Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

COLLABORATIVE GOVERNANCE PENGEMBANGAN WILAYAH


METROPOLITAN MAMMINASATA (MAKASSAR, MAROS,
SUNGGUMINASA DAN TAKALAR)

TIM PENELITI

Dr. Muhammad Yahya, M.Si


Nasrul Haq, S.Sos, MPA
Dr. Mahmud Nuhung, MA
Kahar, SE, MM
Ahmad, S.Sos

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


KERJASAMA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Peneltian : Collaborative Governance Pengembangan Wilayah


Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros,
Sungguminasa Dan Takalar)

Mengetahui Ketua Peneliti


Ketua Prodi
Ilmu Administrasi Negara
Fisipol Unismuh Makassar

Nasrul Haq, S.Sos, MPA Dr. Muhammad Yahya, M.Si


NIDN : 0931108801 NIDN : 1205106501

Menyetujui
Ketua LP3M
Unismuh Makassar

Dr. Ir. Abubakar Idhan, MP.


NIP : 195806021992031001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 6
A. Definisi Collaborative Governance ................................ 6
B. Tema Umum Kolaborasi....... ........................................ 13
C. Model-Model Kolaborasi............................ ....... ………. 15
BAB III METODE PENELITIAN....................................................... 19
A. Metode Pendekatan ...................................................... 19
B. Pengumpulan dan Analisis Data ................................... 25
C. Tahapan Penelitian ....................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 24
LAMPIRAN ........................................................................................ 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, pengembangan wilayah Metropolitan Kota Makassar yang

dikenal dengan sebutan Area Metropolitan Mamminasata (Makassar,

Maros, Sungguminasa dan Takalar) menjadi salah satu Major Project

(Proyek Utama) nasional. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Presiden

Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Berdasar pada Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional dituliskan bawah kota Metropolitan merupakan kota

berstatus kota otonom (single entity) dengan jumlah penduduk lebih

dari > 1 juta. Pengembangan wilayah Metropolitan dilakukan dalam

rangka penguatan Indeks Kota Berkelanjutan di Indonesia masa kini

dan masa akan datang. Area Mamminasata memiliki peran bukan

hanya sebagai kawasan kota baru di luar pulau Jawa melainkan juga

sebagai ikon Indonesia bagian timur. Posisinya sangat strategis dalam

rancangan kebijakan perkotaan nasional yang inklusif, sejahtera, hijau

dan tangguh.

Pra dan pasca ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor Republik

Indonesia Nomor 55 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar,

berbagai macam pihak telah terlibat dan dilibatkan. Keterlibatan

1
banyak pihak lintas sektor sejak pengaturan agenda sampai pada

implementasinya menjadi persoalan yang menarik dikaji dan

dikembangkan. Sampai saat ini, progres proyek strategis wilayah

Metropolitan Mamminasata setelah 10 tahun penetapan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) terlihat belum signifikan. Pembangunan fisik

dan non fisik yang mendukung pengembangan wilayah Metropolitan di

Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa dan Kabupaten

Takalar yang belum signifikan mendorong ikhtiar untuk melakukan

kajian khusus. Secara politik, sosial dan ekonomi, agenda ini memicu

situasi dan kondisi yang dinamis.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wakil pemerintah pusat

memiliki peran yang sangat startegis dalam pengembangan area

Mamminasata karena kawasan tersebut masih berada di wilayah

administrasi pemerintahan. Namun, upaya demi upaya yang dilakukan

dalam kolaborasi lintas sektor sejak tahun 2006 yang dikendalikan

langsung oleh pemerintah provinsi kurang memberikan capaian yang

memuaskan. Hasil studi berita di media massa ditemukan adanya ego

sektoral dan ego wilayah (https://makassar.tribunnews.com) dan soal

tumpang tindih peran para pemangku kepentingan

(http://news.rakyatku.com). Permasalahan ini pada akhirnya

berdampak pada pelaksanaan berbagai macam agenda teknis dan

non teknis yang telah dirancang dalam dokumen Rencana Tata Ruang

Terpadu untuk Wilayah Metropolitan Mamminasata oleh Kementerian

2
Pekerjaan Umum dan Japan International Cooperation Agency (JICA)

pada tahun 2006.

Lebih lanjut, dalam penelitian Widyawati dkk (2018), jaringan

organisasi wilayah Mamminasata mengalami rentetan kendala seperti

kurang maksimalnya kinerja Badan Kerjasama Pembangunan

Metropolitan Mamminasata (BKSPMM) yang beranggotakan

pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan pemerintah Kota Makassar,

Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Masalah

berikutnya yakni peran UPTD Mamminasata sebagai pelaksana teknis

dilapangan juga kurang maksimal sehingga dibubarkan. Pada

akhirnya, Dinas Sumber Daya Alam, Cipta Karya dan Tata Ruang

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki peran pengendalian wilayah

Mamminasata per tahun 2018. Ketidakjelasan kelembagaan

mengisyaratkan collaborative governance perlu pengkajian yang lebih

mendalam. Harapannya, proses kolaborasi dalam pengembangan

wilayah Mamminasata bisa diperbaiki melalui hasil kajian

komprehensif.

Sebagai Major Project, kajian spesifik dalam perspektif collaborative

governance diperlukan guna mendukung capaian kinerja

pembangunan. Proses collaborative governance menitikberatkan pada

mekanisme hubungan aktor pemerintah (legislatif dan eksekutif) dan

non pemerintah (swasta dan masyarakat) yang terlibat, baik pada

3
governansi level internasional dan nasional maupun lokal. Menurut

Purnomo dkk (2018), collaborative governance merupakan suatu

paradigma baru dalam pemerintahan di mana masyarakat, sektor

business, NGOs, dan stakeholder lainnya dilibatkan di dalam proses

pengambilan keputusan, pelaksanaan kebijakan, dan tatakelola

pemerintahan secara umum. Dalam proses collaborative governance,

hal yang diperhatikan menurut Ansell dan Gash (2008) yakni

membangun kepercayaan, komitmen terhadap proses, berbagi

pemahaman, hasil jangka menengah dan dialog tatap muka. Oleh

berbagai macam pakar kebijakan public menyebutkan aksi kolaborasi

sebagai instrumen kebijakan publik.

Argumentasi yang telah disampaikan diatas menjadi latar belakang

masalah yang dicatat oleh tim peneliti sehingga bermaksud melakukan

penelitian perihal proses collaborative governance dalam

pengembangan wilayah Mamminasata. Penelitian diharapkan menjadi

pedoman dalam mendesain aksi kolaborasi yang tepat dalam kasus

pengembangan Kawasan Strategi Nasional (KSN) Mamminasata.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pihak yang

berkepentingan besar perlu melakukan tindakan solutif dan aplikatif

untuk melihat titik temu pemerintah kota dan kabupaten dengan

pemerinta pusat, termasuk titik temu antara pihak pemerintah dengan

non pemerintah dalam berkolaborasi. Melalui penelitian ini, target

utamanya ialah persoalan demi persoalah yang terkait dengan

4
kolaborasi lembaga bisa diselesaikan satu per satu dengan

pendekatan ilmiah.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah utama dalam proposal penelitian ini adalah

bagaimana collaborative governance dalam pengembangan wilayah

Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar).

Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaa

berikut:

1. Bagaimana membangun kepercayaan pihak - pihak yang

melakukan proses collaborative governance?

2. Bagaimana komitmen terhadap proses antara pihak - pihak yang

melakukan proses collaborative governance?

3. Bagaimana upaya berbagi pemahaman antara pihak - pihak yang

melakukan proses collaborative governance?

4. Bagiaman dialog tatap muka antara pihak - pihak yang melakukan

proses collaborative governance?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian dalam proposal penelitian ini adalah untuk

mengetahui collaborative governance dalam pengembangan wilayah

Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar).Tujuan

khususnya yakni:

5
1. Untuk mengetahui upaya dalam membangun kepercayaan pihak -

pihak yang melakukan proses collaborative governance

2. Untuk mengetahui komitmen terhadap proses antara pihak - pihak

yang melakukan proses collaborative governance

3. Untuk mengetahui upaya berbagi pemahaman antara pihak - pihak

yang melakukan proses collaborative governance

4. Untuk mengetahui model dialog tatap muka antara pihak - pihak

yang melakukan proses collaborative governance

6
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Collaborative Governance

Penjelasan mengenai collaborative governance dijelaskan secara

detail oleh Ansell dan Gash dalam sebuah jurnalnya yang berjudul

Collaborative Governance in Theory and Practice. Mereka mendefinisikan

collaborative governance sebagai “sebuah pengaturan pemerintahan di

mana satu atau lebih lembaga publik secara langsung melibatkan

pemangku kepentingan non-state dalam proses pengambilan keputusan

kolektif yang bersifat formal, berorientasi konsensus, dan konsultatif dan

bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik

atau mengelola aset dan program publik. Definisi ini menegaskan 6 kriteria

penting : 1). Forum diinisiasi oleh lembaga atau agen publik, 2).Peserta-

peserta dalam forum termasuk aktor-aktor non pemerintah, 3). Peserta-

peserta diikutsertakan secara langsung dalam pengambilan keputusan

dan tidak hanya dikonsultasikan oleh agen publik, 4). Forum

diorganisasikan secara formal dan bertemu secara kolektif, 5). Forum

bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus, 6). Fokus

kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen publik” (Ansell dan

Gash, 2008).

Menindaklanjuti gagasan Ansell dan Gash, selanjutnya muncul

tulisan baru dalam jurnal dengan judul An Integrative Framework for

Collaborative Governance oleh Emerson, Natabachi dan Balogh. Tulisan

mereka sedikit memperluas dan menyempurnakan pemikiran-pemikiran

7
sebelumnya. Termasuk gagasan Ansell dan Gash. Pada dasarnya konsep

yang dipahami oleh Emerson, Natabachi dan Balogh tentang collaborative

governance tidak jauh berbeda dari penulis-penulis sebelumnya. Hanya

saja kerangka yang dibangun lebih integratif dan komplit sehingga ada

pandangan baru pada beberapa item. Beberapa item yang ditekankan

yakni :

1. Pendefinisian yang tidak dibatasi pada lingkup formal dan inisiasi

pemerintah.

2. Colloborative governance juga dipahami sebagai multipartner

governance meliputi kemitraan publik-privat, kemitraan privat-

sosial, pemerintahan berbasis manajemen koordinasi dan

kolaborasi berbasis komunitas.

Oleh karena tulisannya tergolong yang terbaru dan terlengkap

maka penulis menjadikan pemahamannya sebagi salah satu basis dasar

dalam memahami kerangka integratif collaborative governance. Sekaligus

menjadikan gagasan teorinya sebagai kerangka utama dalam penelitian

ini. Secara ringkas, pemahamannya dapat dilihat pada pendefenisian

bahwa “proses dan struktur manajemen dan pengambilan keputusan

kebijakan publik yang melibatkan orang-orang secara konstruktif melintasi

batas-batas instansi publik, level-level pemerintah, dan atau ruang publik,

swasta dan warga negara dalam rangka untuk melaksanakan kepentingan

umum yang tidak dapat diselesaikan dengan sebaliknya” (Emerson,

Natabachi dan Balogh, 2011).

8
Sementara Mc Guire dalam Purnomo dkk (2018) menjelaskan

bahwa collaborative governance adalah konsep di dalam management

pemerintahan sebagai proses fasilitasi dan pelaksanaan oleh berbagai

institusi baik pemerintah, masyarakat, maupun NGOs yang bertujuan

untuk menyelesaikan masalah bersama yang tidak bisa diselesaikan oleh

satu institusi pemerintah saja. Paradigma lain tentang collaborative

governance dikemukakan oleh John Wanna dalam Purnomo dkk (2018),

yang mendefinisikan bahwa kerjasama memiliki makna bekerjasama atau

bekerja bersama-sama dengan pihak lain, baik sifatnya individu,

kelompok, maupun organisasi. Purnomo dkk (2018) juga merujuk pada

Wildavsky dalam Wanna mengemukakan bahwa kerjasama mencakup

beberapa dimensi: Pertama, mencakup cooperation untuk membangun

kebersamaan, meningkatkan konsistensi, dan meluruskan aktivitas antar

aktor. Kedua, kerjasama bisa juga merupakan sebagai proses negosiasi,

yang mencakup suatu persiapan untuk berkompromi dan membuat

kesepakatan. Ketiga, bisa juga merupakan bentuk antisipasi bersama

melalui serangkaian aturan terhadap kemungkinan kekeliruan yang akan

terjadi. Keempat, kerjasama juga bisa merupakan kekuasaan dan

paksaan, kemampuan untuk mendorong hasil. Kelima, kerjasama

mencakup komitmen masa depan dan intensitasnya, perencanaan atau

persiapan untuk meluruskan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

Terakhir, kerjasama mencakup keterlibatan, proses pengembangan

motivasi internal dan komitmen personal terhadap proyek yang akan

dikerjakan.

9
Dengan menggunakan istilah yang berbeda dari collaborative

governance dengan makna yang tetap sama yaitu crosssector

collaboration, Bryson dkk (2006) mendefinisikan kerjasama sebagai

proses sharing informasi, resources, aktivitas dan kapabilitas yang

dilakukan oleh berbagai organisasi di dalam satu atau beberapa sektor

untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yang tidak bisa didapatkan

apabila hanya dilakukan oleh organisasi-organisasi yang berada pada

satu sector saja. Bryson dkk (2006) menegaskan bahwa penggunaan

istilah crosssector collaboration untuk menunjukan adanya keterlibatapan

pihak pemerintah, business, nonprofit, lemabaga charity, komunitas, dan

institusi-institusi publik lainnya secara keseluruhan.

Dalam kajian collaborative governance, ada empat nilai dasar yang

melekat dalam prosesnya menurut (Nasrulhaq, 2017). Empat nilai dasar

tersebut menjadi pisau analisis dalam setiap kasus yang terjadi.

Penjabarannya sebagai berikut:

1. Orientasi Konsensus

Poin ini menjelaskan tujuan collaborative governance. Konsensus

harus dilandasi dengan komitmen. Muatan komitmen terkait dengan

pengawalan janji atau kesepakatan. Tanpa komitmen yang tinggi,

sulit mewujudkan kesatuan janji. Disamping itu, hal yang

menentukan sebuah konsensus tergantung pada simbiosis

mutalisme (saling menguntungkan). Apabila ada pihak yang

dirugikan, peluang tidak tercapainya konsensus sangat besar. Jadi,

saling komitmen dan saling menguntungkan penting dikedepankan

10
agar orientasi dapat tercapai dengan baik. Memang tidak mudah

mencapai pemufakatan bersama karena banyak kepentingan

dalam sebuah collaborative governance. Berbeda organisasi

terkadang berbeda kepentingan.

2. Kepemimpinan Kolektif

Ooin ini menjelaskan bentuk struktur kelembagaan collaborative

governance. Pemahaman kepemimpinan dalam kolaborasi

diarahkan pada kepemimpinan kolektif. Semua aktor invidu,

kelompok atau organisasi yang terlibat berstatus pemimpin tanpa

terkecuali. Meskipun diarahkan pada model kolektif, kehadiran

koordinator tetap dianjurkan untuk memudahkan pengarahan.

Setidaknya menjadi pusat dari tahapan kebijakan publik untuk

mengetahui kemajuan, hasil dan dampak. Saling berkoordinasi

merupakan poin yang sangat penting. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, kebersamaan mendapat prioritas yang

tertinggi. Oleh karena itu, saling koordinasi tidak bisa dihindari.

Itulah alasannya sehingga kepemimpinan kolektif berbasis jaringan

menjadi salah satu nilai dasar.

3. Komunikasi Multi Arah

Poin ini menjelaskan interaksi antar aktor dalam proses

collaborative governance. Interaksi antar aktor memang perlu

berlangsung maksimal. Komunikasi yang baik akan menggerakkan

human relation yang baik pula. Terjalinnya pesan yang efektif dari

satu komunikan ke komunikan yang lain dapat berdampak pada

11
penguatan interaksi berbasis kolaborasi. Komunikasi multiarah

dijadikan salah satu nilai dasar untuk menggambarkan bahwa

dalam kolaborasi ada sesuatu yang lebih pada hubungan antar

aktor. Lebih lanjut, persoalan yang paling utama dalam komunikasi

adalah kontennya.

4. Berbagi Sumber Daya

Poin ini menjelaskan proses yang terjadi selama aksi collaborative

governance. Collaborative governance yang telah dijadikan strategi

governance memang harus memperhatikan sumber daya dalam

rangka penguatan kebijakan publik. Adanya pembagian

sebagaimana yang diutarakan tentu akan menjadi kekuatan

tersendiri. Sebagai tambahan, pengetahuan juga termasuk hal

yang harus dibagi. Apabila kebutuhan sumber daya terpenuhi,

dampak dari sebuah aksi kolaborasi akan lebih terasa. Sudah pasti

kekuatan yang dimiliki oleh kolaborasi lebih baik dibanding aktivitas

yang parsial. Sesuatu yang menyatu dan disatukan memiliki

kekuatan tersendiri. Forum kolaborasi sudah menjadi milik bersama

semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk

tidak membagi sumber daya yang dimiliki. Hasil yang baik akan

meningkatkan reputasi pihak yang terlibat, sebaliknya hasil yang

buruk akan menurunkan reputasi. Sudah pasti, kolaborasi hadir

untuk memberikan warna yang lebih baik. Berbagai sumber daya

menjadi salah satu penopangnya.

12
B. Tema Umum Kolaborasi

Collaborative governance sebagai paradigma baru dalam kebijakan

publik juga memiliki tema umum dan kerangka konsep integratif. Tema

dan kerangka inilah yang menguatkan basis kajian kolaborasi itu sendiri.

Pada dasarnya, kolaborasi memiliki ruang lingkup tersendiri yang

membedakannya dengan pola yang lain. Ada item tersendiri yang menjadi

muatannya. Dengan kata lain, ada basis teori yang digunakan untuk

mengkaji hal-hal yang terkait dengan kolaborasi. Meskipun disadari bahwa

perbedaannya tidak begitu banyak dengan kajian yang hampir sama

sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya. Memahami tema umum

tidak bisa dihindari guna mengarahkan landasan pikir agar tidak tumpang

tindih dengan kajian lainnya. Demikian pula dengan kerangka integratif

yang dapat dijadikan pijakan dalam alur pikir. Tema-tema pokok yang

berkaitan dengan kolaborasi dipaparkan oleh Stephen P. Osborne pada

gambar dibawah ini:

Sumber : Osborne, Stephen. P (2010).

Gambar 1
Tema Dalam Praktek Kolaborasi

13
Gambar diatas mengilustrasikan sebuah tema-tema yang saling

terkait. Terbingkai menjadi satu kesatuan proses yang tidak terpisah satu

sama lainnya. Sangat jelas, poin utamanya bervariasi dan komprehensif.

Jadi kolaborasi bukan hanya menggambarkan struktur melainkan juga

proses internalisasi nilai-nilai yang fundamental. Atas dasar itu,

pengimplementasian poin-poin diatas tidaklah mudah. Keterlibatan multi

pihak pada suatu hal tentu akan menjadi kesulitan tersendiri dibanding

hanya dikendalikan oleh satu pihak. Dalam kondisi apapun juga, sulit atau

mudahnya, disitulah letak esensi proses perjuangan dalam menggapai

hasil terbaik. Oleh karena collaborative governance telah menjadi model

terbaik dalam manajemen dan kebijakan publik maka upaya yang

dilakukan tinggal menyusun strategi berdasar lokusnya. Semata-mata

untuk merespon collaborative advantage, bukan justru merespon

collaborative inertia. Kalau maksimalisasi kolaborasi dapat diwujudkan

dengan baik. Sudah pasti terwujudlah collaborative governance yang

sesungguhnya.

Tiap-tiap aktivitas kolaboratif melibatkan kelompok masyarakat

(Bevir, 2009) dan kelompok organisasi (Imperial, 2005) untuk bekerja

bersama guna menyelesaikan tujuan. Aktivitas kolaboratif yang dimaksud

meliputi level operasional, pengambilan keputusan dan kelembagaan

(Imperial, 2005). Aktivitas kolaborasi pada setiap level inilah yang mesti

diselaraskan dengan tema praktek kolaborasi Stephen P. Osborne.

Sebagai catatan, tema-tema utama kolaborasi boleh jadi tuntas pada level

pengambilan keputusan tetapi lemah pada level operasional atau

14
kelembagaan, begitupun sebaliknya. Untuk satu kasus, keselarasan

kolaborasi pada setiap level tidak boleh diabaikan. Pertanyaan dimana

dan bagaimana pembingkaian peran dalam proses jarang dialamatkan

(Dewulf, 2011) sehingga terkadang mengabaikan substansi-universal.

Pertanyaan sederhana ini perlu dikaji lebih lanjut. Kolaborasi kontras

dengan sistem mekanik. Kolaborasi selaras dengan sistem organik.

Artinya, ada dinamisasi ruang dan waktu dalam dunia pemerintahan yang

terus berjalan. Itulah alasannya sehingga eksistensi stakeholders dalam

collaborative environmental governance menarik untuk selalu ditelaah

berdasar kasus yang terjadi.

C. Model-Model Kolaborasi

1. Model Chris Ansell dan Alison Gash

Dalam literatur collaborative governance, model Ansell dan Gash

(2007) sangat popular digunakan oleh banyak akademisi yang berniat

mengkaji isu collaborative governance. Memang, mereka salah satu

pengembang utama dari model collaborative governance yang sampai

saat ini masih dijadikan referensi penelitian. Pandangannya membantu

banyak kalangan dalam memahami konsep kolaborasi. Modelnya tepat

dijadikan sebagai landasan teori untuk mendukung suatu penelitian:

15
Sumber : Ansell dan Gash (2008).

Gambar 2
Model Collaborative Governance

Ansell dan Gash (2008) memandang bahwa dalam collaborative

governance ada lima bagian yang saling berhubungan. Mulai dari tahapan

awal sampai tahapan akhir. Lima bagian tersebut meliputi kondisi awal,

proses kolaborasi, desain kelembagaan, kepemimpinan fasilitatif dan

hasil. Menurutnya, proses dalam kolaborasi banyak dipengaruhi oleh

kondisi awal. Kondisi awal inilah sebagai reaksi pertama menuju proses

kolaborasi. Hal yang masuk kategori kondisi awal, diantaranya sumber

daya, pengetahuan dan partisipasi. Selain itu, kepemimpinan dan desain

kelembagaan juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kolaborasi.

Keduanya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan

kolaborasi. Proses kolaborasi sendiri memuat item-item utama yakni

16
komitmen untuk berproses, pengembangan kepercayaan, dialog tatap

muka, hasil menengah dan kesepahaman bersama. Item-item tersebut

saling berproses seperti roda secara kontinyu. Artinya, setiap item menjadi

satu kesatuan dalam proses kolaborasi. Satu sama lain saling kait-

mengait. Kesatuan dari item tersebutlah yang membentuk kolaborasi itu

baik atau buruk. Selanjutnya, kemajuan atau kemunduran dalam proses

kolaborasi akan membentuk seperti apa dan sejauhmana hasil yang

diperoleh. Model ini dapat membantu peneliti dalam menganilisis lebih

dalam terkait proses kolaborasi.

2. Model Dorothy Norris Tirrel dan Joy A. Clay

Tirrell dan Clay mengkonsepkan bahwa dalam kolaborasi terjadi

transisi aktifitas yang dibagi menjadi 5 tahap. Mereka merangkum mulai

dari level terendah sampai level tertinggi. Gagasan Tirrell dan Clay dapat

dijadikan salah satu pendukung pisau analisis dalam memahami tingkatan

kolaborasi pada suatu kasus. Penjelasan tahap yang dimaksud diringkas

berikut ini (Tirrel dan Clay, 2010) :

a. Tahap 1 : Explorasi

Pada tahap ini pertemuan antara pihak berkepentingan dilakukan

secara formal dan informal. Seperti pertemuan dalam bentuk curah

pendapat, rapat dan pembagian informasi. Termasuk diskusi dan

peninjauan opini.

b. Tahap 2 : Formasi

Pada tahap ini kolaborasi menjadi kenyataan. Kreasi dan

persetujuan mulai terlihat. Prosedur dan struktur operasional

17
dikembangkan. Disamping itu, tujuan dirumuskan dan aksi

dikembangkan.

c. Tahap 3 : Tumbuh

Pada tahap ini pengaturan terhadap prioritas dan perencanaan

ditekankan. Proses operasional dirutinkan. Sudah dilakukan upaya

untuk memperjuangkan konsensus dalam formulasi dan

implementasi.

d. Tahap 4 : Dewasa

Tahap ini sudah masuk dalam tingkatan pengembangan. Dana,

partisipasi dan akses stabil. Semua strategi didesain dengan basis

berkelanjutan. Hasil kolaborasi dibagi kepada semua pihak dan

tujuan kolaborasi dinilai.

e. Tahap 5 : Akhir

Tahap ini kolaborasi sudah bekerja secara ideal dan sempurna.

Ada kepuasan dari masing-masing pihak atas hasil yang dilakukan.

Kolaborasi sukses menyelesaikan masalah. Ketika terjadi

penurunan maka dilakukan pembaruan.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan memahami makna dari

masalah-masalah sosial (Creswell, 2010). Penelitian kualitatif fokus pada

makna individu dan kompleksitas persoalan. Peneliti menggunakan

metode kualitatif karena lebih mendekatkan peneliti dengan informan

dalam menggali informasi demi informasi. Adapun jenis pendekatan yang

digunakan yakni studi kasus. Oleh Creswell (2010) memahami studi kasus

sebagai penelitian yang menyelidiki suatu program, peristiwa, aktivitas,

proses atau sekelompok individu. Keunikan dan kekhasan objek penelitian

menjadi pertimbangan utama menggunakan jenis pendekatan ini. Menurut

Yin (2013), tahap penting dalam pendesainan dan penyelenggaraan studi

kasus tunggal adalah menentukan unit analisis. Adapun unit analisisnya

adalah proses collaborative governance dalam pengembangan wilayah

Mamminasata.

B. Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan 4 teknik yaitu observasi,

wawancara, dokumentasi dan materi visual. Prosedurnya sebagai berikut:

1. Langkah Pertama

Peneliti melakukan observasi ke proyek-proyek pengembangan

wilayah Mamminasara di Kota Makassar, Kabupaten Maros,

19
Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Objek yang diobservasi

merupakan bangunan fisik dan non fisik yang dibangun sejak tahun

2011 berdasar pada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2011

Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros,

Sungguminasa dan Takalar. Selanjutnya, objek kajian utama dalam

penelitian ini yang diobservasi yakni proses kolaborasi yang dilakukan

oleh pihak-pihak terkait selama penelitian lapangan dilakukan.

2. Langkah Kedua

Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci

meliputi unsur pemerintah, perusahaan, media dan universitas dengan

menggunakan metode snowball dan purposive. Adapun instansi yang

menjadi sasaran untuk mendapatkan informasi yakni:

a. DPRD Provinsi Sulawesi Selatan

b. DPRD Kota Makassar

c. DPRD Kabupaten Gowa

d. DPRD Kabupaten Maros

e. DRPD Kabupaten Takalar

f. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

g. Pemerintah Kota Makassar

h. Pemerintah Kabupaten Maros

i. Pemerintah Kabupaten Gowa

j. Pemerintah Kabupaten Takalar

k. Perusahaan Pelaksana Proyek

l. Perusahaan Konsultan Pengembang

20
m. Lembaga Swadaya Masyarakat

n. Media

3. Langkah Ketiga

Peneliti melakukan studi dokumentasi pengembangan wilayah

Mamminasata dari surat kabar, majalah, laporan dan berkas kantor.

Data-data dokumentasi akan dikaji lebih lanjut pada saat penelitian

berlangsung.

4. Langkah Keempat

Peneliti melakukan studi pada materi visual seperti web site, email,

video dan media sosial yang terkait dengan wilayah Mamminasata.

Teknik pencariannya dengan memanfaatkan layanan pencarian yang

disediakan oleh google.

Setelah data terkumpul (sementara terkumpul), dilakukan proses

analisis data. Analisis data yang digunakan yakni model yang

dikembangkan oleh Creswell (2014). Tahapan-tahapannya meliputi 1)

tahap pertama adalah mengorganisasi dan menyiapkan data untuk

analisis, 2) tahap kedua adalah membaca atau melihat pada semua data,

3) tahap ketiga adalah menkode semua data, 4) tahap keempat adalah

menggunakan proses pengkodean untuk menghasilkan sebuah deskripsi

pengaturan atau orang maupun kategori-kategori atau tema untuk

analisis, 5) tahap kelima adalah memajukan bagaimana deskripsi dan

tema-tema akan direpresentasi dalam narasi kualitatif, 4) tahap keenam

adalah membuat interpretasi hasil-hasil dan penemuan penelitian

kualitatif. Gambaran teknik analisi data dapat dilihat pada gambar berikut:

21
Menginterpretasi Makna
Tema/Deskripsi

Menghubungkan
Tema/Deskripsi

Tema Deskripsi

Mengesahkan
Akurasi Informasi
Mengkode Data

Membaca Semua Data

Mengorganisasi dan
Menyiapkan Data untuk Analisis

Data Mentah
(transkrip, catatan lapangan,
gambar)

Gambar 3
Alur Analisis Data

22
C. Tahapan Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama Sembilan bulan dengan tahapan

demi tahapan yang rinci secara sistematis dan jelas pada tabel berikut

ini:

Tabel 1
Tahapan Penelitian

Bulan Ke
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pengurusan surat
izin penelitian
2 Pengadaan alat
dan bahan
pendukung
3 Perampungan
instrumen
penelitian
4 Pengumpulan
data
5 Analisis data
6 Pembuatan
laporan kemajuan
7 Evaluasi dan
perampungan
penelitian
8 Pembuatan
laporan akhir
9 Diseminasi hasil
10 Publikasi

23
DAFTAR PUSTAKA

Ansell, C., dan Gash, A. 2007. Collaborative Governance in Theory and


Practice, Journal of Public Administration Research and Theory,
Vol.18, hal.543-571. Diakses tanggal 29 November 2013, dari Oxford
Journals (JPART).

Bryson, J. M., B. C. Crosby dan M. M. Stone. 2006. “The design and


implementation of Cross‐Sector collaborations: Propositions from the
literature. Public Administration Review 66. 44-55. Diakses pada
tanggal 12 Januari 2014, dari Wiley Online Library.

Bevir, M. 2009. Key Concepts in Governance. New Delhi: Sage


Publication.

Cresswell, J. W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif


dan Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dewulf, A. 2011. Fragmentation and Connection of Frames in


Collaborative Water Governance : A Case Study of River Catchment
Management in Southern Ecuador, International Review of
Administrative Science, Vol. 77 (1), hal. 50-75. Diakses tanggal 27
Agustus 2013, dari SAGE Publication.

Emmerson, K, Nabatchi, T dan Balogh, S. 2011. An Integrative Framework


for Collaborative Governance. Journal of Public Administration
Research and Theory, Vol.22, hal.1-29. Diakses pada tanggal 29
November 2013, dari Oxford Journals (JPART).

Osborne, S. P. 2010. The New Public Governance? Emerging Perspective


on The Theory and Practice of Public Governance. New York:
Routledge.

Purnomo, E. P., Ramdani, R., Setyadiharja, R., dan Muzwardi, A. 2018.


Collaborative Governance Dalam Tata Kelola Hutan Berbasis
Masyarakat. Yogyakarta: LPPM Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Imperial, M. T. 2005. Using Collaboration as a Governance Strategy:


Lessons From Six Watershed Management Programs,
Administration and Society, Vol. 37 (3), hal. 281-317. Diakses
tanggal 27 Agustus 2013, dari SAGE Publication.

Nasrulhaq. 2017. Nilai Dasar Collaborative Goveranance Dalam Studi


Kebijakan Publik. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/325259052_NILAI_DASAR

24
_COLLABORATIVE_GOVERNANCE_DALAM_STUDI_KEBIJAKAN_
PUBLIK pada tanggal 8 Maret 2020.

Tirrell, D.N., dan Clay, J. A. 2010. Strategic Collaboration in Public And


Nonprofit Administration. USA: CRC Press.

Yin, R. K. 2013. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Pers.

25
LAMPIRAN

Rincian Anggaran Biaya

1. Honorarium Tim
Waktu
Honor
Honor (jam/ Minggu Jumlah
/Jam (Rp)
minggu)
15 jam/
Ketua Tim 50.000 36 minggu 27.000.000
Minggu
15 jam/
Anggota 1 40.000 36 minggu 21.600.000
Minggu
15 jam/
Anggota 2 40.000 24 minggu 14.400.000
Minggu
15 jam/
Anggora 3 40.000 24 minggu 14.400.000
Minggu
15 jam/
Anggota 4 40.000 15 minggu 9.000.000
Minggu
Sub total (Rp) 86.400.000
2. Bahan Habis Pakai
Harga
Material Justifikasi Kuantitas Satuan Jumlah (Rp)
(Rp)
Media
Flashdisk 36 800.000
penyimpanan 4 buah 200.000
Gb
data (soft file)
Media
Hardisk 1 pengumpulan
1 buah 1.000.000 1.000.000
Tera data-data
penelitian
Media
penyimpanan
Kotak file
berkas/data 5 buah 200.000 1.000.000
folder
(hard file)
akhir
Media
Map folder penyimpanan
plastic berkas/data 10 buah 40.000 400.000
expanding (hard file)
sementara
Alat pelubang 60.000
Perforator 2 buah 30.000
kertas
Paper klip Alat pengklip 2 pak 15.000 30.000

26
Binder klip Alat
3 pak 30.000 90.000
mini pembundel
Binder klip Alat pe
1 pak 50.000 50.000
sedang pembundel
Alat
Stapler mini pembundel 2 buah 15.000 30.000
berkas
Alat
Stapler 30.000
pembundel 1 buah 30.000
sedang
berkas
Alat
Stapler besar pembundel 1 buah 60.000 60.000
berkas
Media
Papan 90.000
pengaturan 3 buah 30.000
schedule
jadwal
Alat
Printer Epson 2.350.000
pencetakan 1 buah 2.350.000
M200
berkas
Bahan
Kertas HVS
pencetakan 4 rim 172.000 688.000
A4 Maxi Brite
berkas/data
Bahan
Kertas jilid pencetakan 1 rim 60.000 60.000
berkas/data
Bahan
Kertas foto pencetakan 1 rim 200.000 200.000
dokumentasi
Bahan
Tinta warna
pencetakan 3 buah 230.000 690.000
Epson 003
berkas/data
Bahan
Tinta hitam
pencetakan 5 buah 53.000 265.000
Epson 003
berkas/data
Buku agenda Media
2020 Full pencatatan 2 buah 65.000 130.000
Color agenda
Media
Buku
pencatatan 2 buah 25.000 50.000
keuangan
keuangan
Media
Nota Ply
pencatatan 1 pak 255.000 255.000
carbonles
keuangan
Media catatan
Notebook 10 buah 20.000 200.000
lapangan
Alat
Ballpoint 2 pak 40.000 80.000
pencatatan

27
Alat
Spidol 2 pak 100.000 200.000
pencatatan
Pen Pilot Alat
1 pak 100.000 100.000
Prixion pencatatan
Correction Alat
5 buah 5.000 25.000
tape penghapus
Bahan pelekat
Plakban 2 buah 10.000 20.000
berkas
Bahan pelekat
Isolasi bening 6 buah 15.000 90.000
berkas
Penjepit Alat menjepit
10 paket 15.000 150.000
Kertas berkas
Amplop Bahan surat
1 Dus 100.000 100.000
coklat/besar menyurat
Amplop Bahan surat
1 Dus 65.000 65.000
putih/biasa menyurat
Bahan untuk
Isi staples 5 pak 50.000 250.000
stapler
Cinderamata
Souvenir untuk 150 buah 200.000 30.000.000
informan
Buku/ Penambahan
30 buah 150.000 4.500.000
majalah referensi
Penunjang
Materai 6000 1 paket 100.000 100.000
legalisir
Penambahan
Jurnal 30 buah 100.000 3.000.000
referensi
Bahan akses
Paket internet online seluruh
9 bulan 425.000 3.825.000
Telkomsel 4G anggota tim
perbulan
Pendukung
dalam
Aplikasi penulisan 1 paket
600.000 600.000
Grammary Bahasa softwere
Inggris unt
publikasi
Software
1 paket
Aplikasi Nvivo analysis data 12.000.000 12.000.000
software
kualitatif
Bahan
Kartu pulsa
komunikasi via 9 bulan 250.000 2.250.000
elektrik
telpon
Penambahan
Foto copy berkas dan 8 paket 225.000 1.800.000
laporan
Penyampulan
Penjilidan 2 paket 400.000 800.000
berkas dan

28
laporan
Cetak policy
brief/
Publikasi hasil
policy 1 paket 5.000.000 5.000.000
penelitian
paper/buku
laporan
Biaya
publikasi hasil
Publikasi
penelitian, 1 paket 5.000.000 5.000.000
Jurnal
penyuntingan
dan translate
Kebutuhan
Cetak
publikasi dan
Spanduk,
visual 1 paket 7.000.000 7.000.000
Poster dan
kegiatan
Banner
penelitian
Sub Total 85.483.000
3. Penelitian Lapangan
Harga
Material Justifikasi Kuantitas Satuan Jumlah (Rp)
(Rp)
Bahan bakar
Pengurusan
Pertalite 3 kali 100.000 300.000
izin penelitian
tahap 1
Bahan bakar
Observasi
Pertalite 2 kali 100.000 200.000
perdana
tahap 2
Bahan bakar Pembelian
Pertalite alat dan 3 kali 100.000 300.000
tahap 3 bahan
Pengumpulan
Bahan bakar
data
Pertalite 40 kali 150.000 6.000.000
wawancara
tahap 4
dan observasi
Bahan bakar Evaluasi dan
Pertalite perampungan 2 kali 150.000 300.000
tahap 5 data
Penyebaran
Bahan bakar
undangan
Pertalite 10 kali 150.000 1.500.000
Focus Group
tahap 6
Discussion
Akomodasi
dan Focus Group
Konsumsi Discussion di 2 kali 10.000.000 20.000.000
Focus Group Makassar
Discussion
Akomodasi Focus Group 2 kali 10.000.000 20.000.000

29
dan Discussion di
Konsumsi Gowa
Focus Group
Discussion
Akomodasi
dan Focus Group
Konsumsi Discussion di 2 kali 10.000.000 20.000.000
Focus Group Maros
Discussion
Akomodasi
dan Focus Group
Konsumsi Discussion di 2 kali 10.000.000 20.000.000
Focus Group Takalar
Discussion
Akomodasi
Focus Group
dan
Discussion di
Konsumsi 2 kali 10.000.000 20.000.000
Pemerintah
Focus Group
Provinsi
Discussion
Konsumsi,
Diseminasi
akomodasi
Hasil 1 paket 30.000.000 30.000.000
dan
Penelitian
transportasi
Konsumsi Kebutuhan
5 orang 5.000.000 25.000.000
Penelitian suplemen
Olah data dan
Penginapan analisis data 2 bulan 5.000.000 10.000.000
penelitian
Peninjauan
Evaluasi data semua hasil 2 kali 3.000.000 6.000.000
penelitian
Sub Total 179.600.000
1. Kebutuhan Lain
Harga
Justifikasi Jumlah (Rp)
Material Kuantitas Satuan
Sewa
(Rp)
Sewa Pengambilan
Kamera/ gambar/doku
1 paket 4.500.000 4.500.000
Video Sony mentasi
A7S lapangan
Sewa Voice Alat perekam
3 buah 500.000 1.500.000
recoder wawancara
Pendukung
Sewa
penulisan
Ruangan 1 paket 5.000.000 5.000.000
transkrip
Audio-visual
wawancara
Jasa Publikasi 1 paket 3.000.000 3.000.000

30
Penerjamah internasional
Profesional
Jasa Desain Publikasi
1 paket 4.000.000 4.000.000
Lay Out laporan
Jasa
Penyuntingan Pendukung
Bahasa kesempurnaa 1 paket 4.000.000 4.000.000
Laporan n laporan
Penelitian
Jasa Pembuatan
pembuatan PPT/Prezi 1 paket 2.500.000 2.500.000
PPT/Prezi profesional
Mengecek
Jasa Cek
tingkat plagiat 1 paket 1.500.000 1.500.000
Plagiat
penelitian
Penelitian
Rental Mobil 2 bulan 9.000.000 18.000.000
Lapangan
Jasa Media Publikasi hasil
Cetak/ kegiatan dan 1 paket 4.500.000 4.500.000
Elektronik penelitian
Sub total 48.500.000

Total Anggaran 399.983.000

Terbilang:

Tiga Ratus Sembilan Puluh Sembilan Juta Sembilan Ratus Delapan


Puluh Tiga Ribu

31

Anda mungkin juga menyukai