Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kelompok Agenda III

Kelompok II PKP Angk. III Thn 2024


Ketua : Khoirul Munir
Wakil : Nanik Nurhayati
Anggota : 1. Wahyu Hidayat
2. Sukar
3. Faisol Abrari
4. Agus Salim
5. Imam Mahmudi
6. Moh. Ali Imron
7. Eko Wahyu Wibowo

1. Urgensi Implementasi total quality management dan manajemen mutu.

Implementasi Total Quality Management (TQM) dan manajemen mutu dalam organisasi
Kementerian Agama memiliki urgensi yang signifikan. Berikut adalah beberapa alasan
mengapa hal tersebut penting:

1. Pelayanan Publik yang Berkualitas: Kementerian Agama bertanggung jawab atas


pelayanan publik dalam bidang agama, seperti penyelenggaraan ibadah, pendidikan
agama, dan pelayanan keagamaan lainnya. Implementasi TQM dapat meningkatkan
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
2. Pentingnya Kepercayaan Masyarakat: Kepercayaan masyarakat terhadap
Kementerian Agama sangat penting. Dengan menerapkan TQM, Kementerian
Agama dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas layanan, yang
semuanya dapat memperkuat kepercayaan masyarakat.
3. Efisiensi dan Efektivitas Organisasi: Implementasi TQM dapat membantu
Kementerian Agama meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan
tugasnya. Hal ini dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan memperbaiki
proses kerja internal.
4. Pemenuhan Standar Kualitas: Sebagai lembaga pemerintah, Kementerian Agama
harus mematuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pemerintah. Implementasi
TQM dapat membantu memastikan bahwa standar tersebut dipenuhi dan
dipertahankan.
5. Peningkatan Kualitas SDM: TQM juga melibatkan pengembangan SDM. Dengan
menerapkan prinsip-prinsip TQM, Kementerian Agama dapat meningkatkan
kompetensi dan keterampilan pegawai, yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kualitas layanan yang diberikan.
6. Peningkatan Kualitas Kebijakan: Implementasi TQM dapat membantu
Kementerian Agama dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik dan lebih
responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
7. Peningkatan Reputasi dan Citra Organisasi: Dengan meningkatnya kualitas
pelayanan dan efisiensi organisasi, Kementerian Agama dapat memperbaiki reputasi
dan citra mereka di mata masyarakat.
Dengan memperhatikan urgensi ini, implementasi TQM dan manajemen mutu dalam
organisasi Kementerian Agama dapat menjadi langkah penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan memperkuat posisi lembaga tersebut dalam memberikan kontribusi positif
bagi masyarakat.

Implementasi Total Quality Management (TQM) dan Manajemen Mutu dalam


penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) dapat dilakukan dengan langkah-langkah
berikut:

1. Komitmen Pemimpin: Pemimpin organisasi harus menunjukkan komitmen mereka


terhadap implementasi TQM dan Manajemen Mutu dengan memberikan dukungan
penuh, mengkomunikasikan pentingnya TQM dan Manajemen Mutu, dan menjadi
contoh yang baik dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut.
2. Penetapan Standar Kualitas: Menetapkan standar kualitas untuk pengelolaan BMN
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kebutuhan organisasi.
3. Pelatihan dan Pengembangan SDM: Melakukan pelatihan dan pengembangan
terhadap pegawai yang terlibat dalam penatausahaan BMN untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang TQM dan Manajemen Mutu.
4. Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: Jika memungkinkan, menerapkan
standar ISO 9001 dalam pengelolaan BMN untuk memastikan bahwa proses
pengelolaan BMN berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja: Melakukan pengukuran dan evaluasi terhadap
kinerja pengelolaan BMN secara teratur untuk memantau pencapaian tujuan dan
mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
6. Peningkatan Proses: Berdasarkan hasil pengukuran dan evaluasi, melakukan
perbaikan terus-menerus terhadap proses pengelolaan BMN untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas.
7. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan BMN dengan menyediakan informasi yang jelas dan
mudah diakses tentang pengelolaan BMN kepada publik.
8. Keterlibatan Pemangku Kepentingan: Melibatkan pemangku kepentingan terkait,
termasuk masyarakat umum, dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan
penatausahaan BMN.
9. Audit Internal: Melakukan audit internal secara teratur untuk mengevaluasi
keefektifan dan keefisienan implementasi TQM dan Manajemen Mutu dalam
penatausahaan BMN.
10. Pelaporan dan Komunikasi: Melakukan pelaporan yang teratur dan komunikasi
yang efektif tentang pencapaian dan perbaikan yang dilakukan dalam implementasi
TQM dan Manajemen Mutu dalam penatausahaan BMN.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara konsisten dan berkelanjutan,


diharapkan penatausahaan BMN dapat ditingkatkan untuk mencapai standar kualitas yang
lebih tinggi dan meningkatkan manfaatnya bagi masyarakat dan negara secara
keseluruhan.

Urgensi implementasi Total Quality Management (TQM) dan Manajemen Mutu dalam
penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) sangatlah penting karena beberapa alasan
berikut:

1. Optimalisasi Penggunaan Aset: BMN merupakan aset negara yang bernilai besar.
Dengan menerapkan TQM dan Manajemen Mutu, pengelolaan BMN dapat
dioptimalkan untuk memastikan penggunaan yang efisien dan efektif.
2. Peningkatan Kualitas Layanan: TQM dapat meningkatkan kualitas layanan yang
berkaitan dengan BMN, seperti pelayanan publik, fasilitas umum, dan lainnya,
sehingga memberikan manfaat yang lebih baik kepada masyarakat.
3. Pengendalian Risiko: Implementasi TQM dan Manajemen Mutu dapat membantu
dalam mengidentifikasi dan mengendalikan risiko yang terkait dengan pengelolaan
BMN, sehingga mengurangi kemungkinan kerugian dan kerusakan.
4. Transparansi dan Akuntabilitas: TQM dapat meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan BMN dengan memperkenalkan proses yang lebih
terbuka dan jelas, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara lebih baik.
5. Peningkatan Kinerja Organisasi: Implementasi TQM dan Manajemen Mutu dapat
meningkatkan kinerja organisasi dalam pengelolaan BMN dengan fokus pada
perbaikan berkelanjutan dan pengembangan proses yang lebih efektif dan efisien.
6. Peningkatan Kepercayaan Publik: Dengan menerapkan TQM dan Manajemen
Mutu, kepercayaan publik terhadap pengelolaan BMN dapat ditingkatkan, sehingga
memperkuat legitimasi dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah.
7. Pemenuhan Standar Internasional: Implementasi TQM dan Manajemen Mutu
dapat membantu dalam memenuhi standar kualitas internasional dalam pengelolaan
BMN, sehingga meningkatkan citra dan reputasi negara di mata dunia.

Dengan memperhatikan urgensi ini, implementasi TQM dan Manajemen Mutu dalam
penatausahaan BMN dapat membawa manfaat yang besar bagi negara, masyarakat, dan
pengelolaan aset negara secara keseluruhan.

2. Penerapan SPI best practice di lingkungan birokrasi pemerintah

SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah sistem yang digunakan untuk
memastikan bahwa aktivitas pemerintah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Berikut
adalah contoh penerapan best practice SPIP di lingkungan birokrasi pemerintah:

1. Pemahaman Prinsip SPIP: Semua pegawai di lingkungan birokrasi pemerintah


harus memahami prinsip-prinsip SPIP, termasuk pentingnya akuntabilitas,
efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan terhadap peraturan.
2. Penetapan Tujuan dan Sasaran: Setiap unit kerja dalam birokrasi pemerintah harus
menetapkan tujuan dan sasaran yang jelas yang sesuai dengan visi dan misi
organisasi, serta dapat diukur untuk mengevaluasi pencapaian.
3. Pengendalian Intern: Pengendalian intern harus diterapkan dalam setiap aktivitas
operasional untuk memastikan bahwa tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
4. Pemisahan Tugas dan Wewenang: Tugas dan wewenang harus dipisahkan
dengan jelas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau konflik
kepentingan.
5. Pengawasan Internal: Satuan Pengawasan Intern (SPI) harus didirikan untuk
melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
6. Pelaporan dan Evaluasi Kinerja: Sistem pelaporan dan evaluasi kinerja harus
diterapkan untuk memantau pencapaian tujuan dan sasaran, serta memberikan
informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.
7. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Pengembangan sumber daya manusia
harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kompetensi pegawai dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan prinsip-prinsip SPIP.
8. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Birokrasi pemerintah harus
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam semua aktivitasnya, termasuk
dalam pengelolaan keuangan dan pelaporan kinerja.
9. Penggunaan Teknologi Informasi: Penerapan teknologi informasi dapat
membantu memperkuat SPIP dengan memudahkan pengelolaan data, monitoring,
dan pelaporan kinerja.
10. Pengembangan Budaya Organisasi yang Berkualitas: Budaya organisasi yang
berorientasi pada kualitas dan integritas harus ditanamkan dalam setiap pegawai
sebagai bagian dari penerapan SPIP.

Penerapan best practice SPIP di lingkungan birokrasi pemerintah dapat membantu


meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Contoh penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam penatausahaan


Barang Milik Negara (BMN) di sebuah instansi pemerintah:

1. Perencanaan:
o Tujuan: Memastikan penatausahaan BMN sesuai dengan peraturan yang
berlaku dan meningkatkan efisiensi pengelolaan BMN.
o Langkah:
 Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan BMN yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
 Menyusun rencana inventarisasi dan evaluasi keadaan BMN secara
berkala.
2. Pelaksanaan:
o Melakukan inventarisasi BMN secara rutin dan menyeluruh.
o Melaksanakan prosedur pengelolaan BMN yang telah ditetapkan, termasuk
dalam hal penerimaan, pemeliharaan, dan pemindahtanganan BMN.
3. Pengendalian:
o Menetapkan pengendalian internal untuk memastikan keakuratan data
inventarisasi BMN.
o Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur
pengelolaan BMN secara berkala.
4. Pemantauan:
o Melakukan audit internal terhadap pengelolaan BMN untuk mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi SPIP yang telah diimplementasikan.
o Menyusun laporan hasil audit internal dan menindaklanjuti temuan yang
ditemukan.
5. Evaluasi:
o Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi dari implementasi rekomendasi
perbaikan hasil audit internal.
o Melakukan penyusunan laporan akhir yang berisi evaluasi atas pencapaian
tujuan pengelolaan BMN dan rekomendasi perbaikan untuk tahun berikutnya.
Dengan menerapkan SPIP dalam penatausahaan BMN, diharapkan instansi pemerintah
dapat memastikan bahwa pengelolaan BMN dilakukan secara akuntabel, efektif, dan efisien
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Model pengendalian pelaksanaan kegiatan aksi perubahan

Pengendalian pelaksanaan kegiatan aksi perubahan dalam konteks manajemen perubahan


dapat menggunakan model yang disebut "PDCA" (Plan-Do-Check-Act) atau dikenal juga
sebagai "Siklus Deming". Berikut adalah model pengendalian pelaksanaan kegiatan aksi
perubahan dengan pendekatan PDCA:

1. Plan (Perencanaan):
o Identifikasi tujuan perubahan dan tujuan spesifik dari setiap kegiatan aksi
perubahan.
o Rencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut, termasuk alokasi sumber daya dan penentuan metrik untuk
mengukur keberhasilan.
2. Do (Pelaksanaan):
o Implementasikan rencana yang telah disusun dengan melibatkan seluruh
pihak terkait.
o Koordinasikan kegiatan aksi perubahan dengan baik dan pastikan setiap
langkah dilakukan sesuai dengan rencana.
3. Check (Pemeriksaan):
o Monitor pelaksanaan kegiatan aksi perubahan secara berkala.
o Evaluasi kemajuan dan kinerja untuk memastikan bahwa tujuan perubahan
tercapai.
4. Act (Tindakan):
o Ambil tindakan korektif jika ditemukan ketidaksesuaian antara hasil yang
diharapkan dan hasil yang dicapai.
o Identifikasi peluang untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan aksi
perubahan di masa depan.

Penerapan model PDCA ini akan membantu dalam mengendalikan pelaksanaan kegiatan
aksi perubahan dengan lebih efektif, karena memungkinkan untuk terus melakukan
perbaikan berkelanjutan berdasarkan evaluasi dan pembelajaran yang didapat dari setiap
siklusnya.

Berikut adalah contoh penerapan model PDCA dalam penatausahaan Barang Milik Negara
(BMN):

1. Plan (Perencanaan):
o Tujuan: Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penatausahaan BMN.
o Langkah-langkah:
 Membuat inventarisasi lengkap BMN yang dimiliki.
 Menetapkan standar operasional prosedur (SOP) untuk pengelolaan
BMN.
 Mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk penatausahaan
BMN.
2. Do (Pelaksanaan):
o Melaksanakan inventarisasi BMN secara menyeluruh.
o Menerapkan SOP pengelolaan BMN dalam setiap proses, termasuk
penerimaan, pemeliharaan, dan pemindahan BMN.
o Melakukan pelatihan kepada staf terkait tentang pengelolaan BMN yang baik.
3. Check (Pemeriksaan):
o Melakukan audit internal secara berkala terhadap penatausahaan BMN.
o Membandingkan data inventarisasi dengan kondisi fisik BMN yang
sebenarnya.
o Mengevaluasi kinerja pengelolaan BMN berdasarkan SOP yang telah
ditetapkan.
4. Act (Tindakan):
o Jika ditemukan ketidaksesuaian antara data inventarisasi dengan kondisi fisik
BMN, maka perbaiki dan update data tersebut.
o Jika SOP pengelolaan BMN tidak efektif, lakukan revisi SOP berdasarkan
evaluasi yang telah dilakukan.
o Implementasikan perbaikan dan perubahan yang diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penatausahaan BMN.

Dengan menerapkan model PDCA dalam penatausahaan BMN, diharapkan efektivitas dan
efisiensi dalam pengelolaan BMN dapat terus ditingkatkan secara berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai