Anda di halaman 1dari 31

MATERI

OJK (OTORITAS JASA KEUANGAN)

SELEKSI OTORITAS JASA KEUANGAN 2024

PT CEREBRUM EDUKANESIA NUSANTARA

FEBRUARI 2024
PENDAHULUAN

Ekonomi adalah ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
yang bervariasi dan berkembang dengan memanfaatkan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan
kegiatan produksi, konsumsi, dan/ atau distribusi. Berbagai fenomena empirik ekonomi saat ini, yang
ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, pada akhirnya mendorong perubahan metode produksi,
konsumsi, dan/ atau distribusi serta lahirnya regulasi baru tentang tata kelola perbankan dan industri jasa
keuangan. Lahirnya regulasi baru ini berdampak pada perubahan sistem pengaturan dan pengawasan
Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) di Indonesia. Atas dasar
itu, lahirlah Undang- Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang
mengatur dan melandasi pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengaturan berbagai lembaga jasa keuangan.

Berdasarkan Keputusan Deputi komisioner Sumber Daya Manusia dan Managenmen strategis nomor
S- 41 /MS.2/2021. Seleksi Otoritas Jasa keuangan melalui talent scounting merupakan lembaga yang
independent yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang, pengaturan dan pemeriksaan dan penyelidikan
dalam sektor jasa keuangan. Seleksi meliputi:

a. Tes psikometri
b. Tes ke - OJK- an
c. Tes bahasa inggris
A. Materi tes sebagaimana yang dimaksud adalah:
1. Tes psikometri merupakan tes mengukur bakat, sifat perilaku, dan kompetensi individu secara
objektif yang meliputi:
a. Tes verbal, antonim dan sinonim
b. Tes hitung cepat
c. Tes logika
d. Tes sambung gambar
e. Tes kraepelin
f. Tes kemampuan penalaran logis
g. Tes ketelitian
h. Tes kepribadian
i. Tes gambar
2. Ke – ojk - an
3. Tes bahasa inggris
4.
MATERI OTORITAS JASA KEUANGAN

Latar Belakang Terbentuknya OJK

Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali
lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan. Hal
tersebut dilandasi oleh berbagai hal, yaitu:

1. Amanat Undang- Undang


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang,
mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup
perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
2. Perkembangan Industri Keuangan
Proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi
serta inovasi keuangan telah menciptakan industri keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan
saling terkait.
3. Konglomerasi Lembga Jasa Keuangan
Saat ini terdapat kecenderungan lembaga jasa keuangan besar memiliki beberapa anak perusahaan
di bidang keuangan yang berbeda-beda kegiatan usahanya (konglomerasi). Misalnya, bank
memiliki anak perusahaan dalam bentuk asuransi, perusahaan sekuritas, perusahaan pembiayaan,
dan dana pensiun. Konglomerasi lembaga keuangan tersebut mendorong terciptanya kompleksitas
kegiatan usaha lembaga jasa keuangan.
4. Perlindungan Konsumen
Permasalahan di industri jasa keuangan yang semakin beragam, antara lain meningkatnya
pelanggaran di bidang jasa keuangan dan belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
keuangan, mendorong diperlukannya fungsi edukasi, perlindungan konsumen, dan pembelaan
hukum.

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut. OJK didirikan untuk menggantikan
peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta
menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi
konsumen industri jasa keuangan. Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan
Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), OJK juga mendapat tambahan kewenangan untuk Keuangan
Derivatif, Bursa Karbon, Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, termasuk juga untuk Aset Keuangan Digital
dan Aset Kripto, sebagian kewenangan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. OJK mendapat tambahan kewenangan di mana
penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK.

1. Adapun visi dan misi dari OJK adalah:


1. Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang
terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri
jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat
memajukan kesejahteraan umum.
2. Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:
1) Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel
2) Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
3) Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
2. Tujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan
agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan,
akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta
mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. Dengan pembentukan OJK, maka
lembaga ini diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara menyeluruh
sehingga meningkatkan daya saing perekonomian. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan
nasional. Antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di
sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK dibentuk dan
dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
3. Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di antaranya:
1) Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
4. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:

a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:

• Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank;
• Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
• Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing);
dan standar akuntansi bank;
• Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko;
tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang; dan pencegahan
pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:

• Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;


• Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
• Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa
Keuangan dan pihak tertentu;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa
keuangan;
• Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:

• Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;


• Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
• Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
• Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak tertentu;
• Melakukan penunjukan pengelola statuter;
• Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
• Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
• Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan
pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan,
persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

5. Fungsi Otoritas jasa keuangan (OJK)


OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
6. Adapun asas- asas pada Otoritas jasa keuangan (OJK) diantaranya:
1) Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas,
dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan;
3) Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
4) Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta
rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
5) Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
6) Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan
keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
7) Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap
kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik.

7. Nilai- nilai Otoritas Jasa Keuangan adalah:


1) Integritas yaitu bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan
organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
2) Profesionalisme yaitu bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi
untuk mencapai kinerja terbaik.
3) Sinergi yaitu berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun
eksternal secara produktif dan berkualitas.
4) Inklusif yaitu terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas
kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
5) Visioner yaituMemiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward looking) serta
dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking)
8. Struktur organisasi OJK terdiri atas:
1) Dewan Komisioner OJK; dan
2) Pelaksana kegiatan operasional.
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
Ketua merangkap anggota;
1. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
2. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
5. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
6. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
7. Anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia; dan
8. Anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon
I Kementerian Keuangan.
Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB; Ketua Dewan Audit
memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
6. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang
Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
9. Kepemimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK dipimpin oleh sembilan Dewan Komisioner yang kepemimpinannya bersifat kolektif dan
kolegial. Susunan Dewan Komisioner tersebut terdiri atas:

1. Seorang Ketua
2. Seorang Wakil Ketua
3. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
4. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
5. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank
6. Seorang Ketua Dewan Audit
7. Seorang anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
8. Seorang ex-officio dari Bank Indonesia
9. Seorang ex-officio dari Kementerian Keuangan

Deputi Komisioner

Para Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di bawah Dewan Komisioner.
Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi Komisioner OJK:

a. Deputi Komisioner Manajemen Strategis I


b. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IIA
c. Deputi Komisioner Manajemen Strategis II B
d. Deputi Komisioner Audit Internal, Managemen Risiko dan Pengendalian Kualitas
e. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I
f. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II
g. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank I
h. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II
i. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen

Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang berasal dari Bank Indonesia
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Jabatan yang ada di OJK, yaitu: Untuk
membantu tugasnya, Dewan Komisioner mengangkat pejabat struktural maupun fungsional antara lain
Deputi Komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya.

10. Dalam rangka pencapaian visi dan misinya, OJK memiliki delapan strategi utama:
1) Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan yang terpisah-pisah melalui
harmonisasi kebijakan. Dengan demikian akan diperoleh nilai tambah berupa peningkatan efisiensi
dan konsistensi kebijakan pengurangan arbitrasi sehingga mendorong kesetaraan dalam industri
keuangan, pengurangan biaya terhadap industri dan masyarakat. Integrasi akan mengacu pada
Arsitektur Pengembangan Sektor Jasa Keuangan yang mensinergikan berbagai master plan yang
telah disusun sebelumnya di Bank Indonesia dan Bapepam-LK.
2) Meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan. Strategi ini ditempuh melalui adopsi
kerangka peraturan yang lebih baik dan disesuaikan dengan kompleksitas, ukuran, integrasi dan
konglomerasi sektor keuangan. Selain itu juga akan dikembangkan metode pengawasan
termutakhir dan bersifat holistik bagi seluruh sektor keuangan, termasuk penyempurnaan metode
penilaian risiko dan deteksi dini permasalahan di lembaga keuangan.
3) Memperkuat ketahanan dan kinerja sistem keuangan. Strategi ini ditempuh dengan memberikan
fokus pada penguatan likuiditas dan permodalan bagi seluruh lembaga keuangan, sehingga lebih
tangguh dalam menghadapi risiko baik dalam masa normal maupun krisis.
4) Mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain mengatur dan mengawasi industri
keuangan secara individual, OJK juga menganalisis dan memantau potensi risiko sistemik di
masing-masing individual lembaga keuangan. Kewenangan untuk melakukan pengawasan secara
integrasi akan memberi ruang bagi OJK untuk memantau secara lebih dalam berbagai kemungkinan
risiko dan mengambil langkah-langkah mitigasinya, terutama risiko yang terjadi di konglomerasi
keuangan.
5) Meningkatkan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga keuangan. Budaya tata kelola
dan manajemen risiko yang baik harus menjadi jiwa dalam kegiatan di sektor keuangan. Untuk itu
OJK akan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola dan manajemen risiko yang setara di seluruh
lembaga jasa keuangan. Tidak kalah pentingnya adalah pengembangan budaya integritas yang
menuntut kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Untuk itu ke depan OJK akan memberikan
bobot lebih pada penilaian aspek ini dalam proses fit and proper test pengurus lembaga keuangan.
6) Membangun sistem perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi dan melaksanakan edukasi
dan sosialisasi yang masif dan komprehensif. Strategi ini diperlukan untuk mengefektifkan dan
memperkuat bentuk- bentuk perlindungan konsumen yang selama ini masih tersebar, sehingga
bersama sama dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi akan mewujudkan level playing field yang
sama antara lembaga jasa keuangan dengan konsumen keuangan.
7) Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia. Strategi ini diperlukan untuk menjawab
kebutuhan akan capacity building bagi pengawas.
8) Meningkatkan tata kelola internal dan quality assurance. Untuk keperluan ini, OJK akan
menerapkan standar kualitas yang konsisten di seluruh level organisasi, menyelaraskan antara
tujuan OJK dengan kebutuhan pemangku kepentingan antara lain membuka dialog dengan industri
secara berkala, dan memastikan pengambilan keputusan yang tepat sehingga memberikan manfaat
bagi masyarakat.
11. Tata kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dewan Komisioner

1. Syarat menjadi calon anggota Dewan Komisioner OJK:


2. Warga Negara Indonesia;
3. Memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik;
4. Cakap melakukan perbuatan hukum;
5. Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan
perusahaan tersebut pailit;
6. Sehat jasmani;
7. Berusia paling tinggi 65 tahun pada saat ditetapkan;
8. Mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan;
9. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman lima
tahun atau lebih.

Masa jabatan komisioner OJK selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan. Komisioner OJK saat ini melakukan tugasnya sejak 2012 hingga berakhir pada 2017.
Anggota Dewan Komisioner dilarang:

1. Memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan yang diawasi oleh OJK,
2. Menjadi pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di lembaga jasa keuangan,
3. Menjadi pengurus partai politik dan,
4. Menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenang OJK atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sesuai pasal 17 UU OJK, anggota dewan komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: meninggal dunia, mengundurkan
diri, masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali, berhalangan tetap sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut, tidak menjalankan tugasnya sebagai
anggota dewan komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur BI bagi anggota ex-officio dewan
komisioner yang berasal dari Bank Indonesia, tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon 1 pada
Kementerian Keuangan bagi anggota ex-officio dewan komisioner yang berasal dari Kementerian
Keuangan, memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota dewan komisioner lain.

Gambar 1.1 dewan komisioner OJK


12. Pengambilan Keputusan pada Komisioner OJK
Setiap anggota dewan komisioner memiliki hak untuk memberikan pendapat dalam setiap proses
pengambilan keputusan dewan komisioner, dan memiliki hak suara pada saat keputusan ditetapkan
berdasarkan suara terbanyak.
13. Pengawas OJK dan Laporan Pertanggungjawaban
OJK diawasi oleh DPR, dalam hal ini, Komisi XI. Sebagai bagian dari akuntabilitas publik, OJK
wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan tiga bulanan, semester dan
tahunan. Laporan ini akan berikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan DPR. Selain itu OJK juga
wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan.
14. Manajemen Strategi, Anggaran, dan Kinerja (MSAK)
Dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 34 Undang-Undang OJK, pada 2103 OJK telah dapat
menyusun Sistem Manajemen Strategi, Anggaran, dan Kinerja (MSAK), yaitu suatu sistem yang tidak
hanya berisi kegiatan penyusunan dan penetapan rencana kerja dan anggaran (RKA) OJK, tetapi lebih
komprehensif mengaitkan penyusunan RAK dengan pelaksanaan strategi dan penilaian kinerja OJK.
MSAK mengatur dari sejak proses fomulasi strategi, melaksanakan dan menyelaraskan alokasi sumber
daya (termasuk anggaran) untuk mencapai sasaran strategis, memonitor pelaksanaan strategi, hingga
evaluasi atas keberhasilan pencapaian sasaran strategis tersebut.
Pemanfaatan Sistem MSAK sebagai alat manajemen yang terstruktur dan akuntabel penting agar
pemangku kepentingan dapat menilai kinerja OJK secara transparan dan obyektif. Dengan sistem
MSAK, ekspektasi pemangku kepentingan terhadap OJK dalam menciptakan sektor dan industri jasa
keuangan yang aman, efisien, andal, dan selalu melindungi kepentingan konsumen dijabarkan secara
rinci ke dalam bentuk strategi, rencana kerja, dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terukur
keberhasilannya.
Sistem MSAK memiliki siklus yang terdiri dari empat tahap. Tahap pertama dan kedua yang
merupakan tahap perumusan dan penyusunan strategi serta RKA OJK dan Satuan Kerja, dilaksanakan
satu tahun sebelum tahun pelaksanaan.
Arah strategis OJK yang telah dirumuskan oleh Dewan Komisioner dalam Board
Retreat selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh Pemimpin Satuan Kerja dalam forum Rapat Kerja
Strategis (Rakerstra) Tahunan OJK sebagai dasar penjabarannya menjadi strategi Satuan Kerja.
Berdasarkan arahan Dewan Komisioner dan strategi Satuan Kerja selanjutnya disusun Pagu Indikatif
dan RKA yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Strategi, termasuk IKU dan targetnya, serta
RKA tersebut akan menjadi dasar penilaian kinerja sebagaimana terdapat dalam Kesepakatan Kinerja
yang ditandatangani antara Pemimpin Satuan Kerja dengan Dewan Komisioner.
Sementara itu, tahap ketiga dan keempat dari siklus MSAK merupakan tahap implementasi,
monitoring dan evaluasi dari pelaksaan strategi dan RKA pada tahun berjalan. Berdasarkan hasil
monitoring, dilakukan review atas pelaksanaan strategi dan RKA serta penilaian kinerja di tengah tahun
dan di akhir tahun, baik untuk level OJK secara keseluruhan maupun untuk level Satuan Kerja.
Pada 2013, Dewan Komisioner telah menetapkan Destination Statement OJK 2017, yaitu “Menjadi
lembaga profesional dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi, guna
mewujudkan financial market deepening dan inklusif, serta terdepan dalam sistem perlindungan
konsumen keuangan dan masyarakat, untuk mendukung terciptanya sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan.
Destination Statement OJK 2017 merupakan kondisi yang ingin dicapai oleh OJK di akhir 2017,
sebagai tahapan untuk mencapai Visi dan Misi OJK, yang berisi enam kondisi utama dan
persyaratannya, yaitu (i) Sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan, (ii) Pengaturan sektor jasa
keuangan yang selaras dan terintegrasi, (iii) Sistem pengawasan sektor jasa keuangan yang efektif dan
terintegrasi, (iv) Pengembangan sektor jasa keuangan yang stabil dan berkesinambungan, (v) Edukasi
dan perlindungan konsumen yang optimal, dan (vi) Strategic support yang andal. Destination
Statement OJK 2017 selanjutnya telah dijabarkan dalam Strategy Map OJK 2014 yang menggambarkan
cara, langkah dan kegiatan yang akan dilakukan oleh OJK selama 2014. Strategy Map OJK 2014 berisi
Sasaran Strategis dan IKU, yang akan menjadi dasar penilaian kinerja OJK di akhir 2014.
15. Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas (AIMRPK)
a. Audit Internal
Fungsi audit internal OJK dilaksanakan oleh Bidang Audit Internal, Manajemen Risiko dan
Pengendalian Kualitas (AIMRPK). Kegiatan asurans dan konsultasi secara independen dan obyektif
dilakukan oleh AIMRPK untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan sistem sebagai nilai
tambah guna pencapaian tujuan OJK. Standar audit yang digunakan OJK mengacu pada standar
internasional (internasionally accepted) yaitu International Professional Practice Framework (IPPF)
yang dikeluarkan oleh Institute of Internal Auditor (IIA). Penggunakan standar dengan mengacu pada
IPPF dimaksudkan agar terdapat kesamaan dalam wewenang, fungsi, dan tanggung jawab atas fungsi
audit internal.
Selama 2013, kegiatan Audit Internal antara lain melakukan on-desk evaluation terhadap
pengelolaan SDM dan pengadaan barang atau jasa OJK untuk menilai kecukupan aturan, menilai
kesesuaian pelaksanaan dengan ketentuan yang berlaku, dan menilai pengendalian internal OJK.
Selain itu telah diselesaikan pula audit pada Sembilan Satuan Kerja untuk memastikan bahwa seluruh
pelaksanaan tugas telah didukung oleh peraturan dan ketentuan, kecukupan pengendalian dalam
pelaksanaan tugas, serta kesesuaian proses bisnis dengan ketentuan yang berlaku. Untuk memperoleh
gambaran yang memadai atas kondisi pengendalian internal di OJK, telah dilakukan pula
survei Impementasi Pengendalian Internal Berbasis COSO. Gambaran ini penting untuk memastikan
kecukupan inherent internal control risk yang merupakan salah satu referensi dalam lingkup audit
internal.
b. Manajemen Risiko OJK
Untuk mendukung pencapaian tujuan OJK, penerapan manajemen risiko OJK (MROJK) secara
efektif, efisien, konsisten dan berkesinambungan menjadi hal penting yang harus dilakukan OJK.
Untuk itu OJK telah menerbitkan Peraturan Dewan Komisioner No.2/PDK.06/2013 tentang Standar
Manajemen Risiko OJK (SMROJK) dan Surat Edaran Dewan Komisioner No.2/SEDK.06/2013
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Standar Manajemen Risiko OJK. Penerapan MROJK mengacu
pada kerangka kerja Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000 karena memberikan pendekatan
pengelolaan risiko yang universal, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Selama 2013 kegiatan manajemen risiko antara lain menyusun pedoman kerja pada tataran
operasional yang meliputi berbagai SOP Laporan Daftar/Profil Risiko dan SOP Realisasi Pelaksanaan
Mitigasi Risiko. Telah dilakukan pula identifikasi risiko Tim Transisi OJK 2013 untuk memastikan
bahwa pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dari BI ke OJK telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat dan tren seluruh eksposur risiko dari setiap
aktivitas dan memitigasi dampak yang dapat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan OJK, telah
ditetapkan 31 risiko OJK-wide dan serangkaian inisiatif untuk memitigasi risiko dimaksud
c. Pengendalian Kualitas
Untuk memastikan keseluruhan kegiatan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan dilakukan sesuai tata kelola yang baik, diperlukan adanya fungsi asurans yang memberikan
keyakinan memadai atas kualitas produk/jasa, proses, sistem tata kelola dan manajemen OJK. Salah
satu fungsi asuransi tersebut dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas. Rujukan
konsep dan kerangka kerja pengendalian kualitas OJK menggunakan standar internasional ISO
9001 Quality Management System- Requirements dan ISO 9004 Managing for the Sustained Success
of an Organization - a Quality Management Approach serta mengadopsi konsep Total Quality
Management (TQM).
Selama 2013 kegiatan pengendalian kualitas antara lain telah melakukan pengkajian ulang atas
pelaksanaan governance, managemen risiko, dan internal kontrol proses bisnis OJK seperti Ketentuan
Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan OJK (Rule Making Rules/RMR) dan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Uang Muka Perusahaan Pembiayaan (Loan to
Value/LTV).
Selain itu dilakukan pula koordinasi dengan Tim Transisi OJK sehubungan dengan pemantauan
rencana kerja pengalihan fungsi pengawasan bank di Bank Indonesia ke OJK khususnya
terkait governance, risk quality, and control persiapan pembukaan kantor perwakilan OJK. Dalam
rangka mendukung penyusunan Laporan Keuangan OJK 2013 secara wajar, telah dilakukan
pengkajian ulang atas Neraca Awal OJK, Laporan Keuangan Satuan Kerja sementara OJK semester I-
2013 dan Laporan Keuangan OJK semester I-2013 sebelum diaudit oleh eksternal auditor serta
pendampingan atau klinik konsultasi bagi seluruh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk
menyelesaikan pertanggungjawaban uang muka Satuan Kerja.
16. Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
1. Sumber Pembiayaan OJK
Menurut Pasal 34 UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
2. Pungutan ke Pelaku Industri Keuangan
Rencananya OJK akan menarik pungutan dari lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Mekanisme
pungutan itu sendiri tengah digodok oleh OJK dan pemerintah.
3. Praktik Pungutan di Luar Negeri
Sedikitnya ada 80 negara di dunia yang lembaga pengawasnya melakukan pungutan. Berikut ini adalah
tipe pungutan yang diberlakukan di beberapa negara:
a. Hongkong
Hongkong menerapkan pungutan atas dasar layanan. Pembebanan dilakukan dalam proses
perizinan, baik beban biaya tahunan maupun pendirian bank ataupun pembukaan jaringan kantor.
Apabila hasil pungutan masih kurang, maka akan ditutup kekurangannya oleh HKMA (Bank
Sentral Hongkong yang bertindak sekaligus sebagai pengawas bank).
b. Estonia
Pungutan di negara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Atas dasar layanan;
2) Atas dasar volume.
Besarnya pembebanan didasarkan atas daftar tarif per layanan. Pembebanan berdasarkan volume,
1 (satu) persen dari kebutuhan modal minimum bank. Memiliki daftar persentase pembebanan
sesuai dengan aset yang diawasi. Metodologinya adalah jumlah beban pengawasan setahun lalu
dikurangi proyeksi pungutan atas dasar jenis layanan, lalu dikurangi target pungutan atas dasar 1
(satu) persen dari modal. Sisanya dipungut atas dasar persentase aset.
c. Slovakia
Negara ini menerapkan pungutan dengan dua sistem yaitu:
1) Atas dasar layanan;
2) Atas dasar volume.
Besarnya pembebanan didasarkan atas daftar tarif per layanan. Kemudian, pembebanan
berdasarkan volume dengan aturan:
1. 0,0027 % dari aset dengan minimum € 100.000 untuk bank asing atau cabang bank asing;
2. 0,0133 % dari aset dengan minimum € 20.000 untuk asuransi;
3. 0,0118 % dari aset dengan minimum € 20.000 untuk dana pensiun;
4. 0,0170 % dari aset dengan minimum € 2.000 untuk perusahaan sekuritas
17. Hubungan Kelembagaan OJK
1) Hubungan OJK dengan BI
Menurut Pasal 39 UU Nomor 21 tahun 2011, OJK bisa berkoordinasi dengan BI dalam pengaturan
dan pengawasan perbankan, misalnya, dalam hal kewajiban pemenuhan modal minimum bank ataupun
kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing maupun pinjaman komersial
luar negeri. Berikut ini berbagai bentuk nyata sinergi antara BI dan OJK:
a. OJK berkoordinasi dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan. Hal
tersebut merupakan salah satu contoh bahwa kesatuan langkah kedua lembaga harus selalu ada.
Kombinasi kompetensi dari personel masing-masing lembaga dimaksud akan mampu
menciptakan suatu tatanan aturan perbankan yang lebih sempurna. Penyamaan persepsi antara BI
dan OJK dalam menentukan kebijakan atau pengaturan perbankan akan menghasilkan tatanan
sistem perbankan yang tangguh dalam menghadapi segala kondisi;
b. Tidak hanya dalam pembuatan aturan, BI dan OJK juga harus terintegrasi dalam tukar menukar
informasi perbankan. Melalui penggabungan sistem informasi ini, BI dan OJK akan lebih mudah
mengakses informasi perbankan yang disediakan masing-masing lembaga setiap saat (timely
basis). Informasi strategis yang dimiliki masing-masing lembaga dan aksesibilitas yang mudah
sangat menunjang efektivitas pelaksanaan tugas;
c. Dalam rangka pemeriksaan bank, BI dan OJK juga terus melakukan hubungan timbal balik. BI
dalam kondisi tertentu akan melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank setelah berkoordinasi
dengan OJK. Begitupun sebaliknya, dalam hal OJK mengidentifikasikan bank tertentu mengalami
kondisi yang memburuk maka OJK akan segera menginformasikan kepada BI. Kerja
sama reciprocal dimaksud sangat bermanfaat untuk mengantisipasi dampak sistemik negatif
dari suatu kondisi perbankan. Dengan kerja sama itu pula tindakan penanganan yang tepat dapat
diambil dengan cepat.
2) Hubungan OJK dengan LPS
Sesuai Pasal 41 UU Nomor 21 Tahun 2011, OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Begitu
juga LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan
wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
18. Pengawasan Terintegrasi di OJK
1) Perbedaan Pengawasan Sebelumnya dengan Pengawasan di Bawah OJK
Pengawasan di bawah OJK dilandasi semangat untuk memberikan perhatian kepada perlindungan
dan edukasi bagi konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen keuangan diarahkan untuk mencapai
dua tujuan utama.
Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen dalam setiap aktivitas dan kegiatan
usaha di sektor jasa keuangan.
Kedua, memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan sektor jasa keuangan secara adil,
efisien, dan transparansi. Dalam jangka panjang, industri keuangan sendiri juga akan mendapat
manfaat yang positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang
lebih prima terhadap pelayanan jasa keuangan.
2) Latar Belakang Diberlakukannya Pengawasan Terintegrasi
Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan
pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah
terulangnya krisis.
Sehubungan dengan hal tersebut, muncul pemikiran tentang perlunya suatu model pengawasan yang
berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing. Lembaga pengawasan tersebut harus memiliki ketahanan
dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi, dan efektivitas tinggi yang tercermin dalam
biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta memiliki persepsi yang baik
di mata publik.
3) Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat
aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu institusi.
Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan
beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory
Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi.
SEC (Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan industri
perbankan diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation),
dan OCC (Office of The Comptroller of The Currency).
Alasan utama yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan
yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga
keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu Commercial banking
system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang berlaku di Indonesia dan di
Amerika Serikat yaitu bank dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti asuransi.
Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang
yang membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank investasi dan
asuransi.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999) menunjukkan bahwa dari
123 negara yang diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan
kepada bank sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk
negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya. Bank sentral dianggap memadai dalam
hal sumber daya (SDM dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari
bank sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral.
Ada kekhawatiran bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga memiliki
wewenang mengawasi bank maka bank sentral tersebut akan memiliki kewenangan sangat besar. Bank
of England, misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan status independen dan dua minggu kemudian
kewenangan untuk pengawasan sektor perbankan diambil alih dari bank sentral tersebut.
19. Satgas Waspada Investasi
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi
(Satgas Waspada Investasi) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-
208/BL/2007 yang ditetapkan pada 20 Juni 2007, yang terakhir diperpanjang dengan Surat Keputusan
Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-124/BL/2012 yang ditetapkan pada 19 Maret 2012.
Satuan Tugas (Satgas) ini merupakan hasil kerja sama beberapa instansi terkait, yang meliputi:

1. Regulator: OJK, BI, Bappebti, Kementerian Perdagangan, dan Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), Kementerian Koperasi dan UKM;
2. Penegak Hukum: Polri, Kejaksaan Agung;
3. Pendukung: Kementerian Komunikasi dan Informasi, PPATK

Tugas Utama Satgas:

a. Menginventarisasi kasus-kasus investasi ilegal;


b. Menganalisis kasus-kasus;
c. Menghentikan atau menghambat maraknya kasus investasi bodong;
d. Memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat;
e. Meningkatkan koordinasi penanganan kasus dengan instansi terkait;
f. Melakukan pemeriksaan secara bersama atas kasus investasi ilegal.
20. Role Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Penjelasan tentang
definisi, pengertian, serta aturan dan ketentuan yang diatur di UU Otoritas Jasa Keuangan. Penjelasan
mengenai dasar hukum pembentukan, status independen, dan kedudukan OJK. Dalam UU ini diatur bahwa:
Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. LPS dapat melakukanpemeriksaan terhadap
bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.

21. Konsep Edukasi dan Perlindungan Konsumen Industri Jasa Keuangan OJK
Fungsi edukasi dan perlindungan konsumen merupakan pilar penting dalam sektor jasa keuangan.
Dalam pelaksanaannya, konsep edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan di OJK
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Bersifat Preventif (preventive actions)
Dalam kegiatan preventif ini, OJK juga harus memastikan bahwa produk dan jasa yang disediakan
lembaga jasa keuangan memenuhi 5 prinsip perlindungan konsumen yang mengacu pada Pasal 2
Peraturan OJK (POJK) No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
yaitu: trasnparansi; perlakuan yang adil; keandalan; kerahasiaan dan keamanan data/ informasi
konsumen; dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau.
2. Bersifat represif (repressive action)
Repressive actions dilakukan dalam bentuk penyelesaian pengaduan, fasilitasi penyelesaian sengketa,
penghentian kegiatan atau tindakan lain, dan pembelaan hukum untuk melindungi konsumen. OJK
melakukan tindakan preventif dan represif yang mengarah pada inklusi keuangan dan stabilitas sistem
keuangan.
Gambar 2.1 fungsi dan perlindungan konsumen

22. Layanan Konsumen Terintegrasi


Pembentukan Layanan Konsumen Terintegrasi (disebut Layanan Konsumen OJK) merupakan
salah satu bentuk implementasi amanat Undang-Undang OJK dalam upaya memberikan edukasi dan
perlindungan konsumen dan masyarakat terhadap pelanggaran atas UU dan peraturan di sektor keuangan
di bawah kewenangan OJK.
Ada tiga jenis Layanan Konsumen OJK yang bisa didapatkan masyarakat. Pertama, Layanan
Konsumen OJK bisa menjadi tempat bagi konsumen keuangan dan masyarakat untuk meminta informasi.
Kedua, menjadi tempat untuk menyampaikan informasi. Ketiga, menjadi tempat bagi konsumen untuk
menyampaikan pengaduan yang berkaitan dengan produk dan/ atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh
lembaga jasa keuangan di bawah kewenangan OJK. Khusus untuk penyampaian pengaduan, kelengkapan
dokumen yang diperlukan adalah sebagai berikut: Pelayanan Konsumen Keuangan Terintegrasi
menerapkan fasilitas dengan sistem:
a. Bukti telah menyampaikan pengaduan kepada LJK terkait dan/ atau jawabannya;
b. Identitas diri lengkap;
c. Deskripsi pengaduan; dan
d. Dokumen pendukung (jika ada)
Pelayanan konsumen keuangan terintegrasi menerapkan fasilitas dengan sistem:
1. Trackable
Dengan sistem trackable, setiap saat konsumen dapat mengetahui perkembangan penyelesaian
pengaduan yang disampaikan kepada OJK. Interaksi untuk mengetahui perkembangan layanan
tersebut dapat diakses lembaga jasa keuangan ataupun konsumen secara online melalui website
http://konsumen.ojk.go.id. Selain itu, untuk mengetahui perkembangan penyelesaian pengaduan,
konsumen juga dapat memanfaatkan nomor telepon layanan konsumen OJK 1500655.
2. Traceable
Dengan sistem traceable, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dapat mengetahui proses penyelesaian
pengaduan atau sengketa yang tidak dapat diselesaikan antara lembaga jasa keuangan dan
konsumennya, dan dimohonkan fasilitasi penyelesaiannya oleh konsumen kepada OJK.
Tips perlindungan konsumen
Dalam memilih dan menggunakan produk dan jasa dari suatu Lembaga Jasa Keuangan (LJK), konsumen
dan masyarakat wajib memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Meneliti terlebih dahulu profil LJK
yang menawarkan produk atau jasanya, apakah yang bersangkutan telah mendapatkan izin usaha atau
terdaftar di OJK.
1. Daftar investasi yang tidak terdaftar dan tidak dibawah pengawasan OJK dapat diunduh melalui link
berikut http:// sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/AlertPortal/Negative dan melalui Mobile Application
SikapiUangmu.
2. Meneliti apakah produk atau jasa yang ditawarkan sudah mendapatkan izin atau terdaftar di OJK.
3. Membaca dengan seksama setiap informasi atau kontrak yang berkaitan dengan produk atau jasa yang
ditawarkan LJK dan meminta penjelasan jika diperlukan sehingga segala hal dapat dipahami secara
jelas sebelum membeli atau menandatangani kontrak/ perjanjian.
4. Perusahaan (LJK) wajib memberikan salinan kontrak/ perjanjian kepada konsumen.
5. Bersikap waspada terhadap tawaran atau iklan yang menggiurkan dan menjanjikan imbal hasil yang
jauh dari kelaziman, dan segera melaporkan atau mengadukan ke perusahaan (LJK) tersebut jika
terjadi permasalahan yang berkaitan dengan produk atau jasa yang telah digunakan konsumen
Tips Berinvestasi
Sebagai bagian dari program edukasi yang dilaksanakan OJK secara masif dan komprehensif,
sosialisasikan kepada lingkungan di sekitarmu bagaimana cara berinvestasi yang aman dan sesuai dengan
kebutuhan konsumen (smart investing), yaitu:
1. Ketahui kebutuhan keuangan di masa yang akan datang. Saat ini banyak sekali tawaran investasi dari
lembaga yang memiliki izin dari instansi yang berwenang, misalnya produk-produk perbankan,
asuransi, dan pasar modal. Kebutuhan tersebut berkaitan dengan tujuan keuangan jangka pendek,
menengah, dan panjang. Dengan memahami kebutuhan keuangan tersebut, masyarakat akan dapat
mengelola keuangannya dengan baik.
2. Masyarakat wajib memahami produk keuangan yang ditawarkan kepadanya. Bila produk tersebut
susah dipahami dan tidak jelas pengelolaannya (oleh pihak yang menawarkan), konsumen harus
menghindarinya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan pada masa yang akan datang yang sudah pasti
sehingga investasi harus dilakukan secara cerdas dan tepat sasaran.
3. Pahami risiko produk investasi yang ditawarkan. Untuk itu, konsumen harus paham mana produk
investasi yang masuk dalam program penjaminan pemerintah dan mana yang merupakan produk
investasi yang tidak dijamin pemerintah. Dengan memahami risiko, konsumen dapat mengalokasikan
dana yang dimilikinya secara lebih baik.
4. Bila ada tawaran investasi dengan iming-iming hasil yang tinggi dan di luar kewajaran, konsumen
sebaiknya menghindari investasi tersebut, karena selain berisiko tinggi, tidak dijamin pemerintah. Oleh
karena itu, konsumen harus kritis dan meneliti perizinan pihak yang menawarkan investasi tersebut,
dan mengetahui siapa lembaga pemerintah yang mengawasinya.
5. Jika masyarakat atau konsumen ragu, sebaiknya bertanya. Untuk itu, OJK telah menyediakan sarana
bagi masyarakat untuk bertanya melalui Layanan Konsumen OJK. Selain itu masyarakat juga dapat
mencari informasi seputar produk dan jasa keuangan melalui situs sikapiuangmu.ojk.go.id.
Karakteristik investasi yang perlu diwaspadai
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia saat ini dan makin beragamnya produk
keuangan yang ditawarkan, minat masyarakat untuk melakukan investasi makin meningkat. Masyarakat
makin memahami bahwa untuk mempersiapkan kebutuhan keuangan masa depan, selain menabung, juga
melakukan kegiatan investasi. Secara sederhana, investasi dapat didefinisikan sebagai upaya
membelanjakan sejumlah uang atau dana pada suatu instrumen yang ditujukan untuk mendapatkan
keuntungan di masa depan. Instrumen tersebut antara lain berupa properti, surat berharga (deposito, saham,
obligasi), logam mulia, perhiasan, atau bentuk lainnya. Dalam melakukan investasi, ada dua hal utama yang
wajib dipahami masyarakat, yaitu tingkat imbal hasil yang ditawarkan (return) dan tingkat risiko (risk).
Khusus terkait risiko, setiap investor memiliki sikap toleransi terhadap risiko investasi yang berbeda-beda.
Sebagian merasa nyaman untuk mengambil risiko (risk-takers), sebagian kurang berani atau raguragu (risk-
moderate), dan ada juga yang benar-benar tidak berani untuk mengambil risiko (risk-averse). Tidak ada
satu pun instrumen investasi yang cocok untuk semua orang. Sebelum melakukan investasi, setiap orang
(investor) perlu mengenali profil risiko masing-masing sehingga nantinya akan dapat memilih instrumen
investasi yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Permasalahannya, masyarakat atau investor sering kali
hanya memperhatikan tingkat imbal hasil yang ditawarkan (return), tetapi lupa atau kurang memperhatikan
tingkat risiko yang mungkin dihadapi jika memilih investasi dimaksud. Kenyataan inilah yang menjadi
salah satu penyebab makin maraknya kasus penipuan dan korban penawaran investasi yang diduga ilegal
kepada masyarakat. Masyarakat tergiur oleh janji hasil investasi, tapi kurang memperhatikan dan
memahami tingkat risikonya.
Ciri-ciri investasi yang perlu diwaspadai masyarakat antara lain:
1. Memberikan iming-iming tingkat imbal hasil yang sangat tinggi (high rate of return).
2. Adanya jaminan bahwa investasi tidak memiliki risiko investasi (free risk).
3. Pemberian bonus dan cash back yang sangat besar bagi konsumen yang bisa merekrut konsumen baru.
4. Penyalahgunaan testimoni dari para pemuka masyarakat untuk memberi efek penguatan (endorsement)
dan kepercayaan.
5. Janji kemudahan untuk menarik kembali aset yang diinvestasikan dan jaminan keamanan aset yang
diinvestasikan (easy, flexible, and safe).
6. Jaminan pembelian kembali tanpa pengurangan nilai (buy back guarantee).
7. Masyarakat juga harus selalu ingat bahwa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) bukan merupakan
izin untuk melakukan penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.
23. Kode Etik Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi
dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dalam pelaksanaan
tugas.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis
Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas, Sinergi, dan Kesetaraan.
24. Tata Kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Governance Principles (1)


Governance Structure (2)

Struktur tata kelola terdiri dari :

1. Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif kolegial
2. Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan komite lainnya;
3. Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan, prosedur (SOP)
dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi dan tugas, serta menerbitkan
laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.

Governance Process (3)

Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan obyektif
dengan menggunakan model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan) dan strategi combined
assurance yang memberikan metode praktis untuk memastikan governance process di OJK berjalan
secara efektif.

1. The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja yang melakukan
aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis depan atau ujung tombak OJK;
2. The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Manajemen
Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memantau
implementasi manajemen risiko OJK secara keseluruhan sebagai bagian dari governance process;
dan
3. The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Internal
beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pertahanan lapis pertama
dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Selain itu, OJK juga mengembangkan 3 (tiga) inisiatif dalam rangka implementasi dan
penguatan governance process, yaitu:

1. Program Pengendalian Gratifikasi


1) Gratifikasi sebagai pintu masuk korupsi perlu dikendalikan.
2) Program pengendalian gratifikasi adalah program nasional yang dikoordinasikan KPK.
3) Memastikan penerapan code of conduct yang mengatur do's and dont's perilaku seluruh jajaran
OJK.
2. Revitalisasi Whistle Blowing System (WBS)
1) Peningkatan efektifitas pengelolaan pengaduan dan tindak lanjutnya.
2) Optimalisasi penggunaan WBS OJK oleh stakeholder.
3. Fungsi Anti Fraud OJK
1) Unit struktural untuk penyusunan strategi, edukasi, pencegahan, deteksi, dan penindakan fraud.
2) Koordinasi pengendalian gratifikasi, monitoring LHKPN, data analytic, dan penuntasan
tindaklanjut WBS.

Governance Outcome (4)

Dengan prinisip, struktur dan proses governance yang dilaksanakan, OJK menetapkan Governance
Roadmap sebagai berikut:
Sistem Manajemen Anti Penyuapan OJK

Sebagai bentuk komitmen OJK dalam zero tolerance terhadap praktik Penyuapan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya serta menjunjung tinggi Kode Etik serta taat pada ketentuan yang berlaku,
Pada tahun 2021 OJK mulai mengimplementasikan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) berbasis
SNI ISO 37001. Pada tanggal 17 Mei 2021, Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner
telah menetapkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Nomor KEP-5/D.06/2021 tentang Tata Kelola
Sistem Manajemen Anti Penyuapan. Kebijakan SMAP berlaku bagi seluruh Pihak Internal Otoritas Jasa
Keuangan dan mencakup seluruh Satuan Kerja dan proses bisnis Otoritas Jasa Keuangan, termasuk berlaku
juga bagi Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan dan Yayasan Kesejahteraan Pegawai Otoritas Jasa
Keuangan. Selanjutnya, kebijakan SMAP wajib tersedia dan dikomunikasikan untuk pemangku
kepentingan OJK yang relevan baik internal maupun eksternal.

Sertifikasi SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan

OJK telah berhasil meraih Sertifikat SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)
PADA Kamis, 12 Agustus 2021 oleh British Standard Institution (BSI) Group Indonesia. Diperolehnya
Sertifikat SNI ISO 37001 SMAP merupakan salah satu bentuk upaya OJK dalam mewujudkan komitmen
bersama di sektor jasa keuangan untuk terbebas dari segala bentuk tindakan kecurangan (fraud), termasuk
di dalamnya penyuapan. Pencapaian ini diharapkan dapat diikuti oleh seluruh pelaku industri jasa keuangan
di Indonesia dalam menerapkan international best practice terkait strategi anti penyuapan sehingga dapat
mewujudkan sektor jasa keuangan yang berintegritas dan bebas dari korupsi.
25. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menyidik
OJK berwenang melakukan penyelidikan hingga penyidikan terhadap kasus-kasus lembaga
keuangan yang merugikan konsumen. Sesuai peraturan yang ada, penyidik di Indonesia hanya ada dari dua
elemen yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Kepolisian. Saat ini, penyidik Bapepam-LK yang bergabung
di OJK masa berlakunya akan habis pada 31 Desember 2013.
26. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Penuntutan
Menurut Pasal 49 yang berbunyi “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan,
karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun
orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak
dipidana” dan Pasal 50 UU OJK yang berbunyi “ayat (1) : Tersangka berhak mendapat pemeriksaan oleh
penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Ayat (2) Tersangka berhak perkaranya
segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum”, penyidik OJK bisa menyampaikan hasil
penyidikannya kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan.
27. Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat
aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu institusi. Di
pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan
beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory
Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC
(Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan industri perbankan
diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation), dan OCC (Office
of The Comptroller of The Currency). Alasan utama yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah
kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi
diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku
yaitu Commercial banking system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang
berlaku di Indonesia dan di Amerika Serikat yaitu bank dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-
bank seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara
Eropa dan Jepang yang membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank
investasi dan asuransi. Sebuah survei yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999)
menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan
industri perbankan kepada bank sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang.
Khusus untuk negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya. Bank sentral dianggap memadai
dalam hal sumber daya (SDM dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari
bank sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral. Ada
kekhawatiran bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga memiliki
wewenang mengawasi bank maka bank sentral tersebut akan memiliki kewenangan sangat besar. Bank of
England, misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan status independen dan dua minggu kemudian
kewenangan untuk pengawasan sektor perbankan diambil alih dari bank sentral tersebut.
28. Pengawasan terintegrasi di OJK
1. Perbedaan Pengawasan Sebelumnya dengan Pengawasan di bawah OJK
Pengawasan di bawah OJK dilandasi semangat untuk memberikan perhatian kepada
perlindungan dan edukasi bagi konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen keuangan diarahkan
untuk mencapai dua tujuan utama. Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen
dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan. Kedua, memberikan peluang dan
kesempatan untuk perkembangan sektor jasa keuangan secara adil, efisien, dan transparansi. Dalam
jangka panjang, industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu
peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanan jasa
keuangan.
2. Latar Belakang Diberlakukannya Pengawasan Terintegrasi
Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan
pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah
terulangnya krisis. Sehubungan dengan hal tersebut, muncul pemikiran tentang perlunya suatu model
pengawasan yang berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Lembaga pengawasan tersebut harus memiliki
ketahanan dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi, dan efektivitas tinggi yang
tercermin dalam biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta memiliki
persepsi yang baik di mata publik.
3. Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak
terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu
institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila
dilakukan beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial
Supervisory Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa
institusi. SEC (Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan
industri perbankan diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance
Corporation), dan OCC (Office of The Comptroller of The Currency). Alasan utama yang
melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara
tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut sistem,
terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu Commercial banking system dan universal banking
system. Commercial banking, seperti yang berlaku di Indonesia dan di Amerika Serikat yaitu bank
dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti asuransi. Hal ini berbeda
dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang yang membolehkan
bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank investasi dan asuransi. Sebuah survei
yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara yang
diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada bank
sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk negara
berkembang alasannya adalah masalah sumber daya. Bank sentral dianggap memadai dalam hal
sumber daya (SDM dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari bank
sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral. Ada
kekhawatiran bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga memiliki
wewenang mengawasi bank maka bank sentral tersebut akan memiliki kewenangan sangat besar. Bank
of England, misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan status independen dan dua minggu kemudian
kewenangan untuk pengawasan sektor perbankan diambil alih dari bank sentral tersebut.
KESIMPULAN

OJK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali
lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan, sesuai
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain itu, pembentukan itu juga
dilatarbelakangi perkembangan sektor keuangan, konglomerasi lembaga jasa keuangan dan meningkatnya
pelanggaran di bidang jasa keuangan, dan belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan.
Visi OJK, yaitu menjadi lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang terpercaya, melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan sektor jasa keuangan menjadi pilar
perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
OJK memiliki fungsi sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK senantiasa bersikap independen dalam
melaksanakan tugasnya, yaitu melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan kegiatan jasa keuangan disektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Pasal 4 UU OJK menyebutkan bahwa pembentukan OJK bertujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sistem jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Fungsi edukasi dan perlindungan konsumen industri jasa keuangan di OJK dikelompokkan dalam
preventive actions dan repressive actions. OJK memiliki kewenangan untuk melakukan edukasi kepada
masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat; pelayanan pengaduan
konsumen; dan pembelaan hukum untuk kepentingan konsumen dan masyarakat.
Layanan Konsumen OJK merupakan salah satu bentuk implementasi amanat Undang-Undang OJK
dalam upaya memberikan edukasi serta perlindungan kepada konsumen dan masyarakat terhadap
pelanggaran atas UU dan peraturan di sektor keuangan yang berada di bawah kewenangan OJK dan
masyarakat terhadap kelalaian dan/ atau pelanggaran. Layanan Konsumen OJK dapat diakses melalui
nomor telepon 1500655, yang dalam pelayanannya menerapkan fasilitas sistem Trackable dan Traceable.
DAFTAR PUSTAKA

Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Tentang OJK, diakses pada 12-13 Februari 2024,
https://ojk.go.id/id/Default.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 12 Februari 2024,
https://ojk.go.id/id/pages/faq-otoritas-jasa-keuangan.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 12 Februari
https://ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Tugas-dan-Fungsi.aspx
Wikipedia. (2023). Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 12 Februari 2024.,
https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan#:~:text=OJK%20didirikan%20untuk%20mengganti
kan%20peran,melindungi%20konsumen%20industri%20jasa%20keuangan.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2015). Pasal 50 KUHP, diakses pada 13 Februari 2024,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=12024#:~:text=Bunyi%20Pasal%2050%20ayat%20(
1,ke%20pengadilan%20oleh%20penuntut%20umum.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Pasal 49 ayat 1 KUHP, diakses pada 13 Februari 2024,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-palopo/baca-artikel/15466/Pembelaan-Terpaksa-Noodweer-
Apakah-Bisa-Dipidana.

Muhamad, Hamid. (2017). Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa Keuangan. Diakses pada 12
– 13 Februari 2024 dari 338_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai