Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan
INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
ANEKA ENERGI TERBARUKAN
Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik
Tenaga Minihidro/Mikrohidro, Pembangkit Listrik
Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
AGUSTUS 2021
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANEKA ET
© Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM) dan United Nations Development Programme, 2021.
Kutipan: DJEBTKE-KESDM. 2021. Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Aneka ET. Direktorat Jenderal
Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Kontributor:
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Aneka ET ini disiapkan di bawah Proyek Market Transformation
for Renewable Energy and Energy Efficiency (MTRE3), United Nations Development Programme (UNDP) dan
didanai oleh Global Environment Facility (GEF). Pedoman ini disusun melalui kerja sama erat dengan Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (KESDM), Republik Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek MTRE3. Koordinasi dengan pemangku
kepentingan terkait, meliputi Kementerian Investasi, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK), pemerintah
daerah, PT PLN (Persero), Independent Power Producers, dan lembaga pembiayaan, juga dilakukan melalui
Focus Group Discussion (FGD) untuk memastikan serta menjaga keakuratan materi yang dimuat dalam
pedoman ini.
Disclaimer:
Publikasi ini beserta materi di dalamnya disusun “sebagaimana adanya”. Upaya terbaik dan kehati-hatian telah dilakukan oleh
DJEBTKE-ESDM dan UNDP untuk memverifikasi keandalan materi dalam publikasi ini. Namun, DJEBTKE-KESDM maupun UNDP
tidak memberikan jaminan dalam bentuk apa pun, baik tersurat maupun tersirat, dan tidak bertanggung jawab atau berkewajiban
atas konsekuensi apa pun dari penggunaan publikasi ini serta materi yang termuat di dalamnya.
Apabila tidak terdapat ketentuan lain, materi dalam publikasi ini dapat digunakan, dibagikan, disalin, diproduksi ulang, dicetak
dan/atau disimpan secara bebas dengan memberikan referensi yang menjelaskan bahwa DJEBTKE-KESDM dan UNDP adalah
sumber sekaligus pemegang hak cipta. Publikasi ini tidak disiapkan untuk dijual kembali atau tujuan komersial lainnya dalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari DJEBTKE-KESDM dan/atau UNDP. Materi dalam publikasi ini yang berkaitan
dengan pihak ketiga mungkin tunduk pada persyaratan penggunaan dan pembatasan yang terpisah, dan izin yang sesuai dari
pihak ketiga ini mungkin perlu didapatkan sebelum penggunaan materi terkait.
i
ii
Kata Pengantar
Dalam rangka mendukung perencanaan dan implementasi aksi mitigasi perubahan iklim pada sektor
pembangkit dan pengguna akhir energi, UNDP Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia,
melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (KESDM), membentuk proyek Market Transformation through Design and
Implementation of Appropriate Mitigation Actions in the Energy Sector (MTRE3). Proyek MTRE3
diharapkan dapat mendukung pencapaian target pemerintah dalam pemanfaatan energi baru terbarukan
sebesar 23% dan mengurangi intensitas energi sebesar 1% di tahun 2025. Secara jangka panjang
pencapaian ini diharapkan dapat mendukung target SDGs 1 ( no poverty) dan 7 (affordable and clean
energy). Dalam implementasinya, proyek MTRE3 mencakup berbagai aktivitas di tingkat nasional maupun
subnasional, yaitu di 4 provinsi percontohan: Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Salah satu komponen proyek MTRE3, yaitu komponen II, bertujuan untuk mendukung transformasi pasar
melalui implementasi aksi mitigasi pada pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan efisiensi
energi (EE). Transformasi pasar EBT dan EE dilakukan melalui pemberian dukungan fasilitas Sustainable
Energy Fund (SEF) kepada para pengembang, fasilitas proyek percontohan manajemen energi dan
penguatan sistem informasi investasi, serta peningkatan kapasitas mengenai EBT/EE kepada pemerintah
daerah di 4 provinsi percontohan melalui kegiatan Integrated Market Service Center (IMSC).
Merujuk pada tujuan transformasi pasar di atas, pedoman ini disusun untuk memberikan informasi
mengenai prosedur investasi dan perizinan terkait pengembangan proyek pembangkit listrik energi
terbarukan (ET) di Indonesia yang dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan proyek PLT-
ET. Selain itu, pedoman ini juga memberikan gambaran umum potensi ET, kerangka regulasi dan kebijakan,
program pengembangan proyek PLT-ET, skema bisnis dan pembiayaan, serta penyedia dana potensial
terkait. Penyusunan pedoman ini merupakan bagian dari kegiatan “ Development of Renewable Energy &
Energy Efficiency Investment Guideline and Recommendation in Indonesia ”. Pembahasan dan analisis yang
dituangkan di dalam laporan ini dihasilkan melalui konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait,
khususnya DJEBTKE-KESDM.
Kontributor
iii
iv
Tentang Pedoman
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Indonesia telah
menargetkan porsi energi terbarukan di bauran energi primer nasional sebesar 23% di tahun 2025 dan 31%
di tahun 2050, serta menargetkan 17% penghematan energi di tahun 2025. Di antara berbagai hal yang
melandasi penetapan target tersebut adalah komitmen negara untuk mengurangi emisi karbon dan
kebutuhan untuk beralih menuju Green and Clean Energy yang sejalan dengan Sustainable Development
Goals (SDGs) No. 7 “Energi Bersih dan Terjangkau”. Oleh karena itu, United Nations Development
Programme (UNDP) mendukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), khususnya
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), dalam upaya
pengembangan sektor energi terbarukan (ET) dan efisiensi energi (EE) di Indonesia melalui Proyek Market
Transformation for Renewable Energy and Energy Efficiency (MTRE3) dengan pendanaan dari Global
Environment Facility (GEF).
Dalam mencapai target yang telah ditetapkan, pengembangan sektor ET dan EE di Indonesia tidak dapat
diimplementasikan dengan optimal jika hanya bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Oleh karena itu, partisipasi sektor swasta dalam konteks mobilisasi investasi ( domestic & foreign
direct investment) menjadi sangat krusial untuk mempercepat pengembangan ET dan EE dan mencapai
target nasional. Namun demikian, mobilisasi investasi swasta dalam pengembangan ET dan EE masih
menemui berbagai kendala, utamanya adalah proses bisnis/investasi yang relatif kompleks dan panjang,
sementara—di sisi lain—pedoman investasi yang komprehensif dan terkini (updated) belum tersedia.
Dalam rangka menjawab tantangan tersebut, UNDP dan DJEBTKE melalui Proyek MTRE3
menyelenggarakan program kegiatan yang berjudul “ Development of Renewable Energy (RE) & Energy
Efficiency (EE) Investment Guidelines and Recommendation in Indonesia ”. Program kegiatan ini bertujuan
untuk mengembangkan pedoman investasi ET & EE serta merumuskan rekomendasi sebagai referensi
untuk pengembangan Sistem Informasi Investasi ET & EE di Indonesia.
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Aneka Energi Terbarukan (mencakup PLTA, PLTM/MH,
PLTS, dan PLTB) ini merupakan salah satu dari empat (4) pedoman yang dihasilkan dari program kegiatan
pengembangan pedoman investasi ET & EE di Indonesia. Pedoman ini telah disusun secara sistematis dan
dipresentasikan kepada para pemangku kepentingan terkait. Sistematika dari masing-masing bab yang
tercakup dalam pedoman ini diuraikan secara ringkas di bawah ini.
v
Bab 1: Pendahuluan & Status Terkini
Bab ini disusun untuk memberikan gambaran tren teknologi dan biaya ( cost) dalam pengembangan PLT
Aneka Energi Terbarukan (Aneka ET) di dunia, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi/pembanding
dengan Indonesia. Di samping itu, bab ini juga mencakup uraian status terkini kapasitas terpasang PLT
Aneka ET di Indonesia, disertai dengan contoh success story pengembangan proyek PLT Aneka ET.
Bab ini disusun untuk menyajikan informasi potensi sumber bioenergi di Indonesia berdasarkan data
termutakhir yang tersedia, disertai dengan referensi yang dapat dirujuk. Dalam bab ini disajikan pula daftar
rencana dan potensi pengembangan proyek PLT Aneka ET di 4 provinsi percontohan MTRE3 berdasarkan
dokumen RUPTL PT PLN (Persero) 2019-2028.
Bab ini disusun untuk memberikan informasi terkait pemangku kepentingan kunci ( key actors), termasuk
peran dan kewenangannya, dalam pengembangan PLT Aneka ET di Indonesia.
Bab ini disusun untuk memberikan informasi mengenai program pemerintah dalam pengembangan proyek
PLT Aneka ET di Indonesia, termasuk program-program unggulan.
Bab ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai kerangka regulasi terkini—telah merujuk pada
Undang Undang Cipta Kerja beserta turunannya—yang berkaitan dengan pengembangan PLT Aneka ET di
Indonesia. Kerangka regulasi disusun dalam bentuk diagram, dikelompokkan berdasarkan kategori, dan
ditabulasikan, lengkap dengan deskripsi umumnya.
Sebagai komponen utama dari pedoman, bab ini disusun untuk menjabarkan proses bisnis/investasi
proyek PLT Aneka ET di Indonesia secara komprehensif dan sistematis, step-by-step. Bagian awal pada
bab ini menggambarkan secara jelas batasan (boundaries) penggunaan pedoman. Selain itu, bagian awal
bab ini disusun untuk memperkenalkan berbagai layanan perizinan dan nonperizinan yang digunakan
dalam proses bisnis/investasi PLT Aneka ET.
Bagian inti dari bab ini disusun untuk memberikan gambaran proses bisnis/investasi atau siklus
pengembangan proyek PLT Aneka ET, yang dituangkan dalam bentuk Gantt Chart, diagram alir, serta
matriks disertai dengan deskripsi tiap tahap pengembangan proyek secara komprehensif.
Bab ini disusun untuk menguraikan opsi pembiayaan proyek beserta daftar penyedia dana potensial dalam
pengembangan proyek pembangkit listrik energi terbarukan, termasuk PLT Aneka ET, di Indonesia.
Bab ini disusun untuk memberikan gambaran umum keekonomian proyek pengembangan PLT Aneka ET
di Indonesia. Konten dari bab ini mencakup estimasi biaya proyek pengembangan PLT Aneka ET, ringkasan
komponen biaya proyek PLT Aneka ET berdasarkan breakdown struktur biaya proyek versi PT PLN
(Persero), serta gambaran umum economies-of-scale proyek berdasarkan hasil analisis profitabilitas.
vi
Daftar Isi
Kata Pengantar ..................................................................................................................................................................... iii
BAGIAN I .................................................................................................................................................................................. 1
1.1 Pendahuluan...........................................................................................................................................................5
1.2 Status Terkini PLT Aneka ET ............................................................................................................................ 7
vii
4.3 Pemanfaatan Area Bekas Tambang............................................................................................................. 51
4.4 PLTS Terapung .................................................................................................................................................... 51
4.5 PLTS Hybrid ......................................................................................................................................................... 52
BAGIAN II ............................................................................................................................................................................. 66
viii
Daftar Gambar
Gambar 1: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLT Hidro di dunia, 2010–2019 ......................8
Gambar 2: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTS di dunia, 2010–2019 ............................... 9
Gambar 3: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTB di dunia, 2010–2019 .............................. 11
Gambar 10: Pemangku kepentingan kunci (key actors) dalam pengembangan pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan ............................................................................................................................. 39
Gambar 13: Gantt chart gambaran umum siklus pengembangan PLT Aneka ET ................................................ 81
Gambar 14: Diagram alir gambaran umum pengusahaan PLT Aneka ET............................................................... 82
Gambar 17: Matriks prosedur Tahap 1a (Pemilihan Langsung—Pengusahaan PLT Aneka ET selain
PLTA PUPR) .......................................................................................................................................................... 89
Gambar 18: Matriks prosedur Tahap 1b (Penunjukan Langsung—Pengusahaan PLTA PUPR) ....................... 94
Gambar 19: Matriks prosedur Tahap 3 (Legalitas Badan Usaha) ............................................................................ 104
Gambar 20: Matriks prosedur Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas: Tax Allowance atau Tax Holiday) ............... 109
Gambar 21: Matriks prosedur Tahap 5a-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/KKPR) ................................................................................. 112
Gambar 22: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui Amdal) ................................................................................................... 113
Gambar 23: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui UKL-UPL) ............................................................................................. 114
Gambar 25: Matriks prosedur Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Listrik) ........................................................................129
ix
Gambar 27: Diagram alir Fase Pembangunan .................................................................................................................. 131
Gambar 28: Matriks prosedur Tahap 8 (Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik/IUP) ........................................134
Gambar 29: Matriks prosedur Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas: Pembebasan Bea Masuk) ...............................136
Gambar 30: Matriks prosedur Tahap 5b-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pembangunan:
Persetujuan Bangunan Gedung/PBG) ........................................................................................................142
Gambar 31: Matriks prosedur Tahap 5b-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: Izin
Gangguan/Hinder Ordonnantie/HO dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air/SIPPA) ............................................................................................................................................................143
Gambar 32: Matriks prosedur Tahap 5c-1 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan:
Sertifikat Laik Fungsi/SLF) ............................................................................................................................ 150
Gambar 33: Matriks prosedur Tahap 5c-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan:
Sertifikat Laik Operasi/SLO) ........................................................................................................................... 151
Gambar 34: Matriks prosedur Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning) .................159
Gambar 37: Matriks prosedur Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas: Pemanfaatan Tax Allowance atau Tax
Holiday) .................................................................................................................................................................167
x
Daftar Tabel
Tabel 1: Potensi energi hidro (PLTA) di Indonesia .................................................................................................. 25
Tabel 10: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi
Nusa Tenggara Timur ........................................................................................................................................ 32
Tabel 11: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi
Nusa Tenggara Timur ........................................................................................................................................ 33
Tabel 13: Regulasi yang mengatur Tahap 1a dan 1b (Pelelangan Proyek) ........................................................ 88
Tabel 14: Jaminan Penawaran untuk pelelangan melalui mekanisme Pemilihan Langsung ....................... 93
Tabel 15: Jaminan Penawaran untuk Pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung ................... 96
Tabel 19: Regulasi yang mengatur Legalitas Badan Usaha .................................................................................. 103
Tabel 20: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday ............................... 108
Tabel 21: Regulasi yang mengatur Tax Allowance dan Tax Holiday ................................................................. 108
Tabel 22: Regulasi yang mengatur Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan
Persetujuan Lingkungan .................................................................................................................................... 111
Tabel 23: Deskripsi tantangan pada Tahap 5a (Administrasi dan Perizinan Fase Pengembangan) ......... 111
xi
Tabel 25: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Amdal dan Uji
Kelayakan Amdal .............................................................................................................................................. 120
Tabel 26: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Formulir UKL-
UPL dan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL ................................................................................................. 122
Tabel 31: Regulasi yang mengatur kegiatan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).................... 132
Tabel 33: Regulasi yang mengatur Pengajuan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk......................................... 135
Tabel 34: Dokumen persyaratan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang (RIB) ............139
Tabel 35: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Pembebasan Bea Masuk ..............................................139
Tabel 36: Regulasi yang mengatur Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi
(SLF), dan Sertifikat Laik Operasi (SLO) ................................................................................................... 141
Tabel 38: Dokumen persyaratan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) .......................... 146
Tabel 39: Dokumen persyaratan pengajuan Sertifikat Laik Operasi (SLO) ......................................................154
Tabel 40: Regulasi yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).............................................. 155
Tabel 41: Deskripsi tantangan pada Tahap 9 (Engineering, Procurement, and Construction
(EPC)) ....................................................................................................................................................................156
Tabel 42: Peraturan terkait penyambungan jaringan listrik dan commissioning ...........................................158
Tabel 44: Konten yang disarankan untuk Prosedur Operasi Standar (SOP) .................................................. 164
Tabel 45: Regulasi yang mengatur Tax Allowance dan Tax Holiday ................................................................. 166
Tabel 46: Persyaratan permohonan pemanfaatan Tax Allowance atau Tax Holiday .................................. 166
Tabel 50: Implementasi SDG Indonesia One sektor energi terbarukan tahun 2020 .....................................179
Tabel 52: Kemajuan dan target tahap pilot ACGF .................................................................................................... 182
xii
Tabel 54: Rincian total biaya investasi PLTA .............................................................................................................. 187
Tabel 61: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTA ...........................................................................191
Tabel 62: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTM/MH ..................................................................191
Tabel 63: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTS ............................................................................191
Tabel 64: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTB ..........................................................................192
xiii
Daftar Box
Box 1: Implementasi Pengembangan PLTA di Indonesia ................................................................................... 14
Box 4: Konsep Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS ...................................................... 44
Box 6: Gambaran Umum Perizinan Berusaha melalui Sistem Online Single Submission (OSS) .......... 73
Box 7: Alur Verifikasi Izin dari Sistem OSS melalui K/L/D ................................................................................. 74
Box 13: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tingkat
Provinsi ................................................................................................................................................................... 78
Box 14: Penunjukan Langsung untuk Pengusahaan PLT Aneka ET selain PLTA PUPR ............................. 86
Box 17: Permintaan Evaluasi Sambung (Connection Evaluation Request) .................................................. 101
Box 18 : Kriteria dan Fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday ......................................................................... 107
Box 20 : Verifikasi Rencana Impor Barang (RIB) oleh Surveyor ........................................................................ 137
Box 22: Proses Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen dan Kondisi Bangunan Gedung ............................ 153
Box 23: Besaran Nilai TKDN Barang dan Jasa untuk PLTA dan PLTS............................................................. 157
Box 25: Pelaporan Realisasi Penanaman Modal dan Realisasi Produksi terkait Pemberian
Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan ....................................................................................... 166
xiv
Daftar Singkatan
3T Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal DAS Daerah Aliran Sungai
ACGF ASEAN Catalytic Green Finance DEA Direktorat Aneka Energi Baru dan
Facility Terbarukan
xv
FS Feasibility Study KESDM Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral
FTZ Free Trade Zone
KfW Kreditanstalt für Wiederaufbau
Gatrik Ketenagalistrikan
KHN Kayan Hydropower Nusantara
GRK Gas Rumah Kaca
KI Kawasan Industri
GS Grid Study
KIPI Kawasan Industri dan Pelabuhan
GW Gigawatt
Internasional
GWh Gigawatt hour
KKOP Kawasan Keselamatan Operasi
HAM Hak Asasi Manusia Penerbangan
HJTL Harga Jual Tenaga Listrik KKPR Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
HO Hinder Ordonnantie Ruang
IFC International Finance Corporation KPBU Kerja Sama Pemerintah dan Badan
Usaha
IIF Indonesia Infrastructure Finance
KRK Keterangan Rencana Kota
IKBI Inisiatif Keuangan Berkelanjutan
Indonesia kV kilovolt
xvi
MTRE3 Market Transformation through PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air
Design and Implementation of
PLTAL Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut
Appropriate Mitigation Actions in the
Energy Sector PLTB Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
xvii
RI Republik Indonesia SMI Sarana Multi Infrastruktur
RZ KAW Rencana Zonasi Kawasan Antar TD&IC Total Direct & Indirect Cost
Wilayah TDC Total Direct Cost
RZ KSNT Rencana Zonasi Kawasan Strategis TDP Tanda Daftar Perusahaan
Nasional Tertentu
TIC Total Indirect Cost
SBU Sertifikat Badan Usaha
TKDN Tingkat Komponen Dalam Negeri
SDA Sumber Daya Air
TPA Tim Profesi Ahli
SDGs Sustainable Development Goals
TPT Tim Penilai Teknis
SIMBG Sistem Informasi Manajemen
UKL-UPL Upaya Pengelolaan Lingkungan
Bangunan Gedung
Hidup – Upaya Pemantauan
SIPPA Surat Izin Pengambilan dan Lingkungan Hidup
Pemanfaatan Air
UNDP United Nations Development
SIUJS Surat Izin Usaha Jasa Survei Programme
SK Surat Keputusan USAID United States Agency for
SKF Surat Keterangan Fiskal International Development
xviii
xix
xx DAFTAR SINGKATAN
Ringkasan Eksekutif
Grafik tren tekno-ekonomi pengembangan PLT Hidro—PLTA dan PLTM/MH—di dunia yang terdiri dari total
biaya terpasang (total installed cost), faktor kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of Electricity
(LCOE) dalam rentang tahun 2010 hingga 2019 ditunjukkan pada Gambar E.1. Grafik tren—digambarkan
dengan garis—menunjukkan nilai rata-rata terbobotkan data pengembangan PLT Hidro secara global
(global weighted average) yang bersumber dari IRENA Renewable Cost Database.
Nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang proyek PLT Hidro di dunia dari tahun 2010 hingga 2019
berada dalam kisaran 1.200 USD/kW hingga 1.800 USD/kW. Fluktuasi pada tren rata-rata terbobotkan
total biaya terpasang dipengaruhi oleh bauran implementasi PLT Hidro di berbagai wilayah serta
perubahan pada biaya spesifik proyek—berkaitan dengan karakteristik lokasi. Pada tahun 2019, rata-rata
terbobotkan total biaya terpasang PLT Hidro berada pada nilai 1.704 USD/kW.
Merujuk pada grafik, tren faktor kapasitas PLT Hidro dari tahun 2010 hingga 2019 berada pada rentang
40% hingga 55%. Nilai faktor kapasitas ini dipengaruhi oleh karakteristik proyek PLT Hidro yang beragam,
seperti variabilitas suplai energi hidro sepanjang waktu dan mode pengoperasian pembangkit. Dapat
dilihat pada grafik bahwa tren nilai LCOE cenderung mengikuti tren total biaya terpasang. Sebagai contoh,
pada tahun 2019, nilai rata-rata terbobotkan LCOE PLT Hidro secara global berada pada nilai 4,7 cent-
USD/kWh—naik sekitar 27% dari nilai pada tahun 2010, 3,7 cent-USD/kWh.
xxi
Gambar E.1: Tren total biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLT Hidro di dunia, 2010–2019
Grafik tren tekno-ekonomi pengembangan PLTS di dunia yang terdiri dari total biaya terpasang ( total
installed cost), faktor kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of Electricity (LCOE) dalam rentang
tahun 2010 hingga 2019 ditunjukkan pada Gambar 2. Grafik tren—digambarkan dengan garis—
menunjukkan nilai rata-rata terbobotkan data pengembangan PLTS secara global ( global weighted
average) yang bersumber dari IRENA Renewable Cost Database.
Dapat dilihat pada grafik, nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang proyek PLTS di dunia dari tahun
2010 hingga 2019 mengalami penurunan secara signifikan, dari 4.700 USD/kW menjadi 995 USD/kW. Tren
penurunan ini dipengaruhi oleh peningkatan kualitas proses manufaktur, penurunan biaya tenaga kerja,
dan peningkatan efisiensi modul—yang berarti modul PV di pasaran semakin cost-effective.
Faktor kapasitas PLTS mengalami peningkatan dari 14% pada tahun 2010 menjadi 18% pada tahun 2019.
Hal ini didorong oleh meningkatnya penerapan PLTS pada lokasi dengan iradiasi tinggi, peningkatan
penggunaan alat tracking, dan penurunan rugi-rugi (losses) pembangkitan listrik. Tren peningkatan ini juga
menjadi indikasi bahwa teknologi PLTS semakin diminati dalam pemanfaatan energi terbarukan dan
menggambarkan semakin besarnya peluang investasi pengembangan PLTS.
Nilai rata-rata terbobotkan LCOE secara global menurun secara signifikan, sekitar 82%, dari 2010 hingga
2019—dari 37,8 cent-USD/kWh menjadi 6,8 cent-USD/kWh. Penurunan ini dipengaruhi oleh penurunan
tren total biaya terpasang, peningkatan faktor kapasitas, dan penurunan biaya O&M yang bersifat regional
atau berbeda-beda di setiap negara.
Grafik tren tekno-ekonomi pengembangan PLTB di dunia yang terdiri dari total biaya terpasang ( total
installed cost), faktor kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of Electricity (LCOE) dalam rentang
tahun 2010 hingga 2019 ditunjukkan pada Gambar E.3. Grafik tren—digambarkan dengan garis—
menunjukkan nilai rata-rata terbobotkan data pengembangan PLTB secara global (global weighted
average) yang bersumber dari IRENA Renewable Cost Database.
Dapat dilihat pada grafik bahwa nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang proyek PLTB di dunia
dari tahun 2010 hingga 2019 mengalami penurunan secara signifikan dari 1.949 USD/kW menjadi 1.473
USD/kW. Tren penurunan ini dipengaruhi oleh turunnya harga turbin angin dan biaya balance of plant
(BOP).
Faktor kapasitas PLTB mengalami peningkatan dari 27% pada tahun 2010 menjadi 35% pada tahun 2019.
Hal ini didorong oleh meningkatnya kualitas efisiensi teknologi yang digunakan, menyebabkan
peningkatan energi output yang optimal dan diimbangi dengan pemilihan lokasi sumber angin serta tata
letak pemasangan turbin angin yang semakin baik. Selain itu, dapat dilihat pada grafik bahwa tren nilai
LCOE PLTB cenderung mengikuti tren total biaya terpasang yang semakin menurun.
xxiii
Gambar E.3:Tren total biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTB di dunia, 2010–2019
Kapasitas terpasang PLT Hidro di Indonesia mencapai 5,97 GW, keempat terbesar di antara negara ASEAN
lainnya setelah Vietam (18,07 GW), Malaysia (6,24 GW), dan Laos (6,03 GW). Komposisi kapasitas PLT
Hidro terpasang di Indonesia terbagi menjadi 5,56 GW PLTA; 0,31 GW PLTM; dan 0,11 PLTMH. Secara total,
kapasitas PLT Hidro memiliki porsi 8,5% dari total kapasitas pembangkit yang ada di Indonesia—terbesar
dibandingkan PLT berbasis ET lainnya. Sebagian besar PLT Hidro berlokasi di Provinsi Jawa Barat,
termasuk PLTA terbesar di Indonesia yaitu PLTA Cirata. PLTA Cirata memiliki total kapasitas terpasang
sebesar 1.008 MW dengan produksi listrik rata-rata 1.428 GWh per tahun. PLTA ini dikelola oleh PT
Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan terletak di Kabupaten Purwakarta, Cianjur, Bandung Barat.
Kapasitas terpasang PLTS di Indonesia mencapai 0,15 GW, peringkat ke-6 dari sepuluh negara di ASEAN.
Pengembangan PLTS paling pesat adalah di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas terpasang
sebesar 22,45 MW. PLTS terbesar di Indonesia adalah PLTS Likupang yang memiliki kapasitas 15 MW
dikelola oleh Vena Energy dan terletak di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. PLTS
Kapasitas terpasang PLTB di Indonesia sebesar 0,15 GW—menduduki peringkat keempat dari keempat
negara ASEAN, setelah Thailand, Filipina, dan Vietnam. PLTB terbesar yang telah dibangun di Indonesia
adalah PLTB Sidrap dengan kapasitas sebesar 75 MW. PLTB ini dikelola oleh PT UPC Sidrap Bayu Energi
dan terletak di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
Potensi sumber daya energi terbarukan, secara khusus aneka energi terbarukan (hidro, surya, dan angin),
adalah bersifat spesifik lokasi (site-specific). Sehubungan dengan hal itu, informasi terkait lokasi proyek
serta karakteristik sumber aneka energi terbarukan sangatlah krusial bagi pengembang atau investor,
khususnya dalam tahap pengembangan PLT Aneka ET. Mengingat urgensi tersebut, sumber data informasi
potensi aneka energi terbarukan serta rencana pengembangan PLT Aneka ET yang bersifat spesifik lokasi
harus disediakan dan—secara berkala—dimutakhirkan.
Dalam proses pengembangan PLT Aneka ET, pengembang maupun investor dapat mengakses informasi
potensi sumber daya hidro, surya, dan angin melalui beberapa sumber informasi yang telah tersedia, antara
lain Buku Statistik EBTKE dan ESDM One Map. Buku Statistik EBTKE merupakan publikasi tahunan
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, & Konservasi Energi – Kementerian Energi & Sumber Daya
Mineral (DJEBTKE-KESDM) yang memuat informasi terkait penyediaan EBT, pengusahaan EBT, dan
pemanfaatan energi yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan peta sebaran. Adapun ESDM One Map
merupakan aplikasi berbasis web yang menampilkan peta sebaran informasi energi dan sumber daya
mineral, yang di dalamnya mencakup informasi potensi aneka energi terbarukan. Selain itu, untuk melihat
rencana proyek PLT Aneka ET yang telah ditetapkan, termasuk potensi proyek yang masih dalam tahap
studi kelayakan, pengembang maupun investor dapat merujuk pada dokumen Rencana Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik—disingkat RUPTL—PT PLN (Persero).
Merujuk pada Buku Statistik EBTKE, Indonesia memiliki potensi energi hidro mencapai 75 GW untuk
pengembangan PLTA serta 19,4 GW untuk pengembangan PLTM dan PLTMH. Potensi energi surya dan
energi angin di Indonesia secara berurutan adalah sebesar 207,9 GW dan 60,64 GW.
Dalam cakupan 4 provinsi percontohan MTRE3—yaitu Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara
Timur (NTT)—potensi pengembangan PLTA dan PLTM/PLTMH terbesar berada di Provinsi Riau (dalam
lingkup wilayah Sumatera Barat, Riau) dan Jambi, sebesar 3,61 GW dan 0,45 GW. Sementara itu, potensi
terbesar dalam pengembangan PLTS—dari keempat provinsi percontohan MTRE3—berada di Jambi,
sebesar 8,84 GW. Adapun potensi terbesar untuk pengembangan PLTB berada di NTT, sebesar 10,19 GW.
Rencana pengembangan PLT Aneka ET di Indonesia tertuang dalam dokumen RUPTL PT PLN (Persero)
dengan Independent Power Producer (IPP) maupun PT PLN (Persero) sebagai pengembang. Merujuk pada
RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028, rencana pengembangan proyek PLT Aneka ET di Provinsi Riau
mencakup PLT Hidro dan PLTS dengan total kapasitas sebesar 1.100 MW dan 51,7 MW (termasuk kuota
tersebar Sumatera). Di Provinsi Jambi, rencana pengembangan proyek PLT Aneka ET mencakup PLT Hidro
dan PLTS dengan total kapasitas sebesar 1.350 MW dan 51,7 MW (termasuk kuota tersebar Sumatera). Di
Provinsi Sulawesi Barat, terdapat rencana pengembangan proyek PLT Hidro dengan dengan total
kapasitas 24 MW (termasuk kuota tersebar Sulawesi bagian selatan). Sementara itu, di Provinsi NTT,
terdapat rencana pengembangan PLT Hidro sebesar 33,4 MW, PLTS 29,5 MW, dan PLTB 30,8 MW.
xxv
3. Pemangku Kepentingan Kunci dalam Pengembangan PLT
Aneka ET
Pengembangan PLT-ET di Indonesia, termasuk PLT Aneka ET (PLTA, PLTM/PLTMH, PLTS, dan PLTB),
melibatkan berbagai pemangku kepentingan kunci (key actors), meliputi pemerintah pusat dan daerah, PT
PLN (Persero), penyedia dana serta pengembang. Secara umum, susunan kelembagaan pemangku
kepentingan kunci dalam pengembangan PLT-ET di Indonesia dapat diilustrasikan pada Gambar E.4.
Dalam hal pengembangan PLT-ET di Indonesia, Presiden memiliki peran dalam menetapkan ambisi sektor
ketenagalistrikan secara keseluruhan. Dalam hal ini, Presiden memberikan arahan nasional dalam rangka
penyediaan tenaga listrik yang disinkronisasikan dengan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim sesuai
target Nationally Determined Contribution (NDC) pada Paris Agreement (Conference of Parties, COP 21).
Di samping itu, Presiden juga berperan sebagai ketua dari Dewan Energi Nasional (DEN). Melalui Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan
Calon Anggota Dewan Energi Nasional—anggota DEN ditugaskan untuk merancang dan merumuskan
Kebijakan Energi Nasional (KEN), menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menetapkan
langkah-langkah krisis dan darurat energi, serta melakukan pengawasan kebijakan energi yang bersifat
lintas sektoral.
Dalam implementasinya, terdapat berbagai kementerian yang berperan untuk mengatur tata laksana
pengembangan dan investasi PLT-ET—khususnya dalam hal ini, PLT Aneka ET—di Indonesia. Berbagai
kementerian yang dimaksud antara lain adalah Kementerian ESDM, Kementerian Investasi/Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Peran dan
kewenangan dari masing-masing kementerian secara ringkas dideskripsikan di bawah ini.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertanggung jawab atas kebijakan dan regulasi di
bidang energi, untuk merumuskan, mengawasi, dan mengevaluasi kebijakan energi, serta untuk
memastikan ketersediaan, akses, keterjangkauan, dan pemerataan energi. Secara spesifik, ranah
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia berada di bawah Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE) yang bertanggung jawab untuk
sektor energi terbarukan, serta Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) yang bertanggung jawab di
sektor ketenagalistrikan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memiliki kewenangan terhadap Persetujuan
Lingkungan. Kementerian Keuangan menyelenggarakan fungsi dalam perumusan dan pemberian
rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, termasuk dalam pengembangan pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan. Di sektor ketenagalistrikan, Kementerian Keuangan menyetujui jaminan
pemerintah terkait kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). Secara
spesifik dalam pengembangan energi terbarukan, Kementerian Keuangan berperan dalam merumuskan
dan menyetujui insentif fiskal seperti keringanan pajak dan ketentuan depresiasi yang dipercepat.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki kewenangan
terhadap Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) menyelenggarakan fungsi dalam perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang penataan bangunan gedung. Kementerian Perhubungan menyelenggarakan fungsi
dalam perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang perhubungan.
Kementerian Perindustrian memformulasikan kebijakan di sektor industri, termasuk menetapkan
persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis
energi terbarukan. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertanggung jawab atas pengawasan
BUMN, termasuk PT PLN (Persero)—dengan melakukan pengawasan terhadap manajemen perusahaan,
menetapkan dan meninjau target kinerja perusahaan, serta menyetujui anggaran tahunannya.
xxvii
PT PLN (Persero) bertanggung jawab atas sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia dengan
kewenangan atas transmisi, distribusi, dan pasokan listrik kepada masyarakat. Selain itu, PT PLN (Persero)
juga bertindak sebagai pembeli (offtaker) terhadap listrik yang dihasilkan oleh Independent Power
Producer (IPP) berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)—sesuai dengan proses pengadaan
dan rencana bisnis yang ditetapkan.
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan terhadap beberapa perizinan berusaha di tingkat daerah,
utamanya dalam verifikasi dokumen persyaratan PBG dan SLF. Pemerintah daerah juga memiliki
kewenangan dalam memberikan perizinan berusaha lain di tingkat daerah, seperti Izin Gangguan (Hinder
Ordonnantie, HO) dan Surat Izin Pengambilan dan Air (SIPPA). Selain itu, pemerintah daerah juga terlibat
dalam penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah.
Penyedia Dana dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia antara
lain PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), bank, lembaga
pembiayaan, dan program lainnya.
Catatan: DEN: Dewan Energi Nasional; LHK: Lingkungan Hidup & Kehutanan; BKPM: Badan Koordinasi Penanaman Modal; ESDM: Energi & Sumber Daya Mineral; BUMN: Badan Usaha Milik Negara;
PLN: Perusahaan Listrik Negara; PLT-ET: Pembangkit Listrik Energi Terbarukan; KEN: Kebijakan Energi Nasional; RUEN: Rencana Umum Energi Nasional; SMI: Sarana Multi Infrastruktur;
IIF: Indonesia Infrastructure Finance.
xxix
4. Program Pemerintah dalam Pengembangan PLT Aneka ET
Dalam upaya pencapaian target bauran energi terbarukan di tahun 2025, Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan berbagai program untuk percepatan pengembangan PLT-ET. Secara khusus dalam
pengembangan PLT Aneka Energi Terbarukan, beberapa program yang telah disiapkan oleh Pemerintah
Indonesia adalah Renewable Energy Based Industrial Development (REBID) & Renewable Based Economic
Development (REBED), Sumba Iconic Island, Pemanfaatan Area Bekas Tambang untuk PLTS, PLTS
Terapung, dan PLTS Hybrid. Program-program tersebut diharapkan dapat menarik minat
investor/pengembang dalam mengembangkan proyek PLT Aneka ET di Indonesia. Desksripsi dari setiap
program tersebut diuraikan secara ringkas di bawah ini.
Program Renewable Energy Based Industrial Development (REBID) memiliki konsep untuk
mengintegrasikan pengembangan energi terbarukan dan pertumbuhan industri. Program ini sangat
strategis bagi pihak yang ingin mengembangkan industri dengan suplai listrik dari pembangkit berbasis
energi terbarukan. Salah satu implementasi program REBID adalah pemanfaatan PLTA Mentarang Induk
untuk menyediakan tenaga listrik Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning,
Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Program Renewable Energy Based Economic Development (REBED) memiliki konsep penggunaan energi
terbarukan untuk memacu perekonomian wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T). Salah satu
contoh implementasi program ini adalah program PLTS cold storage. Program ini merupakan bentuk kerja
sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan di wilayah pesisir atau kluster ekonomi maritim.
Program ini dinilai sangat cocok bagi pelaku usaha yang memiliki cold storage dan bermaksud untuk
mendapatkan suplai listrik dari pembangkit berbasis energi terbarukan.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3051 Tahun 2015 tentang Penetapan Pulau Sumba sebagai
Pulau Ikonis Energi Terbarukan, program Pulau Ikonis Sumba (Sumba Iconic Island, SII) bertujuan untuk
mendemonstrasikan bahwa kebutuhan energi di pulau-pulau kecil dan komunitas yang terisolasi dapat
terpenuhi melalui pemanfaatan energi berkelanjutan ( sustainable energy).
Melalui program ini, 100 unit PLTB sebesar 50 kW telah berhasil dipasang dari total potensi sebesar 10
MW. Selain PLTB, 18.782 unit PLTS telah dibangun dengan total kapasitas terpasang 4,55 MW—meliputi
PLTS Terpusat, PV School, PV Agro Processing, Kios Energi, PLTS Tersebar, Smart PJU, PLTS Hybrid, dan
Solar Water Pump.
Salah satu program pemerintah dalam pengembangan PLTS diwujudkan melalui pemanfaatan beberapa
area bekas tambang. Melalui program ini, sebesar 2.800 hektar area bekas tambang yang berlokasi di
Bangka Belitung, Kutai Barat, dan Kutai Kartanegara dapat dimanfaatkan untuk pengembangan PLTS
dengan potensi masing-masing sebesar 1.250 MW, 1.000 MW, dan 53 MW. Program ini memfasilitasi
pengembang, termasuk perusahaan pemilik lahan bekas tambang, dalam melaksanakan upaya
pemanfaatan lahan sebagai kegiatan pascatambang. Lahan pascatambang dinilai cocok untuk
implementasi PLTS skala besar karena merupakan lahan terbuka (minim shading) dan luas.
PLTS Terapung
PLTS Terapung merupakan program pemerintah untuk mengatasi masalah pembebasan lahan dalam
pembangunan PLTS. PLTS Terapung ini direncanakan untuk dibangun pada beberapa waduk eksisting
seperti Waduk Jatiluhur dan Saguling (Jawa Barat), Waduk Wonogiri dan Mrica (Jawa Tengah), Waduk
Sutami dan Wonorejo (Jawa Timur), serta Danau Singkarang (Sumatera Barat). Program ini diharapkan
dapat memfasilitasi pengembang untuk mengimplementasikan PLTS dengan skala besar, yang sering kali
terbentur persoalan akuisisi lahan—mengingat kebutuhan lahan yang luas.
PLTS Hybrid
PLTS Hybrid merupakan program pemerintah dalam penciptaan pasar untuk daerah terdepan, terpencil
dan tertinggal (3T) khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Pada tahun 2021, pemerintah melalui PT PLN
(Persero) melaksanakan program konversi PLTD ke pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, salah
satunya direncanakan dengan PLTS Hybrid. Dalam program tersebut pemerintah menargetkan konversi
sekitar 5.200 unit PLTD di 2.130 lokasi dengan potensi konversi sebesar 2 GW hingga tahun 2025. Program
ini diharapkan dapat menarik pengembang untuk mengimplementasikan PLT-ET termasuk PLTS Hybrid
dengan beberapa skema yang menarik, salah satunya adalah skema leasing.
xxxi
5. Kerangka Regulasi dalam Pengembangan PLT Aneka ET
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber daya
aneka energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik (PLT Aneka ET, meliputi PLTA, PLTM/PLTMH,
PLTS, dan PLTB). Regulasi yang dimaksud mencakup regulasi pada tingkat Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri. Dalam pedoman ini, seluruh regulasi terkait
pengembangan PLT Aneka ET dirangkai dalam bagan kerangka regulasi sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 11.
Seacara umum, regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber daya energi di Indonesia didasari oleh
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Di samping itu, Undang-Undang ini secara khusus
mengatur aksesibilitas energi di Indonesia serta pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) yang
berwenang untuk merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Sektor ketenagalistrikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, beserta regulasi turunannya. Rangkaian regulasi ini mengatur proses dan ketentuan
terkait penyelenggaraan ketenagalistrikan di Indonesia, khususnya mengenai kegiatan usaha penyediaan
tenaga listrik dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan dan
penghapusan pasal pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam
konteks investasi dan pengembangan PLT-ET, perubahan yang teridentifikasi adalah penyederhanaan
perizinan berusaha terkait penyediaan tenaga listrik.
Lebih lanjut, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi turunan terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, yang berkaitan dengan pengembangan PLT Aneka ET, antara lain:
• Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
• Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
• Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
• Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM).
• Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Regulasi yang mengatur tata cara dan persyaratan perizinan berusaha terkait lingkungan hidup dituangkan
dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 22 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 26 Tahun 2018.
Selain itu, terdapat Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2019 terkait tata cara dan persyaratan
permohonan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Dalam rangka meningkatkan investasi untuk pengembangan PLT Aneka ET, terdapat berbagai fasilitas
yang dapat dimanfaatkan oleh pengembang sebagaimana diatur melalui regulasi berikut:
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2015 untuk Pembebasan Bea Masuk
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 untuk Tax Allowance
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 untuk Tax Holiday
Regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) didasari oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian. Adapun ketentuan terkait penggunaan produk dalam negeri untuk
infrastruktur ketenagalistrikan—dalam hal ini PLTA dan PLTS—diatur dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012. Sebagai catatan, beberapa pasal dalam peraturan ini telah diubah
oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2017.
Regulasi yang mengatur tata cara dan persyaratan perizinan berusaha terkait perhubungan khusus untuk
pengembangan PLTB—dituangkan dalam Peraturan Menteri Pehubungan Nomor 90 Tahun 2018.
Regulasi tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan diatur melalui
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020. Regulasi ini secara spesifik mengatur
mekanisme dan prosedur pembelian tenaga listrik dari energi terbarukan, termasuk PLT Aneka ET, oleh PT
PLN (Persero).
xxxiii
Gambar E.5:Kerangka regulasi dalam pengembangan PLT Aneka Energi Terbarukan di Indonesia
Bab ini berisikan pedoman sehubungan dengan proses dan prosedur untuk mengembangkan proyek
pembangkit listrik berbasis aneka energi terbarukan (PLT Aneka ET), khususnya pembangkit listrik tenaga
hidro (pembangkit listrik tenaga air/minihidro/mikrohidro: PLTA/PLTM/PLTMH), pembangkit listrik tenaga
surya (PLTS), dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Kelompok sasaran pedoman ini adalah
pengembang proyek, investor, lembaga pembiayaan, pemerintah pusat dan daerah, serta aktor-aktor lain
yang terlibat dalam pengembangan proyek PLT Aneka ET dengan skema pengusahaan Independent
Power Producer (IPP). Pedoman ini ditujukan secara khusus untuk pengembangan proyek PLT Aneka ET
yang terkoneksi ke jaringan listrik PT PLN (Persero)—atau on-grid.
Prosedur bisnis/investasi yang disusun dalam pedoman ini merujuk pada mekanisme penyediaan tenaga
listrik berupa Pemilihan Langsung. Melalui mekanisme tersebut, calon pengembang proyek dan investor
harus terlebih dahulu mengikuti pelelangan melalui web e-Procurement PT PLN (Persero). Selain itu, dalam
pedoman juga disampaikan mengenai mekanisme Penunjukan Langsung untuk PLTA-PUPR (PLTA
berbasis waduk/bendungan atau saluran irigasi multiguna) serta PLT Aneka ET lainnya apabila terdapat
kondisi khusus. Kedua mekanisme tersebut merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017).
Pada prinsipnya, saat ini layanan perizinan dan nonperizinan untuk pengembangan proyek pembangkit
listrik berbasis energi terbarukan (PLT-ET) di Indonesia hampir semuanya berbasis online. Secara lebih
spesifik, layanan perizinan dan nonperizinan yang digunakan dalam hal pengembangan proyek PLT Aneka
ET ditabulasikan pada Tabel E.1, mencakup nama Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah disertai
dengan aplikasi perizinan dan nonperizinan terkait.
Di Indonesia, Sistem Online Single Submission (OSS) merupakan layanan utama dalam hal pengajuan
perizinan dan nonperizinan—yang saat ini telah diperbarui menjadi sistem OSS Berbasis Risiko pada bulan
Agustus 2021—sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. OSS
Berbasis Risiko ini wajib digunakan oleh pelaku usaha, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas
Pelabuhan Bebas (KPBPB).
xxxv
Tabel E.1: Layanan perizinan dan nonperizinan dalam pengembangan proyek PLT Aneka ET
Kementerian/Lembaga/
Aplikasi Perizinan & Nonperizinan
Pemerintah Daerah
Kementerian Investasi Sebagai starting point dalam pengajuan perizinan dan nonperizinan untuk
(BKPM) pengembangan PLT-ET, mencakup: permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB),
pengajuan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, pengajuan perizinan berusaha
(Izin), dan pengajuan fasilitas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko—sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja—pengusahaan
ketenagalistrikan dikategorikan sebagai jenis usaha dengan risiko tinggi. Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam hal ini mencakup Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Izin. Secara umum, alur perizinan pada
sistem OSS Berbasis Risiko yang harus dijalankan oleh pelaku usaha, diuraikan sebagai berikut:
1) Registrasi user OSS, menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA).
2) Registrasi legalitas pendirian badan hukum/usaha nonperseorangan, berupa Akta Pendirian/
Perubahan dan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (SK Kemenkumham).
3) Pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang disertai dengan pelengkapan data. NIB yang
diterbitkan juga berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Angka Pengenal Impor
(API).
Sebagai catatan, alur perizinan OSS merujuk pada langkah-langkah di atas, namun khusus untuk langkah
(4) hingga (6) dapat dilakukan secara paralel—menyesuaikan dengan persyaratan dalam pengembangan
proyek PLT-ET, secara spesifik untuk proyek PLT Aneka ET.
Merujuk pada poin (5) di atas, diperlukan verifikasi dan persetujuan oleh Kementerian/Lembaga/
Pemerintah Daerah terkait dengan pengajuan Izin—sebagaimana diilustrasikan pada Gambar E.6. Setelah
mengajukan perizinan berusaha di sistem OSS, badan usaha akan menerima NIB dan Izin Usaha dengan
status Belum Efektif. Untuk membuat Izin Usaha berlaku efektif, badan usaha harus melakukan pemenuhan
komitmen secara online ke layanan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah terkait, dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah
kemudian melakukan verifikasi persyaratan teknis. Apabila persyaratan teknis telah lengkap dan sesuai,
akan diterbitkan Izin Usaha dengan status Efektif melalui sistem OSS. Sebagai catatan, apabila
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum terintegrasi dengan sistem OSS, upaya pemenuhan
komitmen dilakukan sesuai dengan tata cara instansi terkait.
Tidak
Lengkap & Sesuai
Ya
Izin Usaha Penerbitan Izin Usaha Efektif Penerbitan Surat Pemenuhan Komitmen
(Efektif) (oss.go.id) (Aplikasi Perizinan K/L/D)*
xxxvii
Dalam konteks pengembangan proyek PLT Aneka ET melalui mekanisme Pemilihan Langsung, calon
pengembang harus terdaftar dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PLN. Dalam pelaksanaannya,
registrasi calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT serta pelaksanaan pengadaan difasilitasi
melalui aplikasi e-Procurement PLN. Aktivitas pengadaan barang/jasa melalui e-Procurement PLN secara
umum diilustrasikan pada Gambar E.7. Merujuk pada gambar tersebut, proses registrasi awal calon
pengembang hingga terdaftar sebagai DPT dapat direpresentasikan dengan aktivitas (01–02) “Persiapan
Pengadaan Barang/Jasa”, sementara proses Pemilihan Langsung direpresentasikan pada aktivitas (03–10)
“Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa”.
Berdasarkan regulasi terkini, secara spesifik merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya,
seluruh kebutuhan administrasi dan perizinan untuk pengembangan proyek PLT Aneka ET ditabulasikan
pada Tabel E.2—disertai dengan pemangku kepentingan (key actors) dalam pengajuan permohonan dan
verifikasi persyaratan teknis. Dalam tabel tersebut, daftar administrasi dan perizinan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu registrasi legalitas, pengajuan NIB, Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha,
perizinan berusaha berbasis risiko tinggi (Izin), dan pengajuan fasilitas. Sebagai catatan, apabila lokasi PLT
Aneka ET berada di kawasan hutan, maka diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan—
menggantikan KKPR (salah satu Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha).
Registrasi Legalitas
Pengajuan NIB
Kementerian Investasi: Sistem OSS
Nomor Induk Berusaha (NIB)
oss.go.id
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
Pengajuan Fasilitas
Kementerian Investasi:
Pembebasan Bea Masuk Sistem OSS Kementerian Keuangan
oss.go.id
Kementerian Investasi:
Tax Holiday atau Tax Allowance Sistem OSS Kementerian Keuangan
oss.go.id
xxxix
Gambaran Umum Siklus Pengembangan Proyek PLT Aneka Energi Terbarukan
Dalam Pedoman Investasi yang disusun, siklus pengembangan PLT Aneka ET diklasifikasikan ke dalam tiga
fase, yaitu Fase Pengembangan, Fase Pembangunan, dan Fase Operasi. Dari tiga fase tersebut, siklus
pengembangan proyek PLT Aneka ET dibagi menjadi 11 tahap, yaitu: (1) Pelelangan Proyek; (2) Studi
Perencanaan; (3) Legalitas Badan Usaha; (4) Pengajuan Fasilitas; (5) Administrasi dan Perizinan; (6)
Pendanaan; (7) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL); (8) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
(9) Engineering, Procurement, and Construction (EPC); (10) Penyambungan Jaringan Listrik dan
Commissioning; serta (11) Operasi dan Pemeliharaan. Rangkaian fase dan tahap kegiatan tersebut
kemudian digambarkan dalam Gantt Chart dan diagram alir, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar E.8
dan Gambar E.9.
Gantt Chart didesain untuk menggambarkan rangkaian proses bisnis pengembangan PLT Aneka ET yang
kompleks di Indonesia. Desain Gantt Chart mencakup urutan tahap proses bisnis/investasi termasuk
administrasi dan perizinan yang harus dilakukan. Masing-masing tahap kegiatan dalam Gantt Chart
digambarkan dalam sebuah blok yang mendeskripsikan kebutuhan waktu secara kualitatif dan kapan
setiap tahap kegiatan harus dimulai. Selain itu, dalam Gantt Chart juga diberikan informasi mengenai
rangkaian keseluruhan fase pengembangan proyek—sehingga calon pengembang/investor diharapkan
dapat melihat tahap kegiatan/aktivitas yang harus dilakukan di setiap fase. Sedangkan diagram alir
didesain untuk menggambarkan alur prosedural proses bisnis/investasi—lebih menjelaskan hubungan
antar tahap kegiatan/aktivitas.
Uraian masing-masing tahap kegiatan/aktivitas dalam setiap fase pengembangan proyek PLT Aneka ET
dideskripsikan pada bagian setelah Gantt Chart dan diagram alir—mencakup Fase Pengembangan, Fase
Pembangunan, dan Fase Operasi. Rangkaian narasi ini kemudian dirangkum menjadi matriks proses
bisnis/investasi proyek pengembangan PLT Aneka ET—yang diilustrasikan pada Gambar 14. Matriks
tersebut mencakup setiap tahap kegiatan/aktivitas yang disajikan secara berurutan, dilengkapi dengan
pemangku kepentingan (key actors) yang terlibat serta informasi-informasi terkait pengajuan permohonan
dan pelaksanaan verifikasi oleh pemangku kepentingan.
xl RINGKASAN EKSEKUTIF
Gambar E.8: Gantt Chart proses bisnis/investasi proyek PLT Aneka Energi Terbarukan
xli
Gambar E.9: Diagram alir proses bisnis/investasi proyek PLT Aneka Energi Terbarukan
Siklus pengembangan PLT Aneka ET diawali dengan Fase Pengembangan. Pada fase ini, pertama-tama
badan usaha mengikuti Pelelangan Proyek (Tahap 1) yang diadakan oleh PT PLN (Persero). Badan usaha
yang bermaksud untuk mengembangkan PLT Hidro, PLTS, dan PLTB selain PLTA PUPR akan mengikuti
pelelangan proyek dengan dengan mekanisme Pemilihan Langsung (Tahap 1a). Sedangkan badan usaha
yang bermaksud untuk mengembangkan PLTA PUPR akan mengikuti pelelangan proyek dengan
mekanisme Penunjukan Langsung (Tahap 1b). Akan tetapi, perlu menjadi catatan bahwa pengembangan
proyek PLT Hidro, PLTS, dan PLTB dapat dilaksanakan melalui mekanisme Penunjukan Langsung pada
kondisi tertentu.
Pada pelelangan proyek melalui mekanisme Pemilihan Langsung, badan usaha harus mengikuti proses
kualifikasi Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) terlebih dahulu. Setelah terdaftar sebagai DPT, badan usaha
berhak mengikuti lelang proyek berdasarkan undangan lelang dari PT PLN (Persero). Sedangkan, pada
pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung, PT PLN (Persero) akan menginisiasi proses
pelelangan PLTA PUPR atas dasar Surat Penugasan dari Menteri ESDM dan selanjutnya PT PLN (Persero)
akan mengundang badan usaha Mitra Pemanfaatan Barang Milik Negara Lingkup Sumber Daya Air (BMN
SDA) untuk mengikuti proses lelang proyek PLTA PUPR.
Dalam mengikuti pelelangan proyek, badan usaha harus menyerahkan dokumen penawaran dan lampiran
dokumen penawaran berupa dokumen studi perencanaan. Oleh karena itu, badan usaha selanjutnya harus
melakukan Studi Perencanaan (Tahap 2a) berupa studi kelayakan dan studi penyambungan. Studi
kelayakan dilakukan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan dari suatu proyek PLT
Aneka ET. Sedangkan studi penyambungan dilakukan untuk mengkaji kelayakan penyambungan dan
kebutuhan fasilitas penyambungan.
Setelah melakukan Studi Perencanaan, badan usaha menyerahkan dokumen studi kelayakan dan studi
penyambungan sebagai lampiran dokumen penawaran untuk diserahkan ke PT PLN (Persero). Kemudian
PT PLN (Persero) akan melakukan klarifikasi, evaluasi dan negosiasi terhadap dokumen penawaran.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, PT PLN (Persero) akan melakukan penunjukan pemenang lelang
proyek yang diikuti dengan penerbitan dan penandatanganan Surat Penunjukan Pemenang (Letter of
Intent, LoI).
Badan usaha pemenang lelang selanjutnya harus mendirikan badan usaha baru melalui Legalitas Badan
Usaha (Tahap 3) yang umumnya dikenal sebagai Perusahaan Bertujuan Khusus (PBK) atau Special Purpose
Company (SPC) atau Special Purpose Vehicle (SPV)-yang selanjutnya disebut dengan PBK. Sementara itu,
pembentukan PBK untuk pengembangan PLTA PUPR dilakukan sebelum tahap lelang yaitu setelah badan
usaha ditetapkan sebagai Mitra Pemanfaatan BMN SDA oleh Kementerian PUPR.
Badan usaha baru harus memperoleh pengesahan badan usaha oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan
cara mendaftarkan akta pendirian melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) online dan kemudian
mengajukan permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS. Permohonan NIB dilakukan
melalui proses registrasi user, registrasi legalitas, hingga diterbitkannya NIB.
xliii
Kemudian, calon pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Tax Allowance atau Tax
Holiday (Tahap 4a). Permohonan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday dapat dilakukan
melalui sistem OSS dengan menyampaikan dokumen persyaratan. Permohonan yang telah diterima secara
lengkap, akan disampaikan oleh sistem OSS kepada Kementerian Keuangan untuk diverifikasi. Setelah
permohonan pemberian fasilitas fiskal disetujui oleh Menteri Keuangan, penerbitan persetujuan
permohonan fasilitas diperoleh melalui sistem OSS.
Calon pengembang yang telah mendapatkan NIB (Tahap 3), harus mulai mengajukan berbagai
kelengkapan administrasi dan perizinan. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib memenuhi Persyaratan Dasar
Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
merupakan perizinan yang wajib dimiliki oleh semua pelaku usaha untuk semua kategori risiko usaha.
Adapun Perizinan Berusaha Berbasis Risiko merupakan perizinan spesifik yang diperuntukkan bagi
pengusahaan tertentu, misalnya dalam hal pengembangan PLT Aneka ET.
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha pada Fase Pengembangan PLT Aneka ET mencakup Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan Lingkungan (Tahap 5a).
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) merupakan kesesuaian antara rencana kegiatan
pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR)—menggantikan Izin Lokasi dan Izin Pemanfaatan
Ruang. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang,
terdapat tiga jenis KKPR yaitu Konfirmasi KKPR, Persetujuan KKPR, dan Rekomendasi KKPR. Penentuan
perolehan KKPR tersebut dilakukan berdasarkan kesesuaian lokasi dengan tata ruang. Permohonan
pengajuan KKPR dapat dilakukan melalui sistem OSS dengan menyampaikan kelengkapan dokumen
usulan kegiatan. Selanjutnya, penilaian dokumen usulan kegiatan akan dilakukan oleh Kementerian
ATR/BPN. Jika memenuhi persyaratan, penerbitan Konfirmasi/Persetujuan/Rekomendasi KKPR dilakukan
melalui OSS. Secara khusus, apabila lokasi kegiatan usaha berada di kawasan hutan, diperlukan Persetujuan
Penggunaan Kawasan Hutan yang merupakan kewenangan dari Kementerian LHK.
Persetujuan lingkungan merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah—menggantikan Izin Lingkungan. Persetujuan Lingkungan dapat berupa Surat
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PKPLH). SKKLH merupakan Persetujuan Lingkungan untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal), sedangkan PKPLH untuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Persetujuan Lingkungan dapat dilakukan melalui: (i) penyusunan dan uji
kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal); (ii) penyusunan dan pemeriksaan formulir
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL–UPL); atau (iii)
formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Calon pengembang yang telah memenuhi tahap administrasi dan perizinan selanjutnya akan melakukan
Studi Perencanaan Rinci (Tahap 2b). Studi Perencanaan Rinci ini dapat menghasilkan dokumen
perencanaan proyek yang diperlukan oleh pihak penyedia dana (bank atau lembaga pembiayaan) sebagai
persyaratan dalam pemberian pinjaman (Tahap 6).
Studi Perencanaan (Tahap 2b) yang telah diilakukan oleh calon pengembang selanjutnya dapat digunakan
dalam hal permohonan Pendanaan (Tahap 6) untuk Pengembangan PLT Aneka ET.
Mengingat kebutuhan modal investasi yang besar dalam pengembangan PLT Aneka ET, calon
pengembang pada umumnya mendapatkan sumber Pendanaan (Tahap 6) eksternal dari bank, lembaga
pembiayaan, atau pemerintah. Untuk mendapatkan dana pinjaman dari bank ataupun lembaga
pembiayaan, calon pengembang harus mengajukan permohonan dan juga memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan oleh pihak penyedia dana. Setelah calon pengembang menyampaikan permohonan
pendanaan, evaluasi akan dilakukan melalui uji tuntas ( due diligence) dan kajian risiko di setiap tahap
pengembangan proyek. Berdasarkan hasil evaluasi, apabila permohonan disetujui, maka akan disiapkan
Perjanjian Pinjaman, yang harus dipenuhi oleh calon pengembang—hingga diperolehnya Persetujuan
Pendanaan. Setelah mendapatkan Persetujuan Pendanaan, calon pengembang dapat memanfaatkan dana
pinjaman tersebut untuk kegiatan konstruksi, tahap Engineering, Procurement, and Construction (EPC)
dan pendanaan jaminan pelaksanaan proyek untuk keperluan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL).
Selanjutnya, Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap 7) dilakukan setelah tercapainya
kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga Listrik dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Harga Jual Beli
Tenaga Listrik oleh Menteri ESDM. PT PLN (Persero) akan mengundang calon pengembang untuk
penjelasan draf PJBL dan penyerahan persyaratan jaminan pelaksanaan. Apabila persyaratan jaminan
pelaksanaan telah terpenuhi, penandatanganan PJBL antara calon pengembang dengan PT PLN (Persero)
akan dilakukan.
Fase Pembangunan
Fase pembangunan dimulai setelah pengembang melakukan Pemenuhan Biaya ( Financial Close).
Pengembang yang telah melakukan PJBL selanjutnya dapat mengajukan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (IUPTL) (Tahap 8). Syarat utama dalam mengajukan IUPTL adalah dokumen Studi Kelayakan yang
telah dievaluasi oleh Kementerian ESDM dan Kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga Listrik yang telah dicapai
pada tahap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap 7).
xlv
Pengajuan permohonan IUPTL dapat dilakukan melalui sistem OSS untuk penerbitan IUPTL dengan status
“belum efektif”. Selanjutnya, pengembang menyampaikan dokumen persyaratan melalui aplikasi Perizinan
ESDM. DJK-KESDM akan memberikan notifikasi kepada sistem OSS sehingga IUPTL yang diajukan oleh
pengembang dapat diterbitkan—melalui sistem OSS—dengan status “efektif”.
Setelah memperoleh IUPTL, pengembang dapat melakukan permohonan Persetujuan dan Penandasahan
Rencana Impor Barang (RIB) melalui web Perizinan ESDM pada menu Gatrik, disertai dengan Laporan
Hasil Verifikasi RIB dari Surveyor dan lampiran permohonan lainnya. Setelah diverifikasi, Persetujuan dan
Penandasahan RIB akan diberikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan atas nama
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KESDM.
Selanjutnya, setelah mendapatkan Persetujuan dan Penandasahan RIB, pengembang dapat mengajukan
permohonan fasilitas Pembebasan Bea Masuk kepada Kementerian Investasi (BKPM)—melalui sistem
OSS—disertai dengan penyampaian dokumen pengajuan dan lampiran.Apabila seluruh dokumen telah
memenuhi persyaratan, Kepala BKPM (saat ini: Menteri Investasi) atas nama Menteri Keuangan akan
menerbitkan keputusan mengenai Pembebasan Bea Masuk atas impor barang modal. Sebaliknya, jika
dokumen belum disetujui, akan diterbitkan Surat Penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.
Selain Pembebasan Bea Masuk, sebelum memulai kegiatan konstruksi, pengembang juga wajib harus
memenuhi persyaratan kelengkapan administrasi dan perizinan berupa Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG) dan Izin Lainnya (Izin Gangguan dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air/SIPPA) (Tahap
5b). Untuk perolehan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), pengembang mengajukan permohonan PBG
melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG)—juga diikuti dengan
penyampaian persyaratan administrasi dan teknis, berupa data pemohon/pemilik, data bangunan gedung,
dan dokumen rencana teknis. Kelengkapan persyaratan tersebut akan diverifikasi oleh Sekretariat yang
ditugaskan oleh Kepala Dinas Teknis. Setelah itu, pemeriksaan dokumen rencana teknis akan dilakukan
oleh Tim Profesi Ahli (TPA) atau Tim Penilai Teknis (TPT)—yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah. Apabila
dokumen rencana teknis telah memenuhi standar teknis, maka akan diterbitkan Surat Pernyataan
Pemenuhan Standar Teknis oleh Dinas Teknis. Setelah penerbitan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar
Teknis, penetapan nilai retribusi daerah dilakukan oleh Dinas Teknis. Pengembang diharuskan untuk
membayar retribusi daerah yang dan melengkapi formulir pembayaran dengan memasukkan nomor Surat
Setoran Retribusi Daerah (SSRD) dan tanggal pembayaran. Formulir tersebut kemudian diunggah melalui
web SIMBG. Selanjutnya, PBG diterbitkan oleh Dinas Perizinan.
Sebagai persyaratan kegiatan konstruksi, pengembang harus mengajukan perizinan berusaha lainnya yang
diperlukan, yaitu Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie, HO) dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air (SIPPA). Permohonan untuk kedua perizinan berusaha tersebut dapat diajukan kepada Pemerintah
Daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi—di lokasi
pengembangan proyek PLT Aneka ET. Dalam hal ini, pengembang harus menyampaikan dokumen
persyaratan untuk mendapatkan izin tersebut.
Pengembang dan penyedia peralatan terpilih melakukan perjanjian jual beli peralatan. Setelah proses
kegiatan konstruksi dan instalasi peralatan selesai, dilakukan Penyambungan Jaringan Listrik dan
Commissioning (Tahap 10) untuk memastikan bahwa pembangkit listrik dapat dioperasikan dengan aman
dan memenuhi persyaratan serta standar yang berlaku.
Dalam rangka penyambungan jaringan listrik, pengembang harus mengajukan permohonan sambung
untuk pemberian tegangan (energize) kepada pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) dengan
memenuhi persyaratan fasilitas titik sambung. Fasilitas yang dibangun oleh pengembang harus diperiksa
dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan oleh Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi.
Dalam hal LIT menyatakan bahwa kondisi titik sambung memenuhi persyaratan Aturan Jaringan ( Grid
Code) dan siap untuk pemberian tegangan, LIT akan menerbitkan rekomendasi pemberian tegangan dan
percobaan pembebanan. Setelah LIT menerbitkan rekomendasi tersebut, pengembang dan pengelola
operasi sistem PT PLN (Persero) melaksanakan prosedur pemberian tegangan yang telah disusun dan
disepakati bersama.
Setelah proses kegiatan konstruksi selesai, pengembang juga harus memenuhi persyaratan kelengkapan
administrasi dan perizinan yang mencakup Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO)
(Tahap 5c). SLF diajukan setelah proses kegiatan konstruksi selesai, dengan melalui SIMBG dengan
melampirkan Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi. Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi diperoleh dari hasil
verifikasi Pengkaji Teknis dalam hal pemeriksaan kelaikan fungsi gedung. Pemerintah Daerah melalui Dinas
Teknis kemudian melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen serta menerbitkan Surat
Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis melalui aplikasi SIMBG. Selanjutnya, SLF akan diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Kemudian pada saat dilakukannya commissioning, dilakukan beberapa inspeksi serta pengujian peralatan
dan sistem hingga diterbitkannya SLO. Permohonan SLO diajukan melalui sistem OSS untuk penerbitan
SLO dengan status “belum efektif”. Selain itu, pengembang juga harus menghubungi salah satu Lembaga
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik yang berlisensi atau terakreditasi, dan melampirkan dokumen
persyaratan kepada LIT. LIT kemudian akan melakukan pemeriksaan dan pengujian dokumen persyaratan
secara online. Apabila dokumen telah lengkap dan sesuai, DJK-KESDM akan menerbitkan Registrasi SLO.
Selain itu, LIT juga akan melakukan pemeriksaan dan pengujian ke lokasi serta penyusunan laporan.
Merujuk pada Registrasi SLO dan laporan dari LIT, DJK-KESDM akan melakukan verifikasi dan validasi
keabsahan SLO. Selanjutnya, setelah semua dokumen memenuhi persyaratan, sistem OSS akan
menerbitkan SLO dengan status “efektif”.
xlvii
Fase Operasi
Fase operasi dimulai setelah kegiatan konstruksi dan commissioning pembangkit selesai dilakukan, yang
ditandai dengan Commercial Operation Date (COD). Kegiatan utama pada tahap ini adalah produksi listrik
serta penjualan listrik dari PLT Aneka Et ke PT PLN (Persero). Pada fase ini, pengembang harus
melaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan PLT Aneka ET secara rutin (Tahap 11) sesuai Standard
Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selain itu, pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Tax Allowance atau Tax
Holiday (Tahap 4c). Pengajuan pemanfaatan fasilitas tersebut dapat dilakukan melalui sistem OSS, dengan
menyampaikan dokumen persyaratan. Pengembang akan memperoleh fasilitas tersebut dengan
pemenuhan persyaratan dan pemeriksaan lapangan oleh Direktur Jenderal Pajak serta penetapan oleh
Menteri Keuangan—berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.
xlix
l RINGKASAN EKSEKUTIF
li
7. Penyedia Dana Potensial
Dalam pedoman, bagian ini ditujukan untuk memberikan gambaran umum kepada investor mengenai
penyedia dana potensial dalam pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga energi terbarukan (PLT-
ET) di Indonesia. Bagian ini mencakup informasi mengenai fasilitas pembiayaan serta penyedia dana
potensial di tingkat nasional dan internasional.
Fasilitas Pembiayaan
Secara umum, pembiayaan proyek PLT-ET berasal dari tiga sumber utama dengan definisi sebagai berikut:
a. Ekuitas, yaitu modal yang diperoleh dari pemegang saham akan dikembalikan kepada pemegang
saham perusahaan.
b. Pinjaman atau utang, yaitu sejumlah uang yang disediakan oleh pihak ketiga untuk proyek yang
harus dilunasi selama atau di akhir jangka waktu yang disepakati, ditambah bunga selama periode
peminjaman.
c. Hibah, yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh pihak ketiga untuk suatu proyek dan tidak perlu
dibayar kembali.
Jenis fasilitas pembiayaan yang umum digunakan untuk pengembangan proyek PLT-ET di Indonesia
mencakup pembiayaan ekuitas, senior debt, leasing, pembiayaan mezzanine (pinjaman subordinasi),
pembiayaan proyek, dan pembiayaan syariah.
Di Indonesia, lembaga jasa keuangan yang dapat membiayai proyek pengembangan PLT-ET terdiri dari
bank dan lembaga pembiayaan. Saat ini, bank dan lembaga pembiayaan memiliki Program Keuangan
Berkelanjutan yang secara khusus memberikan pembiayaan untuk sektor hijau, mencakup Energi
Terbarukan dan Efisiensi Energi.
Delapan bank di Indonesia telah membentuk Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) sebagai
komitmen nyata industri perbankan dalam mendukung pembiayaan hijau. Saat ini, keanggotaan IKBI telah
berkembang menjadi 15 lembaga, yang terdiri dari 14 (empat belas) bank dan 1 (satu) perusahaan
pembiayaan infrastruktur. Dalam pelaksanaannya, penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan yang
telah dilakukan oleh delapan (8) lembaga anggota IKBI dapat dirangkum pada Tabel E.3.
Lembaga pembiayaan yang beroperasi di Indonesia meliputi: (a) perusahaan pembiayaan konvensional
dan syariah; (b) perusahaan modal ventura konvensional dan syariah; dan (c) perusahaan pembiayaan
infrastruktur konvensional dan syariah. Dalam implementasinya, lembaga pembiayaan yang saat ini telah
memiliki program pembiayaan berkelanjutan adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT
Indonesia Infrastructure Finance.
PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) merupakan institusi keuangan non-perbankan nasional yang
bergerak dalam bidang pembiayaan infrastruktur, dengan fokus investasi pada proyek-proyek
infrastruktur yang layak secara komersial. Sektor-sektor prioritas proyek infrastruktur yang didukung oleh
PT IIF mencakup infrastruktur ketenagalistrikan, energi terbarukan, konservasi energi, dan lainnya.
Portofolio pembiayaan proyek PLT-ET dari PT IIF hingga tahun 2020 dirangkum dalam Tabel E.5.
liii
Tabel E.4: Portofolio pembiayaan berkelanjutan PT SMI (Persero) dalam proyek PLT-ET
2. PLTBm Wapeko, Merauke (3,5 MW) 6. PLTBm Deli Serdang (9,9 MW)
3. PLTMH Tunggang, Bengkulu (3x3,33 MW) 7. PLPT Dieng Skala Kecil (10 MW)
1. PLTA Asahan, Sumatera Utara (180 MW) 7. PLTMH Tomasa, Sulawesi Tengah (2x5 MW)
4. PLTA Tomata, Sulawesi Tengah (3x3,7 MW) 10. PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan (70 MW)
5. PLTP Wayang Windu, Jawa Barat (227 MW) 11. PLTBm Aceh (1x12 MW)
a. ASEAN Catalytic Green Finance Facility (ACGF), yaitu sebuah fasilitas pembiayaan yang
diluncurkan pada April 2019 dengan tujuan untuk mendukung negara anggota ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) dalam mempersiapkan dan mencari pendanaan publik
maupun swasta untuk proyek infrastruktur yang mempromosikan energi terbarukan, efisiensi
energi, transportasi perkotaan hijau, pasokan air dan sanitasi, pengelolaan limbah, dan pertanian
tahan iklim.
b. International Finance Corporation (IFC), yaitu lembaga pembangunan global terbesar yang
berfokus pada sektor swasta di negara berkembang. Program IFC dirancang untuk memenuhi
kebutuhan klien di berbagai industri, dengan fokus khusus pada sektor infrastruktur, manufaktur,
agrobisnis, layanan jasa, dan pasar keuangan. Di sektor infrastruktur, IFC menawarkan pembiayaan
jangka panjang serta keahlian terdepan dalam industri untuk mengembangkan proyek
infrastruktur di beberapa bidang, salah satunya adalah energi.
Dalam pedoman, bagian ini disusun untuk memberikan gambaran umum aspek keekonomian proyek PLT
Aneka Energi Terbarukan (PLTA, PLTM/MH, PLTS, dan PLTB) dengan menggarisbawahi prinsip economies
of scale dalam investasi. Pada bagian ini disajikan estimasi biaya proyek, ringkasan struktur biaya proyek
berdasarkan komponen biaya PT PLN (Persero), serta kurva biaya yang memberikan hubungan nilai biaya
investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang PLT Bioenergi berdasarkan hasil
analisis profitabilitas. Seluruh biaya dan hasil estimasi yang disajikan dalam bab ini didasarkan pada data
tekno-ekonomi—yang telah melalui review para stakeholders—dalam kajian MTRE3 sebelumnya, yaitu
Pengembangan Marginal Abatement Cost Curve (MACC) Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan di
4 Provinsi Percontohan MTRE3.
Biaya Proyek
Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTA, PLTM/MH, PLTS, dan PLTB yang mencakup konfigurasi
pembangkit, data teknis, dan data biaya proyek untuk empat variasi kapasitas terpasang ( Case 1-4),
masing-masing ditunjukkan pada Tabel E.6, Tabel E.7, Tabel E.8, dan Tabel E.9. Biaya investasi PLTA 150
MW, PLTM/PLTMH 5 MW, PLTS 5 MW, dan PLTB 10 MW digunakan sebagai basis estimasi biaya investasi
pada case kapasitas lainnya melalui persamaan berikut.
0,7
Kapasitas rencana
Nilai Proyek rencana = Nilai Proyek referensi × ( )
Kapasitas referensi
Data Teknis
Data Biaya
lv
Tabel E.7: Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTM/MH
Data Teknis
Data Biaya
Data Teknis
Data Biaya
Data Teknis
Data Biaya
Rangkuman struktur biaya proyek sesuai dengan terminologi PT PLN (Persero) untuk PLTA, PLTM/MH,
PLTS dan PLTB masing-masing ditunjukkan pada Tabel 65, Tabel E.11, Tabel E.12, dan Tabel E.13, dengan
empat komponen biaya, yaitu: (i) Komponen A, capital cost recovery; (ii) Komponen B, biaya O&M tetap;
(iii) Komponen C, biaya bahan bakar; dan (iv) Komponen D, biaya O&M variabel. Komponen A diestimasi
berdasarkan asumsi umur proyek dan discount rate sebesar 10% tanpa memperhitungkan profit. Hasil
penjumlahan keempat komponen tersebut merupakan nilai Levelized Cost of Electricity (LCOE) atau biaya
pokok pembangkitan.
Komponen
Deskripsi Unit 50 MW 100 MW 150 MW 300 MW
Biaya
lvii
Tabel E.11: Ringkasan komponen biaya proyek PLTM/MH
Komponen
Deskripsi Unit 0,1 MW 0,5 MW 5 MW 10 MW
Biaya
Komponen
Deskripsi Unit 1 MW 5 MW 25 MW 50 MW
Biaya
Komponen
Deskripsi Unit 10 MW 30 MW 50 MW 100 MW
Biaya
Berdasarkan komponen biaya yang telah dirangkum di atas, analisis keekonomian dilakukan dengan hasil
ditampilkan dalam bentuk kurva biaya. Asumsi perhitungan yang digunakan dalam analisis meliputi: (i)
capacity factor untuk PLTA sebesar 60%, PLTM/MH 65%, PLTS 17% dan PLTB 35%; (ii) rasio ekuitas dan
pinjaman adalah 30:70; (iii) umur pembangkit untuk PLTA dan PLTM/MH 50 tahun, PLTS 25 tahun, dan
PLTB 30 tahun; (iv) tarif pajak penghasilan sebesar 25% per tahun; (v) suku bunga pinjaman sebesar 7%
per tahun; (vi) jangka waktu pinjaman untuk PLTA, PLTM/MH dan PLTB selama 15 tahun dan PLTS selama
10 tahun; (vii) jadwal penyusutan menggunakan metode 7-year MACRS schedule; (viii) periode konstruksi
PLTA dan PLTM/MH selama 3 tahun dan PLTS serta PLTB selama 1 tahun; (ix) discount rate sebesar 10%;
dan (x) penetapan IRR sebesar 11%.
Kurva biaya proyek PLTA berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.11. Hasil plot
estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTA ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTA dengan kapasitas
50 MW memberikan nilai investasi spesifik 3,21 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip economies of
scale, PLTA dengan kapasitas 300 MW memberikan nilai investasi spesifik 1,87 juta-USD/MW. Secara
keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTA ditunjukkan dengan tren kurva
yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 50 MW hingga 300 MW. Di samping itu, economies of
scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTA. Hasil plot harga jual listrik
menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTA berkapasitas 50 MW
memberikan harga jual listrik 11,10 cent-USD/kWh, sedangkan PLTA berkapasitas 300 MW memberikan
harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 6,80 cent-USD/kWh.
Gambar E.11: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTA
lix
Kurva Biaya Proyek PLTM/MH
Kurva biaya PLTM/MH berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.12. Hasil plot
estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTM/PLTMH ditunjukkan dengan
kurva berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTM/PLTMH
dengan kapasitas 0,1 MW memberikan nilai investasi spesifik 8,12 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan
prinsip economies of scale, proyek PLTM/PLTMH dengan kapasitas 10 MW memberikan nilai investasi
spesifik 2,04 juta-USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek
PLTM/PLTMH ditunjukkan dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 0,1 MW
hingga 10 MW. Di samping itu, economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga
jual listrik PLTM/PLTMH. Hasil plot harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya
investasi spesifik, dengan PLTM/PLTMH berkapasitas 0,1 MW memberikan harga jual listrik 23,70 cent-
USD/kWh, sedangkan PLTM/PLTMH berkapasitas 10 MW memberikan harga jual listrik yang lebih
kompetitif, yaitu 6,70 cent-USD/kWh.
Gambar E.12: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTM/MH
lx RINGKASAN EKSEKUTIF
Kurva Biaya Proyek PLTS
Kurva biaya proyek PLTS berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.13. Hasil plot
estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTS ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, PLTS dengan kapasitas 1 MW memberikan nilai investasi
spesifik 1,17 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip economies of scale, PLTS dengan kapasitas 50
MW memberikan nilai investasi spesifik 0,36 juta-USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada
biaya investasi spesifik proyek PLTS ditunjukkan dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari
kapasitas 1 MW hingga 50 MW. Di samping itu, economies of scale pada biaya investasi spesifik juga
mempengaruhi harga jual listrik PLTS. Hasil plot harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan
tren biaya investasi spesifik, dengan PLTS berkapasitas 1 MW memberikan harga jual listrik 15,70 cent-
USD/kWh, sedangkan PLTS berkapasitas 50 MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu
5,80 cent-USD/kWh.
Gambar E.13: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTS
lxi
Kurva Biaya Proyek PLTB
Kurva biaya proyek PLTB berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.14. Hasil plot
estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTB ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, PLTB dengan kapasitas 10 MW memberikan nilai investasi
spesifik 2,62 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip economies of scale, PLTB dengan kapasitas 100
MW memberikan nilai investasi spesifik 1,31 juta-USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada
biaya investasi spesifik proyek PLTB ditunjukkan dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari
kapasitas 10 MW hingga 100 MW. Di samping itu, economies of scale pada biaya investasi spesifik juga
mempengaruhi harga jual listrik PLTB. Hasil plot harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan
tren biaya investasi spesifik, dengan PLTB berkapasitas 10 MW memberikan harga jual listrik 15,60 cent-
USD/kWh, sedangkan PLTB berkapasitas 100 MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu
8,80 cent-USD/kWh.
Gambar E.14: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTB
1.1 Pendahuluan
Aneka Energi Terbarukan—disingkat Aneka ET— Seperti pembangkit listrik energi terbarukan
merupakan terminologi yang umum digunakan di lainnya, PLT Hidro bersifat domestik/lokal (site-
Indonesia untuk merepresentasikan kelompok specific), mengingat karakteristiknya sangat
energi terbarukan selain panas bumi dan bergantung pada sumber aliran di setiap lokasi
bioenergi, yaitu meliputi energi hidro, surya, angin, proyek. Ditinjau dari sumber alirannya, PLT Hidro
dan arus laut. Dari kelompok Aneka ET tersebut, dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
energi hidro, surya, dan angin merupakan tiga pembangkit berbasis reservoir, run-of-river, dan
sumber energi yang telah diimplementasikan pumped storage. Dalam praktiknya di Indonesia,
secara komersial dalam penyediaan tenaga listrik PLTA umumnya memanfaatkan reservoir berupa
di Indonesia. waduk/bendungan maupun run-of-river dari
sungai yang besar. Adapun PLTM/PLTMH
Mengambil batasan pengembangan pembangkit umumnya memanfaatkan run-of-river dari sungai
listrik Aneka ET secara komersial di Indonesia, yang lebih kecil atau kanal (reservoir kecil).
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga
Aneka Energi Terbarukan ini disusun dengan Melihat histori dan status implementasinya secara
cakupan pengembangan PLT Hidro (PLTA dan global, PLT Hidro merupakan teknologi
PLTM/PLTMH), PLTS, dan PLTB di Indonesia. pembangkit listrik yang matang. Selain itu, PLT
Hidro juga memiliki umur pakai (lifetime) yang
Energi Hidro panjang, diproyeksikan dapat beroperasi hingga
50 tahun—di mana umumnya PLT lain berumur 30
Dalam kategori Aneka ET, energi hidro merupakan tahun.
sumber energi tertua yang dimanfaatkan dalam
penyediaan tenaga listrik. Energi ini dikenal andal Dalam pengembangannya terdapat beberapa
dan fleksibel dalam pembangkitan listrik.Sistem tantangan yang umum menjadi perhatian
pembangkit listrik berbasis energi hidro investor/pengembang proyek, antara lain adalah
(PLT Hidro) umumnya memiliki rentang kapasitas ketersediaan data hidrologi—dalam kurun waktu
yang besar—puluhan hingga ribuan megawatt. Di yang cukup—sebagai basis perencanaan proyek
Indonesia, PLT Hidro diklasifikasikan menjadi dan isu pembebasan lahan, khususnya dalam
empat jenis berdasarkan kapasitasnya (SNI konstruksi reservoir.
8396:2019), yaitu (i) Pembangkit Listrik Tenaga
Pikohidro (PLT Piko) dengan kapasitas kurang dari Sebagai reservoir hidrologis, pengoperasian PLT
5 kW; (ii) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Hidro, khususnya PLTA, harus memenuhi
(PLTMH) dengan kapasitas 5–1000 kW; (iii) beberapa aturan terkait tata kelola air dan
Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) lingkungan. Aturan yang dimaksud mencakup
dengan kapasitas 1–10 MW; dan (iv) Pembangkit batasan tumpahan (spillage) reservoir, level
Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas di atas reservoir, pelepasan air musiman (seasonal water
10 MW. releases), kualitas air, dan dampak hilir.
Berdasarkan topologi sistemnya, PLTS dapat Pembangunan PLTB offshore memiliki berbagai
dikembangkan secara on-grid, off-grid, dan tantangan yang kompleks seperti pembangunan
hybrid. Adapun berdasarkan lokasi struktur pondasi lepas pantai, instalasi power
pemasangannya, pengembangan PLTS di supply dan transfer data di area lepas pantai, isu
Indonesia secara umum dapat dikategorikan pemeliharaan, dan kebutuhan biaya yang jauh
menjadi tiga, yaitu PLTS lahan (ground-mounted), lebih tinggi. Dalam pedoman ini, pembahasan
1
PLTS terapung, dan PLTS atap (rooftop). terkait PLTB dibatasi pada pengembangan PLTB
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan umum onshore.
pengembangan PLTS di Indonesia antara lain:
1
DJEBTKE-KESDM. Presentasi KESDM : National Solar Energy Regulation and Development Program. 2018.
2
National Renewable Energy Laboratory. Wind Energy Technology: Current Status and R&D Future. 2008.
Tren Tekno-Ekonomi PLT Aneka ET di dan (ii) biaya pengadaan yang mencakup
peralatan elektrikal dan mekanikal. Dari kedua
Dunia
komponen tersebut, biaya pekerjaan sipil
Energi Hidro umumnya merupakan bagian terbesar dari total
biaya terpasang, mengingat PLT Hidro
Gambar 1 menunjukkan grafik tren tekno-ekonomi memerlukan pembuatan reservoir maupun kanal
pengembangan PLT Hidro—PLTM, PLTMH, dan untuk aliran air.
PLTA—di dunia yang terdiri dari total biaya
terpasang (installed cost), faktor kapasitas
Parameter utama dalam pengembangan
(capacity factor), dan Levelised Cost of Electricity
(LCOE) dalam rentang tahun 2010 hingga 2019.
PLT Hidro meliputi head, ukuran
Grafik tren—digambarkan dengan garis— reservoir, laju aliran air, dan arus masuk
menunjukkan nilai rata-rata terbobotkan dari data musiman.
pengembangan PLT Hidro secara global (global
weighted average) yang bersumber dari IRENA
Nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang
Renewable Cost Database. Dalam grafik tersebut
proyek PLT Hidro di dunia dari tahun 2010 hingga
dapat dilihat pula rentang nilai—minimum hingga
2019 berada dalam kisaran 1.200 USD/kW hingga
maksimum—dari data yang disajikan.
1.800 USD/kW. Fluktuasi pada tren rata-rata
terbobotkan total biaya terpasang dipengaruhi
Pembangunan proyek PLT Hidro oleh bauran implementasi PLT Hidro di berbagai
bervariasi dalam ukuran dan wilayah serta perubahan pada biaya spesifik
proyek—berkaitan dengan karakteristik lokasi.
karakteristik, dipengaruhi oleh lokasi
proyek. Grafik kedua (tengah) menunjukkan tren faktor
kapasitas PLT Hidro secara global. IRENA
Grafik pertama (kiri) memberikan gambaran tren Renewable Cost Database menunjukkan bahwa
total biaya terpasang dalam pengembangan PLT faktor kapasitas PLT Hidro berada pada rentang
Hidro secara global. Pada prinsipnya, biaya 23% hingga 79%. Rentang yang luas ini merupakan
terpasang PLT Hidro bervariasi karena sensitif hal yang wajar, mengingat setiap proyek PLT
terhadap kondisi dari tiap proyek (project Hidro memiliki karakteristik lokasi yang sangat
specific). Hal ini disebabkan karena biaya berbeda, yang juga mempengaruhi faktor
terpasang sangat dipengaruhi oleh variasi biaya kapasitas serta desain pembangkit. Berdasarkan
pengembangan, pekerjaan sipil, logistik, dan biaya grafik, nilai rata-rata terbobotkan faktor kapasitas
jaringan listrik. PLT Hidro secara global pada tahun 2019 berada
di angka 48,4%. Adapun, berdasarkan informasi
Total biaya terpasang PLT Hidro terdiri dari dua dari Direktorat Aneka EBT, DJEBTKE-KESDM, nilai
komponen utama yaitu (i) biaya pekerjaan sipil, faktor kapasitas PLT Hidro di Indonesia rata-rata
meliputi pengembangan infrastruktur yang berada pada nilai 60%. Namun, faktor kapasitas
dibutuhkan untuk akses ke lokasi, penyambungan dari setiap PLT Hidro juga akan dipengaruhi oleh
jaringan listrik, dan biaya pengembangan proyek; mode pengoperasian yang dijalankan.
Gambar 1: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLT Hidro di dunia, 2010–2019
Gambar 2: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTS di dunia, 2010–2019
Status Pengembangan PLT Aneka ET di PLTMH. Secara total, kapasitas PLT Hidro memiliki
porsi 8,5% dari total kapasitas pembangkit yang
ASEAN dan Indonesia
ada di Indonesia—terbesar dibandingkan PLT
Energi Hidro berbasis ET lainnya.
Karena sifatnya yang andal, domestik, dan bebas Meskipun total kapasitas terpasang PLT Hidro
emisi, PLT hidro telah dikembangkan oleh hampir sudah tergolong besar dan terus meningkat tiap
seluruh negara di dunia, termasuk negara-negara tahunnya, angka tersebut masih jauh dari target
ASEAN. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 4, Pemerintah Indonesia untuk mencapai target 23%
pada tahun 2019, jumlah kapasitas terpasang PLT ET pada bauran energi primer di tahun 2025—
Hidro di Indonesia mencapai 5,97 GW, keempat dengan PLT Hidro diproyeksikan memiliki
terbesar di antara negara ASEAN lainnya setelah kapasitas 18 GW PLTA dan 3 GW PLTM/MH. Hal ini
Vietam (18,07 GW), Malaysia (6,24 GW), dan Laos mengindikasikan peluang investasi dalam
(6,03 GW). pengembangan PLT Hidro masih sangat besar,
terutama guna mengisi kesenjangan komitmen
Berdasarkan data Kementerian ESDM, komposisi kapasitas PLT Hidro oleh Pemerintah Indonesia—
kapasitas PLT Hidro terpasang di Indonesia terbagi sekitar 12,44 GW PLTA dan 2,58 GW PLTM/MH.
menjadi 5,56 GW PLTA; 0,31 GW PLTM; dan 0,11
Peta sebaran PLT Hidro yang beroperasi di MW di Sumatera Utara oleh PT Bajradaya
Indonesia disajikan pada Gambar 5. Dari peta Sentranusa yang beroperasi di tahun 2011. PLTA ini
sebaran tersebut, diperoleh informasi bahwa memanfaatkan run-of-river dari Sungai Asahan
sebagian besar PLT Hidro berlokasi di Provinsi sebagai sumber energinya. Selain PLTA Asahan,
Jawa Barat, dengan dua PLTA terbesar yaitu PLTA PLTA Merangin 350 MW juga menggunakan
Cirata 1 GW dan PLTA Saguling 700 MW yang skema IPP—PT Kerinci Merangin Hidro (bagian
memanfaatkan waduk. PLTA Saguling telah dari Kalla Group) di Jambi, direncanakan akan
beroperasi sejak tahun 1986 sedangkan PLTA mulai beroperasi pada tahun 2025.
Cirata sejak tahun 1998 (504 MW). Hal ini
menunjukkan bahwa umur PLTA relatif lebih Sedangkan untuk skema PPP, terdapat rencana
panjang dibandingkan PLT lainnya. pengembangan PLTA Batang Toru 4x127,5 MW
oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) di
Berdasarkan skema implementasinya, investasi Sumatera Utara yang sebagian sahamnya dimiliki
pengembangan PLT Hidro dapat dilakukan melalui oleh PJBI (PT PJB Investasi). PLTA Batang Toru
skema Independent Power Producer (IPP) atau direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun
Public Private Partnership (PPP). Contoh skema 2022.
IPP pada PLT Hidro adalah PLTA Asahan I 2x90
PLTA Cirata merupakan pembangkit listrik tenaga air terbesar di Asia Tenggara dengan total kapasitas
terpasang 1.008 MW dengan produksi listrik rata-rata 1.428 GWh pertahun. PLTA Cirata I dan II masing-
masing terdiri dari empat unit dengan kapasitas terpasang sebesar 126 MW setiap unitnya. PLTA Cirata
terletak di kawasan arus sungai (DAS) Citarum di Desa Tegal Waru, Distrik Plered, Kabupaten
Purwakarta.
PLTA Cirata dioperasikan oleh anak perusahaan PT PLN (Persero) yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali
(PJB) yang disalurkan melewati arus transmisi tenaga listrik 500 kilovolt (kV) ke sistem Jawa Bali yang
diatur oleh dispatcher PLN Pusat Pengatur Beban (P3B). PLTA Cirata memiliki kontribusi utama dalam
mengakomodasi beban puncak sistem Jawa-Bali dengan mode operasi LFC (Load Frequency Control)
pada pukul 17.00-22.00. Jika sistem Jawa Bali mengalami pemadaman, PLTA Cirata berperan dalam
proses start-up operasi/sinkronisasi ke jaringan 500 kV dengan relatif cepat, yaitu kurang dari lima
menit.
3
DPR RI. Laporan Kunjungan Spesifik Komisi VIII DPR RI ke PLTA-PLTS Terapung Cirata PT PLN (Persero) di Purwakarta Provinsi
Jawa Barat. 2020.
PLTS Likupang 15 MW
COD : 2019
PLTS Likupang merupakan PLTS terbesar di Indonesia dan sebagai penopang sistem kelistrikan jaringan
PLN Sulutgo (Sulawesi Utara-Gorontalo) sebesar 15 MW (21 MWp). PLTS Likupang terdiri dari 64.620
unit panel surya yang membentang di atas lahan seluas 29 hektar. PLTS Likupang mulai beroperasi sejak
5 September 2019 dengan durasi operasi selama 12 jam, mulai dari pukul 05.30 hingga pukul 17.30.
Selama beroperasi, pembangkit ini mampu melistriki hingga 15.000 rumah tangga serta diestimasi dapat
mereduksi emisi GRK hingga 20 ribu ton. PLTS Likupang beroperasi secara online dengan jaringan listrik
milik PLN atau tanpa baterai (storage). PLTS ini dibangun dalam waktu 1,5 tahun dengan total biaya
investasi mencapai 29,2 juta USD.
PLTB Sidrap 75 MW
COD : 2018
PLTS Sidrap merupakan PLTB komersial pertama di Indonesia yang terletak di Desa Mattirotasi dan
Desa Lainungan. Pembangkit ini mulai beroperasi pada tanggal 5 April 2018 dan mampu menyuplai lebih
dari 70.000 pelanggan listrik dengan daya 900 Volt Ampere (VA). PLTB Sidrap juga memiliki dampak
positif terhadap masyarakat Sidrap berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan
tenaga kerja serta menjadi sumber potensi wisata. Pembangunan proyek PLTB Sidrap ini sendiri
dilakukan dalam waktu 2,5 tahun dengan nilai investasi sebesar 150 juta USD.
Mengingat sumber daya energi terbarukan— Informasi terkait potensi aneka ET (potensi hidro,
termasuk aneka ET—bersifat spesifik lokasi (site- surya, dan angin) dapat dipilih untuk ditampilkan
specific), informasi terkait lokasi proyek beserta di bawah menu “Energi Baru Terbarukan”.
karakteristik sumber dayanya sangatlah krusial Informasi potensi hidro yang ditampilkan
bagi pengembang atau investor. Lokasi proyek dilengkapi dengan label yang mencakup:
(project site) beserta gambaran potensi sumber mikrohidro kelas A – D (PLTM), minihidro
daya aneka ET merupakan informasi dasar yang (PLTMH), serta PLTA skala menengah dan besar.
diperlukan dalam tahap pengembangan PLT Untuk potensi surya, informasi yang ditampilkan
Aneka ET. Berdasarkan urgensi tersebut, pedoman berupa potensi surya dalam satuan Watt/m2.
ini merangkum beberapa sumber informasi Sementara, informasi potensi angin yang
potensi aneka ET serta rencana pengembangan ditampilkan berupa kecepatan angin dalam satuan
PLT Aneka ET yang dapat dirujuk oleh m/s.
pengembang atau investor.
Selain potensi sumber daya, ESDM One Map juga
Buku Statistik EBTKE menyajikan informasi yang dapat mendukung
pengembangan PLT Aneka ET seperti sebaran
Buku Statistik EBTKE merupakan publikasi pembangkit eksisting, lokasi gardu induk, jaringan
tahunan Direktorat Jenderal Energi Baru, listrik, batas administrasi, dan lainnya.
Terbarukan, & Konservasi Energi – Kementerian
Energi & Sumber Daya Mineral (DJEBTKE-KESDM) RUPTL PT PLN (Persero)
dalam rangka menyediakan informasi publik di
bidang EBTKE. Buku ini memuat informasi terkait Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
penyediaan EBT, pengusahaan EBT, dan (RUPTL) merupakan dokumen perencanaan
pemanfaatan energi yang disajikan dalam bentuk ketenagalistrikan tahunan yang dipublikasikan
tabel, grafik, dan peta sebaran. Namun perlu oleh PT PLN (Persero). RUPTL menyajikan
dicatat bahwa pemutakhiran data dalam buku informasi ketenagalistrikan di tingkat nasional
statistik ini dilakukan pada tahun 2016. maupun secara spesifik di tingkat provinsi.
Informasi ketenagalistrikan yang diberikan
ESDM One Map merupakan proyeksi dan rencana dalam sepuluh
tahun ke depan. Beberapa informasi penting yang
ESDM One Map merupakan suatu aplikasi berbasis disajikan mencakup:
web yang menampilkan peta sebaran terkait
energi dan sumber daya mineral—termasuk • Proyeksi penjualan tenaga listrik dan jumlah
potensi hidro, surya, dan angin. ESDM One Map pelanggan, terbagi dalam empat sektor yaitu
dapat diakses dengan alamat sektor rumah tangga, bisnis, publik, dan
www.geoportal.esdm.go.id . industri. Informasi ini bermanfaat untuk
Untuk memberikan gambaran tentang potensi energi surya yang sangat besar yaitu 207,9 GW
pengembangan aneka ET di Indonesia, bagian ini tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Besaran
merangkum potensi-potensi yang ada potensi energi surya setiap provinsi ditampilkan
berdasarkan Buku Statistik EBTKE. pada Tabel 3. Sebagai tambahan, pada ESDM One
Map juga ditampilkan informasi nilai potensi surya
Energi Hidro dalam satuan Watt/m2 dan kWh/m2 per hari.
24 POTENSI ANEKA ET
Tabel 1: Potensi energi hidro (PLTA) di Tabel 2: Potensi energi hidro (PLTM/MH)
Indonesia di Indonesia
Sumber: DJEBTKE-KESDM. Statistics of New and Sumber: DJEBTKE-KESDM. Statistics of New and
Renewable Energy and Energy Conservation 2016. Renewable Energy and Energy Conservation 2016.
Desember 2016. Desember 2016.
26 POTENSI ANEKA ET
2.3 Potensi Pengembangan PLT Aneka ET di Provinsi
Percontohan MTRE3
ENERGI HIDRO
ENERGI SURYA
28 POTENSI ANEKA ET
Tabel 6: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Jambi
ENERGI HIDRO
ENERGI SURYA
Jenis
No. Lokasi/Nama Pembangkit Kapasitas (MW)
Pembangkit
ENERGI HIDRO
3 PLTA Merangin 5 21
4 PLTA Bangko 2 87
5 PLTA Bangko 1 81
6 PLTA Bangko 3 93
8 PLTM Sarolangun 1
9 PLTM Nilo 5
30 POTENSI ANEKA ET
Tabel 8: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi
Sulawesi Barat
ENERGI HIDRO
Jenis
No. Lokasi/Nama Pembangkit Kapasitas (MW)
Pembangkit
ENERGI HIDRO
1 PLTA Tabulahan 16
2 PLTA Masupu 35
6 PLTM Tetean 2
7 PLTM Tabulahan 10
ENERGI ANGIN/BAYU
1 PLTB Majene 30
ENERGI HIDRO
ENERGI SURYA
ENERGI ANGIN/BAYU
32 POTENSI ANEKA ET
Tabel 11: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Jenis
No. Lokasi/Nama Pembangkit Kapasitas (MW)
Pembangkit
ENERGI HIDRO
3 PLTM Watupagantung 15
ENERGI SURYA
5 PLTS Sumba 5
6 PLTS Larantuka/Flores 4
ENERGI ANGIN/BAYU
3 PLTB Kupang 30
4 PLTB Sumba 3
3.1 Pengantar
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam Perumahan Rakyat, PUPR) dan Kementerian
pemanfaatan energi bersih dan upaya reduksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (iv) PT PLN
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor energi, (Persero); (v) Pemerintah Daerah; (vi) Penyedia
salah satunya melalui pengembangan pembangkit Dana; serta (vii) Pengembang. Peran masing-
listrik berbasis energi terbarukan. Untuk masing pemangku kepentingan kunci (key actors)
mengimplementasikan hal tersebut, Pemerintah sebagaimana digambarkan dalam Gambar 10
Indonesia telah menyusun strategi dengan diuraikan singkat di bawah ini.
melibatkan peran dan fungsi Kementerian/
Lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah, Presiden, berperan sebagai pengarah dalam
antara lain dalam hal perumusan kebijakan dan sektor ketenagalistrikan nasional yang
regulasi di sektor ketenagalistrikan (khususnya disinkronisasikan dengan upaya mitigasi
pemanfaatan sumber daya energi terbarukan perubahan iklim. Melalui DEN—yang diketuai oleh
untuk pembangkitan listrik), sistem perizinan, Presiden—Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan
proses investasi, dan lainnya. Setiap pemangku Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)
kepentingan kunci (key actors) memegang dirumuskan dan ditetapkan.
peranan krusial dalam pengembangan
Kementerian ESDM memegang peranan penting
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan
dalam hal perumusan kebijakan mengenai energi
(PLT-ET) di Indonesia, khususnya dalam
terbarukan dan sektor ketenagalistrikan.
menciptakan iklim investasi yang menarik dan
Kementerian ESDM memiliki kewenangan dalam
mendorong mobilisasi investasi.
mengatur pemanfaatan sumber daya energi
Dalam Gambar 10 disajikan pemangku terbarukan untuk pembangkit listrik serta
kepentingan kunci (key actors) dalam perumusan kebijakan pasar tenaga listrik.
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi
Dalam hal investasi energi terbarukan di Indonesia,
terbarukan, terdiri dari: (i) Presiden; (ii) Dewan
Kementerian Investasi (BKPM) memiliki peranan
Energi Nasional (DEN); (iii) Kementerian terkait,
penting—utamanya dalam menyediakan sistem
yaitu Kementerian Energi & Sumber Daya Mineral
dan layanan perizinan. Sejak 9 Juli 2018, BKPM
(ESDM), Kementerian Investasi (Badan Koordinasi
telah meluncurkan sistem online
pelayanan
Penanaman Modal, BKPM), Kementerian
berbasis-web, yaitu Online Single Submission
Lingkungan Hidup & Kehutanan (LHK)
(OSS). Sistem OSS merupakan sistem yang
Kementerian Keuangan, Kementerian
mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan
Perindustrian, Kementerian Pekerjaan Umum dan
4
PLTS: Pembangkit Listrik Tenaga Surya; PLTB: Pembangkit Listrik Tenaga Bayu; PLTA/M/MH: Pembangkit Listrik Tenaga
Air/Minihidro/Mikrohidro.
Dalam hal layanan perizinan, terdapat aplikasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK),
Perizinan ESDM (www.perizinan.esdm.go.id), terdiri dari Sekretariat DJK, Direktorat Pembinaan
merupakan aplikasi layanan perizinan usaha dan Program Ketenagalistrikan, Direktorat Pembinaan
operasional sektor ESDM—yang dikelompokkan Pengusahaan Ketenagalistrikan, dan Direktorat
menjadi empat, yakni: Minyak & Gas Bumi (Migas); Teknik & Lingkungan Ketenagalistrikan.
Energi Baru Terbarukan & Konservasi Energi
(EBTKE); Ketenagalistrikan (Gatrik); serta Mineral DJK menyelenggarakan fungsi dalam perumusan
& Batu Bara (Minerba). Kementerian ESDM juga kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan
memiliki sistem Layanan Pengadaan Secara norma, standar, prosedur, dan kriteria serta
Elektronik (LPSE) Kementerian ESDM pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan
(www.eproc.esdm.go.id) untuk memfasilitasi supervisi—di bidang pembinaan, pengendalian,
pengadaan barang dan jasa secara elektronik. dan pengawasan kegiatan pengusahaan,
keteknikan, keselamatan kerja, dan lingkungan di
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, & bidang ketenagalistrikan.
Konservasi Energi (DJEBTKE), terdiri dari
Sekretariat DJEBTKE, Direktorat Panas Bumi Dalam hal permohonan perizinan berusaha
(DEP), Direktorat Bioenergi (DEB), Direktorat pengembangan pembangkit listrik berbasiskan
Aneka Energi Baru & Terbarukan (DEA), Direktorat energi terbarukan oleh Independent Power
Konservasi Energi (DEK), serta Direktorat Producer (IPP), terdapat berbagai izin yang
Perencanaan & Pembangunan Infrastruktur berada di bawah kewenangan DJK-KESDM, yaitu
EBTKE. Izin Persetujuan dan Penandasahan Rencana
Impor Barang (RIB), Izin Usaha Penyediaan
DJEBTKE menyelenggarakan fungsi dalam Tenaga Listrik (IUPTL) untuk kepentingan umum,
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL),
pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Pengembang
supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan dapat mengajukan perizinan berusaha tersebut
pelaporan—di bidang pembinaan, pengendalian, melalui sistem OSS, selanjutnya menyampaikan
dan pengawasan kegiatan pengusahaan, dokumen persyaratan teknis melalui aplikasi
keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta Perizinan ESDM untuk dilakukan verifikasi oleh
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di DJK-KESDM. Sebagai catatan, verifikasi SLO akan
bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dilakukan melalui aplikasi Sistem Registrasi SLO.
dan terbarukan, dan konservasi energi.
Kementerian Investasi (Badan
Direktorat Aneka Energi Baru & Terbarukan Koordinasi Penanaman Modal,
memiliki tugas dalam perumusan dan pelaksanaan BKPM), mengakomodasi
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, pelayanan perizinan terkait investasi pembangkit
dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan listrik berbasis energi terbarukan, termasuk
supervisi, evaluasi dan pelaporan, serta pengajuan fasilitas/insentif dan permohonan
pengendalian dan pengawasan—di bidang tenaga kerja asing. BKPM di tahun 2018 telah
penyiapan program, pelayanan dan pengawasan membuat suatu sistem pelayanan perizinan—
usaha, implementasi pengembangan, investasi Online Single Submission (OSS)—untuk
Sistem OSS menggunakan satu portal nasional, dengan satu identitas perizinan berusaha (Nomor Induk
Berusaha, NIB), yang juga berlaku sebagai: Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor
(API), dan hak akses kepabeanan.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib memenuhi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha mencakup: Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR),
Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)—yang
sebelumnya disebut sebagai izin sarana prasarana (izin terkait lokasi, lingkungan, dan bangunan).
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: (i) perizinan berusaha risiko
rendah, melalui penerbitan NIB; (ii) perizinan berusaha risiko menengah rendah, melalui penerbitan NIB
dan Sertifikasi Standar; (iii) perizinan berusaha risiko menengah tinggi, melalui penerbitan NIB dan
Sertifikasi Standar dengan verifikasi; serta (iv) perizinan berusaha risiko tinggi, melalui penerbitan NIB
dan Izin dengan verifikasi. Dalam hal pengembangan pembangkit listrik, kegiatan usaha ini
diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.
Langkah-langkah pengajuan permohonan perizinan berusaha dan pengajuan fasilitas melalui sistem
OSS: (i) Pengembang mengajukan permohonan perizinan berusaha ke sistem OSS; (ii) Sistem OSS akan
menerbitkan perizinan berusaha dengan status “tidak efektif”; (iii) Pengembang menyampaikan
dokumen persyaratan teknis melalui Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) secara online
atau offline; (iv) K/L/D akan melakukan verifikasi; (v) Apabila dokumen telah diverifikasi, sistem OSS
akan menerbitkan perizinan berusaha dengan status “efektif”.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM Pembangkit ini merupakan bentuk kerjasama
memiliki program penciptaan pasar energi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara bersama
terbarukan untuk mewujudkan target 23% energi PT. Kayan Hydropower Nusantara (KHN) dan PT
terbarukan dalam bauran energi primer pada PLN Enjiniring. PLTA Mentarang Induk
tahun 2025 melalui program REBID (Renewable direncanakan memiliki total kapasitas daya
Energy Based Industrial Development) dan REBED mencapai 1.375 MW dan direncanakan dapat
(Renewable Energy Based Economic memenuhi rencana pembangunan smelter
Development). alumunium oleh PT Inalum dengan kebutuhan
daya mencapai 850 MW.
Program REBID memiliki konsep untuk
mengintegrasikan pengembangan energi Program REBED memiliki konsep penggunaan ET
terbarukan dan pertumbuhan industri. Program ini untuk memacu perekonomian wilayah terdepan,
sangat strategis bagi pihak yang ingin terpencil dan tertinggal (3T). Salah satu contoh
mengembangkan industrinya dengan program ini adalah program PLTS cold storage.
memperoleh suplai daya dari pembangkit energi Program ini merupakan bentuk kerja sama dengan
terbarukan. Kementerian Kelautan dan Perikanan di wilayah
pesisir atau kluster ekonomi maritim. Program ini
Salah satu implementasi program REBID adalah sangat cocok bagi pelaku usaha yang memiliki
pemanfaatan PLTA Mentarang Induk untuk cold storage dan bermaksud memperoleh suplai
menyediakan tenaga listrik Kawasan Industri dan daya dari pembangkit energi terbarukan.
Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning,
Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Program pengembangan PLTS oleh pemerintah suplai daya melalui PLTS dapat mencapai 2.300
7
salah satunya dilakukan dengan pemanfaatan area MW. Program ini memfasilitasi pengembang
bekas tambang. Area bekas tambang yang dapat termasuk perusahaan pemilik lahan bekas
dimanfaatkan melalui program ini memiliki luas tambang dalam upaya pemanfaatan lahan sebagai
2.800 ha dan berlokasi di Bangka Belitung, Kutai kegiatan pasca tambang. Lahan pasca tambang
Barat, dan Kutai Kartanegara dengan potensi juga dinilai cocok untuk implementasi PLTS skala
masing-masing sebesar 1.250 MW, 1.000 MW, dan besar karena berupa lahan terbuka (minim
53 MW. Dengan adanya program ini diharapkan shading) dan luas.
PLTS terapung merupakan program pemerintah Timur) serta Danau Singkarang (Sumatera Barat).
untuk mengatasi masalah pembebasan lahan Program ini diharapkan dapat memfasilitasi
dalam pembangunan PLTS. PLTS terapung ini pengembang untuk mengimplementasikan PLTS
direncanakan dibangun pada beberapa waduk dengan skala besar, yang sering kali terbentur
eksisting seperti Waduk Jatiluhur dan Saguling persoalan akuisisi lahan—mengingat kebutuhan
(Jawa Barat), Waduk Wonogiri dan Mrica (Jawa lahan yang luas.
Tengah), Waduk Sutami dan Wonorejo (Jawa
5
Hivos. Sumba: An Iconic Island to Demonstrate the Potential of Renewable Energy. 2012.
6
Dagi Consulting. Laporan Akhir Monitoring & Evaluasi Program Sumba Iconic Island 2018. Desember 2018.
7
DJEBTKE-KESDM. PPT Pengembangan Energi Baru Terbarukan. Juni 2020.
dideskripsikan pada Tabel 12. Melalui bab ini, para Cipta Kerja ditetapkan dengan tujuan untuk
pengembang diharapkan dapat memperoleh menciptakan iklim usaha dan investasi berkualitas
gambaran umum isi dari masing-masing peraturan bagi para pelaku bisnis, termasuk investor asing.
terkait pengembangan PLT Aneka ET di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini, terdapat beberapa
perubahan dan penghapusan pasal pada Undang-
Regulasi terkait Sumber Daya Energi Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan. Perubahan yang teridentifikasi
Sumber daya energi secara umum diatur dalam antara lain penyederhanaan perizinan berusaha
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang terkait penyediaan tenaga listrik.
Energi. Undang-Undang ini secara khusus
mengatur aksesibilitas energi di Indonesia serta
pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) yang
• Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahuun 2021 Pedoman terkait penggunaan produk dalam
tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas negeri untuk infrastruktur ketenagalistrikan—PLTA
dan Angkutan Jalan—mengatur tentang dan PLTS—diatur dalam Peraturan Menteri
Persetujuan Analisis Dampak Lalu Lintas Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012. Beberapa
(Andalalin). pasal dalam peraturan ini diubah oleh Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2017.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 • Mengatur ketentuan mengenai tata cara perizinan
4. Tahun 2013 jo. Peraturan Menteri perusahaan ketenagalistrikan, termasuk perizinan usaha
ESDM Nomor 12 Tahun 2016 tentang penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
66 BAGIAN II
PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANEKA ENERGI 67
TERBARUKAN
6
Proses Bisnis/Investasi
Proyek PLT Aneka ET
Pedoman tentang pengembangan—pengusahaan PLT Aneka ET, mencakup fase
pengembangan, pembangunan, dan operasi.
68 BAGIAN II
PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANEKA ENERGI 69
TERBARUKAN
6 Proses Bisnis/Investasi Proyek
PLT Aneka ET
Bab ini berisikan pedoman sehubungan dengan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk
proses dan prosedur untuk mengembangkan Penyediaan Tenaga Listrik, pembelian tenaga
proyek pembangkit listrik berbasis aneka energi listrik dari PLT Aneka ET oleh PT PLN (Persero)
terbarukan (PLT Aneka ET), khususnya diselenggarakan melalui dua mekanisme: (i)
Pembangkit Listrik Tenaga Hidro (PLTA dan Pemilihan Langsung; dan (ii) Penunjukkan
PLTM/ PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya Langsung. Mekanisme Pemilihan Langsung
(PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu diselenggarakan untuk pengembangan proyek
(PLTB). Sedangkan, Pembangkit Listrik Tenaga PLT Hidro, PLTS, dan PLTB, sedangkan mekanisme
Arus Laut (PLTAL) tidak dibahas dalam pedoman Penunjukan Langsung untuk pengembangan
ini. Kelompok sasaran pedoman ini adalah proyek PLTA PUPR (Box 5). Pada kondisi tertentu,
pengembang proyek, investor, lembaga pembangunan proyek PLT Hidro, PLTS, dan PLTB
pembiayaan, pemerintah pusat dan daerah, serta dapat dilaksanakan melalui mekanisme
aktor-aktor lain yang terlibat dalam Penunjukan Langsung.
pengembangan proyek pembangkit listrik energi
terbarukan dengan skema pengusahaan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Independent Power Producer (IPP). Konservasi Energi – Kementerian ESDM
(DJEBTKE-KESDM) telah menyediakan matriks
Pedoman ini ditujukan secara khusus untuk alur pengusahaan PLT Aneka ET (Gambar 12).
pengembangan proyek PLT Aneka ET yang Matriks tersebut menggambarkan tahapan proses
terkoneksi ke jaringan listrik PT PLN (Persero). yang harus ditempuh oleh pengembang PLT
Sementara itu, kemungkinan proyek dengan Aneka ET, mulai pelelangan proyek hingga
skema bisnis atau skema penyaluran listrik yang pengoperasian pembangkit (Commercial
lain tidak dibahas dalam pedoman ini. Skema lain Operation Date, COD), serta pemangku
yang dimaksud adalah antara lain berdasarkan kepentingan terkait di setiap tahapan proses. Perlu
kelebihan daya (excess power), captive power dan dicatat bahwa matriks alur proses tersebut hanya
pembangkit listrik swasta terintegrasi (private ditujukan untuk mekanisme Pemilihan Langsung,
power utility, PPU). berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50
Tahun 2017.
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 50
Tahun 2017 (dan perubahannya) tentang
Merujuk pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 09 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemilihan Badan Usaha
sebagai Mitra Pemanfaatan Barang Milik Negara dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur untuk
PLTA/PLTM/PLTMH/PLTS dengan Mekanisme Sewa, PLTA PUPR merupakan proyek PLTA yang
dikembangkan oleh badan usaha Mitra Pemanfaatan Barang Milik Negara Lingkup Sumber Daya Air
(BMN SDA) yang memanfaatkan tenaga hidro dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang
tergolong sebagai BMN SDA.
BMN SDA mencakup semua infrastruktur sumber daya air, yaitu bendungan/waduk atau saluran irigasi—
yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah. Secara kewenangannya, BMN SDA dikelola oleh Kementerian PUPR.
Badan usaha Mitra Pemanfaatan BMN SDA merupakan badan usaha yang dipilih oleh Kementerian PUPR
melalui mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 09 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Pemilihan Badan Usaha sebagai Mitra Pemanfaatan Barang Milik Negara dalam Rangka Penyediaan
Infrastruktur untuk PLTA/PLTM/PLTMH/PLTS dengan Mekanisme Sewa. Selanjutnya, badan usaha Mitra
Pemanfaatan tersebut akan mengikuti mekanisme Penunjukan Langsung oleh PT PLN (Persero) untuk
mengembangkat PLTA PUPR.
Kemudahan berusaha dalam berbagai skala turut dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), diatur melalui
didorong oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
reformasi struktural, termasuk dengan reformasi tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
sistem perizinan. Sejak 9 Juli 2018, BKPM telah Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
meluncurkan sistem pelayanan online berbasis- Pelaku usaha mengajukan permohonan KKPR dan
web, yaitu Online Single Submission (OSS)— Persetujuan Lingkungan melalui sistem OSS,
merupakan sistem yang mengintegrasikan seluruh sedangkan permohonan PBG dan SLF melalui
pelayanan perizinan berusaha yang menjadi Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung
kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga, (SIMBG).
Gubernur, atau Bupati/Walikota—yang dilakukan
secara elektronik. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Tinggi),
mencakup Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin.
Sebagai catatan, pemerintah telah mengeluarkan Pengajuan permohonan NIB dan Izin dilakukan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 melalui sistem OSS. Verifikasi Izin kemudian
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dilakukan oleh Kementerian/Lembaga/
Berusaha Berbasis Risiko, sebagai regulasi turunan Pemerintah Daerah (K/L/D) sesuai dengan yang
dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 dipersyaratkan.
tentang Cipta Kerja. Dalam hal pelaksanaan
regulasi tersebut, sistem OSS yang ada saat ini Pada pedoman ini, bagian Administrasi dan
akan diperbarui menjadi sistem OSS Perizinan Perizinan utamanya disusun dengan merujuk pada
Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR)—yang akan serangkaian regulasi di atas, namun juga masih
diterapkan mulai 2 Juli 2021. Melalui regulasi mempertimbangkan regulasi turunan (Peraturan
tersebut, pengusahaan ketenagalistrikan Menteri) eksisting (sebelum tahun 2021)—
dikategorikan sebagai jenis usaha risiko tinggi— sehubungan dengan pelayanan perizinan
dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh berusaha yang terintegrasi dengan sistem OSS.
pelaku usaha terdiri atas Persyaratan Dasar
Secara lebih spesifik, layanan perizinan berusaha
Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha
yang digunakan dalam hal pengusahaan
Berbasis Risiko.
ketenagalistrikan (khususnya PLT Aneka ET)
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup: mencakup: (i) Sistem OSS (Box 6dan Box 7); (ii)
(i) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang SIMBG (Box 8); (iii) Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(KKPR), diatur melalui Peraturan Pemerintah – Kementerian LHK (PTSP-KLHK) (Box 9); (iv)
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Layanan Perizinan Kementerian ESDM (Box 10);
Penataan Ruang; (ii) Persetujuan Lingkungan, (v) E-Procurement PT PLN (Persero) (Box 11); (vi)
diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Sistem Registrasi Sertifikat Laik Operasi (SLO)
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan (Box 12); dan (vii) Web Dinas Penanaman Modal
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di
serta (iii) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) masing-masing provinsi (Box 13).
Konsep perizinan melalui Online Single Submission (OSS) (www.oss.go.id) menggunakan satu portal
nasional, dengan satu identitas perizinan berusaha yang disebut Nomor Induk Berusaha (NIB), serta satu
format perizinan berusaha. Sebagai catatan, sistem OSS akan diperbarui menjadi OSS Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR) pada bulan Juli 2021. Secara lebih jelas, dalam gambar di bawah
ini disajikan alur perizinan berusaha di Indonesia melalui sistem OSS (atau OSS-PBBR), yang terdiri dari
enam langkah, yaitu: (i) registrasi user OSS; (ii) registrasi legalitas; (iii) proses NIB; (iv) permohonan
persyaratan dasar perizinan berusaha; (v) permohonan perizinan berusaha berbasis risiko (untuk risiko
tinggi berupa Izin); dan (vi) pengajuan fasilitas.
Registrasi user OSS, merupakan langkah awal dalam melakukan perizinan berusaha di Indonesia.
Registrasi dilakukan dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA). Langkah kedua adalah registrasi
legalitas pendirian badan hukum/usaha non-perseorangan, dapat berupa Akta Pendirian/Perubahan
dan Surat Keputusan Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Ketiga adalah proses
pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), dengan melengkapi data legalitas untuk menerbitkan NIB.
Poin keempat adalah pengajuan permohonan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Poin kelima adalah pengajuan permohonan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko (Tinggi)—dalam hal pengembangan PLT Aneka ET, antara lain Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Adapun poin terakhir adalah
pengajuan fasilitas, seperti Tax Holiday, Tax Allowance, Pembebasan Bea Masuk, dan fasilitas lainnya.
Dalam proses permohonan izin usaha melalui Online Single Submission (OSS), terdapat ketentuan bagi
badan usaha (pengembang) untuk melakukan verifikasi (pemenuhan komitmen usaha) di level
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Alur verifikasi/
pemenuhan komitmen izin usaha secara umum diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, badan usaha (pengembang) dalam melakukan pengajuan izin
usaha di OSS akan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan—kemudian—izin usaha, namun
dengan status “belum efektif”. Dalam hal ini, badan usaha (pengembang) harus melakukan pemenuhan
komitmen izin usaha yang umumnya dilakukan melalui layanan perizinan K/L/D terkait. Apabila
komitmen (dokumen persyaratan teknis) yang diserahkan belum lengkap, maka pemenuhan komitmen
yang dilakukan oleh badan usaha (pengembang) akan ditolak. Pelaksanaan verifikasi berdasarkan
komitmen izin usaha akan dilakukan oleh K/L/D terkait. Jika hasil verifikasi persyaratan teknis
dinyatakan lengkap dan sesuai, maka Surat Pemenuhan Komitmen diterbitkan; jika tidak, maka badan
usaha (pengembang) harus memperbaiki komitmen izin usaha yang dipersyaratkan. Dengan terbitnya
Surat Pemenuhan Komitmen, izin usaha dengan status “efektif” akan diterbitkan melalui OSS.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, badan usaha (pengembang) dapat
mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) melalui layanan
Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di bawah Kementerian PUPR.
Melalui layanan SIMBG (www.simbg.pu.go.id), badan usaha (pengembang) dapat mengajukan dua
permohonan, yaitu: (i) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—saat akan mendirikan bangunan; dan (ii)
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) saat bangunan telah berdiri. Pengembang terlebih dahulu masuk ke web
SIMBG untuk melakukan pendaftaran akun, kemudian dapat mengajukan permohonan PBG dan SLF,
dengan melengkapi persyaratan administrasi dan teknis yang dipersyaratkan dalam SIMBG. Verifikasi
kelengkapan dokumen persyaratan dan pemeriksaan teknis akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
(yaitu Dinas Perizinan dan Dinas Teknis). Setelah verifikasi dan pemeriksaan dokumen selesai dilakukan
dan dinyatakan lolos, persetujuan penerbitan serta penyerahan PBG dan SLF akan dilakukan oleh Dinas
Perizinan. Sebagai catatan, untuk penerbitan PBG, pengembang diharuskan membayar retribusi
daerah—hal ini tidak berlaku untuk penerbitan SLF.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, badan usaha (pengembang) dapat mengajukan Persetujuan
Lingkungan melalui sistem OSS dan kemudian melampirkan dokumen persyaratan melalui web PTSP-
KLHK (www.pelayananterpadu.menlhk.go.id) untuk diverifikasi—yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB),
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), serta dokumen lainnya sesuai yang
dipersyaratkan dalam PTSP-KLHK.
Setelah mendapatkan Persetujuan Lingkungan dengan status “belum efektif” dari sistem OSS,
pengembang harus memenuhi komitmen yang dipersyaratkan oleh Kementerian LHK, melalui web
PTSP-KLHK. Pengembang terlebih dahulu masuk ke web PTSP-KLHK untuk melakukan pendaftaran
akun, kemudian memilih layanan perizinan (dalam hal ini adalah Persetujuan Lingkungan) dan
melampirkan dokumen persyaratan. Verifikasi dan validasi akan dilakukan oleh Unit Teknis Kementerian
LHK. Apabila dokumen persyaratan telah selesai divalidasi, Kementerian LHK akan menerbitkan Surat
Keputusan/Rekomendasi, juga mengirimkan notifikasi ke sistem OSS sehingga Persetujuan Lingkungan
akan berstatus “efektif”.
Pada beranda web tersebut, terdapat empat portal perizinan yang ditampilkan antara lain: MIGAS
(Minyak dan Gas Bumi); MINERBA (Mineral dan Batu Bara); EBTKE (Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi); GATRIK (Ketenagalistrikan). Sehubungan dengan investasi di bidang energi
terbarukan, dalam hal ini pengembangan PLT Aneka ET, hanya terdapat satu portal yang relevan bagi
badan usaha (pengembang), yaitu portal GATRIK untuk Layanan Perizinan Usaha dan Operasional
Ketenagalistrikan. Dalam layanan tersebut, pengembang dapat mengajukan permohonan Izin
Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang (RIB) dan melakukan pemenuhan komitmen
untuk Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
Alur perizinan usaha dan operasional sektor ESDM—termasuk ketenagalistrikan—terdiri dari lima (5)
langkah sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Pada mekanisme pemilihan langsung—dalam hal ini pengadaan IPP PLTS, PLTB, PLTA (selain PLTA
berbasis waduk/bendungan atau saluran irigasi multiguna), dan PLTM/MH—calon pengembang harus
sudah terdaftar dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PLN. Dalam pelaksanaannya, registrasi calon
pengembang hingga terdaftar sebagai DPT serta pelaksanaan pengadaan—lelang pemilihan langsung—
difasilitasi melalui Aplikasi e-Procurement PLN. Aktivitas pengadaan barang/jasa melalui aplikasi e-
Procurement PLN secara umum dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Merujuk pada gambar,
proses registrasi awal calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT dapat direpresentasikan dengan
aktivitas (01–02) “Persiapan Pengadaan Barang/Jasa”, sementara proses lelang pemilihan langsung
direpresentasikan dengan aktivitas (03–10) “Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa”.
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Ketenagalistrikan, pengembang pembangkit listrik dapat
mengajukan permohonan Sertifikat Laik Operasi (SLO) melalui sistem OSS. Meskipun demikian, dalam
teknis pelaksanaannya pengembang juga harus melakukan pendaftaran SLO melalui Sistem Registrasi
SLO (www.slodjk.esdm.go.id) yang dikelola oleh Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan,
DJK-KESDM.
Melalui Sistem Registrasi SLO, pengembang melakukan pendaftaran dengan memilih satu Lembaga
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi berdasarkan daftar yang tersedia (catatan: Sistem
Registrasi SLO menyediakan daftar LIT secara lengkap, meliputi nama lembaga, status penetapan,
telepon/email, alamat, dan ruang lingkup inspeksi). Dalam Sistem Registrasi SLO, pengembang juga
dapat menggunakan beberapa fitur lain seperti fitur cek status pendaftaran SLO dan verifikasi SLO.
Box 13: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tingkat Provinsi
Setiap provinsi di Indonesia memiliki web DPMTPSP, yang ditujukan untuk memberikan kemudahan
layanan perizinan dan nonperizinan kepada masyarakat, serta menyajikan keterbukaan informasi
kepada pemohon mengenai pengaturan, prosedur, serta mekanisme pelayanan perizinan dan
nonperizinan yang diselenggarakan.
Menu utama yang tersedia di web DPMPTSP, yaitu daftar perizinan yang dapat dilayani di DPMPTSP
baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, layanan permohonan perizinan secara online, dan
sistem tracking permohonan. Selain itu, web DPMPTSP juga terhubung dengan sistem OSS. Dalam hal
pengusahaan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, permohonan perizinan yang dapat diajukan
melalui web DPMPTSP antara lain Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie) dan Surat Izin Pengambilan dan
Pemanfaatan Air (SIPPA).
Untuk sistematika dan keselarasan dengan Hidro kecuali PLTA PUPR; serta (ii) Penunjukan
pedoman bidang energi terbarukan lainnya (Panas Langsung (Tahap 1b) untuk proyek PLTA PUPR.
Bumi dan Bioenergi), dalam pedoman ini, siklus
pengembangan proyek PLT Aneka ET dibagi Badan usaha yang mengikuti lelang diwajibkan
menjadi tiga fase, yaitu: Fase Pengembangan, untuk menyusun Studi Perencanaan (Tahap 2a),
Fase Pembangunan, dan Fase Operasi. Adapun meliputi Studi Kelayakan (Feasibility Study, FS)
tahapan proses pengusahaan proyek PLT Aneka dan Studi Penyambungan (Grid Study, GS). Studi
ET disusun utamanya merujuk pada Peraturan Perencanaan ini akan dievaluasi oleh PT PLN
Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 dan (Persero) sebagai bahan pertimbangan penetapan
perubahannya. pemenang lelang.
Dari tiga fase di atas, siklus pengembangan proyek Badan usaha pemenang lelang—selanjutnya
PLT Aneka ET dibagi menjadi 11 tahap, yaitu (1) disebut dengan calon pengembang, harus
Pelelangan Proyek; (2) Studi Perencanaan; (3) membentuk badan usaha baru dengan melakukan
Legalitas Badan Usaha; (4) Pengajuan Fasilitas; (5) legalitas badan usaha (Tahap 3). Pada tahap ini,
Administrasi dan Perizinan; (6) Pendanaan; (7) calon pengembang dapat mengajukan fasilitas
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL); (8) Izin fiskal (Tahap 4a) berupa Tax Allowance atau Tax
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL); (9) Holiday. Calon pengembang kemudian harus
Engineering, Procurement, and Construction melakukan prosedur administrasi dan perizinan
(EPC); (10) Penyambungan Jaringan Listrik dan (Tahap 5a), yaitu Kesesuaian Kegiatan
Commissioning; serta (11) Operasi dan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan
Pemeliharaan. Lingkungan.
Siklus pengembangan proyek PLT Aneka ET ini Selain itu, calon pengembang juga akan menyusun
secara umum ditunjukkan dalam Gantt Chart Studi Perencanaan yang lebih rinci (Tahap 2b)
(Gambar 13) dan diagram alir (Gambar 14). yang umumnya ditujukan sebagai persyaratan
Gambaran umum dari masing-masing fase dalam pengajuan permohonan pendanaan ke
dijelaskan di bawah ini. Sementara itu, rincian pihak penyedia dana (Tahap 6). Selanjutnya, untuk
untuk masing-masing fase dan tahap maupun dapat melakukan tranksasi jual beli listrik, calon
subtahap yang tercakup dijelaskan pada subbab pengembang akan melakukan penandatanganan
selanjutnya. Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap
7) dengan PT PLN (Persero).
Fase Pengembangan
Fase Pembangunan
Fase Pengembangan merupakan fase awal
pengusahaan PLT Aneka ET. Fase ini diawali Dalam Fase Pembangunan, calon pengembang
dengan pelelangan proyek (Tahap 1) yang yang telah melakukan PJBL—selanjutnya disebut
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero)—dengan dengan pengembang dapat mengajukan Izin
dua mekanisme, yaitu: (i) Pemilihan Langsung Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) (Tahap
(Tahap 1a) untuk proyek PLTS, PLTB, dan PLT 8). Selanjutnya, dengan IUPTL sebagai
persyaratan, pengembang dapat mengajukan
fasilitas Pembebasan Bea Masuk untuk kegiatan
2a Studi Perencanaan 2b
4a Pengajuan Fasilitas 4b 4c
Administrasi
5a & Perizinan 5b 5c
Pendanaan 6
Engineering, Procurement,
9
& Construction (EPC)
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTA PUPR, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
Permohonan Pemanfaatan
Pembebasan
Tax Allowance/ Tax Allowance/
Bea Masuk
Tax Holiday Tax Holiday
2a&2b 4a 4b 4c
Jaminan
Pelaksanaan
Pendanaan
Fase Pengembangan terdiri dari tujuh tahap, yaitu: Selanjutnya, PT PLN (Persero) akan mengundang
(1) pelelangan proyek; (2) studi perencanaan; (3) badan usaha Mitra Pemanfaatan Barang Milik
legalitas badan usaha; (4) pengajuan fasilitas; (5) Negara Lingkup Sumber Daya Air (BMN SDA)
administrasi dan perizinan; (6) pendanaan; dan (7) untuk mengikuti proses lelang proyek PLTA PUPR.
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). Gantt
Chart dan diagram alir untuk Fase Pengembangan Secara umum, badan usaha yang mengikuti
disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16 secara pelelangan melalui mekanisme Pemilihan
berurutan, dengan deskripsi singkat masing- Langsung ataupun Penunjukan Langsung akan
masing tahap disajikan di bawah ini. Adapun mengikuti serangkaian proses evaluasi
ulasan masing-masing tahap akan dirinci dalam administrasi, teknis, dan kemampuan keuangan.
subbab ini.
Selanjutnya, dalam pedoman ini, badan usaha
Tahap 1 (Pelelangan Proyek). Untuk melakukan yang telah ditunjuk sebagai pemenang pelelangan
pengembangan proyek PLT Aneka ET di proyek akan disebut sebagai calon pengembang.
Indonesia, badan usaha terlebih dahulu harus
Tahap 2 (Studi Perencanaan). Pada saat akan
mengikuti tahap pelelangan proyek PLT Aneka ET
mengikuti lelang proyek PLT Aneka ET yang
yang diselenggarakan oleh PT PLN (Persero).
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero), badan
Pelelangan proyek dapat diselenggarakan melalui
usaha diwajibkan menyusun studi perencanaan
dua mekanisme, yaitu mekanisme Pemilihan
(Tahap 2a) yang mencakup Studi Kelayakan dan
Langsung (Tahap 1a) untuk pengembangan
Studi Penyambungan. Kedua dokumen tersebut
proyek PLT Hidro, PLTS, dan PLTB; serta
merupakan persyaratan wajib yang harus
mekanisme Penunjukan Langsung (Tahap 1b)
diserahkan sebagai lampiran dokumen penawaran
untuk pengembangan proyek PLTA PUPR. Akan
ke PT PLN (Persero).
tetapi, perlu menjadi catatan bahwa
pengembangan proyek PLT Hidro, PLTS, dan PLTB Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang,
dapat dilaksanakan melalui mekanisme calon pengembang umumnya akan mengajukan
Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu. permohonan pendanaan ke pihak penyedia dana
(bank atau lembaga pembiayaan). Selain
Pada pelelangan melalui mekanisme Pemilihan
mempersyaratkan Studi Kelayakan dan Studi
Langsung, badan usaha harus terlebih dahulu
Penyambungan, pihak penyedia dana juga dapat
mengikuti proses kualifikasi Daftar Penyedia
mempersyaratkan Studi Perencanaan Rinci (Tahap
Terseleksi (DPT) yang diselenggarakan oleh PT
2b).
PLN (Persero). Badan usaha yang telah terdaftar
sebagai DPT selanjutnya berhak mengikuti lelang Tahap 3 (Legalitas Badan Usaha). Badan usaha
proyek PLT Aneka ET atas dasar undangan lelang yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang
dari PT PLN (Persero). oleh PT PLN (Persero), selanjutnya diwajibkan
untuk membentuk Perusahaan Bertujuan Khusus
Sedangkan pada pelelangan melalui mekanisme
(PBK)—disebut juga dengan Special Purpose
Penunjukan Langsung, PT PLN (Persero) akan
Company (SPC) atau Special Purpose Vehicle
menginisiasi proses pelelangan PLTA PUPR atas
(SPV).
dasar Surat Penugasan dari Menteri ESDM.
Tahap 5a (Administrasi dan Perizinan – Fase Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik/
Pengembangan). Calon pengembang wajib PJBL). PJBL dilakukan antara pengembang dan PT
memenuhi dokumen persyaratan administrasi dan PLN (Persero) sebagai bukti penjualan dan
perizinan di Fase Pengembangan, yang mencakup pembelian tenaga listrik PLT Aneka ET.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) Pengembang harus melengkapi persyaratan dan
dan Persetujuan Lingkungan. Apabila lokasi memenuhi ketentuan yang ada di dokumen PJBL,
proyek pengembangan PLT Aneka ET berada di yang kemudian akan diverifikasi dan dievaluasi
kawasan hutan, maka calon pengembang wajib oleh PT PLN (Persero). Setelah persyaratan
memenuhi Persetujuan Penggunaan Kawasan dinyatakan lengkap dan terpenuhi, akan dilakukan
Hutan. penandatanganan PJBL antara pengembang dan
PT PLN (Persero).
PENGEMBANGAN
Pemenuhan
Biaya
2a Studi Perencanaan 2b
4a Fasilitas Fiskal
Pendanaan 6
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTA PUPR, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap
Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
PENGEMBANGAN
Pemenuhan
Biaya
3 5a
1a/1b 7
Perjanjian
Pelelangan FASE
Jual Beli Tenaga
Proyek PEMBANGUNAN
Listrik (PJBL) Kesepakatan
harga
Permohonan
Tax Allowance/
Tax Holiday
2a&2b 4a
Studi Pengajuan
FASE OPERASI
Perencanaan Fasilitas
Jaminan
Pelaksanaan
Pendanaan
Box 14: Penunjukan Langsung untuk Pengusahaan PLT Aneka ET selain PLTA PUPR
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permen
ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan
Tenaga Listrik, pengusahaan PLT Aneka ET—PLT Hidro, PLTS, atau PLTB dapat dilakukan melalui
mekanisme penunjukan langsung dalam hal:
a. Sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik;
b. Pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power), termasuk pembelian tenaga listrik melalui
kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik;
c. Penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah
beroperasi di lokasi yang sama; atau
d. Pembelian tenaga listirk dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan
dalam hal terdapat 1 (satu) calon penyedia tenaga listrik.
Dalam hal pelaksanaan mekanisme penunjukan langsung, merujuk pada Peraturan Direksi PLN Nomor
0062 Tahun 2020 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan,
pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 seperti disebutkan di atas dapat dilakukan dengan
metode penunjukan langsung setelah tersedia Kajian Kelayakan Proyek (KKP) dan dilaksanakan
berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan oleh
PT PLN (Persero) dalam hal sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat
penyediaan tenaga listrik, badan usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai dan
melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listrik;
• Minimal memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih
berlaku yang terbit sebelum Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 berlaku;
• Memiliki Feasibility Study atas proyek yang diusulkan pada saat pemenuhan persyaratan yang
diatur maupun tidak dalam DPT terkait.
b. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan oleh
PT PLN (Persero) dalam hal pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power), termasuk pembelian
tenaga listrik melalui kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik mengacu pada
ketentuan pembelian tenaga listrik (excess power) yang berlaku di PLN.
Mengingat bahwa pedoman ini hanya akan membahas pengusahaan pembangkit listrik ET dengan
skema IPP, mekanisme penunjukan langsung skema excess power tidak akan dibahas dalam
pedoman ini.
c. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan oleh
PT PLN (Persero) dalam hal penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga
listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama, badan usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai dan
melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listirk;
• Memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih berlaku
serta izin lainnya yang diperlukan;
• Pembangkit eksisting telah commercial operation date (COD) dan beroperasi;
• Berada di lokasi yang sama.
d. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan oleh
PT PLN (Persero) dalam hal pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listirk yang
menggunakan energi terbarukan dalam hal terdapat 1 (satu) calon penyedia tenaga listirk, badan
usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai dan
melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listrik;
• Memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih
berlaku serta izin lainnya yang diperlukan;
• Memiliki Feasibility Study atas proyek yang diusulkan pada saat pemenuhan persyaratan
yang diatur dalam DPT terkait.
Setelah badan usaha memenuhi kriteria-kriteria dari PT PLN (Persero) seperti yang telah disebutkan di
atas, proses penunjukan langsung oleh PT PLN (Persero) dapat dimulai dari Subtahap 1b-1 penunjukan
langsung PLTA PUPR yaitu dimulai dari kegiatan inisiasi proses pengadaan oleh PT PLN (Persero).
Peraturan Tentang
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
0062 Tahun 2020 Terbarukan
Gambar 17: Matriks prosedur Tahap 1a (Pemilihan Langsung—Pengusahaan PLT Aneka ET selain PLTA
PUPR)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
Waktu
[1a-1] Pemasukan
Pemasukan dokumen penawaran [1a-1]
Penawaran (Lampiran: Studi Kelayakan Undangan pelelangan
dan Studi Penyambungan)
Apakah Studi
Evaluasi Dokumen Tidak
[1a-2] Badan usaha Kelayakan dan Studi
Penawaran
dinyatakan gugur Penyambungan
terverifikasi layak?
Ya
[1a-3]
Pengesahan hasil &
penetapan pemenang
Pemilihan langsung
Penetapan pemenang
Pemilihan Langsung
[1a-3] [1a-3]
Penandatanganan Surat Penerbitan Surat
Penunjukan Pemenang Penunjukan Pemenang
(Letter of Intent, LoI) (Letter of Intent, LoI)
Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) merupakan daftar penyedia barang/jasa yang dinyatakan lulus oleh PT
PLN (Persero) melalui mekanisme penilaian kualifikasi yang dimutakhirkan secara periodik berdasarkan
kinerja penyedia barang/jasa. DPT dimaksudkan untuk mempercepat proses pemilihan penyedia barang/
jasa serta untuk mendapatkan penyedia barang/jasa yang berkualitas dan sesuai kualifikasi. Dalam konteks
pengembangan PLT Aneka ET selain PLTA PUPR, badan usaha yang tidak masuk dalam DPT tidak berhak
untuk mengikuti pelelangan proyek.
Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0022 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan
Barang/Jasa PT PLN (Persero), penyusunan DPT dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:
1. Shortlist penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang tediri dari BUMN yang memiliki
bisnis utama (core business) sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh PT PLN (Persero).
2. Shortlist penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang terdiri dari penyedia barang/jasa
yang berdasarkan fakta telah terbukti mampu melaksanakan perjanjian/kontrak pekerjaan sejenis
dengan baik di unit kerja PT PLN (Persero) maupun instansi di luar PT PLN (Persero).
3. Penilaian kualifikasi penyedia barang/jasa yang diumumkan secara terbuka kepada penyedia barang/
jasa yang memiliki klasifikasi dan kualifikasi sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh PT
PLN (Persero).
Badan usaha swasta (Independent Power Producer, IPP) yang berminat untuk mendaftar sebagai calon
penyedia barang/jasa dalam DPT, dapat mengikuti proses penilaian kualifikasi DPT yang diumumkan secara
terbuka dan dilaksanakan oleh PT PLN (Persero). Pendaftaran proses DPT dilakukan secara daring (online)
melalui aplikasi e-Procurement PLN (www.eproc.pln.co.id). Sebagai langkah awal, badan usaha harus
memiliki dan mengaktifkan User ID e-Procurement PLN. Dalam proses kualifikasi DPT (Box 16), badan usaha
harus memenuhi persyaratan kualifikasi, meliputi persyaratan administrasi, teknis, dan keuangan.
Merujuk pada Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020 tentang Pembelian Tenaga
Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan, badan usaha yang ingin mendaftar sebagai DPT harus
memenuhi persyaratan kualifikasi minimum sebagai berikut:
• Perusahaan lokal maupun asing yang berbentuk satu badan hukum atau gabungan badan hukum.
• Mendapatkan dukungan dari kontraktor Engineering, Procurement, and Construction (EPC) yang
berpengalaman dalam membangun pembangkit tenaga listrik yang dipersyaratkan.
• Memiliki kemampuan Project Development Cost Account (PDCA) sebesar 10% dari total biaya proyek
pembangkit energi baru dan terbarukan.
• Memiliki kemampuan keuangan yang dipersyaratkan.
01 02 03
PENDAFTARAN &
PENGUMUMAN PEMASUKAN DOKUMEN
PENGUNDUHAN
KUALIFIKASI APLIKASI
DOKUMEN KUALIFIKASI
06 05 04
07 08
DAFTAR PENYEDIA
MASA SANGGAH
TERSELEKSI (DPT)
1) Nilai Jaminan Penawaran minimal sebesar 1% dari perkiraan nilai total biaya proyek.
2) Masa berlaku Jaminan Penawaran sekurang-kurangnya 30 hari kalender setelah masa berlaku penawaran.
3) Untuk pengembang yang ditunjuk, Jaminan Penawaran akan dikembalikan setelah Jaminan Pelaksanaan
diserahkan dan PJBL telah ditandatangani, kecuali:
(i) Untuk badan usaha (calon pengembang) dinyatakan gugur/tidak lulus pada tahapan proses
pengadaan maka Jaminan Penawaran dikembalikan setelah hasil pelelangan pada tahapan dimaksud
diumumkan.
(ii) Untuk badan usaha urutan kedua dan ketiga dapat dikembalikan setelah Perjanjian Jual Beli Tenaga
Listrik (PJBL) ditandatangani oleh pengembang yang ditunjuk (Tahap 7), atau setelah pengembang
yang ditunjuk telah menyatakan persetujuannya.
(ii) Format Jaminan Penawaran sesuai dengan format yang ditetapkan oleh PT PLN (Persero).
(iii) Pembayaran atas klaim atau tuntutan pencairan adalah mutlak dan tanpa syarat (unconditional)
meskipun ada tuntutan permintaan atau keberatan dari terjamin atau pihak manapun.
(iv) Masa berlaku Jaminan Penawaran tidak kurang dari jangka waktu yang ditetapkan dalam Dokumen
Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS).
(v) Besarnya nilai Jaminan Penawaran dicantumkan dalam angka dan huruf.
(vii) Dalam hal masa berlaku Jaminan Penawaran diperkirakan berakhir sebelum Pengumuman Pemenang,
maka paling lambat 7 hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku Jaminan Penawaran tersebut,
Pejabat Pelaksana Pengadaan PT PLN (Persero) dapat meminta badan usaha untuk memperpanjang
Jaminan Penawaran. Dalam hal badan usaha tidak bersedia memperpanjang Jaminan Penawaran,
maka badan usaha dianggap mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dikembalikan.
(viii) Dalam hal badan usaha yang telah diumumkan sebagai calon pemenang tidak bersedia
memperpanjang Jaminan Penawaran sampai dengan penandatanganan PJBL, maka badan usaha
tersebut dianggap mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dicairkan serta menjadi milik PT PLN
(Persero).
(ix) Dalam hal badan usaha mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku atau sampai
dengan PJBL ditandatangani, maka Jaminan Penawaran dicairkan dan menjadi milik PT PLN (Persero).
5) Persyaratan klaim Jaminan Penawaran, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.
[1b-1]
[1b-1] Pemberian Surat [1b-1]
Penugasan
[3] Penetapan Penugasan Inisiasi proses pengadaan
pembelian
Pembentukan Mitra Pembelian atas dasar surat penugasan
tenaga listrik
PBK Pemanfaatan Tenaga Listrik dari Menteri ESDM
dari PLTA PUPR
BMN SDA PLTA PUPR ke
PT PLN (Persero)
[2a]
Penyusunan [1b-1]
dokumen Studi Evaluasi
Penyusunan
Kelayakan Studi Kelayakan dan
Studi Kelayakan
dan Studi Studi Penyambungan
dan Studi
Penyambungan Penyambungan
oleh
pengembang
dan evaluasi Apakah
Tidak
oleh PT PLN Studi Kelayakan dan
(Persero) Studi Penyambungan
layak?
Ya
[1b-1] [1b-1]
Pemasukan Pemasukan Undangan pengambilan
Dokumen dokumen dokumen Uji Tuntas
Penawaran penawaran dan draf PJBL
[1b-2]
Evaluasi dokumen
penawaran
Evaluasi
Dokumen [1b-2]
Penawaran dan [1b-2]
Negosiasi
negosiasi harga Negosiasi harga
harga
[1b-2]
Evaluasi hasil
Penunjukan Langsung
1) Nilai Jaminan Penawaran minimal sebesar 1% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
negosiasi dimulai sampai dengan penandatanganan PJBL (Tahap 7), dengan syarat dan ketentuan
yang disepakati bersama untuk mencapai penandatanganan PJBL
2) Masa berlaku Jaminan Penawaran sekurang-kurangnya 30 hari kalender setelah masa berlaku
penawaran.
3) Untuk pengembang yang ditunjuk, Jaminan Penawaran akan dikembalikan setelah Jaminan
Pelaksanaan diserahkan dan PJBL telah ditandatangani, kecuali: untuk badan usaha (calon
pengembang) dinyatakan gugur/tidak lulus pada tahapan proses pengadaan maka Jaminan
Penawaran dikembalikan setelah hasil pelelangan pada tahapan dimaksud diumumkan.
5) Persyaratan klaim Jaminan Penawaran, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.
Gambaran Umum Tahap 2a dan 2b Secara berurutan, Studi Perencanaan dan Studi
Perencanaan Rinci dapat diuraikan sebagai
Untuk memperoleh informasi secara terperinci berikut:
terhadap aspek kelayakan teknis, ekonomi, dan
lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau 1. Tahap 2a (Studi Perencanaan). Studi ini
kegiatan pengembangan PLT Aneka ET, badan mencakup Studi Kelayakan (Subtahap 2a-1)
usaha harus melakukan Studi Kelayakan dan Studi Penyambungan (Subtahap 2a-2)
(Feasibility Study, FS). Selain Studi Kelayakan, yang merupakan persyaratan dalam tahap
badan usaha juga harus melakukan Studi pelelangan (Tahap 1).
Penyambungan (Grid Study, GS) untuk
2. Tahap 2b (Studi Perencanaan Rinci). Apabila
mengidentifikasi kelayakan penyambungan
dari hasil Studi Kelayakan disimpulkan bahwa
pembangkit, dampak sistem transmisi/distribusi,
proyek layak dari aspek teknis maupun
serta fasilitas penyambungan yang dibutuhkan.
ekonomi, maka badan usaha dapat melakukan
Apabila dari hasil Studi Kelayakan disimpulkan perencanaan secara rinci, seperti studi Front-
bahwa proyek layak dari aspek teknis maupun End Engineering Design (FEED).
ekonomi, badan usaha dapat membuat Studi
Rangkaian regulasi yang mengatur Studi
Perencanaan Rinci.
Perencanaan ditabulasikan pada Tabel 16. Adapun
beberapa tantangan yang umum dihadapi
pengembang dalam tahap ini ditabulasikan dalam
Tabel 17.
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code)
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi
Tahun 2020 Baru dan Terbarukan.
Terbatasnya konsultan
yang memiliki
Hanya sedikit konsultan lokal atau nasional yang
pengalaman dalam
berpengalaman melakukan kajian koneksi jaringan listrik
melakukan kajian
sesuai dengan kebutuhan PLN.
interkoneksi jaringan
listrik
Subtahap 2a-2: Studi Penyambungan • Identifikasi awal dari setiap kelebihan batas
kapasitas hubung singkat (short circuit
capacity limit violation) yang timbul dari
Studi Penyambungan (Grid Study) merupakan
usulan penyambungan.
studi untuk mengkaji kelayakan penyambungan,
dampak sistem distribusi akibat penyambungan, • Review awal dari persyaratan sistem proteksi
dan sistem pembumian.
dan kebutuhan fasilitas penyambungan. Merujuk
pada Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor • Penjelasan dan perkiraan biaya awal dari
0357 Tahun 2014 tentang Pedoman fasilitas yang diperlukan untuk
• Latar belakang
Pendahuluan • Tujuan dan Ruang Lingkup
• Profil pengusul proyek (badan usaha calon pengembang)
• Deskripsi lokasi
• Peta lokasi
• Deskripsi aksesibilitas lokasi, kondisi logistik, dan infrastruktur
mobilisasi peralatan
Evaluasi lokasi proyek • Ketersediaan lahan dan deskripsi status lahan proyek
• Penilaian calon lokasi (kondisi lahan, kondisi geologi dan risiko
gempa, kondisi iklim dan risiko banjir, kondisi sosial)
• Aspek pemilihan material dan desain konstruksi
• Penilaian aspek lingkungan awal
• Capital expenditures
• Operation expenditures
Aspek biaya investasi dan analisa
• Asumsi-asumsi dan tarif dalam analisa finansial
finansial
• Hasil analisa finansial
• Hasil analisa sensitifitas
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga
Listrik (Grid Code), pengembang harus mengajukan permintaan sambung kepada perencana sistem PT PLN
(Persero). Dokumen permintaan evaluasi sambung paling sedikit harus berisi hal berikut:
• Usulan titik sambung dan level tegangan.
• Usulan teknologi pembangkit.
• Usulan profil pembangkitan, termasuk rincian khusus energi maksimum dan minimum yang dipasok
pada titik sambung serta siklus pembangkitan untuk 24 jam, satu (1) bulan, dan satu (1) tahun. Untuk
unit pembangkit yang tergantung pada variasi musim, profil pembangkitan pada setiap musim harus
ditunjukkan. Profil pembangkitan harus jelas memuat periode pemeliharaan dan penurunan
pembangkitan yang diakibatkan.
• Deskripsi dan jumlah unit pembangkit yang diusulkan, kemampuan kontrol unit pembangkit, nilai
energi yang dihasilkan pada kondisi operasi minimum dan maksimum yang optimal, dan ramp rate.
• Batas pembebanan minimum dan maksimum setiap unit pembangkit dan waktu yang diperlukan dari
asut gelap (black start) atau asut dingin (cold start) hingga mencapai pembebanan minimum.
• Estimasi penyesuaian yang diperlukan pada infrastruktur jaringan dan komponen pada titik sambung.
• Estimasi jadwal pembangunan dan commercial operation date (COD).
• Pernyataan bahwa pengembang pembangkit listrik memahami dan mematuhi semua syarat pada
Aturan Jaringan.
Kemudian, perencana sistem PT PLN (Persero) memberikan jawaban kepada pengembang pembangkit
listrik paling lambat 90 hari sejak menerima usulan permintaan evaluasi sambung. Jika usulan disetujui,
pengembang dapat melanjutkan hal lain yang berhubungan dengan proyek. Jika usulan belum disetujui,
hasil review harus menunjukkan bagian yang memerlukan penyesuaian oleh pengembang agar dapat
memenuhi semua syarat Aturan Jaringan. Pengembang harus berkoordinasi dengan perencana sistem PT
PLN (Persero), pengelola transmisi PT PLN (Persero), dan pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) untuk
memenuhi penyesuaian yang dimaksud hingga mendapat persetujuan.
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Investasi
Waktu
[3-1]
Pengurusan pengesahan
Akta Pendirian/
Akta Perubahan
Pendaftaran akun
sistem OSS
[3-1] [3-1]
Pendaftaran akun Pengiriman email
sistem OSS registrasi & verifikasi akun
[3-1]
[3-1]
Pengiriman email perihal
Pengaktivasian akun
Aktivasi akun konfirmasi registrasi akun
sistem OSS
[3-1]
Log in aplikasi OSS
[3-2] [3-2]
Pelengkapan data legalitas Validasi data
Kelengkapan data
legalitas Apakah
[3-2] Tidak dokumen yang
Perbaikan data & diberikan memenuhi
pengajuan kembali persyaratan?
Ya
Sumber: www.oss.go.id
Dalam hal pengembangan PLT Aneka ET di Permohonan yang telah diterima secara lengkap,
Indonesia, calon pengembang harus memilih salah akan disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri
satu fasilitas fiskal di atas—Tax Allowance atau Tax Keuangan—sebagai usulan pemberian fasilitas Tax
Holiday—sesuai dengan kriteria yang Allowance atau Tax Holiday—selanjutnya sistem
dipersyaratkan pada masing-masing fasilitas, OSS akan memberikan notifikasi kepada calon
sebagaimana disajikan pada Box 18. Setelah pengembang bahwa permohonan sedang dalam
melakukan penanaman modal di Indonesia, calon proses. Setelah usulan pemberian fasilitas Tax
pengembang dapat mengajukan fasilitas/insentif Allowance atau Tax Holiday disetujui oleh Menteri
tersebut. Keuangan, persetujuan pemberian fasilitas
diberikan oleh Kepala BKPM (saat ini: Menteri
Permohonan pengajuan fasilitas Tax Allowance Investasi) untuk dan atas nama Menteri Keuangan,
atau Tax Holiday harus dilakukan oleh calon dengan penerbitan persetujuan paling lama lima
pengembang sebelum Saat Mulai Berproduksi (5) hari kerja melalui sistem OSS.
Komersial (Commercial Operation Date, COD).
Sebagai catatan, pengajuan fasilitas tersebut Pada saat PLT Aneka ET mulai berproduksi
dapat diajukan secara bersamaan dengan komersial (yaitu saat pertama kali tenaga listrik
pendaftaran untuk mendapatkan NIB (Tahap 3) dari proyek PLT Aneka ET dijual), calon
atau paling lambat satu (1) tahun setelah pengembang harus mengajukan permohonan
penerbitan izin usaha untuk penanaman modal. pemanfaatan Tax Allowance atau Tax Holiday
pada Fase Operasi (Tahap 4c).
Tax Allowance
Tax allowance akan diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan penanaman
modal (baik penanaman modal baru maupun perluasan usaha yang telah ada) di bidang usaha tertentu
dan/atau di daerah-daerah tertentu, antara lain pembangkitan tenaga listrik (KLBI: 35101).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, Wajib Pajak
badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Usaha Utama, baik Penanaman
Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, wajib memenuhi kriteria dalam rangka
pengajuan Tax Allowance sebagai berikut: memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor;
memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau memiliki kandungan lokal yang tinggi. Adapun
Bidang-Bidang Usaha Tertentu untuk bidang usaha Pembangkitan Tenaga Listrik mencakup pembangkit
listrik tenaga mikro dan pembangkit listrik tenaga mini dengan nilai investasi di bawah Rp100
miliar.Bentuk fasilitas Tax Allowance yang diberikan terdiri dari:
• Pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva
tetap berwujud untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing
sebesar 5% per tahun).
• Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat aktiva tidak berwujud.
• Tarif PPh 10% atau lebih rendah berdasarkan tax treaty atas dividen yang dibayarkan kepada
Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
• Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Tax Holiday
Tax holiday diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan penamaman modal baru.
Fasilitas Tax Holiday dapat dimanfaatkan oleh calon pengembang energi terbarukan melalui sektor
industri pionir pembuatan komponen utama mesin pembangkit listrik.
Wajib Pajak Badan yang ingin mengajukan Tax Holiday harus memenuhi kriteria berikut: merupakan
industri pionir; mempunyai modal baru minimal Rp 100 Miliar; dan memenuhi ketentuan besaran
perbandingan antara utang dan modal.
Bentuk fasilitas Tax Holiday yang diberikan terdiri dari:
• Untuk penanaman modal paling sedikit Rp 500 Miliar: pengurangan tarif PPh Badan sebesar
100%, yang berlaku selama 5 hingga 20 tahun, tergantung pada nilai modal baru yang
ditanamkan. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pengurangan tarif diberikan sebesar 50%
yang berlaku 2 tahun.
• Untuk penanaman modal paling sedikit Rp 100 Miliar tetapi kurang dari Rp 500 Miliar:
pengurangan tarif PPh sebesar 50%, yang berlaku selama 5 tahun. Selanjutnya, diberikan
pengurangan tarif PPh sebesar 25% selama 2 tahun.
Tabel 20: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday
Tax Allowance 1) Kelengkapan Data Perusahaan (NIB, NPWP, Data Izin Usaha, dan lainnya).
2) Dokumen Persyaratan:
• Surat Keterangan Fiskal (SKF) seluruh Pemegang Saham.
• Data Aktiva.
• Persyaratan proyek sudah memiliki Izin Penanaman Modal.
3) Preview Permohonan.
Tax Holiday 1) Kelengkapan Data Perusahaan (NIB, NPWP, Data Izin Usaha, dan lainnya).
2) Dokumen Persyaratan:
• Surat Keterangan Fiskal (SKF) seluruh Pemegang Saham.
• Data Aktiva.
• Surat penjelasan pemenuhan Debt to Equity Ration (DER).
• Proyek yang diajukan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN).
3) Preview Permohonan.
Tabel 21: Regulasi yang mengatur Tax Allowance dan Tax Holiday
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
2019 Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang
Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
Keuangan Nomor 96 Tahun 2020 Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21 Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan
Tahun 2010 Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir serta Tata
Modal Nomor 7 Tahun 2020 Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Gambar 20: Matriks prosedur Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas: Tax Allowance atau Tax Holiday)
Badan Kerangka
Kegiatan Kementerian Keuangan Kementerian Investasi (OSS)
Usaha Waktu
Pemenuhan
kriteria untuk [4a] Pemberitahuan pemenuhan
pengajuan kriteria untuk memperoleh fasilitas
Tax Allowance (Tax Allowance atau Tax Holiday)
atau Tax
Holiday
[4a]
Pengajuan [4a] Verifikasi
Dokumen dokumen
Permohonan
Ya
Perolehan Tax [4a] Penerbitan
Allowance [4a] Persetujuan
persetujuan pemberian fasilitas
atau Tax pemberian fasilitas
(Tax Allowance atau Tax Holiday)
Holiday
Tabel 22: Regulasi yang mengatur Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan
Persetujuan Lingkungan
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Listrik
Tabel 23: Deskripsi tantangan pada Tahap 5a (Administrasi dan Perizinan Fase Pengembangan)
Gambar 21: Matriks prosedur Tahap 5a-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/KKPR)
Kementerian
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Investasi
ATR/BPN
Penginputan
rencana kerja dan [5a-1]
pendaftaran melalui [5a-1]
Penginputan rencana Khusus Proyek
OSS Pendaftaran
usaha Kebijakan Strategis
Nasional
[5a-1] [5a-1]
Evaluasi ketersediaan Evaluasi ketersediaan
RDTR RTR
Ya Tidak [5a-1]
Apakah RTR Pengecekan RTR dan
Evaluasi kesesuaian tersedia? Pertek
lokasi pemanfaatan
ruang dan penilaian Ya
dokumen usulan Apakah RDTR
kegiatan tersedia?
pemanfaatan ruang
Tidak
Tidak [5a-1] Apakah sesuai
Penilaian KKPR persyaratan?
Apakah lokasi
adalah
Tidak Ya
KEK/KI?
Ya
Kementerian Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian LHK
Investasi (OSS) Waktu
[4a-2] Penyusunan
Dokumen Amdal
Permohonan
Persetujuan [4a-2] Pengajuan [4a-2] Penerbitan
Lingkungan permohonan Persetujuan
Persetujuan Lingkungan
Lingkungan (belum efektif)
Ya
Kementerian Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian LHK
Investasi (OSS) Waktu
[5a-2] Pengisian
Formulir UKL-UPL
Permohonan
Persetujuan
Lingkungan [5a-2] Permohonan [5a-2] Penerbitan
Persetujuan Persetujuan Lingkungan
Lingkungan (belum efektif)
[5a-2] Pemenuhan
dokumen
persyaratan
[5a-2] Pengajuan
permohonan [5a-2] Pemeriksaan
Pemeriksaan
pemeriksaan Formulir UKL-UPL
Formulir
Formulir UKL-UPL
UKL-UPL
Apakah
[5a-2] Tidak formulir yang
[5a-2] Perbaikan
Arahan diberikan memenuhi
Formulir UKL-UPL
perbaikan persyaratan?
Ya
Penerbitan [5a-2] Persetujuan Pernyataan [5a-2] Penerbitan
Persetujuan Kesanggupan Pengelolaan Persetujuan
Lingkungan Lingkungan Hidup (PKPLH) Lingkungan (efektif)
Untuk mendapatkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, calon pengembang harus mengajukan
permohonan serta memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Menteri LHK kemudian akan melakukan
penilaian terhadap permohonan yang diajukan. Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka
Menteri LHK akan menerbitkan Persetujuan Pengunaan Kawasan Hutan. Jangka waktu Persetujuan
Penggunaan Kawasan Hutan yang diberikan adalah sama dengan jangka waktu Perizinan Berusaha sesuai
bidangnya. Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan akan dievaluasi oleh Menteri LHK satu (1) kali dalam
lima (5) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah sebagai
berikut:
• Melaksanakan tata batas areal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.
• Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan.
• Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
• Membayar PNBP Kompensasi, bagi pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan pada
provinsi yang kurang kecukupan luas kawasan hutannya.
• Menyelenggarakan perlindungan hutan.
• Melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan Persetujuan
Penggunaan Kawasan Hutan yang sudah tidak digunakan.
• Mengganti biaya investasi kepada pengelola/pemegang pengelolaan/perizinan berusaha
pemanfaatan hutan.
• Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri LHK.
Sebagai catatan, untuk pengembangan PLT Aneka ET yang merupakan kegiatan program strategis
nasional, dikecualikan dari kewajiban pembayaran PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan PNBP
Kompensasi serta penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS.
Dalam hal pelaksanaan tata batas areal, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan wajib
melaksanakan tata batas areal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan paling lama dalam jangka waktu
satu (1) tahun setelah diterbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan tidak dapat diperpanjang.
Setelah pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan menyelesaikan pelaksanaan tata batas areal
penggunaan kawasan hutan, Menteri LHK akan menetapkan batas areal kerja penggunaan kawasan hutan.
Larangan yang harus dipatuhi oleh pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah sebagai
berikut:
• Memindahtangankan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan kepada pihak lain atau melakukan
perubahan nama pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan tanpa persetujuan Menteri
LHK.
• Menjaminkan atau mengagunkan areal penggunaan kawasan hutan kepada pihak lain.
• Menggunakan merkuri bagi kegiatan pertambangan.
• Melakukan kegiatan di dalam areal penggunaan kawasan hutan sebelum memperoleh penetapan
batas areal kerja penggunaan kawasan hutan, kecuali membuat kegiatan persiapan berupa
pembangunan direksi kit dan/atau pengukuran sarana dan prasarana.
Namun dalam hal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan diberikan untuk kegiatan pembangunan
nasional yang bersifat vital, yaitu kegiatan ketenagalistrikan serta kegiatan pembangunan waduk dan
bendungan untuk pemanfaatan energi, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dapat
melakukan kegiatan di areal penggunaan kawasan hutan sebelum pelaksanaan tata batas diselesaikan.
2. Surat Arahan Penyusunan Dokumen Diterbitkan oleh instansi berwenang (Direktorat Pencegahan
Lingkungan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan/PDLUK, Kementerian
LHK atau Dinas Lingkungan Hidup di daerah sesuai
kewenangannya).
3. Nomor Induk Berusaha (NIB) Diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
6. Formulir Kerangka Acuan Analisis Dokumen KA-Andal Final dan Berita Acara KA-Andal yang telah
Dampak Lingkungan Hidup (KA- ditandatangani.
Andal) dan Berita Acara KA-Andal
7. Bukti kesesuaian lokasi rencana usaha Peta kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan
dan/atau kegiatan dengan rencana rencana tata ruang.
tata ruang
8. Persetujuan awal terkait rencana Izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.
9. Persetujuan teknis Dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
rencana kegiatan.
10. Keabsahan tanda bukti registrasi Surat Registrasi LPJP Amdal yang diterbitkan oleh Pusat
Lembaga Penyedia Jasa Penyusun Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan yang masih berlaku.
(LPJP) Amdal, apabila penyusunan
Amdal dan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup & Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-
RPL) dilakukan oleh LPJP Amdal
12. Dokumen Andal Kesesuaian sistematika dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL
dengan pedoman penyusunan dokumen Andal dan dokumen
RKL-RPL:
1) Pendahuluan:
• Latar belakang.
• Tujuan dan manfaat.
• Pelaksana studi.
• Deskripsi singkat rencana usaha dan/atau kegiatan.
• Ringkasan pelingkupan.
2) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan beserta
alternatifnya.
3) Deskripsi rona lingkungan hidup rinci.
4) Hasil dan evaluasi pelibatan masyarakat.
5) Penetapan dampak penting hipotetik, batas wilayah studi,
dan batas waktu kajian.
6) Prakiraan dampak penting dan penentuan sifat penting
dampak.
7) Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan.
8) Daftar pustaka.
9) Lampiran.
Sumber: http://pelayananterpadu.menlhk.go.id/
Surat Permohonan Pemeriksaan UKL- Ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
1.
UPL
Surat Arahan Penyusunan Dokumen Diterbitkan oleh instansi berwenang (Direktorat Pencegahan
2. Lingkungan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan atau Dinas
Lingkungan Hidup sesuai kewenangannya).
Surat Pernyataan Pengelolaan dan Ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau
4.
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) kegiatan di atas materai.
Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang Ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau
5. diajukan masih dalam tahap kegiatan di atas materai.
perencanaan
6. Bukti Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Berupa peta kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau
Pemanfaatan Ruang atau Rekomendasi kegiatan dengan rencana tata ruang.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang
7. Persetujuan awal terkait rencana usaha Izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.
8. Persetujuan teknis Dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
rencana kegiatan.
9. Formulir UKL-UPL Kesesuaian isi formulir UKL-UPL standar spesifik atau formulir
UKL-UPL standar dengan pedoman pengisian berikut:
1) Identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:
• Nama penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
• Alamat kantor, kode pos, nomor telepon, faksimile,
dan surel (email).
2) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan:
• Nama rencana usaha dan/atau kegiatan.
• Lokasi rencana usaha dan/atau kegaiatan dan
dilampirkan peta yang sesuai dengan kaidah
kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang
memadai.
• Skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan.
3) Dampak lingkungan yang ditimbulkan dan upaya
pengelolaan lingkungan hidup serta standar pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup.
4) Surat Pernyataan.
5) Daftar Pustaka.
6) Lampiran.
Sumber: http://pelayananterpadu.menlhk.go.id/
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Penyedia Dana
Waktu
Jika diperlukan
Evaluasi
persyaratan [6-2] Klarifikasi
pinjaman permasalahan
Apakah
permohonan dan Tidak [6-2]
persyaratan memenuhi Penolakan
standar dan layak? permohonan
Ya
Persetujuan
[6-2] Penandatanganan Perjanjian Pinjaman
Pendanaan
8
Renewable Energy Financing Schemes for Indonesia. Asian Development Bank. 2019.
Selanjutnya, PT PLN (Persero) akan mengundang PJBL PLT Aneka ET berlaku paling lama 30 tahun
calon pengembang untuk penjelasan draf PJBL. sesuai dengan umur ekonomis pembangkit,
Calon pengembang harus menyerahkan terhitung sejak COD. Setelah penandatanganan
persyaratan Jaminan Pelaksanaan sebelum PJBL, pengembang harus melakukan pemenuhan
dilakukan penandatanganan PJBL dengan biaya (financial close).
ketentuan sebagaimana diuraikan pada Tabel 29.
Apabila persyaratan tersebut telah terpenuhi, Dalam hal pelaksanaan PJBL untuk proyek PLT
penandatanganan PJBL antara calon pengembang Aneka ET, terdapat beberapat tantangan yang
dengan PT PLN (Persero) akan dilakukan umum dihadapi pengembang sebagaimana
disajikan pada Tabel 30.
Sesuai dengan ketentuan regulasi, setelah
penandatangan PJBL dilakukan, pengembang Matriks prosedur untuk Tahap 7, sebagaimana
harus melaporkan kemajuan pelaksanaan ditampilkan pada Gambar 25, menyajikan
pembangunan pembangkit listrik kepada Menteri rangkaian kegiatan di dalamnya termasuk key
ESDM setiap tiga (3) bulan. Pelaporan ini terhitung actors dan kerangka waktu di setiap kegiatan.
mulai tanggal penandatanganan PJBL hingga Dapat dilihat pada matriks tersebut bahwa
Commercial Operation Date (COD), dengan Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero)
tembusan kepada Dirjen EBTKE, Dirjen merupakan key actors pada tahap ini.
Peraturan Tentang
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi
Tahun 2020 Baru dan Terbarukan
1) Jaminan Pelaksanaan harus dicantumkan di dalam Perjanjian dengan dengan nilai sebagai berikut:
(i) minimal sejumlah 10% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak penandatanganan PJBL sampai
dengan Financing Date.
(ii) minimal sejumlah 5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak Financing Date sampai
commissioned date.
(iii) minimal sejumlah 2,5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak commissioned date sampai
dengan Commercial Operation Date (COD).
2) Pelaksanaan penyampaian Jaminan Pelaksanaan oleh pengembang sebagaimana dimaksud pada poin (1) di
atas, disampaikan sekaligus sebelum PJBL ditandatangani atau pada saat penandatanganan PJBL dengan
ketentuan sebagai berikut:
(i) Jaminan Pelaksanaan I minimal sebesar 5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai Financing Date dan dikembalikan dengan tercapainya Financing Date.
(ii) Jaminan Pelaksanaan II minimal sebesar 2.5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai commissioned date dan dikembalikan dengan tercapainya commissioned
date.
(iii) Jaminan Pelaksanaan III minimal sebesar 2.5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai Commercial Operation Date (COD) dan dikembalikan dengan tercapainya
COD.
5) Persyaratan klaim Jaminan Pengadaan, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018
DJEBTKE- Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
KESDM Waktu
[1a-3]/[1b-3]
Penandatanganan Surat
Penerbitan Penunjukan Pemenang
Surat (Letter of Intent, LoI)
Persetujuan
Harga Jual Beli [7] Penerbitan
[7] Persiapan Surat
Tenaga Listrik Surat Persetujuan
Permohonan Persetujuan Harga
Harga Jual Beli
Pembelian Tenaga Listrik
Tenaga Listrik
Pembahasan
Draf PJBL [7] Pembahasan Draf PJBL
Verifikasi
kelengkapan
persyaratan Tidak Apakah dokumen
sesuai dengan
persyaratan?
Ya
Penandata-
nganan PJBL [7] Pelaporan kemajuan
pelaksanaan pembangunan
PLTBio setiap 3 bulan
Sumber: (i) Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2017 dan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2018;
(ii) Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020.
PEMBANGUNAN
Pemenuhan
Biaya
4b Fasilitas Fiskal
6 Pendanaan
Engineering, Procurement,
9 & Construction (EPC)
PEMBANGUNAN
Pemenuhan
Biaya
5b 5c
PBG,
HO,
SIPPA
8 9 10
Kesepakatan Izin Usaha
harga Engineering, Penyambungan COD
FASE Penyediaan
Procurement, & Jaringan Listrik & FASE OPERASI
PENGEMBANGAN Tenaga Listrik
Construction (EPC) Commissioning
(IUPTL)
Pembebasan
Bea Masuk
4b
Pengajuan
Fasilitas
Pendanaan
Tabel 31: Regulasi yang mengatur kegiatan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
Peraturan Tentang
Gambar 28: Matriks prosedur Tahap 8 (Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik/IUP)
Apakah
Verifikasi & dokumen yang Tidak [8]
evaluasi diberikan memenuhi Penolakan 5 hari
persyaratan persyaratan? permohonan
dokumen
Ya
[8] Penerbitan
Surat Pemenuhan
Komitmen
Sumber: (i) Peraturan Menteri ESDM Nomor 35/2013 jo. Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2016;
(ii) DJK-KESDM. PPT Jenis Usaha dan Tata Cara Perizinan Penyediaan Tenaga Listrik. 24 Maret 2021.
Tabel 33: Regulasi yang mengatur Pengajuan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan
21 Tahun 2010 Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Gambar 29: Matriks prosedur Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas: Pembebasan Bea Masuk)
[4b-1]
Penyusunan Penyusunan
RIB RIB
[4b-1]
[4b-1]
Pemilihan &
Verifikasi
penunjukan
dokumen RIB
surveyor
Apakah
Verifikasi Tidak dokumen
RIB oleh memenuhi
surveyor persyaratan?
Ya
[4b-1]
Tidak
Pelaporan
verifikasi
dokumen RIB
[4b-1]
[4b-1]
Permohonan
Permohonan Verifikasi oleh
penandasahan RIB
& evaluasi pihak ketiga &
& pemenuhan
penanda- evaluasi oleh
dokumen
sahan Tim DJK-KESDM
persyaratan
Rencana
Impor
Barang (RIB) Apakah
dokumen
memenuhi
persyaratan?
Ya
Penerbitan [4b-1]
& penanda- Persetujuan &
sahan RIB Penandasahan
RIB
[4b-2]
Permohonan [4b-2]
Permohonan Pembebasan Bea Verifikasi dokumen
pengajuan Masuk & permohonan
fasilitas pemenuhan
Pembebasan dokumen
Bea Masuk persyaratan Apakah
dokumen Tidak [4b-2] Surat
memenuhi Penolakan
persyaratan? Permohonan
Ya
[4b-2] Penerbitan
Penerbitan Keputusan Kepala
keputusan BKPM (atas nama
Pembebasan Menteri Keuangan)
Bea Masuk perihal Pembebasan
Bea Masuk
Merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 263 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan
atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum—Surveyor bersifat
independen, mempunyai lingkup kegiatan dan kemampuan melakukan verifikasi Rencana Impor Barang
(RIB) atau Rencana Impor Barang Perubahan (RIBP) di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
serta memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survei (SIUJS) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia.
Surveyor dipilih dan ditunjuk oleh pengembang untuk melakukan verifikasi RIB. Adapun verifikasi terhadap
RIB meliputi:
1. Aspek Administrasi
• Kesesuaian nama badan usaha.
• Alamat.
• Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
• Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
2. Aspek Teknis
a) Kesesuaian daftar barang modal dalam RIB dengan kebutuhan pembangunan atau
pengembangan pembangkit (jenis, spesifikasi, dan jumlah barang) yang direncanakan.
b) Seleksi terhadap barang modal dalam RIB agar memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Barang belum diproduksi dalam negeri.
• Barang sudah diproduksi dalam negeri namun, tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan.
• Barang yang sudah diproduksi dalam negeri, namun tidak memenuhi kebutuhan industri.
• Barang tidak termasuk dalam daftar barang yang tidak boleh diimpor.
• Barang bukan suku cadang, barang habis pakai atau peralatan bengkel ( workshop tool).
c) Penelitian tehadap kontrak PJBL, meliputi:
• Ketentuan pencantuman klausul tidak termasuk bea masuk dalam kontrak.
• Ketentuan bahwa seluruh tenaga listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PT PLN (Persero).
d) Barang modal yang dicantumkan dalam RIB hanya barang modal yang memenuhi persyaratan
untuk disetujui dan ditandasahkan dalam rangka mendapatkan fasilitas Pembebasan Bea Masuk.
Sebagai catatan, dalam rangka Penandasahan RIB, DJK dapat meminta penjelasan atau klarifikasi terhadap
Laporan Hasil Verifikasi RIB yang disampaikan Surveyor.
Dokumen Persyaratan
1) Dokumen permohonan secara tertulis dan bermeterai (format tercantum pada Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KESDM Nomor 263 Tahun 2015 tentang Tata Cara Permohonan
Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan atau
Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum).
2) Lampiran:
• Fotokopi Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
• Fotokopi Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
• Laporan hasil verifikasi dan daftar Rencana Impor Barang (RIB) yang telah diverifikasi oleh Surveyor.
• Surat pernyataan tanggung jawab dari Surveyor (format tercantum pada Lampiran II Peraturan DJK
Nomor 263 Tahun 2015).
Dokumen Persyaratan
1) Dokumen pengajuan (format tercantum pada Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun
2015 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam
Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan
Umum).
2) Lampiran:
• Fotokopi Izin Prinsip Penanaman Modal (saat ini: Nomor Induk Berusaha/NIB).
• Rencana Impor Barang (RIB) kebutuhan proyek, yang memuat jumlah, jenis, dan spesifikasi teknis secara
rinci per kantor pabean tempat pemasukan yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh DJK-KESDM
(format tercantum pada Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2015).
• Akta Pendirian badan usaha.
• Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) (saat ini: Nomor Induk Berusaha/NIB).
• Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
• Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dengan PT PLN (Persero).
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan
Gambar 30: Matriks prosedur Tahap 5b-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pembangunan:
Persetujuan Bangunan Gedung/PBG)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pemerintah Daerah
Waktu
Permohonan [5b-1] Pengajuan
Persetujuan Permohonan PBG
Bangunan pada SIMBG
Gedung (PBG)
[5b-1] Pemeriksaan
Dokumen Rencana Teknis
(oleh TPA/TPT)
[5b-1] Penyusunan
Berita Acara
Pemeriksaan
28 hari
Dokumen
[5b-1] kerja
Rencana Teknis Tidak Apakah
Rekomendasi Dokumen Rencana Teknis
Pendaftaran Ulang memenuhi standar teknis?
PBG
Ya
[5b-1] Rekomendasi
Pemenuhan Standar Teknis
Penerbitan Surat
Pernyataan [5b-1] Surat Pernyataan
Pemenuhan Pemenuhan Standar Teknis
Standar Teknis (oleh Dinas Teknis)
Bukti Pembayaran
Penerbitan PBG [5b-1] Penerbitan PBG
(oleh DPMPTSP)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pemerintah Daerah (DPMPTSP)
Waktu
Permohonan Perizinan:
• Izin Gangguan (HO)
• Surat Izin
[5a-4] Permohonan
Pengambilan dan
perizinan
Pemanfaatan Air
(SIPPA)
Ya
Rencana Utilitas • Perhitungan kebutuhan air bersih, listrik, penampungan dan pengolahan air
limbah, pengelolaan sampah, beban kelola air hujan, serta kelengkapan
prasarana dan sarana pada Bangunan Gedung
• Perhitungan tingkat kebisingan dan getaran
• Gambar sistem proteksi kebakaran sesuai dengan tingkat risiko kebakaran
• Gambar sistem penghawaan atau ventilasi alami dan/atau buatan
• Gambar sistem transportasi vertikal
• Gambar sistem trasnportasi horizontal
• Gambar sistem informasi dan komunikasi internal dan eksternal
• Gambar sistem proteksi petir
• Gambar jaringan listrik, yang terdiri dari gambar sumber, jaringan, dan
pencahayaan
• Gambar sistem sanitasi, yang terdiri dari sistem air bersih, air limbah, dan air
hujan.
Spesifikasi Jenis, tipe, dan karakteristik material atau bahan yang digunakan secara lebih
Teknis Bangunan detail dan menyeluruh untuk komponen arsitektural, struktural, mekanikal,
Gedung elektrikal, dan perpipaan (plumbing).
Sumber: www.simbg.pu.go.id
Tabel 38: Dokumen persyaratan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA)
Dokumen Persyaratan
Dalam fase pembangunan, terdapat beberapa perizinan berusaha khusus untuk pengusahaan PLTB
yang harus dilengkapi oleh pengembang yaitu: (i) Rekomendasi Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP), (ii) Persetujuan Andalalin. Masing-masing penjelasan lebih detail terkait perizinan
tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
1. Rekomendasi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
Dalam pengusahaan proyek PLTB umumnya akan dilakukan pembangunan met mast dan turbin angin
(wind turbine). Met mast merupakan menara pengukuran yang berfungsi untuk mengukur kecepatan
angin. Turbin angin merupakan seperangkat teknologi yang mengubah energi angin menjadi energi
listrik. Ketinggian met mast dan turbin angin umumnya adalah sekitar 100 meter. Oleh karena itu, dalam
rangka pembangunan met mast dan turbin angin, diperlukan izin ketinggian berupa Rekomendasi
Kawasan Keselamatan Operasioanal (KKOP).
Rekomendasi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) merupakan izin ketinggian
gedung/bangunan di dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Rekomendasi KKOP
juga merupakan batasan ketinggian yang diberikan terhadap rencana gedung/bangunan sesuai dengan
batas ketinggian KKOP. Rekomendasi Ketinggian Bangunan pada Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) disyaratkan untuk bangunan dengan kategori diatas 4 lantai atau luas bangunan
diatas 10.000 meter persegi dengan kajian Amdal.
Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2018 tentang Norma, Standar,
Prosedur, Dan Kriteria Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Perhubungan Di
Bidang Udara, Rekomendasi KKOP merupakan kewenangan dari Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah
dan Rekomendasi KKOP akan diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan RI. Untuk melakukan
permohonan Rekomendasi KKOP, pengembang dapat melakukan registrasi melalui sistem OSS dan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Surat permohonan ditandatangani pemohon/penerima kuasa;
• Fotocopy KTP pemilik tenah/pemohon;
• Fotocopy surat kepemilikan tanah berupa sertifikat tanah dari BPN yang dilegalisir atau Kartu
Kapling dari Pemerintah Daerah/Pusat (yang dilegalisir Pemerintah Kotamadya/Instansi Pusat
Penerbit Kartu Kepling) atau bukti penguasaan/sewa lahan;
• Alamat lokasi yang dimohonkan;
• Koordinat lokasi dengan ketentuan: (i) Koordinat geografis WGS’84, (ii) Satuan derajat, menit,
dan detik, (iii) Ketelitian 2 angka di belakang koma;
• Elevasi tanah lokasi dalam satuan Meter, MSL (Mean Sea Level);
• Peta/denah lokasi yang dimohonkan;
• Pembayaran PNBP (SIMPONI);
• Gambar rencana ketinggian;
• Surat Kuasa Pengurusan dari Pemilik/Pemohon kepada yang mengurus (bila pengurusan oleh
bukan pemilik/pemohon).
Waktu proses pengurusan Rekomendasi KKOP adalah 14 hari kerja jika dokumen lengkap dan
memenuhi persyaratan.
Selanjutnya, pengajuan persetujuan Andalalin dapat dilakukan melalui sistem pelayanan perizinan
persetujuan Andalalin di lingkungan Kementerian Perhubungan yaitu Si Andalan
(siandalan.dephub.go.id). Langkah-langkah proses pengajuan persetujuan Andalalin melalui Si
Andalan adalah sebagai berikut.
a. Penyiapan dokumen persyaratan (fotocopy identitas pemohon, fotocopy NPWP perusahaan
dan pemohon, fotocopy legalitas usaha pemohon, fotocopy akte pendiri perusahaan dari
Kemenkumham, pertimbangan teknis pertanahan dari BPN, izin prinsip penaaman modal, alih
fungsi lahan, izin lokasi, site plan, dan surat permohonan.
b. Registrasi pemohon dengan memasukkan data berupa email, password, jenis pemohon, nama
instansi, kode satker, dan nomor telepon.
c. Login dengan memasukkan data berupa email dan password.
d. Klik tombol pengajuan baru.
e. Penentuan pilihan bangkitan, kategori, subkategori, dan kapasitas sesuai dengan yang akan
diajukan.
f. Klik tombol lanjut untuk selanjutnya memasuki laman Pengajuan Andalalin.
g. Penginputan data-data seperti nama proyek, alamat proyek, provinsi, nama pimpinan, nomor
telepon, dan jabatan.
h. Klik tombol simpan.
i. Proses selanjutnya dilakukan berdasarkan masing-masing pilihan bangkitan:
• Jika memilih bangkitan rendah, pemohon wajib melakukan upload dokumen standar
teknis;
• Jika memilih bangkitan sedang, pemohon wajib memilih konsultan/tenaga ahli untuk
menyusun dokumen rekomendasi teknis. Selanjutnya, dokumen rekomendasi teknis akan
di-upload oleh konsultan/tenaga ahli;
• Jika memilih bangkitan tinggi, pemohon wajib memilih konsultan/tenaga ahli untuk
menyusun dokumen Andalalin. Selanjutnya, dokumen Andalalin akan di-upload oleh
konsultan/tenaga ahli;
j. Pembayaran PNBP dan melakukan upload bukti pembayaran PNBP.
Untuk pemohon yang memilih bangkitan tinggi, setelah upload bukti pembayaran PNBP,
pemohon akan melakukan pemilihan jadwal pembahasan dokumen. Setelah pembahasan
dokumen, akan terbit berita acara pembahasan.
k. Penerbitan SK Persetujuan Andalalin oleh Si Andalan.
Waktu pelayanan proses perizinan persetujuan Andalalin melalui Si Andalan berbeda-beda berdasarkan
pilihan bangkitan. Untuk pemohon yang memilih bangkitan rendah, waktu pelayanan adalah 1 hari kerja.
Untuk pemohon yang memilih bangkitan sedang, waktu pelayanan adalah 1 hari kerja setelah upload
dokumen final. Untuk pemohon yang memilih bangkitan tinggi, waktu pelayanan adalah 3 hari kerja
setelah upload dokumen final.
Gambar 32: Matriks prosedur Tahap 5c-1 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: Sertifikat
Laik Fungsi/SLF)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pengkaji Teknis Pemerintah Daerah
Waktu
[5c-1] Penetapan
Penetapan penyedia jasa
Penyedia Jasa Pengkaji Teknis
Pengkaji Teknis yang dihubungi
[5c-1] Pemeriksaan
[5c-1] Pemenuhan
kelengkapan & kesesuaian
kelengkapan
dokumen dengan bangunan
dokumen
gedung terbangun
[5c-1] Verifikasi
kesesuaian
Pengajuan [5c-1]
permohonan SLF Pendaftaran
permohonan SLF
[5c-1] Tidak
Apakah
Surat
dokumen
pembe-
sesuai?
ritahuan
Ya
Penerbitan Surat
[5c-1] Penerbitan Surat
Pernyataan
Pernyataan Pemenuhan
Pemenuhan
Standar Teknis
Standar Teknis
Proses
Apakah
pelaksanaan Tidak
dokumen sudah
pengujian
lengkap &
secara online sesuai?
Ya
[5c-2]
Registrasi SLO
[5c-2]
Pemeriksaan &
Proses pengujian ke lokasi
pelaksanaan
pengujian di
lokasi [5c-2] Pembuatan
laporan
[5c-2] Verifikasi
& Validasi
keabsahan SLO
Verifikasi
keabsahan
SLO Apakah
Tidak dokumen sudah
memenuhi
persyaratan?
Ya
[5c-2] [5c-2]
Penerbitan
Persetujuan Penerbitan SLO
SLO
pemberian SLO (efektif)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, akan dilakukan proses pemeriksaan kelengkapan
dokumen dan kondisi bangunan gedung untuk memperoleh Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Pemeriksaan kesesuaian dokumen dengan bangunan gedung tersebut dilakukan terhadap:
• Identitas pemilik.
• Kondisi bangunan gedung.
• Kesesuaian dengan Keterangan Rencana Kota (KRK).
• Dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau rencana teknis atau gambar terbangun ( as-built
drawing) diperiksa kesesuaiannya dengan bangunan gedung terbangun.
• Informasi pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.
Pemeriksaan kondisi bangunan gedung mencakup penyusunan daftar simak pemeriksaan kondisi
bangunan gedung dan pemeriksaan kondisi bangunan gedung terhadap daftar simak. Sebagai catatan,
terkait gambar bangunan gedung, paling sedikit memuat aspek keselamatan yang meliputi dimensi balok
dan kolom bangunan gedung beserta peletakannya, jalur evakuasi ( mean of egress), sistem proteksi
kebakaran, sistem proteksi petir, dan sistem instalasi listrik.
Subtahap 5c-2: Sertifikat Laik Operasi LIT kemudian akan melakukan pemeriksaan dan
pengujian dokumen persyaratan secara online.
(SLO)
Apabila dokumen telah lengkap dan sesuai, DJK-
Sertifikat Laik Operasi (SLO) merupakan salah satu KESDM akan menerbitkan Registrasi SLO. Selain
persyaratan dalam penetapan Commercial itu, LIT juga akan melakukan pemeriksaan dan
Operation Date (COD). Untuk mendapatkan SLO, pengujian ke lokasi serta penyusunan laporan.
pengembang harus mengajukan permohonan Merujuk pada Registrasi SLO dan laporan dari LIT,
yang dilakukan pada saat pelaksanaan koneksi DJK-KESDM akan melakukan verifikasi dan
jaringan listrik dan commissioning (Tahap 10). validasi keabsahan SLO. Selanjutnya, setelah
Sebagai langkah awal, pengembang harus semua dokumen memenuhi persyaratan, SLO
mengajukan permohonan SLO melalui sistem OSS dengan status “efektif” akan diterbitkan melalui
(www.oss.go.id) untuk penerbitan SLO dengan sistem OSS.
status “belum efektif”. Selain itu, pengembang
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 38
juga harus menghubungi salah satu Lembaga
Tahun 2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik yang berlisensi
Sertifikasi Ketenagalistrikan, proses penerbitan
atau terakreditasi, dan melampirkan dokumen
SLO efektif oleh DJK-KESDM memerlukan waktu
persyaratan kepada LIT, sebagaimana
paling lama empat (4) hari kerja. SLO yang
ditabulasikan pada Tabel 39. Sebagai catatan,
diterbitkan berlaku untuk jangka waktu lima (5)
daftar LIT dapat dilihat pada aplikasi Sistem
tahun dan dapat diperpanjang. Perlu diketahui
Registrasi SLO (www.slodjk.esdm.go.id).
bahwa SLO tidak berlaku apabila terdapat
perubahan kapasitas, instalasi, rekondisi, ataupun
relokasi.
Dokumen Persyaratan
1) IUPTL, Izin Operasi, atau identitas pemilik instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
2) Lokasi instalasi.
3) Jenis dan kapasitas instalasi.
4) Gambar instalasi dan tata letak yang dikeluarkan oleh badan usaha jasa konsultasi perencana tenaga listrik
yang memilki Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL).
5) Diagram satu garis yang dikeluarkan oleh badan usaha jasa konsultasi perencana tenaga listrik yang memiliki
IUJPTL.
6) Spesifikasi peralatan utama instalasi.
7) Spesifikasi teknik dan standar yang digunakan.
Tabel 40: Regulasi yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun Ketentuan Dan Tata Cara Penilaian Tingkat Komponen
2017 Dalam Negeri Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan
Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan perubahannya, yaitu
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2017, besaran nilai TKDN barang dan jasa untuk PLTA
dan PLTS disajikan sebagai berikut:
Travo - - 40%
Komponen utama barang untuk PLTA mencakup civil metalwork, turbine, generator, electrical, dan instrument and
control. Komponen jasa untuk PLTA mencakup Jasa Konsultan (Feasibility Study), Jasa Konstruksi Terintegrasi
(Engineering, Procurement, and Construction), Jasa Pemeriksaan, Pengujian, Sertifikasi, dan/atau Jasa Pendukung.
Komponen utama barang untuk PLTS mencakup civil metalwork, turbine, generator, electrical, dan instrument and
control. Komponen jasa untuk PLTS mencakup Jasa Konsultan (Feasibility Study), Jasa Konstruksi Terintegrasi
(Engineering, Procurement, and Construction), Jasa Pemeriksaan, Pengujian, Sertifikasi, dan/atau Jasa Pendukung.
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code)
Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Tahun 2020 Terbarukan
Gambar 34: Matriks prosedur Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero) DJK – KESDM
Waktu
[10-1] Pengajuan
permohonan
Pengajuan
permohonan
penyambungan
jaringan listrik [10-1] Pemenuhan
persyaratan
(Konfirmasi Tertulis)
Ya
Permohonan Persyaratan
Persyaratan Fasilitas 1) Memenuhi persyaratan Aturan Perencanaan dan Pelaksanaan Operasi serta telah
dari Titik Sambung menyampaikan data dan informasi yang diperlukan sesuai yang diatur dalam
Aturan Kebutuhan Data dengan waktu yang memadai untuk evaluasi teknis.
2) Memenuhi persyaratan Aturan Operasi.
3) Menyampaikan permintaan tertulis kepada pengelola operasi sistem PT PLN
(Persero) mengenai informasi yang diperlukan untuk mempersiapkan urutan
kerja lapangan, yaitu:
• Daftar peralatan seperti trafo, tap changer, pengaturan dan pasokan
reaktif, dan peralatan proteksi yang mempengaruhi jaringan.
• Daftar personel yang akan bertanggung jawab memberi dan menerima
data informasi yang diperlukan sesuai Aturan Operasi dan Aturan
Perencanaan dan Pelaksanaan Operasi.
4) Menyampaikan konfirmasi tertulis kepada pengelola transmisi PT PLN (Persero)
dan pengelola operasi sistem PT PLN (Persero), bahwa semua peralatan pada
titik sambung memenuhi persyaratan Aturan Jaringan Jawa, Madura, dan Bali,
kecuali yang dijamin oleh pengelola transmisi PT PLN (Persero) dan pengelola
operasi sistem.
Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020, commissioning dan COD
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Ketentuan commissioning dan COD pembangkit listrik mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai akreditasi dan sertifikasi ketenagalistrikan (Peraturan Menteri ESDM
Nomor 38 Tahun 2018).
• Pengoperasian pembangkit tenaga listrik harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik ( Grid Code) pada sistem setempat atau
dalam hal belum memiliki jaringan maka aturan jaringan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan, dan dalam hal belum terdapat aturan jaringan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan maka pengoperasian pembangkit tenaga listrik dapat mengikuti aturan
jaringan listrik yang telah ada. Sebagai catatan, Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik ( Grid Code)
termutakhir diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020.
Fase Operasi dalam siklus pengembangan— sesuai Standard Operational Procedure (SOP)
pengusahaan PLT Aneka ET terdiri dari dua tahap, yang ditetapkan.
yaitu: (11) operasi dan pemeliharaan; dan (4)
pengajuan fasilitas. Gantt Chart dan diagram alir Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas – Fase Operasi).
untuk Fase Operasi disajikan pada Gambar 35 dan Pengajuan fasilitas dalam Fase Operasi merupakan
Gambar 36 secara berurutan, dengan uraian pengajuan pemanfaatan fasilitas (insentif) berupa
singkat masing-masing tahap dideskripsikan di Tax Allowance atau Tax Holiday. Setelah PLT
bawah ini. Adapun ulasan masing-masing tahap Aneka ET beroperasi atau jual beli listrik telah
akan dirinci dalam subbab ini. dilakukan, pengembang dapat mengajukan
pemanfaatan fasilitas tersebut melalui sistem OSS.
Tahap 11 (Operasi dan Pemeliharaan). Pada tahap Pengembang akan memperoleh fasilitas tersebut
ini, pengembang dapat melakukan penjualan listrik dengan pemenuhan persyaratan dan pemeriksaan
dari PLT Aneka ET ke PT PLN (Persero). lapangan oleh Direktur Jenderal Pajak serta
Pengembang harus memantau operasi PLT Aneka penetapan oleh Menteri Keuangan—berdasarkan
ET serta melakukan kegiatan pemeliharaan rutin hasil pemeriksaan lapangan.
OPERASI
4c Fasilitas Fiskal
Operasi &
11 Pemeliharaan (O&M)
OPERASI
4c
FASE Pengajuan
PENGEMBANGAN Fasilitas
Pemanfaatan
Tax Allowance/
Tax Holiday
11
COD Operasi &
FASE
Pemeliharaan
PEMBANGUNAN
(O&M)
Tabel 44: Konten yang disarankan untuk Prosedur Operasi Standar (SOP)
Peraturan Tentang
Tabel 46: Persyaratan permohonan pemanfaatan Tax Allowance atau Tax Holiday
Persyaratan
Box 25: Pelaporan Realisasi Penanaman Modal dan Realisasi Produksi terkait Pemberian
Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, laporan yang disampaikan oleh pengembang setiap satu (1)
tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal—setelah dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan PPh Badan, meliputi:
• Laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai
pemberian pengurangan PPh Badan sampai dengan saat mulai berproduksi komersial.
• Laporan realisasi produksi sejak tahun pajak saat mulai berproduksi komersial sampai dengan
jangka waktu pemanfaatan pengurangan PPh Badan berakhir.
Laporan tersebut disampaikan paling lambat 30 hari setelah berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.
Gambar 37: Matriks prosedur Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas: Pemanfaatan Tax Allowance atau Tax
Holiday)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Keuangan Kementerian Investasi (OSS)
Waktu
[4c] Pengajuan
permohonan
Pengajuan pemanfaatan
permohonan
pemanfaatan
fasilitas [4c] Penyampaian permohonan
[4c] Pemenuhan
pemanfaatan fasilitas kepada
persyaratan
Direktur Jenderal Pajak
[4c] Pemeriksaan
Lapangan
Pemeriksaan
lapangan Apakah
[4c] Tidak cakupan yang
Penolakan diuji memenuhi
permohonan persyaratan?
Ya
[4c]
Penerbitan Pelaporan
[4c] Surat Keputusan
keputusan realisasi
Pemanfaatan Fasilitas oleh
pemanfaatan penanaman
Menteri Keuangan
fasilitas modal & realisasi
produksi
Secara umum, pembiayaan proyek ET berasal dari akhir jangka waktu yang disepakati, ditambah
tiga sumber utama yaitu: bunga selama periode peminjaman.
c. Hibah, merupakan sejumlah uang yang
a. Ekuitas, merupakan modal yang diperoleh diberikan oleh pihak ketiga untuk suatu
dari pemegang saham. Ekuitas mewakili nilai proyek yang biasanya diberikan untuk proyek
yang akan dikembalikan kepada pemegang yang secara komersial tidak menguntungkan
saham perusahaan jika semua aset dilikuidasi dan tidak perlu dibayar kembali.
dan semua utang perusahaan dilunasi.
b. Pinjaman atau utang, merupakan sejumlah Beberapa fasilitas pembiayaan proyek ET yang
uang yang disediakan oleh pihak ketiga untuk tersedia saat ini dirangkum pada Tabel 47.
proyek yang harus dilunasi selama atau di
9
Economic and Social Commission for Western Asia (UN ESCWA). Guidebook for Project Developers for Preparing Renewable
Energy Investments Business Plans. 2017.
10
https://www.investopedia.com/
Jenis Fasilitas
Deskripsi
Pembiayaan
Senior debt adalah utang yang harus dilunasi sebelum utang atau ekuitas lainnya
dalam proyek. Karena utang menempati urutan tertinggi dalam prioritas
pembayaran dan dijamin di atas aset, maka utang memiliki risiko terendah dari
Senior debt
instrumen pembiayaan komersial bagi pemberi pinjaman. Suku bunga biasanya
akan didasarkan pada tingkat suku bunga yang berlaku di pasar untuk mata uang
yang bersangkutan, ditambah margin tergantung pada risiko proyek.
Leasing adalah sebuah cara mendapatkan hak untuk menggunakan suatu aset.
Pada dasarnya terdapat dua tipe leasing: capital lease dan operating lease. Dalam
capital lease, penyewa diharuskan untuk menunjukkan peralatan yang disewakan
Leasing sebagai aset dan present value dari pembayaran sewa sebagai utang di neraca
keuangan. Sedangkan, operating lease tidak dikapitalisasi pada neraca keuangan
perusahaan dan pembayaran sewa diperlakukan sebagai biaya untuk tujuan
akuntansi.
Pembiayaan proyek sering kali didasarkan pada struktur keuangan yang kompleks
di mana utang dan ekuitas proyek digunakan untuk membiayai proyek. Biasanya,
struktur pembiayaan proyek melibatkan sejumlah investor ekuitas, serta sindikasi
Pembiayaan Proyek bank yang memberikan pinjaman untuk operasi. Rasio utang terhadap ekuitas jauh
lebih tinggi dalam pembiayaan proyek daripada pembiayaan perusahaan—sebuah
proyek dengan hutang 70%–80% dan ekuitas 20%–30% umum terjadi dalam
pembiayaan proyek.
11
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 10/POJK/05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan.
12
Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025). 2021.
13
Saat ini menjadi Bank Syariah Indonesia, merger antara tiga Bank Syariah BUMN (BRI Syariah, BNI Syariah dan Bank Syariah
Mandiri), sejak 1 Februari 2021.
14
Dikompilasi berdasarkan Laporan Keberlanjutan dan Laporan Tahunan masing-masing Bank.
15
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Pembiayaan
16
Otoritas Jasa Keuangan. Buku Statistik Lembaga Pembiayaan 2019. 2020
17
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 35/POJK.05/2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Modal Ventura
18
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2020. 2020.
19
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Keberlanjutan 2020. 2020.
20
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2017. 2017.
21
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2018. 2018.
22
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2019. 2019.
Agence Française de
3. PLTBm PTPN XI Pembiayaan
Développement (AFD)
23
PT Indonesia Infrastructure Finance. Laporan Tahunan 2020. 2020.
24
PT Indonesia Infrastructure Finance. Laporan Keberlanjutan 2020. 2020.
ASEAN Catalytic Green Finance Facility COVID-19. Rangkuman kemajuan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 52.
(ACGF)25
Sejak peluncurannya, ACGF telah menunjukkan IFC memiliki pengalaman puluhan tahun dalam
kemajuan yang signifikan. Pada Desember 2020, pembiayaan, penataan, dan transaksi energi
sebagian besar target untuk fase pilot telah kompleks terkemuka di pasar negara berkembang,
terpenuhi atau terlampaui setahun penuh lebih dengan lebih dari 50 Gigawatt pembangkit energi
cepat dari jadwal, terlepas dari terbatasnya yang dibiayai hingga saat ini. IFC adalah pemodal
perjalanan dan kendala lain akibat pandemi terkemuka untuk energi terbarukan berbiaya
rendah (low-cost). IFC telah mendanai proyek-
25
ACGF. ASEAN Catalytic Green Finance Facility 2019-2020: Accelerating Green Finance in Southeast Asia. 2021
26
https://www.ifc.org/
Target Kemajuan
Area Aktivitas
(Desember 2021) (December 2020)
27
DEN. Technology Data for the Indonesian Power Sector. 2017.
28
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTM/PLTMH dan PLTB yang digunakan dalam studi Marginal Abatement
Cost Curve (MACC) untuk pembangkit listrik energi terbarukan—proyek di bawah MTRE3-UNDP pada tahun 2020. Data
struktur biaya PLTM/PLTMH dan PLTB yang digunakan telah dievaluasi oleh DJEBKTE-KESDM, khususnya Direktorat Aneka
EBT.
29
Direktorat Aneka EBT KESDM. Aspek Keekonomian Rancangan Kebijakan Harga Listrik PLT Aneka EBT. 2020.
Biaya Peralatan
Power House & Shaft juta USD 19,47 31,62 42,00 68,23
Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 97,33 158,11 210,00 341,15
Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 107,06 173,92 231,00 375,26
Total Biaya Tidak Langsung (TIC) (20% dari TCC) juta USD 21,41 34,78 46,20 75,05
Total Biaya Langsung & Tidak Langsung (TD&IC) juta USD 128,47 208,70 277,20 450,31
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 160,45 260,65 346,20 562,40
Biaya Peralatan
Power House & Shaft juta USD 0,10 0,31 1,54 2,50
Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 0,49 1,51 7,59 12,33
Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 0,54 1,67 8,36 13,58
Total Biaya Tidak Langsung (TIC) (20% dari TCC) juta USD 0,11 0,33 1,67 2,72
Total Biaya Langsung & Tidak Langsung (TD&IC) juta USD 0,65 2,00 10,05 16,30
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 0,81 2,51 12,56 20,41
Biaya Peralatan
Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 1,09 3,35 10,33 16,78
Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 1,11 3,42 10,55 17,14
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 1,17 3,60 11,11 18,04
Biaya Peralatan
Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 20,02 43,20 61,77 100,34
Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 20,90 45,10 64,48 104,75
Total Biaya Tidak Langsung (TIC) (20% dari TCC) juta USD 4,18 9,02 12,90 20,95
Total Biaya Langsung & Tidak Langsung (TD&IC) juta USD 25,08 54,11 77,38 125,70
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 26,18 56,49 80,77 131,21
Biaya O&M PLTA, PLTM/PLTMH, PLTS, dan PLTB O&M tetap dan variabel. Biaya O&M variabel PLTS
yang masing-masing dirangkum dalam Tabel 61, dan PLTB sudah tercakup dalam biaya O&M tetap.
Tabel 62, Tabel 63, dan Tabel 64 terdiri dari biaya
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 1,86 3,72 5,58 11,16
Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun 0,16 0,32 0,48 0,95
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,00 0,02 0,23 0,47
Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun 0,00 0,00 0,01 0,03
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,02 0,09 0,47 0,93
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,56 1,67 2,79 5,58
Tabel 65, Tabel 66, Tabel 67, dan Tabel 68 Penjumlahan keempat komponen tersebut
menyajikan rangkuman struktur biaya sesuai merupakan nilai Levelized Cost of Electricity
dengan terminologi PT PLN (Persero) yang terdiri (LCOE) atau bisa juga disebut sebagai biaya
dari empat komponen biaya, yaitu: (i) Komponen pokok pembangkitan. Perlu menjadi catatan
A— capital cost recovery; (ii) Komponen B—biaya bahwa gambaran LCOE ini ditinjau dari sisi
O&M tetap; (iii) Komponen C—biaya bahan bakar; pengembang, tidak memasukkan Komponen E—
dan (iv) Komponen D—biaya O&M variabel. biaya transmisi
Komponen
Deskripsi Unit 50 MW 100 MW 150 MW 300 MW
Biaya PLN
Komponen
Deskripsi Unit 0,1 MW 0,5 MW 5 MW 10 MW
Biaya PLN
Komponen
Deskripsi Unit 1 MW 5 MW 25 MW 50 MW
Biaya PLN
Komponen
Deskripsi Unit 10 MW 30 MW 50 MW 100 MW
Biaya PLN