dari unit darurat.
5. Kriteria juga digunakan untuk masuk dari unit-
unit di dalam atau dari luar rumah sakit, seperti
halnya pasien dipindah dari rumah sakit lain.
Pasien yang diterima masuk di unit khusus
memerlukan asesmen dan evaluasi ulang untuk
menentukan apakah kondisi pasien berubah
sehingga tidak memerlukan lagi pelayanan
spesialistik. Misalnya, jika status fisiologis sudah
14

stabil dan monitoring intensif baik, tindakan lain


tidak diperlukan lagi.
6. Ataupun jika kondisi pasien menjadi buruk
sampai pada titik pelayanan intensif atau
tindakan khusus tidak diperlukan lagi, pasien
kemudian dapat dipindah ke unit layanan yang
lebih rendah (seperti unit pelayanan medis atau
bedah, rumah penampungan, atau unit
pelayanan paliatif).
7. Kriteria untuk memindahkan pasien dari unit
khusus ke unit pelayanan lebih rendah harus
sama dengan kriteria yang dipakai untuk
memindahkan pasien ke unit pelayanan
berikutnya. Misalnya, jika keadaan pasien
menjadi buruk sehingga pelayanan intensif
dianggap tidak dapat menolong lagi maka pasien
masuk ke rumah penampungan (hospices) atau
ke masuk ke unit pelayanan paliatif dengan
menggunakan kriteria.
8. Apabila rumah sakit melakukan riset atau
menyediakan pelayanan spesialistik atau
melaksanakan program, penerimaan pasien di
program tersebut harus melalui kriteria tertentu
atau ketentuan protokol. Mereka yang terlibat
dalam riset atau program lain harus terlibat dalam
menentukan kriteria atau protokol. Penerimaan ke
dalam program tercatat di rekam medis pasien
termasuk kriteria atau protokol yang diberlakukan
15

terhadap pasien yang diterima masuk.


9. Penerimaan atau transfer pasien ke dan dari unit
pelayanan intensif atau pelayanan khusus
ditentukan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
10. Pasien yang memerlukan stabilisasi dilakukan
observasi sampai kurun waktu 6 jam sebelum di
transfer ke unit pelayanan intensif atau ruang
perawatan.
11. Staf dilatih untuk menggunakan kriteria.
16

III. KONTINUITAS PELAYANAN

A. PENETAPAN KEBUTUHAN PERENCANAAN PASIEN


PULANG

1. Rumah sakit melakukan asesmen awal termasuk


menetapkan kebutuhan perencanaan pemulangan
pasien.
2. Kesinambungan asuhan pasien setelah dirawat inap
memerlukan persiapan dan pertimbangan khusus bagi
sebagian pasien seperti perencanaan pemulangan pasien
(P3)/discharge planning. Penyusunan P3 diawali saat
proses asesmen awal rawat inap dan membutuhkan
waktu agak panjang, termasuk pemutakhiran/updating.
Untuk identifikasi pasien yang membutuhkan P3 maka
rumah sakit menetapkan mekanisme dan kriteria,
misalnya antara lain usia, tidak ada mobilitas, perlu
bantuan medis dan keperawatan terus menerus, serta
bantuan melakukan kegiatan sehari hari.
3. Rencana pulang termasuk pendidikan/pelatihan khusus
yang mungkin dibutuhkan pasien dan keluarga untuk
kontinuitas (kesinambungan) asuhan di luar rumah
sakit. Sebagai contoh, adalah pasien yang baru
didiagnosis tipe 1 diabetes melitus akan membutuhkan
pendidikan yang terkait diet dan nutrisi, termasuk cara
memberikan suntikan insulin. Pasien yang dirawat inap
karena infark miokardium membutuhkan rehabilitasi
sesudah keluar rumah sakit pulang, termasuk mengatur
makanan.
17

4. Perjalanan pasien di rumah sakit mulai dari admisi,


keluar pulang, atau pindah melibatkan berbagai
profesional pemberi asuhan (PPA), unit kerja, dan MPP.
Selama dalam berbagai tahap pelayanan, kebutuhan
pasien dipenuhi dari sumber daya yang tersedia di rumah
sakit dan kalau perlu sumber daya dari luar.
Kesinambungan pelayanan berjalan baik jika semua
pemberi pelayanan mempunyai informasi yang
dibutuhkan tentang kondisi kesehatan pasien terkini dan
sebelumnya agar dapat dibuat keputusan yang tepat.
5. Asuhan pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan
dengan pola pelayanan berfokus pada pasien
(Patient/Person Centered Care–PCC). Pola ini dipayungi
oleh konsep WHO: Conceptual framework integrated people-
centred health services. (WHO global strategy on integrated
people-centred health services 2016–2026, July 2015).
6. Pelayanan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk
Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal
dan vertikal. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi
tiap-tiap profesional pemberi asuhan (PPA) adalah sama
pentingnya atau sederajat. Pada integrasi vertikal
pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan
ke tingkat pelayanan yang berbeda maka peranan manajer
pelayanan pasien (MPP) penting untuk integrasi tersebut
dengan komunikasi yang memadai terhadap profesional
pemberi asuhan (PPA).
7. Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berpusat pada
pasien dan mencakup elemen sebagai berikut:
18

1) Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.

2) Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)


sebagai Ketua tim asuhan pasien oleh profesional
pemberi asuhan (PPA) (Clinical Leader)
3) Profesional pemberi asuhan (PPA) bekerja sebagai tim
interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dibantu
antara lain oleh Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan
Asuhan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya, Alur
Klinis/Clinical Pathway terintegrasi, Algoritme, Protokol,
Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi);
4) Perencanaan pemulangan pasien
(P3)/Discharge Planning terintegrasi;

5) Asuhan gizi terintegrasi;

6) Manajer pelayanan pasien/case manager.

8. Manajer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan


profesional pemberi asuhan (PPA) aktif dan dalam
menjalankan manajemen pelayanan pasien mempunyai
peran minimal adalah memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan asuhan pasien, mengoptimalkan terlaksananya
pelayanan berfokus pada pasien, mengoptimalkan proses
reimbursment, dan dengan fungsi sebagai asesmen untuk
manajemen pelayanan pasien, perencanaan untuk
manajemen pelayanan pasien, komunikasi dan koordinasi,
edukasi dan advokasi dan kendali mutu dan biaya
pelayanan pasien.
19

9. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan manajemen


pelayanan pasien antara lain pasien mendapat asuhan
sesuai dengan kebutuhannya, terpelihara kesinambungan
pelayanan, pasien memahami/mematuhi asuhan dan
peningkatan kemandirian pasien, kemampuan pasien
mengambil keputusan. Keterlibatan serta pemberdayaan
pasien dan keluarga, optimalisasi sistem pendukung
pasien, pemulangan yang aman, kualitas hidup dan
kepuasan pasien.
10. Rekam medis pasien merupakan sumber informasi
utama tentang proses pelayanan dan kemajuannya
sehingga merupakan alat komunikasi penting. Rekam
medis selama rawat inap dan rawat jalan dengan catatan
terkini tersedia agar dapat mendukung serta bermanfaat
untuk kesinambungan pelayanan pasien. Profesional
pemberi asuhan (PPA) melakukan asesmen pasien
berbasis IAR sehingga informasi MPP juga dibutuhkan.
11. Dalam pelaksanaan manajemen pelayanan pasien,
manajer pelayanan pasien (MPP) mencatat pada lembar
form A yang merupakan evaluasi awal manajemen
pelayanan pasien dan form B yang merupakan catatan
implementasi manajemen pelayanan pasien. Kedua form
tersebut merupakan bagian rekam medis.
12. Pada form A dicatat antara lain identifikasi/skrining
pasien untuk kebutuhan pengelolaan manajer pelayanan
pasien (MPP) dan asesmen untuk manajemen pelayanan
pasien termasuk rencana, identifikasi masalah– risiko–
kesempatan, serta perencanaan manajemen pelayanan
20

pasien, termasuk memfasiltasi proses perencanaan


pemulangan pasien (discharge planning).
13. Pada form B dicatat antara lain pelaksanaan rencana
manajemen pelayanan pasien, monitoring, fasilitasi,
koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi, hasil
pelayanan, serta terminasi manajemen pelayanan
pasien.
14. Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus,
rumah sakit harus menciptakan proses untuk
melaksanakan kesinambungan dan koordinasi pelayanan
di antara profesional pemberi asuhan (PPA), manajer
pelayanan pasien (MPP), pimpinan unit, dan staf lain
sesuai dengan regulasi rumah sakit di beberapa tempat
yaitu pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap,
pelayanan diagnostik dan tindakan, pelayanan bedah
dan nonbedah, pelayanan rawat jalan, organisasi lain
atau bentuk pelayanan lainnya.

15. Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan


dibantu oleh penunjang lain seperti panduan praktik
klinis, alur klinis/clinical pathways, rencana asuhan,
format rujukan, daftar tilik/check list lain, dan
sebagainya.

B. PROSES ASUHAN PASIEN OLEH DOKTER


PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN

1. Setiap pasien harus dikelola oleh dokter penanggung


jawab pelayanan (DPJP) untuk memberikan asuhan
21

kepada pasien.
2. Asuhan pasien diberikan oleh profesional pemberi
asuhan (PPA) yang bekerja sebagai tim interdisiplin
dengan kolaborasi interprofesional dan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) berperan sebagai
ketua tim asuhan pasien oleh profesional pemberi
asuhan (PPA) (clinical leader).
3. Untuk mengatur kesinambungan asuhan selama
pasien berada di rumah sakit, harus ada dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai
individu yang bertanggung jawab mengelola
pasien sesuai dengan kewenangan klinisnya, serta
melakukan koordinasi dan kesinambungan asuhan.
Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang
ditunjuk ini tercatat namanya di rekam medis
pasien. Dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP)/para DPJP memberikan keseluruhan asuhan
selama pasien berada di RS dapat meningkatkan
antara lain kesinambungan, koordinasi, kepuasan
pasien, mutu, keselamatan, dan termasuk hasil
asuhan. Individu ini membutuhkan kolaborasi dan
komunikasi dengan profesional pemberi asuhan (PPA)
lainnya.
4. Penunjukan MPP dengan urain tugas antara lain dalam
konteks menjaga kesinambungan dan koordinasi
pelayanan bai individu pasien melalui komunikasi dan
kerjasama dengan PPA dan pimpinan unit
5. Kesinambungan dan koordinasi proses pelayanan
22

didukung dengan menggunakan perangkat pendukung


seperti rencana asuhan PPA, atau catatan MPP.
6. Penetapan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
sebagai team leader yang melakukan koordinasi asuhan
inter PPA dan bertugas dalam seluruh fase asuhan
rawat inap

7. Bila kondisi/penyakit pasien membutuhkan lebih dari


satu DPJP, ditetapkan DPJP utama yang berperan
sebagai koordinator mutu dan keselamatan pasien
antar DPJP dan PPA, termasuk bila terjadi
perpindahan DPJP atau pergantian DPJP utama

IV. TRANSFER PASIEN ANTAR UNIT PELAYANAN DI


RUMAH SAKIT

A. INFORMASI TENTANG PASIEN PADA PROSES


TRANSFER PASIEN

1. Rumah sakit menetapkan informasi tentang pasien


yang disertakan pada proses transfer.
2. Selama dirawat inap di rumah sakit, pasien mungkin
dipindah dari satu pelayanan atau dari satu unit rawat
inap ke berbagai unit pelayanan lain atau unit rawat
inap lain. Jika profesional pemberi asuhan (PPA)
berubah akibat perpindahan ini maka informasi
penting terkait asuhan harus mengikuti pasien.
Pemberian obat dan tindakan lain dapat berlangsung
tanpa halangan dan kondisi pasien dapat dimonitor.
23

Untuk memastikan setiap tim asuhan menerima


informasi yang diperlukan maka rekam medis pasien
ikut pindah atau ringkasan informasi yang ada di
rekam medis disertakan waktu pasien pindah dan
menyerahkan kepada tim asuhan yang menerima
pasien. Ringkasan memuat sebab pasien masuk
dirawat, temuan penting, diagnosis, prosedur atau
tindakan, obat yang diberikan, dan keadaan pasien
waktu pindah.
3. Bila pasien dalam pengelolaan manajer pelayanan
pasien (MPP) maka kesinambungan proses tersebut di
atas dipantau, diikuti, dan transfernya disupervisi oleh
manajer pelayanan pasien (MPP).
4. Transfer pasien antar unit pelayanan di dalam rumah
sakit dilengkapi dengan form transfer pasien.
5. Form transfer memuat indikasi pasien dirawat, riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisis, pemriksaan diagnostik,
diagnosis, obat yang diberikan dan semua prosedur
yang dilakukan dan keadaan pasien saat dipindah.
Pasien dirujuk berdasarkan kondisi dan kebutuhan
untuk pelayanan berkelanjutan.

6. Sebelum dirujuk dilakukan prosedur pengalihan


tanggung jawab ke rumah sakit penerima.
7. Ada petugas yang kompeten yang bertanggungjawab
selama proses rujukan serta melengkapi peralatan
selama transportasi.
8. Rumah sakit penerima dapat menyediakan kebutuhan
pasien yang yang akan dirujuk.
24

9. Ada kerjasama resmi dengan rumah sakit rujukan

10. Rumah sakit penerima diberikan resume tertulis yang


berisi : kondisi klinis pasien, prosedur dan
pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan
pasien akan pelayanan lebih lanjut
11. Staf yang mampu terus memonitor kondisi pasien.

12. Staf dilatih tentang tatalaksana transfer pasien

13. Dokumentasi rujukan mencakup nama rumah sakit


tujuan, nama staf yang menyetujui penerimaan
pasien, nama pendamping, dokter yang merujuk,
pernyataan persetujuan pasien/keluarga untuk
dirujuk, alasan rujukan, kondisi khusus, informasi
medis, perubahan kondisi pasien selama proses
rujukan.

V. PEMULANGAN PASIEN DARI RUMAH SAKIT


(DISCHARGE) DAN TINDAK LANJUT
A. PROSES PEMULANGAN PASIEN (DISCHARGE) DARI
RUMAH SAKIT

1. Rumah sakit melaksanakan proses pemulangan pasien


(discharge) dari rumah sakit berdasar atas kondisi
kesehatan pasien dan kebutuhan kesinambungan
asuhan atau tindakan.
2. Merujuk atau mengirim pasien ke praktisi kesehatan di
luar rumah sakit, unit pelayanan lain, rumah, atau
keluarga didasarkan atas kondisi kesehatan pasien dan
kebutuhannya untuk memperoleh kesinambungan
25

asuhan. Dokter penanggung jawab pelayanan


(DPJP) dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya
yang bertanggung jawab atas asuhan pasien
menentukan kesiapan pasien keluar rumah sakit berdasar
atas kebijakan, kriteria, dan indikasi rujukan yang
ditetapkan rumah sakit. Kebutuhan kesinambungan
asuhan berarti rujukan ke dokter spesialis, rehabilitasi
fisik, atau bahkan kebutuhan upaya preventif di rumah
yang dikoordinasikan oleh keluarga pasien. Diperlukan
proses yang terorganisir dengan baik untuk
memastikan bahwa kesinambungan asuhan dikelola
oleh praktisi kesehatan atau oleh sebuah organisasi
26

diluar rumah sakit. Pasien yang memerlukan


perencanaan pemulangan pasien (discharge planning)
maka rumah sakit mulai merencanakan hal tersebut
sedini-dininya yang sebaiknya untuk menjaga
kesinambungan asuhan dilakukan secara terintegrasi
melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA)
terkait/relevan serta difasilitasi oleh manajer pelayanan
pasien (MPP). Keluarga dilibatkan dalam proses ini
sesuai dengan kebutuhan.

3. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang


kemungkinan pasien diizinkan keluar rumah sakit
dalam jangka waktu tertentu untuk keperluan penting.

B. RUMAH SAKIT BEKERJA SAMA DENGAN PRAKTISI


DILUAR RUMAH SAKIT

1. Rumah sakit bekerja sama dengan praktisi kesehatan


di luar rumah sakit tentang tindak lanjut pemulangan
2. Dibutuhkan perencanaan untuk mengatur tindak
lanjut pemulangan pasien ke praktisi kesehatan atau
organisasi lain yang dapat memenuhi kebutuhan
kesinambungan asuhan pasien. Rumah sakit yang
berada di komunitas tempat praktisi kesehatan juga
berada di dalamnya membuat kerja sama formal dan
informal. Jika pasien berasal dari komunitas/daerah
lain maka rumah sakit akan merujuk pasien ke
praktisi kesehatan yang berasal dari komuitas tempat
pasien tinggal.
27

3. Pasien membutuhkan pelayanan dukungan dan


pelayanan kesehatan pada waktu pasien keluar dari
rumah sakit (discharge). Misalnya, pasien mungkin
membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan,
psikologi, atau bantuan lain pada waktu pasien keluar
rumah sakit. Proses perencanaan pemulangan pasien
(discharge planning) dilakukan secara terintegrasi
melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA)
terkait serta difasilitasi oleh manajer pelayanan pasien
(MPP) memuat bentuk bantuan pelayanan yang
dibutuhkan dan ketersediaan bantuan yang dimaksud.
4. Pemulangan pasien berdasarkan status kesehatan dan
kebutuhan pelayanan selanjutnya.
5. Rumah sakit membuat rencana pemulangan
(discharge planning) dimulai sejak awal pasien masuk
rawat inap melibatkan semua PPA terkait serta
difasilitasi oleh MPP, untuk kesinambungan asuhan
sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan
pelayanan pasien

6. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien


dan harus menentukan kesiapan pasien yang
dipulangkan.
7. Ada kriteria pemulangan pasien.

8. Keluarga dilibatkan dalam proses merujuk maupun


memulangkan.

9. Pasien tidak diperkenankan meninggalkan rumah


sakit selama dalam proses pengobatan.
28

VI. RESUME PELAYANAN MEDIS PASIEN PULANG DAN


RAWAT JALAN

A. RINGKASAN PASIEN PULANG (DISCHARGE SUMMARY)

1. Ringkasan pasien pulang (discharge summary) dibuat


untuk semua pasien rawat inap.
2. Ringkasan pasien pulang memberikan gambaran tentang
pasien yang tinggal di rumah sakit. Ringkasan dapat
digunakan oleh praktisi yang bertanggung jawab
memberikan tindak lanjut asuhan. Ringkasan
memuat hal:
1) Indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan
komorbiditas lain;
2) Temuan fisik penting dan temuan-temuan lain;

3) Tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah


dikerjakan;

4) Obat yang diberikan selama dirawat inap dengan


potensi akibat efek residual setelah obat tidak
diteruskan dan semua obat yang harus digunakan di
rumah;
5) Kondisi pasien (status present);

6) Ringkasan memuat instruksi tindak lanjut agar


dihindari istilah anjuran.
3. Ringkasan pasien pulang dijelaskan dan ditandatangani
oleh pasien/keluarga karena memuat instruksi.
4. Rumah sakit menetapkan pemberian ringkasan pasien
29

pulang kepada pihak yang berkepentingan.


5. Ringkasan pasien pulang dibuat sebelum pasien keluar
dari rumah sakit oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP).
6. Satu salinan/copy dari ringkasan diberikan kepada
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan
tindak lanjut asuhan kepada pasien. Satu salinan
diberikan kepada pasien sesuai dengan regulasi rumah
sakit yang mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku. Satu salinan diberikan kepada penjamin.
Salinan ringkasan berada di rekam medis pasien.

B. PROFIL RINGKAS MEDIS RAWAT JALAN (PRMRJ)

1. Pasien rawat jalan yang membutuhkan asuhan yang


kompleks atau diagnosis yang kompleks dibuat catatan
tersendiri dalam Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ) dan tersedia untuk PPA.
2. Rumah sakit memberikan asuhan dan tindakan berlanjut
kepada pasien dengan diagnosis kompleks dan atau yang
membutuhkan asuhan kompleks (misalnya, pasien yang
datang beberapa kali dengan masalah kompleks,
menjalani tindakan beberapa kali, datang di beberapa
unit klinis, dan sebagainya) maka kemungkinan dapat
bertambahnya diagnosis dan obat, perkembangan riwayat
penyakit, serta temuan pada pemeriksaan fisik. Oleh
karena itu, untuk kasus seperti ini harus dibuat
ringkasannya. Sangat penting bagi setiap PPA yang berada
30

di berbagai unit yang memberikan asuhan kepada pasien


ini mendapat akses ke informasi Profil Ringkas Medis
Rawat Jalan (PRMRJ) tersebut.
3. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ)
memuat informasi, termasuk:
a) Identifikasi pasien yang menerima asuhan kompleks
atau dengan diagnosis kompleks (seperti pasien di
klinis jantung dengan berbagai komorbiditas antara
lain DM tipe 2, total knee replacement, gagal ginjal
tahap akhir, dan sebagainya. Atau pasien di klinis
neurologik dengan berbagai komorbiditas).
b) Identifikasi informasi yang dibutuhkan oleh para
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang
menangani pasien tersebut.
c) Menentukan proses yang digunakan untuk
memastikan bahwa informasi medis yang dibutuhkan
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
tersedia dalam format mudah ditelusur (easy-to-
retrieve) dan mudah di-review.
d) Evaluasi hasil implementasi proses untuk mengkaji
bahwa informasi dan proses memenuhi
kebutuhan dokter penanggung jawab pelayanan
(DPjP) dan meningkatkan mutu serta keselamatan
pasien.

C. PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN YANG


KELUAR RUMAH SAKIT DAN MENOLAK RENCANA
ASUHAN MEDIS
31

Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola


dan melakukan tindak lanjut pasien dan memberitahu staf
rumah sakit bahwa mereka berniat keluar rumah sakit
serta menolak rencana asuhan medis.
1. Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola pasien
yang menolak rencana asuhan medis yang melarikan
diri.
2. Pasien rawat inap atau rawat jalan telah selesai
menjalani pemeriksaan lengkap dan sudah ada
rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan, kemudian
pasien ini memutuskan meninggalkan rumah sakit maka
pasien ini dianggap sebagai pasien keluar menolak
rencana asuhan medis. Pasien rawat inap dan rawat
jalan (termasuk pasien dari unit darurat) berhak
menolak tindakan medis dan keluar rumah sakit. Pasien
ini menghadapi risiko karena menerima pelayanan atau
tindakan tidak lengkap yang berakibat terjadi
kerusakan permanen atau kematian. Jika seorang pasien
rawat inap atau rawat jalan minta untuk keluar dari
rumah sakit tanpa persetujuan dokter maka pasien
harus diberitahu tentang risiko medis oleh dokter yang
membuat rencana asuhan atau tindakan dan proses
keluarnya pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit.
Jika pasien mempunyai dokter keluarga maka dokter
keluarga tersebut harus diberitahu tentang keputusan
pasien. Bila tidak ada dokter keluarga maka pasien
dimotivasi untuk mendapat/mencari pelayanan
kesehatan lebih lanjut.
32

3. Rumah sakit harus mengetahui alasan mengapa


pasien keluar menolak rencana asuhan medis. Rumah
sakit perlu mengetahui alasan ini agar dapat
melakukan komunikasi lebih baik dengan pasien dan
atau keluarga pasien dalam rangka memperbaiki
proses.
4. Jika pasien menolak rencana asuhan medis tanpa
memberi tahu siapapun di dalam rumah sakit atau ada
pasien rawat jalan yang menerima pelayanan kompleks
atau pelayanan untuk menyelamatkan jiwa, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, tidak kembali ke rumah
sakit maka rumah sakit harus berupaya menghubungi
pasien untuk memberi tahu tentang potensi risiko
bahaya yang ada.
5. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses ini
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
termasuk rumah sakit membuat laporan ke dinas
kesehatan atau kementerian kesehatan tentang kasus
infeksi dan memberi informasi tentang pasien yang
mungkin mencelakakan dirinya atau orang lain.

VII. RUJUKAN PASIEN

A. RUJUKAN YANG MEMENUHI KEBUTUHAN


ASUHAN BERKESINAMBUNGAN
1. Pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
lain berdasar atas kondisi pasien untuk memenuhi
kebutuhan asuhan berkesinambungan dan sesuai
33

dengan kemampuan fasilitas kesehatan penerima


untuk memenuhi kebutuhan pasien.
2. Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan lain
didasarkan atas kondisi pasien dan kebutuhan
untuk memperoleh asuhan berkesinambungan.
Rujukan pasien antara lain untuk memenuhi
kebutuhan pasien atau konsultasi spesialistik dan
tindakan, serta penunjang diagnostik. Jika pasien
dirujuk ke rumah sakit lain, yang merujuk harus
memastikan fasilitas kesehatan penerima
menyediakan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan mempunyai kapasitas
menerima pasien.

3. Diperoleh kepastian terlebih dahulu dan kesediaan


menerima pasien serta persyaratan rujukan
diuraikan dalam kerja sama formal atau dalam
bentuk perjanjian. Ketentuan seperti ini dapat
memastikan kesinambungan asuhan tercapai dan
kebutuhan pasien terpenuhi. Rujukan terjadi juga
ke fasilitas kesehatan lain dengan atau tanpa ada
perjanjian formal.

4. Ada petugas yang kompeten yang bertanggungjawab


selama proses rujukan serta melengkapi peralatan
selama transportasi.

5. Rumah sakit penerima dapat menyediakan


kebutuhan pasien yang yang akan dirujuk.

6. Ada kerjasama resmi dengan rumah sakit rujukan.


34

7. Rumah sakit penerima diberikan resume tertulis yang


berisi : kondisi klinis pasien, prosedur dan
pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan
pasien akan pelayanan lebih lanjut

8. Staf yang mampu terus memonitor kondisi pasien.

9. Staf dilatih tentang tatalaksana transfer pasien.

10. Dokumentasi rujukan mencakup nama rumah sakit


tujuan, nama staf yang menyetujui penerimaan
pasien, nama pendamping, dokter yang merujuk,
pernyataan persetujuan pasien/keluarga untuk
dirujuk, alasan rujukan, kondisi khusus,
informasi medis, perubahan kondisi pasien selama
proses rujukan.

VIII. TRANSPORTASI

A. TRANSPORTASI DALAM PROSES MERUJUK,


MEMINDAHKAN ATAU PEMULANGAN PASIEN
RAWAT INAP DAN RAWAT JALAN
1. Rumah sakit menyediakan transportasi dalam
proses merujuk, memindahkan atau pemulangan,
serta pasien rawat inap dan rawat jalan untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
35

2. Proses merujuk, memindahkan, dan


memulangkan pasien membutuhkan pemahaman
tentang kebutuhan transpor pasien. Misalnya,
pasien dari unit pelayanan kronik atau pusat
rehabilitasi yang membutuhkan pelayanan rawat
jalan atau evaluasi asuhan di unit darurat
mungkin tiba dengan ambulans atau transportasi
lainnya. Setelah selesai, pasien mungkin minta
bantuan transpor untuk kembali ke rumahnya
atau fasilitas lain. Pada situasi lain, misalnya
pasien mengemudi kendaraannya sendiri menuju
ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan
yang kemudian karena tindakan tadi
mengganggu kemampuannya mengemudi sendiri
untuk pulang (seperti, operasi mata, prosedur
yang memerlukan sedasi dan sebagainya).
Merupakan tanggung jawab rumah sakit
melakukan asesmen kebutuhan transpor pasien
dan memastikan pasien mendapat transportasi
aman.
3. Jenis kendaraan untuk transportasi berbagai
macam, mungkin ambulans atau kendaraan lain
milik rumah sakit atau berasal dari sumber yang
diatur oleh keluarga atau teman. Jenis kendaraan
yang diperlukan bergantung pada kondisi dan
status pasien.
4. Kendaraan transportasi milik rumah sakit harus
tunduk pada peraturan perundangan yang
mengatur tentang kegiatan operasionalnya, kondisi,
dan perawatan kendaraan. Rumah sakit

35
36

mengidentifikasi kegiatan transportasi yang


berisiko terkena infeksi dan menentukan strategi
mengurangi risiko infeksi.
5. Persediaan obat dan perbekalan medis yang harus
tersedia dalam kendaraan bergantung pada pasien
yang dibawa. Misalnya, membawa pasien geriatri
dari unit rawat jalan pulang ke rumahnya sangat
berbeda dengan jika harus transfer pasien dengan
penyakit menular atau transpor pasien luka bakar
ke rumah sakit lain.
6. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk
transportasi, dilengkapi dengan peralatan yang
memadai, pebekalan dan medikamentosa sesuai
dengan kebutuhan pasien yang dibawa, termasuk
memenuhi persyaratan PPI.

7. Bila alat transportasi yang digunakan


terkontaminasi cairan tubuh pasien atau pasien
dengan penyakit menular harus dilakukan proses
dekontaminasi.
8. Jika rumah sakit membuat kontrak layanan
transportasi maka rumah sakit harus dapat
menjamin bahwa kontraktor harus memenuhi
standar untuk mutu dan keselamatan pasien dan
kendaraan. Jika layanan transpor diberikan oleh
Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan,
perusahaan asuransi, atau organisasi lain yang
tidak berada dalam pengawasan rumah sakit maka
masukan dari rumah sakit tentang keselamatan
dan mutu transpor dapat memperbaiki kinerja
penyedia pelayanan transpor.

36
37

9. Rumah Sakit membuat mekanisme untuk


menangani keluhan proses transportasi dalam
rujukan.
10. Rumah sakit melakukan evaluasi terhadap mutu
dan keselamatan pelayanan transportasi. Hal ini
termasuk penerimaan, evaluasi, dan tindak
lanjut keluhan terkait pelayanan transportasi.

DIREKTUR UNIT PELAKSANA TEKNIS


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK

RIFKA

37

Anda mungkin juga menyukai