Anda di halaman 1dari 55

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN LATIHAN POLRI

AKADEMI KEPOLISIAN

NASKAH AKADEMIK

Tentang

RESTRUKTURISASI ORGANISASI
AKADEMI KEPOLISIAN (AKPOL)

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Reformasi Birokrasi Polri (RBP) dalam melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang bercirikan good governance dan clean governance
menuntut seluruh satuan kerja Polri dilakukan secara profesional, efektif dan
efisien dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya. Restrukturisasi
organisasi merupakan salah satu program strategis dalam Reformasi Birokrasi
Polri yang dirumuskan dalam Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan dijabarkan dalam peraturan Kapolri Nomor 21, 22 dan 23
Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Polri. Hal ini
dilakukan untuk terus menata dan membenahi organisasi agar selaras dengan
visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi serta responsif terhadap lingkungan
strategis dan dinamika masyarakat.
Sejalan dengan terbentuk struktur organisasi Akpol 1 di tahun 2010
(sesuai dengan Perkap nomor 21 tahun 2010), diikuti juga adanya perubahan
yang sangat mendasar dalam program pendidikan (prodi) Akpol, dimana prodi
Akpol sebelumnya adalah menghasilkan lulusan D3 (diploma 3) berubah

1
Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 50 huruf J dalam peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun
2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Polri dan dirinci dalam Lampiran U
dalam peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
(SOTK) Polri.
1
menjadi prodi vokasi kepolisian untuk menghasilkan lulusan D-IV 2 (setara
sarjana S1) di tahun 2013, Akpol belum mengalami perubahan struktur
organisasi.
Konsekuensi logis dari Akpol menyelenggarakan pendidikan vokasi
dengan program studi Kepolisian (D-IV) adalah Akpol harus menyeleraskan
beberapa perwujudan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan
tuntutan pendidikan nasional. Adapun kewajiban Akpol sesuai undang-undang
pendidikan dan yang terkait adalah :
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional3, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi4 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Jabaran ketiga undang-undang ini adalah :
1) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
PP ini menginstruksikan bahwa seluruh perguruan tinggi (termasuk
Akpol) untuk menjalankan :
i. Adanya lembaga penjamin mutu (LPM);
ii. Akreditasi baik program studi dan institusi;
iii. Kurikulum berbasis kompetensi yang memuat standar kompetensi
lulusan pendidikan tingkat terdiri dari sikap, pengetahuan, dan
keterampilan;
iv. Kompetensi pendidik;
v. Kompetensi tenaga kependidikan;
vi. Laboratorium bagi pendidikan vokasi; dan
vii. Pengawasan pendidikan.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi5. Amanat dalam
PP ini mewajibkan perguruan tinggi memiliki :
(a) Statuta perguruan tinggi;

2
Akpol telah melakukan penyelenggaraan program vokasi menjadi strata Satu (S1) terapan
berdasarkan keputusan Kapolri nomor : Kep/303/IV/2013 tanggal 30 April 2013 tentang
program Akpol sarjana strata Satu (S1) terapan yang disahkan dengan ijin Mendikbud Nomor
231/E/O/2013 tanggal 17 Juni 2013 tentang penyelenggaraan program studi Kepolisian (D-IV)
pada akademi Kepolisian
3
Sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301.
4
Sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336.
5
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5500.
2
(b) Bentuk perguruan tinggi
(c) Menjalankan visi dan misi pendidikan tinggi nasional; dan
(d) Ijazah dan surat keterangan pendamping ijazah (SKPI).
3) Peraturan Pemerintah RI no 66 th 2010 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan Pendidikan. Pada PP ini pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan wajib memilki :
(a) Rektor, ketua, atau direktur;
(b) Senat sekolah tinggi atau akademi; dan
(c) Satuan pengawasan bidang non-akademik;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen6. Pada
PP ini bagi seorang dosen wajib memiliki :
(a) Kualifikasi akademik;
(b) Kompetensi;
(c) Sertifikasi;
(d) Jabatan Akademik; dan
(e) Sehat jasmani dan rohani.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN) dimana kedudukan anggota Polri
merujuk kepada UU ASN ini sebagaimana tertera dalam pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Ada
beberapa jabaran terhadap UU ASN ini adalah :
1) Keputusan Menpan No. Kep/75/m.Pan/7/2004 tentang Pedoman
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam
Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil;
2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen
dan Angka Kreditnya;
3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan
Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya;

6
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5007.
3
4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
KEP/128/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan
Angka Kreditnya sebagaimana yang dijabarkan dalam Peraturan
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia nomor 2 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti;
5) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia nomor 139 Tahun 2003 Tentang Jabatan Fungsional Dokter
dan Angka Kreditnya;
6) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor:
Per/11/M.Pan/5/2008 Tentang Jabatan Fungsional Psikolog Klinis dan
Angka Kreditnya.
Di sisi lain, pengembangan Akpol saat ini, juga tidak terlepas dari
perwujudan pengembangan karakter bagi perwira Polri sebagaimana salah
satu program Nawa Cita dari pemerintahan Presiden Jokowi dan JK yaitu
melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan
kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,
seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan
cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum
pendidikan Indonesia.
Dengan diberlakukannya Perkap Nomor 6 tahun 2017 tentang SOTK
Satuan Organisasi pada tingkat Markas Besar Polri (Struktur organisasi Akpol
tidak ada perubahan) dimana evaluasi struktur organisasi Akpol dikaitkan
dengan perhitungan beban kerja (keputusan Menpan
No.Kep/75/m.Pan/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai
Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai
Negeri Sipil) adalah :
- Menghasilkan sebanyak 41.201 dokumen;
- Terdiri atas 27.169 kegiatan
- Jam kerja sebayak 96586 jam perbulan
- Jumlah personel sebanyak 805 personel yang dibutuhkan. (Sumber
Subbag Ren Akpol, 2017)
Rincian data beban kerja Akpol tersebut menunjukan bahwa dari
27.169 kegiatan tersebut 95,83 % diisi oleh kompartemen Bag Renmin
(13.177 kegiatan = 48,50%) dan Dit Akademik (12.860 kegiatan = 47,33%)
4
dimana data tersebut menggambarkan ketimpangan beban kerja dari struktur
organisasi Akpol saat ini. Sementara itu, beban kerja pada direktorat
Akademik sebanyak 12.860 kegiatan dimana 91% kegiatan diisi oleh bag
Jarlat (1.964 kegiatan = 15,2%) dan koorgadik (9.761 kegiatan = 75,90),
dimana ada perbedaan yang lebar beban kerja di dalam direktorat akademik
sendiri. Meskipun, data di atas memungkinkan beban kinerja yang dilaporkan
ke Mabes Polri tidak sesuai dengan fakta di lapangan (situasi riil), artinya
analisis beban kinerja yang dilaporkan dibuat setinggi-tingginya (agar dapat
memenuhi jumlah personel yang dibutuhkan).
Berdasarkan uraian di atas, tuntutan penyelenggaraan pendidikan
Akpol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku belum
mampu mengakomodasi perkembangan pendidikan yang ada. Oleh karena
itu, dipandang perlu memberikan uraian akademis tentang perlunya
restrukturisasi organisasi pada Akpol menjadi Sekolah Tinggi Kepolisian Akpol
(STK Akpol).

2. Identifikasi Permasalahan
a. Tantangan Tugas Kepolisian
Sejak diberlakukan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimuat dalam lembaran
Negara tahun 2002 Nomor 2 maka secara konstitusional telah terjadi
perubahan yang menegaskan perumusan tugas, fungsi dan peran
Kepolisian Negara Republik Indionesia serta pemisahan kelembagaan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan peran dan fungsi masing-masing.
Secara tradisional tugas kepolisian lebih ditujukan kepada
mempertahankan hukum, keamanan dan ketertiban, serta investigasi dan
deteksi kejahatan. Sedangkan tujuan dari kepolisian adalah :
 Untuk melindungi kehidupan dan properti;
 Untuk melestarikan perdamaian;
 Untuk mempertahankan hukum dan ketertiban;
 Untuk mencegah dan mendeteksi kejahatan; dan
 Untuk membantu masyarakat dalam keadaan darurat7.

7
David A. Hunt. Commissioner of Police South Australia. Crime Prevention: A Challenge for
Police. Article National Overview on Crime Prevention.
5
Keseluruhan tugas dan tujuan dari kepolisian Indonesia tidak
dapat dipungkiri menjadi kompleks seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, globalisasi, tuntutan demokrasi, HAM,
akuntabilitas dan transparansi publik. Sejalan dengan itu, dinamika
kejahatan juga telah mengalami perkembangan yang semakin tinggi dan
variatif, dari kejahatan konvensional hingga kejahatan berdimensi canggih.
Secara khusus, fakta empiris menunjukan terdapat 3 dominasi gangguan
keamanan yang harus dipecahkan oleh Polri, yaitu :
1. Kejahatan terorisme yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan
bangsa Indonesia8;
2. Kejahatan korupsi baik yang dilakukan oleh berbagai institusi di
Indonesia termasuk Polri sendiri9;
3. Kejahatan narkotika yang sudah menggrogoti sumberdaya manusia
Indonesia10.
Oleh karena itu, tantangan tugas kepolisian Indonesia saat ini
sangat membutuhkan sumberdaya manusia Polri yang profesional sudah
tidak ditawar lagi dalam mengemban tugas dan fungsinya.
b. Kaitan tantangan tugas Kepolisian dan pendidikan Akpol
Semakin tinggi dan variatifnya gangguan keamanan di Indonesia
atau meningkatnya indikator-indikator kejahatan suatu Negara tidak dapat
terjadi dengan hanya menggunakan pendekatan keamanan tradisional,
sehubungan dengan semakin kompleksnya kebutuhan masyarakat untuk
aman dan terbebasnya dari rasa kuatir. Dalam hal ini pendekatan
permasalaha keamanan untuk lebih efektif dan efisien sangat dibutuhkan.
Oleh karena itu, sistem keamanan yang tepat diharapkan juga
berkembang, dengan mengembangkan kebutuhan akan sub-sub sistem

8
Terorisme yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1981 hingga tahun 2016. Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia dan http://gemintang.com/dunia-film-
musik/serangkaian-aksi-terorisme-yang-pernah-terjadi-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 10
Maret 2016.
9
Beberapa kasus korupsi yang selalu diberitakan melalui media massa baik melibatkan para
anggota DPR, DPRD, kepala daerah dan termasuk melibatkan petinggi Polri. Sumber :
http://www.antikorupsi.org/id/content/meneropong-kejahatan-korupsi. Diakses pada tanggal 10
Maret 2016.
10
Negara Indonesia sudah dikategorikan sebagai darurat narkotika sebagaimana yang
disampaikan oleh Kepala BNN. Sumber :
http://nasional.sindonews.com/read/1060496/13/komjen-buwas-indonesia-darurat-narkoba-
1447165042. Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.
6
keamanan, yang tidak hanya berorientasi refresif, tetapi upaya-upaya
preventif dan proaktif.
Sistem pelayanan keamanan tidak hanya membutuhkan
pelayanan keamanan perorangan, tetapi juga membutuhkan pelayanan
keamanan masyarakat. Sebagai contoh; perkembangan organisasi
kepolisian (dari tingkat Polsek sampai tingkat pusat), tidak hanya
membutuhkan seorang petugas polisi, tetapi juga membutuhkan penataan
manajemen organisasi kepolisian agar lebih efisen dan efektif guna
mengatur organisasi, mengatur manusia dan perilakunya.
Sistem pelayanan keamanan masyarakat dalam tatanan di
masyarakat juga membutuhkan pengembangan metode pemberdayaan
dan pengorganisasi masyarakat untuk ikut mengatasi lingkungan fisik,
lingkungan kerja, lingkungan sosial, masalah hukum dan ketertiban, yang
diketahui memberikan andil terhadap masalah dan status keamanan.
Pada konteks ini, peran profesional petugas Polri dalam bidang
lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan kerja, sistem informasi dan
perilaku merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan. Oleh karena itu,
kemampuan organisasi dalam mengelola keamanan perlu disiapkan dan
dikembangkan untuk mengoperasionalkannya. Adapun kebutuhan
organisasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk melakukan kajian dan monitoring masalah
keamanan di masyarakat dalam upaya mengidentifikasi masalah dan
menetapkan prioritas masalah.
2. Kebutuhan untuk memformulasikan kebijakan keamanan dengan
bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah untuk menyusun
dan mengawal kebijakan publik guna menyelesaikan masalah
keamanan.
3. Kebutuhan untuk menjamin keamanan agar masyarakat memiliki
akses dan pelayanan yang tepat dan murah, termasuk di dalam
menjamin agar masyarakat memperoleh haknya dalam memperoleh
informasi yang benar terhadap berbagai masalah keamanan melalui
kegiatan sosialisasi dan upaya pencegahan keamanan yang efektif.
Sejalan dengan itu, fungsi operasional kepolisian dalam menjawab
kebutuhan tugas pokok Polri dapat dikelompokan dalam beberapa bidang
utama, yaitu:
7
1. Bidang penegakan hukum. Bidang ini dalam operasional Polri dikenal
dengan nama fungsi teknis reserse yang diwadahi oleh badan reserse
kriminal (Bareskrim). Adapun tugas yang dilakukannya adalah
penyidikan sebagai bagian dari penegakan hukum. Dalam sistem
penegakan hukum di Indonesia, proses peradilan dimulai dari
penyidikan dimana institusi Polri dikenal sebagai penyidik utama.
Dalam perkembangannya di Indonesia dan di negara-negara maju,
proses penyidikan sudah meluas baik dari sisi peraturan
perundangan-undangan dan teknik penyidikannya. Dengan demikian,
penerapan penyidikan menjadi objek penting bagi pendidikan vokasi
Akpol untuk dijadikan profil lulusannya. Melalui konsentrasi penyidikan
ini diharapkan lulusan pendidikan Akpol dapat terampil dan siap pakai
dalam melakukan penyidikan dan menjadi penyidik Polri.
2. Bidang Lalu lintas. Lalu lintas di Indonesia dalam abad 20 telah
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat baik dari volume
kendaraan dan sarana prasarananya. Lalu lintas saat ini memiliki
potensi besar terjadinya gangguan keamanan jalan yang
mengakibatkan korban jiwa dan harta. Tugas Polri dalam bidang lalu
lintas sering disebut juga dengan fungsi teknis lalu lintas dimana
secara organ dibawah korps lantas (Korlantas). Peran polisi lalu lintas
baik di Indonesia maupun di berbagai dunia telah berkembang secara
pesat dalam menjaga keamanan, keselamatan dan ketertiban berlalu
lintas (Kamseltibcarlantas) seperti rekayasa lalu lintas, penerangan
masyarakat, pengaturan berlalu lintas, registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor, penanganan kecelakaan lalu lintas, dll.
3. Bidang pencegahan kejahatan (Sabhara). Perkembangan kejahatan
tidak bisa dipungkiri lagi saat ini menjadi konsumsi yang besar bagi
masyarakat Indonesia dimana dapat kita lihat dan baca dari banyak
media. Kualitas dan volume kejahatan sudah berkembang dan perlu
dibangun sistem pencegahannya. Di sisi lain, proses demokrasi dan
kegiatan masyarakat di Indonesia semakin meluas dimana berdampak
kepada rawannya keamanan. Contoh sederhana adalah demonstrasi,
dimana pada satu sisi merupakan salah satu bentuk demokrasi namun
disisi lain juga dapat mengganggu aktivitas masyarakat dan tidak
jarang berekses juga menjadi pelanggaran hukum. Sejalan dengan itu,
8
pertumbuhan pembangunan di Indonesia berakibat semakin tingginya
aktivitas masyarakat dimana perlu adanya upaya untuk menjaga
keamanannya. Upaya pencegahan dan pengaman melalui tugas-
tugas Polri menjadi prioritas penting mengingat peran pencegahan
lebih baik dari pada penegakan hukum. Tugas Polri yang sudah
berjalan saat ini dalam melakukan pencegahan kejahatan dan
pengamanan diemban oleh Direktorat Sabhara Polri. Peran polisi
sabhara dalam prakteknya melakukan patroli, negoisasi, dan
pengamanan lingkungan dan kegiatan masyarakat. Secara praktek,
teknik-teknik patroli, respon panggilan dan pengamanan masyarakat
di seluruh polisi dunia telah mengalami perkembangan dimana
keberadaan polisi di tengah-tengah masyarakat menjadi tuntutan yang
tidak bisa dhindarkan.
4. Bidang Bimbingan Masyarakat. Salah satu fungsi preventif tugas
kepolisian dalam melakukan pencegahan kejahatan adalah
peningkatan peran serta masyarakat melalui konsep community
policing. Keamanan dalam negeri Indonesia dengan komposisi
penduduk dan letak geografi yang luas, tidak hanya menjadi tanggung
jawab tunggal institusi Polri. Keamanan sebagai kebutuhan seluruh
orang dimana upaya proaktif dan pre-emptif menjadi model yang
sering dilakukan. Untuk melakukan tindakan proaktif dan pre-emtif
masyarakat terkait keamanan maka Polri diharapkan menjadi
motivator dan inspirator masyarakat Indonesia sehingga keamanan
dan ketertiban masyarakat dapat terjaga dan terpelihara. Peran Polri
melalui pembinaan dan pemolisian masyarakat menjadi konsep yang
berkembang di seluruh kepolisian dunia dimana tujuannya adalah
masyarakat peduli dan aktif dalam melakukan pengamanan bagi
dirinya dan lingkungan.
5. Bidang Intelijen Keamanan. Intelijen keamanan merupakan bagian
dari kegiatan kepolisian yang sering disebut fungsi teknis intelijen
yang diwadahi dalam struktur Badan Intelijen Keamanan (BIK) Polri.
Output intelijen keamanan berupa deteksi dini merupakan sumber
strategis dalam pengambilan keputusan dalam pencapaian tugas
pokok Polri. Dalam dunia pendidikan konsep intelijen tidak hanya
dipakai oleh kepolisian saja akan tetapi juga banyak digunakan oleh
9
bidang disiplin lain seperti manajemen, keuangan, perbankan, dll.
Tugas-tugas intelijen keamanan juga tidak terlepas dari melakukan
rekayasa kehidupan masyarakat yang berorientasi kepada terjaga dan
terpeliharanya keamanan. Upaya-upaya intelijen keamanan ini mampu
merubah kehidupan masyarakat yang berpotensi anarkis menjadi
kehidupan yang beradab dan taat hukum.
Untuk dapat melaksanakan kebutuhan-kebutuhan di atas maka
peran pendidikan menjadi bagian penting untuk mampu mencari solusi
inovatif dengan melakukan penelitian untuk mencari pengetahuan
wawasan baru dan solusi yang inovatif terhadap masalah keamanan.
Salah satu peran penyelenggara pendidikan di Polri saat ini adalah Akpol.
c. Kaitan pendidikan Akpol dan Struktur Organisasi Akpol saat ini
Sesuai dengan tujuan sistem pendidikan Polri dalam upaya
terwujudnya lembaga pendidikan Polri dan satuan pendidikan Polri
sebagai pusat keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi Polri 11, maka
Akpol sebagai penyelenggara pendidikan vokasi untuk menghasilkan
perwira Polri yang mahir, terpuji, patuh hukum, dan unggul merupakan
wadah yang tepat untuk menjawab tantangan tugas dan fungsi Polri. Akan
tetapi, dalam kenyataannya, ada beberapa persoalan dalam
penyelenggaraan perguruan tinggi di Akpol, yaitu:
1) Belum terwadahinya lembaga penjamin mutu sebagai sarana kontrol
kualitas pendidikan.
2) Belum optimalnya peran pengabdian masyarakat, kerja sama dengan
institusi pendidikan lainnya (dalam dan luar negeri),
penelitian/pengkajian dalam pengembangan ilmu kepolisian dan
organisasi Akpol.
3) Belum adanya laboratorium fungsi teknis sebagai konsekuensi logis
dari pendidikan terapan di akpol dan instruktur demonstrasi sebagai
pelatih tanding dalam melakukan praktek fungsi teknis kepolisian;
4) Belum optimalnya program studi untuk menghasilkan standar
kompetensi lulusan yang diharapkan untuk diaplikasikan dalam
pendidikan pengajaran, pelatihan (keterampilan) dan pengasuhan
berbasis karakter dalam menghasilkan profil lulusan yang diharapkan.
Profil lulusan yang dihasilkan masih bersifat polisi umum, sehingga
11
Tertuang dalam pasal 2 huruf b angka 5 Perkap nomor 14 tahun 2015 tentang Sisdik Polri.
10
keluaran dari Akpol belum secara spesifik menghasilkan lulusan yang
memiliki kompetensi lulusan yang sejalan dengan penggunaannya;
5) Belum optimalnya peran pendukung pendidikan di bidang psikologi
dan kesehatan (fisik dan jiwa) sebagai metode khusus pendidikan
akpol dalam menunjang pendidikan karakter serta advokasi kepada
taruna dan personel Akpol yang bermasalah dengan hukum;
6) Belum adanya struktur bantuan hukum (vokasi hukum) bagi personel
Akpol dan taruna yang bermasalah dengan hukum;
7) Belum optimalnya peran sistem informasi dan teknologi dalam
menjalankan operasional pendidikan;
8) Belum optimalnya fungsi kontrol/pengawasan personel dan taruna
yang dilakukan oleh provos dalam menjaga dan memelihara disiplin
dan etika personel serta taruna yang kelak menjadi seorang perwira
Polri.
9) Belum adanya penerapan jabatan fungsional dalam rangka
mengaktualisasi keahlian dan keterampilan dalam
mengoperasionalkan pendidikan, seperti, dosen, peneliti, psikolog,
dokter, pustakawan, dll;
10) Belum selarasnya struktur di Akpol disandingkan dengan lembaga
pendidikan di jajaran Polri, seperti di PTIK-STIK dan Sespim serta
universitas di indonesia;
Merujuk persoalan di atas, maka perlu adanya restrukturisasi
kembali bagi organisasi Akpol sehingga sejalan dengan tujuan pendidikan
yang ingin dicapai.

3. Tujuan dan Manfaat


a. Tujuan
Tujuan naskah akademik ini adalah menjelaskan dan menelaah
secara rinci berbagai aspek struktur organisasi Akpol saat ini dan usulan
perubahan dalam hal:
1) Persoalan struktur organisasi Akpol yang ada saat ini belum mampu
menjawab permasalahan pendidikan vokasi Akpol.
2) usulan struktur organisasi Akpol dalam menggambarkan tugas dan
tanggung jawab di lingkungan pendidikan perguruan tinggi sesuai
peraturan pendidikan yang berlaku.
11
b. Manfaat
Naskah akademik ini diharapkan mampu memberi manfaat yang
luas bagi berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) baik
pemerintah, Polri dan masyarakat, dalam hal:
1) Manfaat yudiris pendidikan nasional, yaitu menjadi bahan dasar bagi
pemerintah, dalam hal ini Polri dan jajarannya, dalam menyusun
struktur organisasi di lingkungan pendidikan agar lebih sistematis,
terukur, dan berdaya guna bagi kepentingan dan kebutuhan nasional
dan dapat bersaing secara global.
2) Manfaat profesionalisme pendidikan, yaitu penyelenggaraan
pendidikan Akpol memiliki standar dalam berbagai aspek penyiapan
kelembagaan, proses pendidikan dan luaran yang berkompeten dan
mampu menjawab tantangan tugas Polri terhadap masyarakat
dimanapun lulusannya bekerja.

4. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penyusunan Naskah Akademik ini
menggunakan beberapa metode pendekatan secara sistematik sebagai
berikut:
a. Tahap Konseptualisasi
Pendekatan melalui studi pustaka untuk pengumpulan bahan, data yang
berkaitan dengan sistem pendidikan nasional. Hasil kajian kepustakaan
yang di review buku teks, jurnal, surat kabar, peraturan perundang-
undangan, dokumen negara, hasil penelitian, makalah seminar serta dari
website yang terkait dengan perkembangan ilmu dan pendidikan
kepolisian di seluruh dunia, dijadikan bahan utama penyusunan. Hasil
studi pustaka, studi lapangan, dan konsultasi publik dirumuskan oleh tim
Pokja penyusun naskah akademik dalam beberapa kali pertemuan untuk
dituangkan sebagai narasi naskah akademik ini.
b. Tahap Validasi Empiris
Studi lapang dalam bentuk diskusi kelompok terarah (Focus Group
Discussion) baik dalam lingkungan Akpol maupun dengan beberapa
narasumber dari luar, seperti Lemdiklat Polri, kementerian PAN dan RB,
kementerian Dikti dan Ristek, dan lingkungan pendidikan tinggi di
Semarang. Selain itu, konsultasi Publik dengan mengundang pakar dan

12
melakukan diskusi yang melibatkan para stakeholder kemudian
disandingkan dengan pendapat dan pemikiran tentang struktur organsasi
Akpol.
c. Tahap Konseptualisasi Struktur Organisasi Akpol
Dari hasil kajian berbagai literatur dan perundang-undangan yang ada
serta kompilasi dari berbagai diskusi yang relevan, ditambah dengan hasil
empiris dengan mendengarkan masukan dari berbagai narasumber dan
konsultasi dengan para stakeholder maka di rumuskanlah struktur
organisasi Akpol yang sesuai dengan standar pendidikan nasional untuk
dijadikan acuan dalam perubahannya.

13
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN

1. Tinjauan Historis
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan telah menunjukan bahwa
kebangkitan ilmu pengetahuan pada akhir abad 18 sampai awal abad 19
berdampak besar terhadap kehidupan manusia termasuk dampaknya
terhadap masalah keamanan. Salah satu perubahan penting dalam bidang
keamanan dan hukum adalah keamanan dan hukum tidak hanya dipandang
semata-mata sebagai masalah kehidupan fisik manusia saja, tetapi
keamanan juga dipandang dari sudut sosial, budaya, lingkungan dan
perilaku, dikaji secara multidisiplin dan mulitsektoral. Sudut pandang ini
disebut sebagai sudut pandang keamanan.
Seiiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut, tantangan tugas-tugas polisi sangat dinamis, maka ilmu
pengetahuan di kepolisian memiliki peranan penting selama polisi mampu
menjaga dukungan publik dan legitimasinya dalam mengatasi masalah
pembangunan negara dan organ kepolisian dapat memudahkan masalah
yang ada dalam suatu negara. Untuk membuktikan peran polisi tersebut,
perlu adanya keleluasaan dan kreativitas ilmu tentang polisi dengan
mengedepankan peran perguruan tinggi terhadap praktek-praktek peran
polisi yang bertugas.
Merujuk kepada persoalan kepolisian di Indonesia, dimana polisi
sering menjadi objek sorotan sosial yang bersifat tunduk, kaku dan tidak
memiliki ruang peran yang dinamis dalam memecahkan masalah yang ada di
masyarakat. Tugas polisi seperti “dikendalikan” oleh disiplin ilmu lainnya
sehingga gerak tugas polisi sangat ditentukan oleh disiplin ilmu tersebut.
Beberapa contoh yang dapat diketahui oleh masyarakat banyak adalah

14
kasus sandal jepit12, penanganan kasus bernuansa agama13, kasus nenek
minah14, dll. Apa pelajaran yang diambil dari kejadian kasus tersebut? yaitu
peran polisi seperti diombang-ambing oleh sudut pandang politik, hukum,
sosiologi, media, dll. Peran polisi seperti tidak memiliki ciri yang menjadi
disiplin ilmunya, sehingga peran polisi sangat ditentukan hanya sebatas
bidang ilmu tertentu. Seolah-olah membangun keadilan dan keamanan
hanya dimiliki oleh disiplin ilmu tertentu dan tugas polisi hanya sebagai “alat”
oleh disiplin ilmu tersebut untuk menentukan keadilan dan keamanan, tetapi
sebenarnya peran polisi itu lebih dinamis sebagai alat keadilan dan
keamanan. Kita dapat memperkirakan apabila peran polisi dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk melakukan tindakan yang
sesuai dengan keadilan dan rasa aman masyarakat maka kasus-kasus
tersebut tidak akan menguras energi banyak komponen bangsa di Indonesia
ini. Oleh karena itu, perlu adanya paradigma baru untuk mempertegas
eksistensi keilmuan polisi tersebut, dimana peranan perguruan tinggi dalam
mengkaji tentang keilmuan polisi tersebut seharusnya lebih progresif untuk
mendorong peran polisi semakin nyata kemanfaatannya bagi negara
Indonesia.
Contoh yang sangat nyata bahwa peran polisi telah menjadi solusi
dalam memberikan keamanan dan ketertiban adalah penggusuran Kalijodo
di Jakarta Utara. Kalijodo banyak dikenal sebagai daerah “bebas hukum”
dimana terdapat aktivitas prostitusi, minuman keras, dan perjudian dan tanah
milik pemerintah tersebut sulit untuk digusur. Sulit untuk disangkal bahwa
langkah-langkah yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya untuk mencegah
ekses negatif yang lebih besar sebelum dilakukannya penggusuran oleh
Pemda DKI Jakarta, menunjukan hasil yang efektif untuk meredam

12
Kasus pencurian sandal jepit yang menjadikan AAL (15) pelajar SMK 3, Palu, Sulawesi
Tengah, sebagai pesakitan di hadapan meja hijau. Ia dituduh mencuri sandal jepit milik Briptu
Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng. Reaksi masyarakat seolah polisi tidak
memiliki hati nurani untuk membawanya ke pengadilan. Sumber Kompas :
http://nasional.kompas.com/read/2012/01/06/09445281/Kejamnya.Keadilan.Sandal.Jepit.
Diakses pada tanggal 8 Agustus 2016.
13
Kasus ini terjadi saat segerombolan kelompok menyerang jemaah Ahamdiyah yang
menyebabkan 3 anggota jemaahnya meninggal dunia. Sumber Kompas:
http://nasional.kompas.com/read/2011/03/04/14263051/Tiga.Anggota.Polisi.Jadi.Tersangka.
Diakses pada tanggal 8 Agustus 2016.
14
Nenek minah melakukan pencurian pada 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun
Sari Antan (RSA) di daerah Banyumas Jawa Tengah dengan vonis hukuman percobaan 1
bulan 15 hari. Sumber Deik : http://news.detik.com/berita/1244955/mencuri-3-buah-kakao-
nenek-minah-dihukum-1-bulan-15-hari. Diakses pada tanggal 09 Pebruari 2016.
15
persoalan sosial yang lebih besar15. Langkah-langkah atau tindakan polisi ini
dapat dikategorikan murni sebagai fungsi dari polisi sebagai bagian dari
police science. Pertanyaannya adalah, apakah fenomena peran polisi
tersebut tertarik diteliti dalam mengembangkan keberadaan dari police
science?. Mengapa hal ini penting untuk diangkat, Bayley dan Nixon 16 (2012)
menyatakan kepolisian menjadi semakin berbiaya mahal sebagai pelayan
publik, dan tanpa dasar ilmiah untuk melegitimasi nilai polisi, ada
kemungkinan bahwa kepolisian negara akan menghadapi ancaman yang
meningkat dari tugas polisi yang lebih murah, seperti “kepolisian swasta”,
atau dengan perkataan lain banyak layanan polisi sekarang akan diambil dan
ditinggalkan. Pernyataan yang lebih tegas lagi adalah kehadiran negara
dalam memberikan pelayanan kepada rakyatnya semakin jauh.
Tanpa bukti dan pendekatan yang lebih ilmiah, polisi akan menjadi
semakin rentan terhadap tekanan politisi dan pihak lainnya baik melalui
alasan pendekatan populis atau alasan pengurangan anggaran dalam
mendukung layanan yang mampu menghadirkan bisnis-bisnis berbasis bukti
untuk investasi publik.
Mencermati pada perkembangan kajian tentang polisi di dunia
terutama kepolisian Eropa telah melakukan perubahan paradigma dimana
kajian tentang polisi dulunya sebagai interdisiplin ilmu yang juga sering
disebut sebagai police study, menjadi suatu kajian ilmu pengetahuan sendiri
yang disebut dengan police science. Police study dipandang sebagai
interdisiplin ilmu dalam prakteknya berkembang karena setelah perang dunia
kedua, para ahli hukum, kriminolog, psikolog, filsuf, dan ahli di bidang lainnya
telah menghasilkan banyak penelitian mengenai praktek dan teori mengenai
topik polisi. Akibatnya adalah banyak keputusan politik suatu negara baik
secara langsung atau tidak langsung tertuju terhadap organisasi polisi 17
dimana perubahan organisasi kepolisian menjadi alat dalam disiplin ilmu
tertentu.
15
Pembongkaran Kalijodo di Jakarta Utara yang dilaksanakan pada tanggal 29 Pebruari
2016 berjalan lancar tanpa perlawanan. Sumber :
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160229_indonesia_kalijodo_update.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2015.
16
Bayley, D. dan Nixon, C. 2010. The Changing Police Environment, 1985-2008. New
Perspectives in Policing Bulletin. Washington, D.C.: U.S. Department of Justice, Office of
Justice Programs, National Institute of Justice, NCJ 230576.
17
Hans-Gerd Jaschke, et. al. 2007. Perspectives Of Police Science In Europe. Project
Group on a European Approach to Police Science (PGEAPS). Final Report : European Police
College.
16
Fakta perkembangan saat ini telah menunjukan bahwa polisi telah
menjadi pionir pengembangan hubungan baru antara peradilan pidana dan
masyarakat dalam perpolisian masyarakat (community policing). Polisi telah
menciptakan strategi baru dalam pengendalian kejahatan, memperkenalkan
masalah yang berorientasi kepolisian, hot spot kepolisian, menarik jejaring
kepolisian dan sejumlah inovasi strategis baru lainnya, termasuk pengenalan
teknologi baru seperti membaca lagu/piringan yang berijin otomatis, sistem
sidik jari otomatis dan pengujian DNA18. Dalam dunia keilmuan juga, polisi
telah berkesperimen dengan menggunakan metode manajemen baru dalam
program komputer statistik (CompStat) untuk mengurangi kejahatan19. Oleh
karena itu, eksistensi police science sangat penting diposisikan dalam
disiplin ilmu tersendiri sehingga keberadaannya bisa menjadi manfaat bagi
negara.
Hans-Gerd Jaschke, et. al. (2007) menjelaskan terdapat tiga bidang
dari potensi kontribusi Ilmu Kepolisian terhadap pendidikan tentang polisi,
yaitu : isi (topik pendidikan polisi), metodologi (metode pengajaran dan
penelitian), dan pengembangan intelektual (berpikir kritis, pemecahan
masalah, dll)20. Dalam hal ini pemerintah khususnya Polri, perlu menyusun
kembali kurikulum pendidikannya agar police science dapat memberikan
kemanfaatan yang besar bagi tugas dan fungsi Polri.
Akpol sebagai penyelenggara pendidikan vokasi adalah pendidikan
yang menyiapkan perwira Polri yang memiliki keterampilan, kecakapan,
pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, diawasi oleh
masyarakat dan pemerintah atau dalam kontrak dengan lembaga serta
berbasis produktif. Apresiasi terhadap pekerjaan sebagai akibat dari adanya
kesadaran bahwa orang hidup butuh bekerja merupakan bagian pokok dari
pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi menjadi tanpa makna jika masyarakat
dan peserta didik kurang memiliki apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan
dan kurang memiliki perhatian terhadap cara bekerja yang benar dan

18
Weisburd D., dan Neyroud P. 2011. Police Science: Toward a New Paradigm. National
Institute of Justice.
19
Implementating and institutionalizing CompStat in Maryland. Sumber :
http://www.compstat.umd.edu/what_is_cs.php. Diakses pada tanggal 1 Maret 2016.
20
Hans-Gerd Jaschke, et. al. 2007. Perspectives Of Police Science In Europe. Project
Group on a European Approach to Police Science (PGEAPS). Final Report : European Police
College.
17
produktif sebagai kebiasaan. Secara singkat, Pavlova (2009) menyatakan
tradisi pendidikan vokasi adalah menyiapkan peserta didik untuk bekerja 21.
Oleh karena itu, keberadaan Akpol dalam menyelenggarakan pendidikan
vokasi perlu dikembangkan khususnya struktur organisasi yang ada di
dalamnya.

2. Tinjauan Sosiologis
Keberadaan pendidikan Akpol dalam perannya di dunia pendidikan
dan kebutuhan perwira Polri yang mampu menjawab tantangan tugas dan
fungsi Polri, tidak terlepas dari interaksi antara peran pendidikan Akpol untuk
melahirkan profesionalitas perwira Polri dengan kompetensi yang
dibutuhkan. Sejalan dengan tuntutan perubahan dan kesadaran masyarakat
untuk memperoleh hak dan terjaminnya pelayanan keamanan bermutu,
setidaknya dapat dibangun dalam tiga pandangan yaitu :
a. Interaksi antara sistem pendidikan Akpol dengan perkembangan dari
definisi dan pengertian ilmu kepolisian yang terus berubah sejalan
dengan tuntutan masyarakat dalam bidang keamanan. Secara
konseptual perkembangan ilmu kepolisian (police science) masih terjadi
perbedaan-perbedaan dalam reorientasi, tujuan dan pengembangan
diantara pendidikan tinggi kepolisian yang ada saat ini. Keberadaan
pendidikan (penyelenggaraan pendidikan Polri yang dikoordinir oleh
Lemdiklat Polri) masih bersufat parsial dimana belum terdapat integrasi
dan sinergi dalam pemanfaatan ilmu yang dihasilkan. Sehingga kondisi
ini dapat menimbulkan keraguan akan profesionalitas personel Polri yang
telah mengenyam pendidikan di lingkungan Polri. Oleh karena itu,
pengembangan konseptual pendidikan Polri saat ini dan kelak di masa
depan harus dapat memecahkan masalah ini, dengan cara memenui
tuntutan substansial tentang peran utama personel Polri dalam
menciptakan sistem pelayanan dan perlindungan untuk menjaga dan
memelihara keamanan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah
tuntutan metodologis terhadap kemampuan teknis dan cara praktis dari

21
Pavlova M. (2009). The Vocationalization of Secondary Education: The Relationships
between Vocational and Technology Education. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.),
International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and
Vocational Learning (pp. 1805-1822). Germany: Springer.
18
lulusan untuk memahami secara cepat dan tepat masalah dan
menyediakan solusi, baik secara konseptual maupun prateknya.
b. Interaksi antara kebutuhan pengembangan konseptual pendidikan Polri
yang profesional selain membutuhkan biaya penyelenggaraan
pendidikan yang besar, tetapi harus tetap dapat menjamin kualitas
lulusan Akpol sehingga dapat menjadi kemanfaatan bagi masyarakat.
Kondisi ini memiliki konsekuensi yang besar bagi Akpol untuk
meningkatkan mutu dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Hal ini diperlukan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan
perubahan kehidupan bangsa Indonesia baik dalam lingkungan lokal,
nasional, regional dan global.
c. Interaksi antara lulusan Akpol dengan tuntutan kerja profesional,
berkarakater, moral dan memiliki etika kerja yang harus sejalan dengan
struktur organisasi Akpol. Jenis Pendidikan vokasi Akpol saat ini sebagai
penyedia sumberdaya perwira Polri yang siap pakai (ready to use) sudah
efektif akan tetapi apabila rumusan struktur organisasi Akpol tidak
mampu sejalan dengan fungsi dan perannya maka pada akhirnya dapat
menjadikan lulusan pendidikan Akpol tidak efektif dalam menjawab
tantangan tugasnya yaitu menghasilkan profil lulusan perwira pertama
Polri yang mahir, terampil, patuh hukum dan unggul. .
Sebagaimana interaksi pendidikan Akpol dengan para stakeholder,
maka Akpol sebagai pendidikan vokasi dikembangkan tidak semata-mata
menggunakan instrumen kebijakan pendidikan tetapi juga menggunakan
instrumen kebijakan sosial, ekononomi, politik, dan ketenaga kerjaan
(Atchoarena, 200922). Pengembangan pendidikan vokasi Akpol
membutuhkan kebijakan terbentuknya kerjasama, dukungan dan partisipasi
penuh dari organisasi-organisasi pemerintah dan non pemerintah, terbentuk
konsensus diantara stakeholder (Hiniker dan Putnam, 200923). Dengan
demikian keberadaan organisasi Akpol dalam struktur organisasinya menjadi
penting untuk dibangun sesuai dengan tujuan pendidikan vokasi tersebut.
22
Atchoarena, D. (2009). Overview: Issues and Options in Financing Technical and
Vocational Education and Training. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International
Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational
Learning (pp.129-1036). Germany: Springer.
23
Hiniker, L.A. and Putnam, R.A. (2009). Partnering to Meet the Needs of a Changing
Workplace (203-208). In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of
Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning (pp.
203-208). Germany: Springer.
19
3. Tinjauan Hukum
Ada beberapa dasar kajian hukum dalam naskah akademis ini untuk
menjadi pedoman dalam perubahan struktur organisasi Akpol, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional24 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi25. Pada undang-undang ini menginstruksikan bahwa
dalam sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan. Hal ini tidak terlepas dari fungsi pendiikan nasional
yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi Marusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab 26.
Oleh karena itu, siapapun penyelenggara pendidikan harus mempunyai
hak dan kewajibannya dalam mengemban pendidikan dalam mencapai
tujuan pendidikan nasional. Ada beberapa hal yang wajib bagi Akpol
terkait dengan undang-undang ini untuk diselaraskan dengan struktur
organisasi Akpol, yaitu :
1) Standar nasional pendidikan27. Standar nasional pendidikan
merupakan kewajiban perguruan tinggi dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan
standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan
standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat.

24
Sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301.
25
Sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336.
26
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
27
Pasal 35 UU nomor 2 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
20
Adapun turunan dari UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
yaitu :
a. PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP). PP ini menginstruksikan bahwa seluruh perguruan tinggi
(termasuk Akpol) untuk menjalankan :
(1) Penjamin mutu pendidikan.
(2) Akreditasi program studi dan perguruan tinggi.
(3) Kurikulum berbasis kompetensi yang memuat standar
kompetensi lulusan pendidikan tingkat terdiri dari sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
(4) Kompetensi pendidik;
(5) Kompetensi tenaga kependidikan;
(6) Laboratorium bagi pendidikan vokasi; dan
(7) Pengawasan pendidikan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Permendikbud nomor 50
tahun 2014 adanya sistem penjaminan mutu secara eksternal
melalui akreditasi baik program studi dan institusi.
b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2014 Tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan Tinggi28. Peraturan ini menyatakan uraian
tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi baik sistem
penjaminan mutu internal dan eksternal. Bagi perguruan tinggi
sistem penjaminan mutu internal diwadahi oleh lembaga
penjamin mutu (LPM).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi (SNP). PP ini lebih terperinci dalam
penjelasan tentang SNP bagi perguruan tinggi. Selanjutnya PP
nomor 15 tersebut dirubah dengan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP Nomor 15
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNP)
dan diuraikan kembali dalam Permen Ristek dan Dikti Nomor 44
Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi 29.

28
Dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 788.
29
Termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1952.
21
Permenristekdikti telah merinci terkait standar nasional
pendidikan tinggi yang terdiri dari30 :
(1) Standar Nasional Pendidikan;
(2) Standar Nasional Penelitian; dan
(3) Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
Adapun komponen dari pendidikan nasional pendidikan tinggi
terdiri atas31 :
(1) Standar kompetensi lulusan;
(2) Standar isi pembelajaran;
(3) Standar proses pembelajaran;
(4) Standar penilaian pembelajaran;
(5) Standar dosen dan tenaga kependidikan;
(6) Standar sarana dan prasarana pembelajaran;
(7) Standar pengelolaan pembelajaran; dan
(8) Standar pembiayaan pembelajaran.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi32. Amanat
dalam PP ini mewajibkan perguruan tinggi memiliki :
(1) Statuta perguruan tinggi;
(2) Bentuk perguruan tinggi
(3) Menjalankan visi dan misi pendidikan tinggi nasional; dan
(4) Ijazah dan surat keterangan pendamping ijazah (SKPI).
e. Peraturan Pemerintah RI no 66 th 2010 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan
dan penyelenggaraan Pendidikan. Pada PP ini pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan wajib memilki :
(1) Rektor, ketua, atau direktur;
(2) Senat sekolah tinggi atau akademi; dan
(3) Satuan pengawasan bidang non-akademik.

30
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Permen Ristek dan Dikti Nomor 44 Tahun
2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
31
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Permen Ristek dan Dikti Nomor 44 Tahun
2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
32
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5500.
22
f. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen33.
Pada PP ini bagi seorang dosen wajib memiliki :
(1) Kualifikasi akademik;
(2) Kompetensi;
(3) Sertifikasi;
(4) Jabatan Akademik; dan
(5) Sehat jasmani dan rohani.
2) Kurikukum34. Kurikulum bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi saat
ini diarahkan untuk memiliki kualifikasi ketenagakerjaan
sebagaimana yang diatur dalam Perpres nomor 8 tahun 2012
tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia 35 (KKNI). Untuk
memenuhi kualifikasi KKNI tersebut, beberapa peraturan pemerintah
yang terkait dengan KKNI di bidang pendidikan dapat dilihat pada
aturan di bawah ini :
a) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi (SNP) dan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP Nomor 15
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNP).
Kedua PP ini menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan untuk setiap program studi36. Dalam hal ini,
pengembangan kurikulum sangat ditentukan pada standar
nasional pendidikan37.
b) Permen Ristek dan Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi. Permen ini merupakan turunan dari
kedua PP di atas yang mengatur secara rinci tentang kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses,
dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman

33
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5007.
34
Pasal 36 UU nomor 2 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
35
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24.
36
Sebagaimana dimuat dalam pasal 9 ayat (1) PP RI Nomor 15 Tahun 2005 tentang SNP.
37
Sebagaimana dimuat dalam pasal 2 ayat (1a) Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun
2013 tentang perubahan atas PP Nomor 15 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi (SNP).
23
penyelenggaraan program studi38. Oleh karena itu, kurikulum
harus sudah secara jelas menunjukkan program studi dari setiap
pendidikan tinggi.
3) Pendidikan kedinasan39. Pendidikan kedinasan telah dijabarkan
dalam peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2010 tentang
Pendidikan Kedinasan40. PP ini menginstruksikan bahwa
penyelenggara pendidikan wajib memenuhi syarat untuk peserta
didik dan pelaksanaan pendidikan kedinasan. Syarat peserta didik
pendidikan kedinasan41 adalah :
a) pegawai negeri dan calon pegawai negeri pada Kementerian,
kementerian lain, atau LPNK;
b) memiliki ijazah sarjana (S-1) atau yang setara; dan
c) memenuhi persyaratan penerimaan peserta didik pendidikan
kedinasan sebagaimana ditetapkan oleh penyelenggara
pendidikan kedinasan.
Sementara itu, syarat pelaksanaan pendidikan42 sebagai berikut :
a) kurikulum;
b) pendidik dan tenaga kependidikan;
c) sarana dan prasarana pendidikan;
d) sumber pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling
sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya;
e) sistem evaluasi dan sertifikasi;
f) sistem manajemen dan proses pendidikan;
g) kekhususan pendidikan kedinasan; dan
h) dasar hukum penyelenggaraan pendidikan kedinasan.
Satuan pendidikan kedinasan yang dikelola oleh Polri, maka status
pendidikan kedinasannya dapat dilakukan sebagai berikut :
 pendidikan kedinasan yang bersangkutan dijadikan pendidikan
dan pelatihan pegawai yang diselenggarakan oleh Kementerian,
38
Pasal 1 angka 6 Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.
39
Pasal 29 UU nomor 2 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
40
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5101.
41
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 PP RI Nomor 14 Tahun 2010 Tentang
Pendidikan Kedinasan.
42
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 PP RI Nomor 14 Tahun 2010 Tentang
Pendidikan Kedinasan.

24
kementerian lain, atau LPNK yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk memenuhi
kebutuhan akan keterampilan pegawai;
 pendidikan kedinasan yang bersangkutan dipertahankan tetap
menjadi pendidikan;
 kedinasan yang memenuhi semua persyaratan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini, untuk memenuhi kebutuhan
akan pendidikan profesi, spesialis, dan keahlian khusus lainnya;
 pendidikan kedinasan yang bersangkutan dialihstatuskan
menjadi badan hukum pendidikan, yang kementerian lain atau
LPNK yang bersangkutan sebagai pendiri memiliki representasi
dalam organ representasi pemangku kepentingan, untuk
memenuhi sekaligus semua kebutuhan sebagaimana dimaksud
pada huruf a angka 1), angka 2), dan angka 3).
 pendidikan kedinasan yang bersangkutan dialihstatuskan
menjadi badan hukum pendidikan, yang kementerian lain atau
LPNK yang bersangkutan sebagai pendiri memiliki representasi
dalam organ representasi pemangku kepentingan, untuk
memenuhi kebutuhan akan pendidikan menengah, pendidikan
tinggi vokasi, dan pendidikan tinggi akademik43.
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 44 dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara45 (ASN). Undang-undang ini
mempertimbangkan dalam menjamin perluasan dan pemerataan akses,
peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan
akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu
dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan. Dalam hal ini, dosen
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Selain itu,
43
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24 PP RI Nomor 14 Tahun 2010 Tentang
Pendidikan Kedinasan.
44
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4586.
45
Dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494
25
penyelenggara pendidikan tinggi juga terdiri dari beberapa tenaga
kependidikan yang mendukung terselenggaranya standar pendidikan
nasional. Beberapa keterampilan dan keahlian sangat dibutuhkan untuk
terselenggaranya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang profesional.
Dalam hal ini, jabatan keterampilan dan fungsional ini diisi oleh jabatan
fungsional yaitu sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas
berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 Tentang ASN ini seiiring dengan kedudukan anggota
Polri merujuk kepada UU ASN ini sebagaimana tertera dalam
pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Polri. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang jabatan
fungsional ini adalah PP RI nomor 16 tahun 1994 tentang
Jabatan Fungsional PNS46. Berdasarkan 2 undang-undang di
atas, maka ada beberapa komponen yang perlu diaplikasikan
bagi organisasi Akpol yaitu :
1) Keputusan Menpan No. Kep/75/m.Pan/7/2004 tentang Pedoman
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam
Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil;
2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen
dan Angka Kreditnya;
3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan
Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya;
4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
KEP/128/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan
Angka Kreditnya sebagaimana yang dijabarkan dalam Peraturan
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia nomor 2 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti;

46
Termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547.
26
5) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia nomor 139 Tahun 2003 Tentang Jabatan Fungsional
Dokter dan Angka Kreditnya;
6) Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
: 141/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Dokter Gigi
dan Angka Kreditnya;
7) Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
: 140/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Apoteker dan
Angka Kreditnya;
8) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor:
Per/11/M.Pan/5/2008 Tentang Jabatan Fungsional Psikolog Klinis
dan Angka Kreditnya;
9) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Fungsional Pustakawan Dan Angka Kreditnya;
10) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
: Per/3/M.Pan/3/2009 Tentang Jabatan Fungsional Arsiparis Dan
Angka Kreditnya;
11) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor : Per/220/M.Pan/7/2008 Tentang Jabatan Fungsional
Auditor Dan Angka Kreditnya.

27
BAB III
KONDISI STRUKTUR ORGANISASI AKPOL SAAT INI

1. Belum adanya Keberadaan Lembaga Penjamin Mutu.


Struktur Akpol saat ini dalam melakukan evaluasi pendidikan diwadahi oleh
Subbag Evadasi (AKBP IIIA). Prakteknya, Subbag Evadasi lebih berorientasi
kerja kepada kompulir penilaian dan pembuatan pedoman evaluasi pendidikan
Akpol. sementara itu, sistem evaluasi pendidikan Akpol juga dilakukan melalui
mekanisme rapat evaluasi (mingguan) dan membentuk kepanitian bila ada
proses evaluasi pendidikan ingin dilakukan, misalnya untuk mendapatkan
akreditasi. Akibatnya adalah komponen pendidikan sebagai sentral dalam
menjamin mutu pendidikan kurang dievaluasi secara kontinuitas sehingga
belum memiliki standar yang jelas dalam pelaksanaannya.
2. Tidak optimalnya peran pengabdian masyarakat, kerja sama pendidikan
(dalam dan luar negeri), penelitian dan pengembangan ilmu kepolisian.
a. Penelitian. Pelaksanaan kegiatan penelitian di Akpol masih belum
mendapat perhatian yang lebih fokus, karena struktur organisasi yang
secara khusus menangani kegiatan penelitian ini belum ada nomenklatur
struktur yang ada. Prakteknya, kegiatan penelitian masih diampu oleh dua
unit kerja, yaitu Bag Kermadian dan Bid Pengsos. Bag Kermadian
menangani penelitian alumni Akpol di kewilayahan yang dilaksanakan
setahun sekali, sedang Bid Pengsos menangani penelitian yang
dilaksanakan oleh Taruna/Pasis menjelang akhir pendidikan (untuk
skripsi). Belum ada penelitian yang secara mandiri dilaksanakan oleh
Akpol terkait dengan isu-isu terbaru di bidang kepolisian yang terus
berkembang diluar untuk dijadikan bahan menyusun rencana pendidikan
pada periode berikutnya. Kuantitas pelaksanaan penelitian yang dilakukan
masih terbatas hanya 1 kali dalam setahun. Sejalan dengan itu,
pertelahaan tugas penelitian dan pengkajian juga diampu oleh masing-
masing bidang dalam Dit. Akademik, akan tetapi pelaksanaannya tidak
dilakukan oleh setiap bidang. Akibatnya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Bag. Kermadian masih terbatas baik secara kuantitas dan
lingkupnya. Oleh karena itu, kajian yang dihasilkan oleh Bag Kermadian
tidak efektif untuk menjawab seluruh permasalahan yang dihadapi oleh
Akpol.
28
b. Kerjasama. MoU yang dihasilkan oleh Akpol masih terbatas dengan
instansi di luar Akpol (lingkup Semarang dan Yokyakarta-UNDIP, UNES,
UII). Lingkup kerjasama yang dibangun masih belum optimal untuk
pengembangan ilmu kepolisian dan komponen pendidikan (terbatas pada
HAM, pelatihan PEKERTI, dll). Anggaran yang digunakan masih dominan
menggunakan DIPA Akpol. Akibatnya adalah kerjasama yang dilakukan
masih terbatas untuk menjalankan operasional pendidikan saja akan
tetapi pengembangan Akpol menuju world class police academy masih
jauh untuk diraih. Sisi lain, kerja sama dalam pengembangan Akpol belum
meluas kepada pengembangan instruktur dan pengasuhan, sehingga
kompetensi instruktur dan pengasuh belum optimal.
c. Pengabdian Masyarakat. Dianmas Akpol selama ini dilakukan melekat
pada kegiatan-kegiatan latihan taruna, sehingga pelaksanaan Dianmas
kadang kurang tepat guna dan hasil berkaitan dengan tugas kepolisian
(hasil pendidikan dan hasil penelitian). Akibatnya adalah Dianmas yang
dilakukan oleh Akpol kurang dirasakan oleh masyarakat sebagai bentuk
karya pengabdian kepada masyarakat. Sisi lain, pengabdian lebih
berorientasi pada pekerjaan fisik (pembangunan MCK, sarana dan
prasarana di pedesaan) yang kurang terkait dengan fungsi kepolisian
dalam melaksanakan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan demikian, peran Akpol dalam menyelenggarakan pengabdian
masyarakat tidak terkait langsung dengan tugas pokok kepolisian.
3. Tidak adanya Laboratorium Fungsi Teknis Kepolisian di Akpol sebagai ujung
tombak dalam pendidikan vokasi.
Pelaksanaan peningkatan keterampilan Akpol (terutama keterampilan fungsi
teknis) belum terakomodasi secara optimal. Alat instruksi (Alin), alat penolong
instruksi (alongin), dan instruktur demonstrasi dan latihan (demlat) masih
terbatas baik secara kuantitas dan kualitas. Struktur Akpol yang mewadahi
alin dan alongin (subbag alin dan alongin) lebih berorientasi kepada
operasional pengajaran dan kurang untuk pelatihan. Konsekuensi logisnya
adalah pelaksanaan praktek fungsi teknis selama ini berjalan dengan tidak
menggunakan tempat dan peralatan yang seadanya di lingkungan Akpol,
tanpa adanya lokasi tempat yang representatif. Secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut :

29
 Fungsi teknis reserse : pelaksanaan praktek mata pelajaran fungsi
teknis reserse menggunakan fasilitas rumah TKP, akan tetapi fasilitas
rumah TKP Akpol tidak ada yang mengurus/mengrlola tempat tersebut.
Ketiika ada kegiatan praktek mata pelajaran reserse, tempat tersebut
sudah tidak nyaman untuk dilaksanakan latihan.
 Fungsi teknis intelijen : pelaksanaan praktek mata pelajaran intelijen
hanya menggunakan gedung-gedung di Akpol (perkantoran), sehingga
pada saat scenario latihan yang dilakukan terjadi mis komunikasi
antara taruna dengan pegawai yang ada dikantor dan bahkan kegiatan
praktek menjadi tidak optimal.
 Fungsi teknis sabhara : pelaksanaan praktek mata pelajaran fungsi
teknis sabhara selama ini hanya menggunakan lingkungan Akpol dalam
prakteknya. Meskipun, terdapat 4 gedung polseklat yang ada di Akpol,
akan tetapi pada kenyataannya, tidak ada yang mengawakinya dalam
pengelolaannya.
 Fungsi teknis lalu lintas : pelaksanaan praktek mata pelajaran lalu lintas
di Akpol hanya menggunakan sarana dan prasarana jalan di Akpol
tanpa adanya tempat khusus untuk kegiatan simulasi lalu lintas.
Dengan demikian tempat khusus untuk fasilitas simulasi lalu lintas di
Akpol belum ada.
 Fungsi teknis Binmas : sama halnya dengan fungsi teknis kepolisian
lainnya, pelaksanaan praktek mata pelajaran Binmas tidak ada tempat
khusus untuk kegiatan penyuluhan, sambang, siskamling, dll. Semua
kegiatan praktek mata pelajaran fungsi teknis Binmas hanya
menggunakan tempat-tempat yang dianggap “cocok” untuk
dilaksanakan praktek.
sangat kekurangan tenaga demonstrasi dan laboratorium. Akibatnya adalah
pelaksanaan pelatihan dan praktek pembelajaran di Akpol berjalan tidak
efektif dalam meningkatkan keterampilan fungsi teknis kepolisian bagi taruna
dan siswa.
4. Belum adanya struktur organisasi program studi (Prodi) dalam menyusun
kurikulum pengajaran, pelatihan (keterampilan) dan pengasuhan berbasis
karakter dalam menghasilkan profil lulusan yang diharapkan. Akibat yang
sangat dirasakan saat ini dalam menyusun program akademik dan

30
pengasuhan adalah sering tidak terintegrasi dan kualitas yang dihasilkan
belum oprimal. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Pengajaran akademik. Dalam pelaksanaannya, prodi D-IV Akpol saat ini
dalam operasionalnya masih mengacu kepada struktur organisasi lama
(Perkap nomor 21 tahun 2010 tentang STOK Polri) dimana perkembangan
keintian ilmu kepolisian diwadahi oleh bidang-bidang dalam direktorat
akademik yang memiliki beberapa bidang yaitu bidang manajemen,
bidang profesi dan teknologi kepolisian, bidang falsafah dan tradisi, bidang
hukum, bidang jasmani, dan bidang penelitian sosial. Seluruh bidang
tersebut dalam kenyataannya belum sesuai dengan arah profil lulusan
Akpol yang dihasilkan. Secara praktek, program studi yang ada di Akpol
masih berorientasi untuk menghasilkan lulusan Akpol menjadi polisi
umum. Sehingga hasil penelitian dari kermadian Akpol terhadap lulusan
Akpol47 menunjukkan bahwa lulusan Akpol belum sesuai dengan harapan
stakeholder. Oleh karena itu, struktur organisasi Akpol perlu dibangun
sejalan dengan program studi bagi taruna dan siswa dimana program
studi yang dimaksud sesuai dengan harapan stakeholder dan tugas pokok
Polri.
b. Pelatihan dan pengasuhan. Pelaksanaan pelatihan dan pengasuhan di
Akpol dilakukan oleh 2 kompartemen yang berbeda.
- Pelatihan. Pada prakteknya program pelatihan dan pengasuhan
diemban oleh dua kompartemen. Pelatihan di Akpol diemban oleh
direktorat akademik namun juga dilaksanakan oleh direktorat bintarlat
(Bag. Binlat). Contoh : latihan Polsek lat dilakukan oleh Proftek,
sedangkan latihan kerja dilakukan oleh Bag. Binlat. Pelatihan yang
dilakukan oleh Bag. Binlat terdiri dari pelatihan yang bersifat non
akademik dan latihan kerja taruna (Latja) untuk meningkatkan
keterampilan di bidang fungsi teknis kepolisian. Bag. Binlat dalam
menyelenggarakan Latja bagi taruna di bawah oleh Ditbintarlat,
sehingga tidak sinkron dengan ditakdemik yang mengampu dalam
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi taruna dan siswa.
Oleh karena itu, perlu sinkronisasi struktur organisasi Akpol dalam
departemen yang menyelenggarakan pembelajaran dan latihan bagi
taruna dan siswa.
47
Hasil penelitian dari Bag. Kermadian terhadap alumni Akpol di 12 Polda tahun 2015.
31
- Pengasuhan (karakter). Pengembangan pengasuhan karakter di Akpol
dilakukan melalui beberapa program, yaitu : NAC, MT, studi kepolisian,
outbond, bin rohtal, BEB, pembekalan, dll. Pelaksanaan kegiatan di
atas dilakukan oleh 2 kompartemen yaitu dit akademik dan dit bintarlat.
Di sisi lain, pengasuhan yang diawaki 1 (satu) orang Kasat belum
mampu melakukan pendampingan taruna selama 24 jam. Dalam
prakteknya, kehadiran para Kasat taruna hadir di tengah-tengah taruna
hanya pada waktu-waktu tertentu (karena tidak mungkin bisa bekerja
selama 24 jam) sehingga pengawasan dan bimbingan terhadap taruna
tidak optimal untuk dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya struktur
yang sesuai dalam memenuhi pembinaan karakter bagi taruna dan
siswa.
5. Belum optimalnya peranan Psikolog dalam mendukung Akpol.
Objek tugas psikologi dan kesehatan di Akpol terdiri dari personel dan taruna
Akpol. Prakteknya, tugas psikologi dan kesehatan tidak optimal karena
terbatasnya orang yang mengawakinya. Layanan psikologi diemban oleh Ur
Psiperstar (1 Pama (Psikolog), 2 Brigadir) untuk melayani taruna dan personel
akpol tanpa memiliki ruang kerja sendiri (satu ruangan bersama Kaur Ur
SDM). Oleh karena itu, pelaksanaan tugas pelayanan psikologi kepada taruna
sebanyak 1.250 orang dan personel 850 personel tidak mampu diemban oleh
1 orang psikolog. Oleh karena itu, struktur bidang psikologi perlu dibangun
termasuk fungsional psikolog dalam struktur tersebut.
6. Bantuan Hukum Taruna dan Personel di Akpol.
Bantuan hukum merupakan hak penting bagi taruna dan personel dalam
menghadapi permasalahan hukum. Merujuk kepada PP RI nomor 2 tahun
2003 tentang Disiplin Personel Polri mensyaratkan bahwa pelaksanaan sidang
disiplin didampingi oleh seorang pembela. Pembelaan yang diberikan kepada
personel akan berarti ketika ditangani oleh personel yang memahami tentang
hukum. Harapannya adalah keputusan hukum yang dijatuhkan sesuai dengan
tujuan hukum (kepastian dan keadilan). Demikian halnya dengan pelaksanaan
sidang disiplin taruna, pendampingan terhadap taruna akan membawa
pengaruh yang positif ketika taruna didampingi oleh seorang yang dapat
memperjuangkan hak-haknya dari perkara hukum yang terjadi terhadapnya.
Demikian halnya bila Akpol mendapat gugatan PTUN, maka proses bantuan
hukum perlu mendapat perhatian yang besar sehingga proses ketatausahaan
32
di Akpol sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. Melalui wadah bantuan
hukum di Akpol, maka setidaknya ada beberapa manfaat yang diperoleh yaitu
memperoleh produk hukum baru, pembentukan peraturan di lingkungan
sesuai dengan proses legal, dan bantuan hukum dapat dilakukan.
7. Belum adanya struktur yang mewadahi Sistem Informasi dan Teknologi di
Akpol.
Sesuai dengan DIPA Akpol tahun 2013, Akpol telah membangun sistem
informasi yang diberi nama SIAK Akpol. SIAK Akpol dibangun dengan tujuan
untuk mendukung program pendidikan Akpol menjadi lebih efisien dan efektif
dalam mencetak perwira Polri. Konsekuensinya, SIAK Akpol harus ditangani
secara profesional agar dalam kegiatan operasionalnya harus berkelanjutan.
Namun demikian, penempatan personel pada SIAK Akpol berdasarkan
perintah dan belum ada kompartemen khusus yang menanganinya. Akibatnya
adalah Tugas dan tanggung jawab dalam operasional SIAK belum secara
jelas diemban oleh suatu kompartemen tertentu sehingga arah
pengembangan dalam operasional SIAK Akpol belum efektif karena tidak
ditangani oleh kompartemen tertentu.
8. Belum optimalnya fungsi kontrol/pengawasan personel dan taruna oleh
Provos dan Korbintarsis.
a. Provos
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh provos Akpol saat ini diemban
oleu urusan provos yang dikepalai oleh Kepala Urusan Provos dengan
pangkat Kompol. Pada faktanya, jumlah personel Ur. Provos Akpol saat ini
adalah sebanyak 25 orang untuk menjaga ketertiban, disiplin, dan profesi
kepolisian terhadap personel Akpol sebanyak lebih kurang 992 personel.
Sementara itu, Ur. Provos juga terlibat dalam menjaga keamanan,
ketertiban dan disiplin kegiatan taruna yang berjumlah 1.200 taruna. Di sisi
lain, seorang Kaur Provos Akpol yang berpangkat Kompol tidak linear
dengan pangkat personel Akpol yang banyak di awaki oleh personel
pangkat AKBP ke atas. Oleh karena itu, ABK tugas provos sangat tinggi
dan memiliki beban “psikologis” dalam kepangkatan untuk menegakkan
peraturan yang berlaku untuk tercapainya tujuan pendidikan di Akpol.
b. Korbintarsis
Keberadaan Korbintarsis dalam pembinaan dan pengasuhan bagi Taruna
menjadi bagian penting dalam keberhasilan pendidikan tinggi di Akpol.
33
Basis pendidikan yang berasrama di lingkungan Akpol berimplikasi kepada
pengawasan bagi taruna yang harus dilakukan selama 1 X 24 jam. Akan
tetapi dalam kenyataan ada beberapa sorotan penting yang dapat
diangkat, yaitu :
 Jumlah personel Polri di detasemen taruna sebanyak 14 kepala
satuan untuk mengawasi 300 taruna selama 1 X 24 jam. Dengan
jumlah personel detasemen yang terbatas tersebut, sulit untuk
melakukan pengawasan secara intensif terhadap taruna.
 Kegiatan pembinaan tradisi taruna cukup tinggi dimana hanya di
awaki oleh 16 personel yang berada di korbintarsis (termasuk
kakorbintarsis dan wakakorbintarsis). Oleh karena itu, ABK bagi
personel di subbag bin korbintarsis sangat tinggi.
 Kegiatan kemitraan antara Akademi TNI dan Akpol cukup banyak,
dimana struktur korbintarsis tidak memadai dalam melakukan
koordinasi dan kegiatan bersama. Termasuk di dalamnya adalah
nomenklatur struktur yang perlu diselaraskan antara struktur
mentarsis di akademi TNI dan Korbintarsis Akpol. Contoh : ikatan
peleton di Akmil, AAL, AAU, sedangkan di Korbintarsis ikatannya
adala satuan.
9. Belum adanya penerapan jabatan fungsional dalam rangka mengaktualisasi
keahlian dan keterampilan dalam mengoperasionalkan pendidikan.
Fungsi pendidikan tinggi Akpol dalam menyelenggarakan pendidikan vokasi
tidak tercermin dalam struktur di Akpol, dimana hanya jabatan di lingkungan
pembinaan kesehatan saja yang memiliki jabatan fungsional yaitu jabatan
SMF. Dosen Akpol pada dasarnya adalah jabatan fungsional yang
distrukturkan karena adanya eselen pada jabatan tersebut. Dengan demikian,
karir jabatan dalam melaksanakan program Tri Dharma Perguruan Tinggi sulit
untuk di aplikasikan dalam lingkungan pendidikan Akpol.
10. Belum selarasnya pangkat dan eselon dalam struktur di Akpol disandingkan
dengan lembaga pendidikan di jajaran Polri, seperti di PTIK-STIK dan Sespim
serta universitas di indonesia.
Dalam sistem pendidikan di Polri ada 2 instansi yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi yaitu STIK-PTIK dan Akpol. Dalam kenyataannya struktur di
Akpol dapat diuraikan sebagai berikut:

34
 Terdapat 1 jabatan Brigadir Jenderal (eselon 2), sementara STIK-PTIK
terdapat 6 personel berpangkat Brigadir Jenderal (eselon 2). Seiring
dengan itu, STIK-PTIK dan Akpol mempunyai kesamaan dalam
menyelenggarakan pendidikan S1 dan bahkan jumlah peserta didik di
Akpol lebih banyak dibandingkan dengan STIK-PTIK.
 Pangkat Kombes Pol Mantap (eselon IIb1) di Akpol hanya 2 jabatan
yaitu Direktur Akademik dan Direktur Bintarlat, dimana akan sulit untuk
meningkatkan karirnya baik dilingkungan kerja Akpol dan di luar Akpol.
 Pangkat AKBP Mantap (eselon IIIA1) di Akpol hanya terdapat 8 jabatan
(sesuai Perkap nomor 6 tahun 2017), sementara jumlah jabatan
Kombes Pol promosi di Akpol adalah sebanyak 20 (Gadik Utama) dan
1 (Kabag Humas). Oleh karena itu, perlu adanya penambahan jabatan
AKBP Mantap (AKBP IIIA1) di struktur organisasi Akpol.

35
BAB IV
PENGEMBANGAN STRUKTUR ORGANISASI AKPOL
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan dengan tugas
menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi penyelenggaraan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus dapat berperan
sebagai sebuah institusi yang menghasilkan sumber daya manusia berkualitas
agar mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan nasional dan
memiliki daya saing yang tinggi dalam persaingan global di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni. Untuk mewujudkan peran Perguruan
Tinggi dalam pembangunan nasional tersebut, maka perguruan tinggi harus
dikelola dengan lebih baik.
Unsur-unsur dalam Perguruan Tinggi. Organisasi perguruan tinggi sesuai
dengan ketentuan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi terdiri
atas unsur:
1. penyusun kebijakan;
2. pelaksana akademik;
3. pengawas dan penjaminan mutu;
4. penunjang akademik atau sumber belajar; dan
5. pelaksana administrasi atau tata usaha.
Sejalan dengan itu, berdasarkan dengan ketentuan Pasal 29 Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, Organisasi Perguruan Tinggi paling sedikit
terdiri atas:
1. senat universitas/institut/sekolah tinggi/politeknik/akademi/akademi komunitas
sebagai unsur penyusun kebijakan yang menjalankan fungsi penetapan dan
pertimbangan pelaksanaan kebijakan akademik;
2. pemimpin perguruan tinggi sebagai unsur pelaksana akademik yang
menjalankan fungsi penetapan kebijakan non-akademik dan pengelolaan
perguruan tinggi untuk dan atas nama Menteri;
3. satuan pengawas internal yang dibentuk oleh pemimpin perguruan tinggi yang
menjalankan fungsi pengawasan non-akademik untuk dan atas nama
pemimpin perguruan tinggi;
36
4. dewan penyantun atau nama lain yang menjalankan fungsi pertimbangan non-
akademik dan fungsi lain yang ditetapkan dalam Statuta.
Merujuk kepada kondisi struktur organisasi Akpol saat ini dikaitkan dengan
struktur organisasi yang ada di STIK-PTIK dan perguruan tinggi lainnya, maka
seyogyanya struktur organisasi Akpol setidak-tidaknya memiliki kesamaan dalam
fungsi dan perannya, meskipun ada beberapa perbedaan dengan
mempertimbangkan pendidikan STIK-PTIK berorientasi kepada akademik
(sementara Akpol berorientasi vokasi) dan keberadaan beberapa perguruan tinggi
vokasi lainnya di Indonesia yang memiliki ciri khas tersendiri. Struktur organisasi
dalam setiap organisasi memiliki ciri khas sendiri. Ciri khasnya sangat melekat
dengan fungsi dari organisasi tersebut. Akpol sebagai lembaga pendidikan
memiliki fungsi khas yaitu mengemban peran transfer of knowledge, skill, dan
value, dimana hal ini berbeda dengan organisasi Polri lainnya yang menghasilkan
produk yang lain. Sesuai amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada
pasal 20 ayat 2 berbunyi “Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”.
Secara umum, Organisasi perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan Pasal
28 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi terdiri atas unsur:
a. penyusun kebijakan;
b. pelaksana akademik;
c. pengawas dan penjaminan mutu;
d. penunjang akademik atau sumber belajar; dan
e. pelaksana administrasi atau tata usaha.
Adapun sorotan penting dalam ke-cirian Akpol sebagai penyelenggara
pendidikan vokasi adalah Struktur Akpol setidak-tidaknya sejalan dengan struktur
organisasi yang ada di STIK-PTIK. Adapun struktur organisasi Akpol tetap
dipimpin oleh seorang Gubernur (untuk mempertahankan sejarah Akpol) yang
dibantu oleh wakil-wakil dengan wadah bidang-bidang pekerjaannya. Hal ini
sejalan dengan pendidikan vokasi diwadahi dalam jenis perguruan tinggi
berbentuk sekolah tinggi48. Hal ini juga sejalan dalam pengembangan pendidikan
bagi vokasi Akpol yang dapat menyelenggarakan program studi sampai ke jenjang
doktoral (S-3).
48
Sebagaiamana yang dimaksud dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2014 Tentang Pedoman Statuta Dan
Organisasi Perguruan Tinggi.
37
Selain itu, keberadaan Struktur Senat dalam Civitas Akademika. Pasal 51
ayat (2) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
dasarnya mengatur bahwa pengelolaan satuan pendidikan tinggi
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan
evaluasi yang transparan dan Pasal 54 UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan tentang peran serta masyarakat
dalam pendidikan. Aplikasi dari Pasal ini perlu dibuat wadah yang melibatkan
peran serta masyarakat di Akpol. Akpol sebagai lembaga pendidikan Tinggi Polri
maka selain tunduk kepada regulasi yang berlaku internal Polri namun Akpol juga
harus tunduk kepada Undang-undang Pendidikan Tinggi nasional, sehingga
struktur organisasi Akpol dituntut mengacu kepada perguruan tinggi lainnya, Salah
satunya harus memiliki Senat Akademik.
PP RI no 66 th 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor
17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, dimana
dalam pasal 58D berbunyi : “Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah memiliki paling sedikit 4 (empat) jenis organ yang terdiri atas:
a. rektor, ketua, atau direktur yang menjalankan fungsi pengelolaan satuan
pendidikan tinggi;
b. senat universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik yang
menjalankan fungsi pertimbangan dan pengawasan akademik;
c. satuan pengawasan yang menjalankan fungsi pengawasan bidang non-
akademik; dan
d. dewan pertimbangan yang menjalankan fungsi pertimbangan non-akademik
dan fungsi lain yang ditentukan dalam statuta satuan pendidikan tinggi
masing-masing.
Aplikasi dari ayat ini, Akpol setidaknya memiliki perangkat, yaitu : senat,
fungsi pengawas non akademik (keuangan, etika dan disiplin, dll). Konsekuensi
pendidikan Akpol sebagai lembaga penyelenggara pendidikan Tinggi Polri di
Indonesia adalah selain tunduk kepada regulasi yang berlaku internal Polri namun
pendidikan Akpol juga harus tunduk kepada Undang-undang Pendidikan Tinggi
nasional, sehingga struktur organisasi Akpol dituntut mengacu kepada perguruan
tinggi lainnya, Salah satunya harus memiliki Senat Akademik. Dalam beberapa
perguruan tinggi (contoh UI) tugas dari kesenatan adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan kebijakan pengawasan di bidang akademik;

38
b. Memberikan pertimbangan terhadap norma akademik yang diusulkan oleh
Rektor;
c. Memberikan pertimbangan terhadap kode etik sivitas akademika yang
diusulkan oleh Rektor;
d. Mengawasi penerapan norma akademik dan kode etik sivitas akademika;
e. Memberikan pertimbangan terhadap ketentuan akademik yang dirumuskan
dan diusulkan oleh rektor, mengenai hal-hal sebagai berikut:
f. menetapkan kurikulum program studi;
g. menetapkan persyaratan akademik untuk pemberian gelar akademik;
h. menetapkan persyaratan akademik untuk pemberian penghargaan akademik.
i. Mengawasi penerapan ketentuan akademik;
j. Mengawasi kebijakan dan pelaksanaan penjaminan mutu perguruan tinggi
paling sedikit memenuhi standar nasional pendidikan;
k. Mengawasi dan melaksanakan evaluasi pencapaian proses pembelajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan mengacu pada tolok
ukur yang ditetapkan dalam rencana strategis;
l. Memberikan pertimbangan dan usul perbaikan proses pembelajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat kepada Rektor;
m. Mengawasi pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik,
dan otonomi keilmuan;
n. Memberikan pertimbangan terhadap pemberian atau pencabutan gelar dan
penghargaan akademik;
o. Mengawasi pelaksanaan tata tertib akademik;
p. Mengawasi pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja dosen;
q. Memberikan pertimbangan kepada Rektor dalam pengusulan pengangkatan
Guru Besar dan perpanjangan batas usia pensiun Guru Besar serta
pengangkatan Guru Besar Emeritus;
r. Memberikan rekomendasi sanksi terhadap pelanggaran norma, etika, dan
peraturan akademik oleh sivitas akademika.
Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi dimana senat perguruan tinggi sebagai unsur penyusun
kebijakan yang menjalankan fungsi penetapan dan pertimbangan pelaksanaan
kebijakan akademik. Sesuai dengan fungsi senat yang strategis di lembaga

39
pendidikan tinggi, maka struktural senat selayaknya untuk ada di Akpol dalam
mempresentasikan arah kebijakan Akpol dalam mencapai tujuannya.
Terkait dengan permasalahan dan konsep pendidikan di perguruan tinggi,
maka pengembangan struktur organisasi Akpol adalah sebagai berikut :
a. Adanya struktur LPM sebagai sarana kontrol kualitas pendidikan dan
pengawas personel dan taruna dalam menjalankan disiplin, etika dan profesi di
Akpol.
b. Pengembangan struktur pengabdian masyarakat, kerja sama dengan
institusi pendidikan lainnya (dalam dan luar negeri), penelitian/pengkajian
dalam pengembangan ilmu kepolisian dan organisasi Akpol.
c. Adanya laboratorium fungsi teknis kepolisian dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi vokasi di Akpol.
d. Adanya Prodi di Akpol dalam menyusun Kurikulum dalam
mengintegrasikan program Jarlatsuh sebagai ciri khas pendidikan
pembentukan di Akpol.
e. Adanya struktur psikologi sebagai metode khusus pendidikan akpol dalam
pengelolaan kelembagaan untuk menunjang pendidikan karakter.
f. Adanya struktur advokasi kepada taruna dan personel Akpol yang
bermasalah dengan hukum dalam pengelolaan kelembagaan.
g. Adanya struktur pengelolaan sistem informasi dan teknologi sebagai sarana
penunjang dan pengembangan pendidikan vokasi.
h. Pengembangan struktur pengawasan dalam penyelenggaraan pendidikan
dalam memelihara disiplin dan etika personel dan taruna Akpol.
i. Adanya jabatan fungsional dosen, psikolog, dokter, pranata komputer,
pustakawan, dan arsiparis.
j. Adanya penyelarasan eselon dan pangkat dalam struktur Akpol baik untuk
pangkat Brigadir Jenderal, Kombes Mantap, dan Akbp Mantap.
Adapun jabaran kebutuhan struktur organisasi Akpol dapat dijabarkan di
bawah ini:
1. Struktur Lembaga/Pusat Penjamin Mutu.
Pasal 51 ayat (2) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada dasarnya mengatur bahwa pengelolaan satuan pendidikan
tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu,
dan evaluasi yang transparan. Aplikasi dari amanat UU ini dijelaskan dalam
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu Pasal 91
40
ayat (1), ayat (2), ayat (3) PP No. 19 tahun 2005 yang mengatur bahwa setiap
perguruan tinggi wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Tujuan dari
lembaga penjamin mutu ini adalah bentuk pertanggungjawaban kepada
stakeholders, untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan,
yang dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu
program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang
jelas. Sejalan dengan itu, PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan pada Pasal 96 ayat (7) mengatur bahwa
perguruan tinggi melakukan program penjaminan mutu secara internal,
sedangkan penjaminan mutu eksternal dilakukan secara berkala oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) atau lembaga mandiri lain
yang diberi kewenangan oleh Menteri. Sesuai dengan pasal 6 Permendikbud
nomor 87 tahun 2014 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi
menyatakan bahwa setiap perguruan tinggi wajib melakukan akreditasi bagi
perguruan tingginya baik program studinya dan perguruan tinggi, dimana
masa berlaku status akreditasi dan peringkat terakreditasi Program Studi dan
Perguruan Tinggi adalah 5 (lima) tahun, serta status akreditasi dan peringkat
terakreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi wajib diumumkan kepada
masyarakat. Seiring itu juga, berdasarkan Permendikbud nomor 50 tahun
2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi maka perguruan
tinggi wajib memiliki sistem penjamin mutu baik internal (di dalam Akpol)
maupun eksternal (BAN-PT). Jika disandingkan dengan struktur di STIK-PTIK
dimana keberadaan struktur jaminan mutu berada di bidang akademik, maka
sejalan dengan itu, keberadaan jaminan mutu di Akpol juga berada di bawah
bidang akademik dengan sebutan pusat jaminan mutu. Nomenklatur pusat
jaminan mutu ini sejalan dengan nomenklatur sebagaimana yang diatur dalam
lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 139 Tahun 2014 Tentang Pedoman Statuta Dan Organisasi Perguruan
Tinggi.
2. Struktur Pelaksana Tri Dharma Perguruan Tinggi (Khususnya Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat).
Pelaksanaan akademik, penelitian, pengabdian masyarakat, kerja dan
sama pendidikan (dalam dan luar negeri) merupakan amanat undang-undang
dan sebagai inti penyelenggaraan pendidikan perguruan tinggi serta menjadi

41
perhatian penting dari seluruh komponen negara, dimana dicerminkan dalam
alokasi anggaran pendidikan adalah sebesar 20% dari APBN.
Penyelenggaraan pendidikan vokasi Akpol memiliki tanggung jawab
dalam pengembangan penelitian, pengabdian masyarakat dan kerjasama
dengan instansi luar (dalam dan luar negeri) untuk menuju Akpol menjadi
world class police academy. Sejalan itu,, Tri Dharma Perguruan Tinggi di
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, merupakan prasyarat wajib
yang harus dipenuhi dan dijalankan oleh sebuah lembaga perguruan tinggi
(PT) yang ada di Indonesia tidak terkecuali Akpol. Pada pasal 20 ayat 2
berbunyi “Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”. Oleh karena itu,
pengembangan penelitian/pengkajian yang dilakukan tidak semata kepada
lulusan Akpol tetapi juga diarahkan kepada evaluasi program pendidikan yang
ada di Akpol (terutama kepada komponen pendidikan).
Sesuai amanat dari PP RI nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan mengatur :
a. Kerja sama. Pasal 90 ayat (1) memberikan jaminan bahwa setiap
perguruan tinggi (Akpol) dapat melakukan kerja sama di dalam dan
luar negeri.
b. Penelitian. Pasal 93 dan pasal 94 menekankan kewajiban perguruan
tinggi (Akpol) untuk melakukan penelitian (dosen dan taruna) dan
dipublikasikan.
c. Pengabdian Masyarakat. Pasal 95 menekankan pelaksanaan
dianmas menjadi kewajiban perguruan tinggi (Akpol) berdasarkan
hasil pendidikan atau hasil penelitian.
Jika merujuk kepada STIK-PTIK, pengelolaan penelitian dan
pengabdian masyarakat dibawah 2 bidang yaitu : bidang kermadianmas dan
PITK. Sementara itu, di perguruan tinggi seperti universitas, pelaksanaan
penelitian dan pengabdian masyarakat di bawah LPPM.
Sebagaimana yang diatur dalam lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2014
Tentang Pedoman Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi, unit pelaksana
pelaksana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yaitu:
a. lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat pada universitas
dan institut; dan/atau
42
b. pusat penelitian dan pengabdian kepada masyarakat pada sekolah tinggi,
politeknik, akademi, dan akademi komunitas.
Sesuai dengan peraturan tersebut, maka pelaksanaan penelitian dan
pengabdian masyarakat bagi Akpol adalah pusat penelitian dan pengabdian
masyarakat. Pusat pada Akpol terdiri atas:
a. ketua (bukan jabatan struktural tetapi jabatan fungsional yang diberi tugas
tambahan);
b. subbagian; dan
c. kelompok jabatan fungsional.
3. Struktur pengelola Laboratorium Fungsi Teknis Kepolisian.
Tri Dharma Perguruan Tinggi di dalam pasal 20 ayat 2 UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut, Akpol
telah mendapat ijin penyelenggaraan program pendidikan D4 (setara S1)
terapan kepolisian dimana sesuai dengan Permendikbud nomor 73 tahun
2013 tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi maka Akpol berada
pada jenjang kualifikasi 6. Merujuk kepada pasal 9 ayat (2) Permen Ristek dan
Dikti nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi maka
Akpol dengan jenjang kualifikasi 6 standar yang diharapkan adalah dengan
tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran menguasai konsep
teoritis bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum dan
konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan dan keterampilan
tersebut secara mendalam. Konsekuensi logisnya adalah proses
pembelajaran di Akpol harus memiliki standar pendidikan nasional yang telah
ditentukan. Sesuai pasal 31 Permen Ristek dan Dikti nomor 44 tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dinyatakan bahwa perguruan
tinggi memiliki kriteria minilmal standar sarana dan prasarana yang dimiliki
adalah laboratorium/bengkel/studio kerja/unit produksi. Oleh karena itu, Akpol
dalam menyelenggaraan pendidikan terapan kepolisian tidak terlepas dari
keberadaan sarana dan prasarana tersebut.
Berkaitan dengan pelaksanaan peningkatan keterampilan Akpol
(terutama keterampilan fungsi teknis) maka keberadaan laboratorium fungsi
teknis kepolisian belum terakomodasi secara optimal. Sisi lain, kelengkapan
laboratorium praktek kerja/latihan berupa alat instruksi (Alin), alat penolong
43
instruksi (alongin), dan instruktur demonstrasi dan latihan (demlat) masih
terbatas baik secara kuantitas dan kualitas. Struktur Akpol yang mewadahi
alin dan alongin (subbag alin dan alongin) lebih berorientasi kepada
operasional pengajaran dan kurang untuk pelatihan. Struktur organisasi Akpol
yang mewadahi demlat tidak ada. Pelaksanaan praktek fungsi teknis selama
ini sangat kekurangan tenaga demonstrasi. Akibatnya adalah pelaksanaan
pelatihan di Akpol berjalan seadanya sehingga simulasi pelatihan belum
mendekati realitas dari tuntutan tugas kepolisian. Berdasarkan pembahasan di
atas disandingkan dengan fakta belum adanya laboratorium di Akpol, maka
Akpol seharusnya merencanakan membangun laboratorium fungsi teknis dan
membentuk strukturnya sehingga dapat berjalan dengan baik.
4. Struktur Program Studi Kepolisian.
Merujuk kepada Perpres nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia menyatakan bahwa Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka
penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Sementara itu, kualifikasi adalah penguasaan capaian pembelajaran yang
menyatakan kedudukannya dalam KKNI, dimana capaian pembelajaran
adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap,
ketrampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja. Untuk pencapaian
KKNI tersebut, maka perguruan tinggi harus menyusun dan merumuskan
program studi yang tepat. Program Studi adalah kesatuan kegiatan pendidikan
dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu
dalam satu jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau
pendidikan vokasi49. Program studi yang disusun tersebut harus sesuai
dengan standar nasional pendidikan tinggi sebagaimana yang dimaksud
dalam Permen Ristek dan Dikti nomor 44 tahun 2015 tentang Standar
Pendidikan Nasional Pendidikan tinggi. Salah satu standar nasional
pendidikan tinggi yang dimaksud adalah standar kompentensi lulusan50.

49
Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Permen Ristek dan Dikti nomor 44
tahun 2015 tentang Standar Pendidikan Nasional Pendidikan tinggi.
50
Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Permen Ristek dan Dikti
nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Pendidikan Nasional Pendidikan tinggi.
44
Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan51. Oleh karena
itu, standar kompetensi lulusan dari program studi di Akpol tidak dapat lagi
mengacu kepada lulusan yang menjadi polisi umum. Lulusan pendidikan tinggi
Akpol harus sudah siap pakai sesuai dengan tujuan dari pendidikan vokasi
tersebut. Dengan demikian, program studi yang ada di Akpol harus
diakomodasi dalam struktur organisasi Akpol. Adapun alasan dari usulan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Selaras dengan struktur organisasi Polri dalam fungsi, peran dan tugas
pokoknya;
b. Meningkatkan hasil keluaran bagi taruna yang lebih profesional dan
berkualitas; dan
c. Selaras dengan praktek pelaksanaan tugas pokok Polri yang telah
diterapkan selama ini.
5. Struktur Penunjang Akademik atau Sumber Belajar dalam Struktur
Organsiasi Akpol.
Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi terdiri
atas unsur:
a. penyusun kebijakan;
b. pelaksana akademik;
c. pengawas dan penjaminan mutu;
d. penunjang akademik atau sumber belajar; dan
e. pelaksana administrasi atau tata usaha.
Sebagai golongan akademisi, secara umum taruna dan siswa menyandang tiga
fungsi strategis nantinya setelah lulus dari Akpol, yaitu : sebagai sebagai agen
perubahan (agent of change), pengawas sosial (agent of social control),
sebagai generasi penerus masa depan (iron stock). Sebagai agen perubahan
maka taruna diharapkan mempunyai pemikiran-pemikirannya yang selalu inovatif, penuh
akan ide, dan tidak mudah berhenti sebelum mencapai titik optimum. Peran
selanjutnya, yaitu sebagai social control yang mana peran ini merupakan fungsi
kontrol terhadap pemerintah dan masyarakat yang sangat perlu diawasi terus

51
Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Permen Ristek dan Dikti nomor 44
tahun 2015 tentang Standar Pendidikan Nasional Pendidikan tinggi.
45
menerus agar berjalan sesuai dengan aturan dan perkembangan zaman. Sifat taruna
dan siswa yang didasari idealisme tinggi akan menjadi kekuatan besar setelah tamat dari
Akpol sehingga mampu melaksanakan tugas pokok Polri dapat tercapai. Peran ketiga
yaitu sebagai Iron Stock, dimana taruna sangat berperan besar dalam menyediakan
sumber-sumber daya manusia dengan idealisme yang tinggi dalam proses perubahan
bangsa (terutama Polri). Oleh karena itu, disain pendidikan Akpol tidak sama
dengan peserta didik di perguruan tinggi umumnya lainnya, dimana tamatan
Akpol langsung bekerja di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan tinggal
selama menjadi peserta didik berada dalam asrama. Selain pola pendidikan
akademik, taruna dan siswa dikembangkan pelatihan-pelatihan non akademi
dan pembentukan karakter kebhayangkaraan sehingga dapat menghasilkan
kualitas perwira Polri yang tidak saja unggul dalam akademik tetapi memiliki
peran sosial dan karakter yang kuat bagi pembangunan bangsa. Ada
beberapa pendukung akademik dalam struktur organisasi Akpol, yaitu :
a. Pembinaan Psikologi
Psikologi berasal dari kata Yunani Kuno yaitu psyche = jiwa dan logos =
ilmu dimana psikologi dalam pengertian umum adalah ilmu yang
mempelajari tentang tingkah-laku manusia. Bagi orang awam seringkali
Psikologi disebut dengan ilmu jiwa karena berhubungan dengan hal-hal
psikologis/kejiwaan. Sama seperti ilmu-ilmu yang lain, maka Psikologi
memiliki beberapa sub bidang seperti Psikologi Pendidikan, Psikologi
Klinis, Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan, Psikologi Lintas Budaya,
Psikologi Industri dan Organisasi, Psikologi Lingkungan, Psikologi
Olahraga, dan Psikologi Anak dan Remaja. Dikaitkan dengan prestasi
belajar dan dunia kerja kepolisian, maka taruna diharapkan sudah
diketahui ciri-ciri personal individunya, yaitu dalam bakat, motif,
kepribadian, pengetahuan. Oleh karena itu, Akpol dalam meningkatkan
kualitas lulusan harus sadar dalam menetapkan proses pendidikan yang
sesuai dengan orangnya, yang tidak hanya dalam menyelesaikan
tugasnya sebagai taruna tetapi juga harus dapat menyesuaikan diri
terhadap tugasnya. Pada proses pembelajaran, pelatihan dan
pengasuhan tertentu, sifat-sifat kepribadian seorang taruna dan siswa
sangat berhubungan dengan kesuksesan dalam belajar. Hal ini penting
karena kepribadian di dalam bimbingan statusnya sebagai taruna berguna
bagi mereka yang penyesuaian kepribadiannya tidak baik, yang akan
46
berakibat mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dalam proses
belajar di Akpol. Oleh sebab itu, Akpol perlu sekali memahami berbagai
cara pendekatan demi pengembangan kepribadian taruna. Selain itu,
minat seorang taruna merupakan salah satu faktor yang menentukan
kesesuaian ciri individunya dengan program pendidikan yang ditekuninya.
Di sisi lain, mutu seorang taruna yang ada di Akpol juga berperan.
Supaya taruna yang ada di Akpol sesuai dengan yang profil lulusan yang
diinginkan, maka harus ditentukan standar psikologi sebagai
pembandingnya. Hal ini harus dipenuhi agar seseorang taruna bisa
menjalankan tugasnya dalam proses pendidikan. Selain itu, dalam
prakteknya, fungsi psikologi dan kesehatan di Polri sendiri memegang
peranan penting dalam sistem pengkariran dan tugas-tugas kepolisian
secara umum. Dalam setiap tes sekolah pengembangan Polri unsur
psikologi dan kesehatan selalu menjadi bagian dalam menentukan
kelulusan dalam proses seleksi. Oleh karena itu, penilaian psikologi dan
kesehatan menjadi salah satu faktor penting dalam menilai keberhasilan
seorang personel Polri. Khusus bagi pendidikan di Akpol, penilaian
psikologi dan kesehatan belum mendapat porsi dalam menentukan
prestasi taruna (kecuali tes kesemaptaan). Melalui penilaian psikologi dan
kesehatan ini, maka diharapkan taruna selama mengikuti pendidikan
selalu terjaga kondisi psikologi dan kesehatannya sehingga menjadi pola
kehidupannya ketika lulus menjadi seorang perwira. Oleh karena itu,
struktur mewadahi peran psikologi ini akan dibangun pada Akpol. Adapun
wadah yang dimaksud dalam struktur adalah jabatan struktural maupun
jabatan fungsional.
b. Bantuan Hukum atau advokasi bagi Taruna dan Personel Di Akpol.
Bantuan hukum merupakan hak penting bagi taruna dan personel dalam
menghadapi permasalahan hukum. Merujuk kepada PP RI nomor 2 tahun
2003 tentang Disiplin Personel Polri mensyaratkan bahwa pelaksanaan
sidang disiplin didampingi oleh seorang pembela. Pembelaan yang
diberikan kepada personel akan berarti ketika ditangani oleh personel
yang memahami tentang hukum. Harapannya adalah keputusan hukum
yang dijatuhkan sesuai dengan tujuan hukum (kepastian dan keadilan).
Demikian halnya dengan pelaksanaan sidang disiplin taruna,
pendampingan terhadap taruna akan membawa pengaruh yang positif
47
ketika taruna didampingi oleh seorang yang dapat memperjuangkan hak-
haknya dari perkara hukum yang terjadi terhadapnya. Demikian halnya
bila Akpol mendapat gugatan PTUN, maka proses bantuan hukum perlu
mendapat perhatian yang besar sehingga proses ketatausahaan di Akpol
sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. Melalui wadah bantuan hukum
di Akpol, maka setidaknya ada beberapa manfaat yang diperoleh yaitu :
1) Mensosialisasikan produk Hukum kepada personil Akpol
2) Membantu pimpinan dalam menghadapi permasalahan Hukum yang
ada di Akpol (berfungsi sebagai Advokad)
3) Membantu memberikan bantuan Hukum kepada personil Akpol yang
menghadapi permasalahan hukum
4) Verifikasi peraturan atau Keputusan yang sudah tidak sesuai atau
valid lagi khususnya dalam dunia pendidikan perguruan tinggi.
Sesuai dengan fakta yang ada di Akpol, fungsi dari bidang hukum
merupakan fungsi pendukung untuk menopang kegiatan Akpol yang
berkaitan dengan hukum.
c. Peran Sistem Informasi dan Teknologi.
Keberadaan SIAK Akpol merupakan bagian dari visi dan misi Akpol untuk
menjawab tantangan Polri dalam pelaksanaan tugas kedepan dimana
penyiapan perwira Polri yang mampu melaksanakan tugas Polri yang
semakin dinamis dan kompleks. SIAK Akpol menjadi sarana yang sangat
strategis dalam komponen pendidikan untuk merealisasikan visi dan misi
Akpol. Tujuan keberadaan sistem informasi adalah menciptakan suatu
wadah komunikasi yang efisien dalam kehidupan manusia. Oleh karena
itu, banyak kegiatan-kegiatan komunikasi yang dilakukan selama ini oleh
Akpol akan menjadi efisien karena keberadaan SIAK Akpol ini.
Untuk berkesinambungan keberadaan SIAK Akpol, maka perlu wadah
berupa struktur untuk mengoperasionalkan SIAK Akpol tersebut. Adapun
fungsi SIAK Akpol sangat strategis dalam menjamin mutu dan
pengembangan Akpol. Sistem pendidikan dimanapun sangat
membutuhkan dukungan sistem informasi dalam memberikan kemudahan
dalam penyelenggaraan pendidikannya. Standar pendidikan nasional
mensyaratkan bahwa keberadaan sistem informasi dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi merupakan bagian yang sangat
dibutuhkan dimana dalam perkembangan global saat ini, keunggulan
48
teknologi di perguruan tinggi merupakan salah satu indikator mutu dari
suatu perguruan tinggi.
d. Pembinaan Korps Taruna dan Siswa.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pola pendidikan Akpol tidak
hanya dalam pelaksanaan akademik, tetapi juga ada pembinaan jasmani
dan karakater sebagai bagian penting dalam proses pendidikannya.
Keberadaan taruna selama 4 tahun di Akpol dalam melaksanakan
pendidikan sangat dijaga pembinaan jasmani dan karakternya.
Pembinaan sikap perilaku dan jasmani ini dibangun agar kelancaran
dalam pendidikan dan pembentukan karakter setelah tamat dari Akpol
dapat terimplementasi. Struktur organisasi pembinaan taruna dan siswa
Akpol nantinya akan mengakomodasi pembinaan dalam karakter dan
jasmani bagi taruna dan siswa serta terintegrasi dengan kelembagaan
Akpol karena terkait dengan kebutuhan taruna dan siswa di lembaga ini.
Hal ini juga sejalan dengan keberadaan peserta didik yang ada STIK-
PTIK, dimana pembinaan peserta didik berada di bidang kemahasiswaan.
6. Jabatan Fungsional dalam struktur organisasi Akpol.
Struktur Akpol juga mewadahi Jabatan Fungsional sebagai ciri dari
perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terutama kepada dosen.
Sesuai dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 7
ayat (1) tentang profesionalitas seorang dosen, berbunyi :
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. Kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan. sesuai dengan bidang tugas;
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Penjabaran dari pasal 7 undang-undang di atas tertuang dalam pasal
45 yang berbunyi Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain
yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
49
Sementara itu, dosen dengan kualifikasi akademik meinimum
dijelaskan pada Pasal 46 ayat (2) menyebutkan bahwa dosen memiliki
kualifikasi akademik minimum:
a. Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang
terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
b. Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
1) Lulusan program magister untuk program diploma atau program
sarjana; dan
2) Lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
c. Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat
diangkat menjadi dosen.
Di sisi lain, jenjang jabatan akademik dosen dijelaskan pada pasal 48
yang berbunyi: status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
Sejalan itu, berdasarkan Permen Ristek dan Dikti nomor 44 tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan tinggi menyatakan bahwa dosen terdiri
atas dosen tetap dan tidak tetap, dimana komposisinya adalah 75% jumlah
dosen tetap dari keseluruhan dosen yang ada di perguruan tinggi. Adapun
uraian tentang jabatan fungsional bagi Akpol dapat diuraikan di bawah ini:
a. Jabatan Fungsional Dosen. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan
Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya dan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor
17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya.
Dalam peraturan ini jabatan fungsional dosen beserta golongannya
adalah:
1) Asisten Ahli, Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
2) Lektor, terdiri dari :
a) Penata, golongan ruang III/c; dan
b) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
3) Lektor Kepala, terdiri dari :
a) Pembina, golongan ruang IV/a;
b) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
50
c) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
4) Profesor, terdiri dari :
a) Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
b) Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
Merujuk kepada peraturan ini, maka Akpol dapat menyusun jabatan
fungsional dosen baik yang sudah memiliki NIDN maupun yang belum
memiliki NIDN.
b. Jabatan Fungsional Dokter. Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Republik Indonesia nomor 139 Tahun 2003 Tentang
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya. Penyelenggaraan
pendidikan vokasi Akpol memiliki pola dimana personel Akpol dan peserta
didiknya (taruna dan siswa) tinggal di dalam asrama. Oleh karena itu,
Akpol memiliki rumah sakit yang juga diperuntukan bagi masyarakat
sekitar. Dengan demikian kebutuhan akan dokter menjadi mutlak dalam
operasionalnya. Untuk jabatan fungsional bagi dokter adalah sebagai
berikut :
1) Dokter Pertama, Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
2) Dokter Muda, terdiri dari :
a) Penata, golongan ruang III/c; dan
b) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
3) Dokter Madya, terdiri dari :
a) Pembina, golongan ruang IV/a;
b) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
c) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
4) Dokter Utama, terdiri dari :
a) Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
b) Pembina Utama, golongan ruang IV/e
c. Jabatan Fungsional Psikolog. Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara nomor: Per/11/M.Pan/5/2008 Tentang
Jabatan Fungsional Psikolog Klinis dan Angka Kreditnya. Bidang psikologi
merupakan bagian penting dalam pendidikan vokasi Akpol dalam rangka
menyiapkan perwira Polri yang memiliki karakter kebhayangkaraan
sebagai ciri khas pendidikan di Akpol. Oleh karena itu, ketersediaan
psikolog dalam lembaga pendidikan Akpol mutlak diperlukan. Adapun

51
jabatan fungsional dari Psikolog sebagaimana dalam peraturan ini
adalah :
1) Psikolog Klinis Pertama, Penata Muda Tingkat I, golongan ruang
III/b.
2) Psikolog Klinis Muda, terdiri dari :
a) Penata, golongan ruang III/c; dan
b) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
3) Psikolog Klinis Madya, terdiri dari :
a) Pembina, golongan ruang IV/a;
b) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
c) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
Merujuk kepada peraturan ini, maka Akpol dapat menyusun
jabatan fungsional apoteker dalam struktur organisasinya.
d. Jabatan Fungsional Perrpustakaan. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan Dan Angka
Kreditnya. Perpustakaan merupakan jantung akademik di lingkungan
Akpol. Keberadaan perpustakaan Akpol sangat strategis dalam
membangun dan mengembangkan kemampuan berpikir bagi civitas
akademika di lingkungan Akpol. Jabatan fungsional Pustakawan terdiri
dari 2, yaitu Pustakawan Terampil dan Ahli. Adapun jabatan fungsional
bagi Pustakawan adalah :
1) Pangkat, golongan ruang Pustakawan Tingkat Terampil yaitu:
a) Pustakawan Pelaksana:
(1) Pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b;
(2) Pangkat Pengatur, golongan ruang II/c; dan
(3) Pangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d.
b) Pustakawan Pelaksana Lanjutan:
(1) Pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
(2) Pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
c) Pustakawan Penyelia:
(1) Pangkat Penata, golongan ruang III/c; dan
(2) Pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
2) Pangkat, golongan ruang Pustakawan Tingkat Ahli yaitu:
a) Pustakawan Pertama:
52
(1) Pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
(2) Pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
b) Pustakawan Muda:
(1) Pangkat Penata, golongan ruang III/c; dan
(2) Pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c) Pustakawan Madya:
(1) Pangkat Pembina, golongan ruang IV/a;
(2) Pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
(3) Pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
d) Pustakawan Utama:
(1) Pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
(2) Pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
e. Jabatan Fungsional Arsiparis. Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/3/M.Pan/3/2009 Tentang
Jabatan Fungsional Arsiparis Dan Angka Kreditnya. Jabatan fungsional
Arsiparis terdiri dari jabatan tingkat terampil dan jabatan tingkat ahli.
1) Jenjang pangkat Arsiparis tingkat terampil, yaitu:
a) Arsiparis Pelaksana:
(1) Pengatur, golongan ruang II/c; dan
(2) Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d.
b) Arsiparis Pelaksana Lanjutan:
(1) Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
(2) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
c) Arsiparis Penyelia:
(1) Penata, golongan ruang III/c; dan
(2) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
2) Jenjang pangkat Arsiparis tingkat ahli, yaitu:
a) Arsiparis Pertama:
(1) Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
(2) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
b) Arsiparis Muda:
(1) Penata, golongan ruang III/c; dan
(2) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c) Arsiparis Madya:
(1) Pembina, golongan ruang IV/a;
53
(2) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
(3) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
d) Arsiparis Utama:
(1) Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
(2) Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
Merujuk kepada peraturan ini, maka Akpol dapat menyusun
jabatan fungsional Arsiparis dalam struktur organisasinya

7. Keselarasan Pangkat dan Eselon dalam struktur organisasi Akpol.


Penyelarasan pangkat dan eselon di lingkungan Akpol perlu dilakukan
agar motivasi dan kinerja Akpol dapat berjalan dengan optimal. Oleh karena
itu, struktur di bawah Gubernur Akpol akan sama dengan perguruan tinggi
lainnya seperti di STIK-PTIK. Adapun beberapa penyesuaian pangkat dan
eselon di lingkungan struktur organisasi Akpol adalah pangkat Brigadir
Jenderal di lingkungan Direktorat, Kombes Mantap di lingkungan Renmin dan
Korbintarsis, serta AKBP mantap di lingkungan Direktorat dan Renmin.

54
55

Anda mungkin juga menyukai