Materi OJK
Materi OJK
FEBRUARI 2024
PENDAHULUAN
Ekonomi adalah ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
yang bervariasi dan berkembang dengan memanfaatkan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan
kegiatan produksi, konsumsi, dan/ atau distribusi. Berbagai fenomena empirik ekonomi saat ini, yang
ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, pada akhirnya mendorong perubahan metode produksi,
konsumsi, dan/ atau distribusi serta lahirnya regulasi baru tentang tata kelola perbankan dan industri jasa
keuangan. Lahirnya regulasi baru ini berdampak pada perubahan sistem pengaturan dan pengawasan
Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) di Indonesia. Atas dasar
itu, lahirlah Undang- Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang
mengatur dan melandasi pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengaturan berbagai lembaga jasa keuangan.
Berdasarkan Keputusan Deputi komisioner Sumber Daya Manusia dan Managenmen strategis nomor
S- 41 /MS.2/2021. Seleksi Otoritas Jasa keuangan melalui talent scounting merupakan lembaga yang
independent yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang, pengaturan dan pemeriksaan dan penyelidikan
dalam sektor jasa keuangan. Seleksi meliputi:
a. Tes psikometri
b. Tes ke - OJK- an
c. Tes bahasa inggris
A. Materi tes sebagaimana yang dimaksud adalah:
1. Tes psikometri merupakan tes mengukur bakat, sifat perilaku, dan kompetensi individu secara
objektif yang meliputi:
a. Tes verbal, antonim dan sinonim
b. Tes hitung cepat
c. Tes logika
d. Tes sambung gambar
e. Tes kraepelin
f. Tes kemampuan penalaran logis
g. Tes ketelitian
h. Tes kepribadian
i. Tes gambar
2. Ke – ojk - an
3. Tes bahasa inggris
4.
MATERI OTORITAS JASA KEUANGAN
Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali
lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan. Hal
tersebut dilandasi oleh berbagai hal, yaitu:
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut. OJK didirikan untuk menggantikan
peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta
menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi
konsumen industri jasa keuangan. Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan
Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), OJK juga mendapat tambahan kewenangan untuk Keuangan
Derivatif, Bursa Karbon, Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, termasuk juga untuk Aset Keuangan Digital
dan Aset Kripto, sebagian kewenangan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. OJK mendapat tambahan kewenangan di mana
penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK.
a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:
• Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank;
• Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
• Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing);
dan standar akuntansi bank;
• Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko;
tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang; dan pencegahan
pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
1. Seorang Ketua
2. Seorang Wakil Ketua
3. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
4. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
5. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank
6. Seorang Ketua Dewan Audit
7. Seorang anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
8. Seorang ex-officio dari Bank Indonesia
9. Seorang ex-officio dari Kementerian Keuangan
Deputi Komisioner
Para Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di bawah Dewan Komisioner.
Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi Komisioner OJK:
Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang berasal dari Bank Indonesia
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Jabatan yang ada di OJK, yaitu: Untuk
membantu tugasnya, Dewan Komisioner mengangkat pejabat struktural maupun fungsional antara lain
Deputi Komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya.
10. Dalam rangka pencapaian visi dan misinya, OJK memiliki delapan strategi utama:
1) Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan yang terpisah-pisah melalui
harmonisasi kebijakan. Dengan demikian akan diperoleh nilai tambah berupa peningkatan efisiensi
dan konsistensi kebijakan pengurangan arbitrasi sehingga mendorong kesetaraan dalam industri
keuangan, pengurangan biaya terhadap industri dan masyarakat. Integrasi akan mengacu pada
Arsitektur Pengembangan Sektor Jasa Keuangan yang mensinergikan berbagai master plan yang
telah disusun sebelumnya di Bank Indonesia dan Bapepam-LK.
2) Meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan. Strategi ini ditempuh melalui adopsi
kerangka peraturan yang lebih baik dan disesuaikan dengan kompleksitas, ukuran, integrasi dan
konglomerasi sektor keuangan. Selain itu juga akan dikembangkan metode pengawasan
termutakhir dan bersifat holistik bagi seluruh sektor keuangan, termasuk penyempurnaan metode
penilaian risiko dan deteksi dini permasalahan di lembaga keuangan.
3) Memperkuat ketahanan dan kinerja sistem keuangan. Strategi ini ditempuh dengan memberikan
fokus pada penguatan likuiditas dan permodalan bagi seluruh lembaga keuangan, sehingga lebih
tangguh dalam menghadapi risiko baik dalam masa normal maupun krisis.
4) Mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain mengatur dan mengawasi industri
keuangan secara individual, OJK juga menganalisis dan memantau potensi risiko sistemik di
masing-masing individual lembaga keuangan. Kewenangan untuk melakukan pengawasan secara
integrasi akan memberi ruang bagi OJK untuk memantau secara lebih dalam berbagai kemungkinan
risiko dan mengambil langkah-langkah mitigasinya, terutama risiko yang terjadi di konglomerasi
keuangan.
5) Meningkatkan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga keuangan. Budaya tata kelola
dan manajemen risiko yang baik harus menjadi jiwa dalam kegiatan di sektor keuangan. Untuk itu
OJK akan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola dan manajemen risiko yang setara di seluruh
lembaga jasa keuangan. Tidak kalah pentingnya adalah pengembangan budaya integritas yang
menuntut kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Untuk itu ke depan OJK akan memberikan
bobot lebih pada penilaian aspek ini dalam proses fit and proper test pengurus lembaga keuangan.
6) Membangun sistem perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi dan melaksanakan edukasi
dan sosialisasi yang masif dan komprehensif. Strategi ini diperlukan untuk mengefektifkan dan
memperkuat bentuk- bentuk perlindungan konsumen yang selama ini masih tersebar, sehingga
bersama sama dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi akan mewujudkan level playing field yang
sama antara lembaga jasa keuangan dengan konsumen keuangan.
7) Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia. Strategi ini diperlukan untuk menjawab
kebutuhan akan capacity building bagi pengawas.
8) Meningkatkan tata kelola internal dan quality assurance. Untuk keperluan ini, OJK akan
menerapkan standar kualitas yang konsisten di seluruh level organisasi, menyelaraskan antara
tujuan OJK dengan kebutuhan pemangku kepentingan antara lain membuka dialog dengan industri
secara berkala, dan memastikan pengambilan keputusan yang tepat sehingga memberikan manfaat
bagi masyarakat.
11. Tata kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dewan Komisioner
Masa jabatan komisioner OJK selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan. Komisioner OJK saat ini melakukan tugasnya sejak 2012 hingga berakhir pada 2017.
Anggota Dewan Komisioner dilarang:
1. Memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan yang diawasi oleh OJK,
2. Menjadi pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di lembaga jasa keuangan,
3. Menjadi pengurus partai politik dan,
4. Menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenang OJK atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sesuai pasal 17 UU OJK, anggota dewan komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: meninggal dunia, mengundurkan
diri, masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali, berhalangan tetap sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut, tidak menjalankan tugasnya sebagai
anggota dewan komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur BI bagi anggota ex-officio dewan
komisioner yang berasal dari Bank Indonesia, tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon 1 pada
Kementerian Keuangan bagi anggota ex-officio dewan komisioner yang berasal dari Kementerian
Keuangan, memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota dewan komisioner lain.
1. Regulator: OJK, BI, Bappebti, Kementerian Perdagangan, dan Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), Kementerian Koperasi dan UKM;
2. Penegak Hukum: Polri, Kejaksaan Agung;
3. Pendukung: Kementerian Komunikasi dan Informasi, PPATK
21. Konsep Edukasi dan Perlindungan Konsumen Industri Jasa Keuangan OJK
Fungsi edukasi dan perlindungan konsumen merupakan pilar penting dalam sektor jasa keuangan.
Dalam pelaksanaannya, konsep edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan di OJK
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Bersifat Preventif (preventive actions)
Dalam kegiatan preventif ini, OJK juga harus memastikan bahwa produk dan jasa yang disediakan
lembaga jasa keuangan memenuhi 5 prinsip perlindungan konsumen yang mengacu pada Pasal 2
Peraturan OJK (POJK) No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
yaitu: trasnparansi; perlakuan yang adil; keandalan; kerahasiaan dan keamanan data/ informasi
konsumen; dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau.
2. Bersifat represif (repressive action)
Repressive actions dilakukan dalam bentuk penyelesaian pengaduan, fasilitasi penyelesaian sengketa,
penghentian kegiatan atau tindakan lain, dan pembelaan hukum untuk melindungi konsumen. OJK
melakukan tindakan preventif dan represif yang mengarah pada inklusi keuangan dan stabilitas sistem
keuangan.
Gambar 2.1 fungsi dan perlindungan konsumen
1. Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif kolegial
2. Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan komite lainnya;
3. Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan, prosedur (SOP)
dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi dan tugas, serta menerbitkan
laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.
Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan obyektif
dengan menggunakan model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan) dan strategi combined
assurance yang memberikan metode praktis untuk memastikan governance process di OJK berjalan
secara efektif.
1. The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja yang melakukan
aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis depan atau ujung tombak OJK;
2. The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Manajemen
Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memantau
implementasi manajemen risiko OJK secara keseluruhan sebagai bagian dari governance process;
dan
3. The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Internal
beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pertahanan lapis pertama
dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu, OJK juga mengembangkan 3 (tiga) inisiatif dalam rangka implementasi dan
penguatan governance process, yaitu:
Dengan prinisip, struktur dan proses governance yang dilaksanakan, OJK menetapkan Governance
Roadmap sebagai berikut:
Sistem Manajemen Anti Penyuapan OJK
Sebagai bentuk komitmen OJK dalam zero tolerance terhadap praktik Penyuapan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya serta menjunjung tinggi Kode Etik serta taat pada ketentuan yang berlaku,
Pada tahun 2021 OJK mulai mengimplementasikan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) berbasis
SNI ISO 37001. Pada tanggal 17 Mei 2021, Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner
telah menetapkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Nomor KEP-5/D.06/2021 tentang Tata Kelola
Sistem Manajemen Anti Penyuapan. Kebijakan SMAP berlaku bagi seluruh Pihak Internal Otoritas Jasa
Keuangan dan mencakup seluruh Satuan Kerja dan proses bisnis Otoritas Jasa Keuangan, termasuk berlaku
juga bagi Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan dan Yayasan Kesejahteraan Pegawai Otoritas Jasa
Keuangan. Selanjutnya, kebijakan SMAP wajib tersedia dan dikomunikasikan untuk pemangku
kepentingan OJK yang relevan baik internal maupun eksternal.
OJK telah berhasil meraih Sertifikat SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)
PADA Kamis, 12 Agustus 2021 oleh British Standard Institution (BSI) Group Indonesia. Diperolehnya
Sertifikat SNI ISO 37001 SMAP merupakan salah satu bentuk upaya OJK dalam mewujudkan komitmen
bersama di sektor jasa keuangan untuk terbebas dari segala bentuk tindakan kecurangan (fraud), termasuk
di dalamnya penyuapan. Pencapaian ini diharapkan dapat diikuti oleh seluruh pelaku industri jasa keuangan
di Indonesia dalam menerapkan international best practice terkait strategi anti penyuapan sehingga dapat
mewujudkan sektor jasa keuangan yang berintegritas dan bebas dari korupsi.
25. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menyidik
OJK berwenang melakukan penyelidikan hingga penyidikan terhadap kasus-kasus lembaga
keuangan yang merugikan konsumen. Sesuai peraturan yang ada, penyidik di Indonesia hanya ada dari dua
elemen yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Kepolisian. Saat ini, penyidik Bapepam-LK yang bergabung
di OJK masa berlakunya akan habis pada 31 Desember 2013.
26. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Penuntutan
Menurut Pasal 49 yang berbunyi “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan,
karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun
orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak
dipidana” dan Pasal 50 UU OJK yang berbunyi “ayat (1) : Tersangka berhak mendapat pemeriksaan oleh
penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Ayat (2) Tersangka berhak perkaranya
segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum”, penyidik OJK bisa menyampaikan hasil
penyidikannya kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan.
27. Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat
aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu institusi. Di
pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan
beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory
Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC
(Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan industri perbankan
diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation), dan OCC (Office
of The Comptroller of The Currency). Alasan utama yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah
kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi
diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku
yaitu Commercial banking system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang
berlaku di Indonesia dan di Amerika Serikat yaitu bank dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-
bank seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara
Eropa dan Jepang yang membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank
investasi dan asuransi. Sebuah survei yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999)
menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan
industri perbankan kepada bank sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang.
Khusus untuk negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya. Bank sentral dianggap memadai
dalam hal sumber daya (SDM dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari
bank sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral. Ada
kekhawatiran bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga memiliki
wewenang mengawasi bank maka bank sentral tersebut akan memiliki kewenangan sangat besar. Bank of
England, misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan status independen dan dua minggu kemudian
kewenangan untuk pengawasan sektor perbankan diambil alih dari bank sentral tersebut.
28. Pengawasan terintegrasi di OJK
1. Perbedaan Pengawasan Sebelumnya dengan Pengawasan di bawah OJK
Pengawasan di bawah OJK dilandasi semangat untuk memberikan perhatian kepada
perlindungan dan edukasi bagi konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen keuangan diarahkan
untuk mencapai dua tujuan utama. Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen
dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan. Kedua, memberikan peluang dan
kesempatan untuk perkembangan sektor jasa keuangan secara adil, efisien, dan transparansi. Dalam
jangka panjang, industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu
peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanan jasa
keuangan.
2. Latar Belakang Diberlakukannya Pengawasan Terintegrasi
Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan
pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah
terulangnya krisis. Sehubungan dengan hal tersebut, muncul pemikiran tentang perlunya suatu model
pengawasan yang berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Lembaga pengawasan tersebut harus memiliki
ketahanan dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi, dan efektivitas tinggi yang
tercermin dalam biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta memiliki
persepsi yang baik di mata publik.
3. Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak
terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu
institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila
dilakukan beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial
Supervisory Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa
institusi. SEC (Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan
industri perbankan diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance
Corporation), dan OCC (Office of The Comptroller of The Currency). Alasan utama yang
melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara
tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut sistem,
terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu Commercial banking system dan universal banking
system. Commercial banking, seperti yang berlaku di Indonesia dan di Amerika Serikat yaitu bank
dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti asuransi. Hal ini berbeda
dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang yang membolehkan
bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank investasi dan asuransi. Sebuah survei
yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara yang
diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada bank
sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk negara
berkembang alasannya adalah masalah sumber daya. Bank sentral dianggap memadai dalam hal
sumber daya (SDM dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari bank
sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral. Ada
kekhawatiran bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga memiliki
wewenang mengawasi bank maka bank sentral tersebut akan memiliki kewenangan sangat besar. Bank
of England, misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan status independen dan dua minggu kemudian
kewenangan untuk pengawasan sektor perbankan diambil alih dari bank sentral tersebut.
KESIMPULAN
OJK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali
lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan, sesuai
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain itu, pembentukan itu juga
dilatarbelakangi perkembangan sektor keuangan, konglomerasi lembaga jasa keuangan dan meningkatnya
pelanggaran di bidang jasa keuangan, dan belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan.
Visi OJK, yaitu menjadi lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang terpercaya, melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan sektor jasa keuangan menjadi pilar
perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
OJK memiliki fungsi sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK senantiasa bersikap independen dalam
melaksanakan tugasnya, yaitu melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan kegiatan jasa keuangan disektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Pasal 4 UU OJK menyebutkan bahwa pembentukan OJK bertujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sistem jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Fungsi edukasi dan perlindungan konsumen industri jasa keuangan di OJK dikelompokkan dalam
preventive actions dan repressive actions. OJK memiliki kewenangan untuk melakukan edukasi kepada
masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat; pelayanan pengaduan
konsumen; dan pembelaan hukum untuk kepentingan konsumen dan masyarakat.
Layanan Konsumen OJK merupakan salah satu bentuk implementasi amanat Undang-Undang OJK
dalam upaya memberikan edukasi serta perlindungan kepada konsumen dan masyarakat terhadap
pelanggaran atas UU dan peraturan di sektor keuangan yang berada di bawah kewenangan OJK dan
masyarakat terhadap kelalaian dan/ atau pelanggaran. Layanan Konsumen OJK dapat diakses melalui
nomor telepon 1500655, yang dalam pelayanannya menerapkan fasilitas sistem Trackable dan Traceable.
DAFTAR PUSTAKA
Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Tentang OJK, diakses pada 12-13 Februari 2024,
https://ojk.go.id/id/Default.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 12 Februari 2024,
https://ojk.go.id/id/pages/faq-otoritas-jasa-keuangan.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 12 Februari
https://ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Tugas-dan-Fungsi.aspx
Wikipedia. (2023). Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 12 Februari 2024.,
https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan#:~:text=OJK%20didirikan%20untuk%20mengganti
kan%20peran,melindungi%20konsumen%20industri%20jasa%20keuangan.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2015). Pasal 50 KUHP, diakses pada 13 Februari 2024,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=12024#:~:text=Bunyi%20Pasal%2050%20ayat%20(
1,ke%20pengadilan%20oleh%20penuntut%20umum.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Pasal 49 ayat 1 KUHP, diakses pada 13 Februari 2024,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-palopo/baca-artikel/15466/Pembelaan-Terpaksa-Noodweer-
Apakah-Bisa-Dipidana.
Muhamad, Hamid. (2017). Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa Keuangan. Diakses pada 12
– 13 Februari 2024 dari 338_2.pdf