Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KEGIATAN

PENGUATAN
KOMPETENSI
TEKNIS
BIDANG
TUGAS
ENDRASWORO WIRYAWAN
NIP. 199409262020121004

DIREKTORAT
JENDERAL
PENEGAKAN HUKUM
LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
2021
Kata Pengantar

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala kekuatan, kesabaran,
dan kesehatan yang diberikan oleh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kegiatan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas yang merupakan salah satu
syarat

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kegiatan Penguatan Kompetensi


Teknis Bidang Tugas ini masih banyak kekurangan dan kekhilafan, oleh karena itu
penulis memohon maaf untuk sebesar – besarnya. Akhir kata, penulis berharap agar
Laporan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas (PKTBT) ini dapat memberikan
tambahan wawasan serta manfaat kepada siapapun yang membacanya.

Salam Hormat,

Endrasworo Wiryawan, S.Hut


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses perekrutan PNS dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu mulai dari
proses perhitungan beban kerja sampai dengan pengangkatan cpns. Undang Undang
Nomor 5 Tahun 2014 pasal 63, menguraikan bahwa “Calon PNS wajib menjalani
masa percobaan”. Kemudian “Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk
membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggungjawab, dan
memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.”.

Merujuk pada Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tersebut maka


dilaksanakanlah Pelatihan Dasar CPNS di dalam pasal 5 ayat (1) menerangkan
bahwa “Pelatihan Dasar CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS
yang dilakukan secara integrasi”. Maksud dari Pelatihan Dasar CPNS yang
terintegrasi merupakan penyelenggaraan Pelatihan Dasar CPNS yang memadukan
antara pelatihan klasikal dengan nonklasikal dan Kompetensi Sosial Kultural dengan
Kompetensi Bidang, yang tertuang dalam pasal 5 ayat (3). Kurikulum dan Silabus
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas (PKTBT) yang merupakan
bagian dari penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan yang diselenggarakan di Instansi Pemerintah. Pelatihan
PKTBT bertujuan agar peserta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang bersifat
umum / administratif serta yang bersifat spesifik / substantif/ bidang yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya masing-masing.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pelatihan PKTBT yaitu agar peserta memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang bersifat umum/administratif serta yang bersifat
spesifik / substantif / bidang yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugasnya
masing-masing.
BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN PKTBT

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu dan tempat pelaksanaan Pelatihan PKTBT sebagai berikut :

1) Waktu pelaksanaan : 18 Maret s/d 19 April 2019


2) Tempat Pelaksanaan : Wilayah kerja Direktorat Jenderal PHLHK via daring

B. Kegiatan per Matari


1. Teknis Administrasi
1.1. Pengelolaan Kepegawaian
A. Fungsi Kepegawaian dan SDM Gakkum

Kepegawaian memiliki tugas dan fungsi dalam administrasi


kepegawaian, pengembangan pegawai dan administrasi jabatan fungsional,
pelaksanaan pembinaan sumber daya penegak hukum, dan pelayanan profesi
sumber daya penegak hukum, serta penyiapan bahan penyusunan organisasi
dan ketatalaksanaan.

Direktorat Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri


dari empat satker pusat yakni Ditjen Penegakan Hukum Pidana; Ditjen
Pencegahan Dan Pengamanan Hutan; Ditjen Pengawasan Pengaduan Dan
Sanksi Administrasi; Ditjen Penyeleseian Lingkungan Hidup; dan satu
Secretariat Direktorat Jenderal. Sedangkan untuk tingkat daerah terdapat lima
balai yang tersebar dari Sumatera sampai dengan Papua yakni Balai Wilayah
Sumatera, Balai Kalimantan, Balai Sulawesi, Balai Jabalnusra dan Balai
Maluku-Papua. Sebaran Sumber daya Ditjen Gakkum Pusat berdasarkan
status terdiri dari CPNS sebanyak 54 orang, Honorer sebanyak 88 orang dan
PNS sebanyak 195 orang. Sedangkan untuk UPT Ditjen Gakkum terdiri dari
CPNS sebanyak 80 orang, Honorer sebanyak 114 orang dan PNS sebanyak
768 orang.

Landasan hukum mengenai kepegawaian diatur di dalam peraturan: UU


No. 5 Tahun 2014 tentang ASN; PP 98 tahun 1998 tentang pengadaan PNS;
PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS; PP 46 tahun 2011 tentang penilaian
prestasi kerja PNS; PP 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS; PP 49 tentang
manajemen P3K. Manajemen ASN diselenggarakan dengan system merit atau
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar
dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal
usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.
Penerapan sistem merit dibantu oleh KASN yang merupakan Lembaga non
struktural mandiri yang membantu proses implementasi sistem merit. Selain itu
KASN juga memiliki tujuan antara lain, mewujudkan ASN yang professional,
mewujudkan pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan masyarakat
yang dilayani berdasarkan RAS.

B. Hak dan Kewajiban ASN

Hak dan kewajiban ASN diatur di dalam pasal 21 UU No. 5 Tahun 2011.
Hak PNS yaitu memperoleh gaji, tunjangan, dan fasilitas; cuti; jaminan pensiun
dan jaminan hari tua; perlindungan; dan pengembangan kompetensi.
Sedangkan hak PPPK adalah gaji dan tunjangan; cuti; perlindungan; dan
pengembangan kompetensi. Pada pasal 23 dimuat kewajiban ASN yaitu,

A. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
pemerintah yang sah;
B. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
C. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
D. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
E. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
F. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan
dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar
kedinasan;
G. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
H. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

C. Perencanaan Dan Pengadaan ASN

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah proses kegiatan untuk mengisi


formasi yang lowong. Lowongan formasi dalam suatu satuan organisasi
Negara pada umumnya disebabkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang
berhenti, meninggal dunia, mutasi jabatan dan adanya pengembangan
organisasi. Oleh karena pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk mengisi
formasi yang lowong, maka pengadaan dilaksanakan atas dasar kebutuhan,
baik dalam arti jumlah dan mutu pegawai, maupun kompetensi jabatan yang
diperlukan. Formasi rekruitmen baru sampai dengan pengangkatan PNS
dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Penyusunan ABK, dilakukan untuk mengetahui jumlah kebutuhan suatu


jabatan pada unit kerja
2. Penyusunan Anjab dan Evajab, untuk menyediakan informasi jabatan
sebagai dasar bagi program manajemen kepegawaian.
3. Penyusunan Peta Jabatan dilakukan untuk mengetahui tingkat jabatan
yang tergambar dalam suatu struktur unit organisasi dari tingkat tinggi
sampai dengan rendah.
4. Penetapan informasi, dilakukan untuk perhitungan formasi jabaran
sesuai ABK
5. Penerimaan dan pengangkatan CPNS Dilakukan melalui tahapan
perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, masa percobaan (CPNS)
6. Pengangkatan PNS Pegawai yang lolos masa percobaan dan
memenuhi syarat yang ditentukan dapat diangkat menjadi PNS

Di dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, aparatur sipil negara


(ASN) dibagi menjadi dua, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Proses perekrutan sampai
dengan hak dan kewajiban ASN diatur di dalam UU tersebut. Ada 14
komponen Manajemen PNS dan 9 komponen manajemen PPPK mulai dari
pengadaan sampai dengan hak dan kewajiban serta perlindungannya.
Berdasarkan jabatannya, ASN dibagi menjadi jabatan administrasi, jabatan
fungsional dan jabatan pimpinan tinggi.

Jabatan fungsional keahlian dari tingkat ahli pertama, ahli muda, ahli
madya dan ahli utama sedangkan fungsional keterampilan dari ahli pemula,
ahli terampil, ahli mahir dan ahli penyelia. Jabatan pimpinan tinggi dari tingkat
pimpinan tinggi pratama, pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi utama.
Sedangkan untuk jabatan administrasi dimulai dari jabatan pelaksana, jabatan
pengawas dan jabatan administrator.

C. Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas


pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem
karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja
PNS didasarkan pada prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan
transparan.

Penilaian prestasi kerja PNS didasarkan pada nilai SKP dan Perilaku
Kerja. SKP atau sasarak kerja pegawai merupakan target yang harus dicapai
dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur. SKP
disusun oleh PNS setiap bulan Januari. Adapun sanksi yang diberikan
terhadap PNS yang tidak menyusun SKP ialah dijatuhi hukuman disiplin sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penilaian SKP meliputi aspek
kuantitas, kualitas, waktu dan biaya. Penilaian SKP dilakukan dengan
melakukan perbandingan antara realiasasi kerja dan target kerja dengan nilai
maksimal 100%. Apabila PNS tidak mencapai nilai SKP yang diakibatkan oleh
faktor diluar kemampuan individu PNS maka penilaian didasarkan kepada
pertimbangan kondisi penyebabnya. Kreativitas PNS dan tugas tambahan
yang diberikan atasan dapat dimasukan menjadi bagian dari nilai SKP.

Perilaku Pekerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang
dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perilaku kerja
dinilai dari aspek, orientasi pelayanan; integritas; komitmen; disiplin; kerja
sama; dan kepemimpinan. Aspek diatas dinilai langsung oleh pejabat penilai
atau atasan langsung di instansi terkait. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan
dengan menggabungkan nilai SKP dan perilaku Kerja. Bobot nilai SKP sebesar
60% sedangkan perilaku kerja adalah 40%.

D. Gaji

Salah satu dari hak PNS adalah gaji. Hal ini telah disebutkan dalam
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 pasal 79 ayat (1) bahwa “Pemerintah
wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin
kesejahteraan PNS.”

Kebijaksanaan penggajian yang berlaku sekarang ini adalah mengarah


kepada sistem skala gabungan. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2010 telah ditetapkan gaji pokok PNS dengan sistem skala tunggal.
Untuk tahun ini kebijakan baru mengenai penetapan gaji pokok diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019. Setiap 2 tahun masa kerja, PNS
mendapatkan kenaikan gaji pokok yang tertera dalam matrik gaji pokok PNS
berdasarkan masa kerja dan golongan PNS dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2019.

Pengajuan Kenaikan Gaji Berkala Bagi PNS yang telah memenuhi


syarat untuk menerima kenaikan gaji berkala, maka PNS dapat menyiapkan
berkas yang menjadi persyaratan sebagai berikut: 1) Surat kenaikan gaji
berkala terakhir2) Surat keputusan kenaikan pangkat terakhir 3) Surat
Keputusan PNS (apabila belum pernah mendapatkan Kenaikan Gaji Berkala)
4) Surat Keputusan Disiplin (apabila pernah dijatuhi hukuman disiplin) 5) Surat
Kenaikan Pangkat 1 Tahun terakhir. Adapun alur penyampaian berkas
persyaratan kenaikan gaji berkala adalah PNS melengkapi berkas persyaratan
tersebut dan menyerahkan kepada subagian tata usaha untuk diteruskan
kepada kepala satuan kerja. Selanjutnya, kepala satuan kerja menyampaikan
usulan kenaikan gaji berkala kepada Sekretariat Direktorat Jenderal untuk
memeriksa konsep surat kenaikan gaji berkala dan menerbitkan surat kenaikan
gaji berkala bagi PNS.

Selain gaji pokok, PNS juga mendapatkan tunjangan yang diatur dalam
perundang-undangan. Dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 pasal 80
ayat (1), menyatakan bahwa, “Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas”. Kemudian dilanjut ke ayat (2)
menyatakan bahwa, “Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan”. Selain hal itu, dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 pasal 15, menyatakan bahwa selain gaji
pokok, PNS diberikan tunjangan sebagai berikut :

a. Tunjangan keluarga;

b. Tunjangan jabatan;

c. Tunjangan pangan;

d. Tunjangan lain-lain.

E. Cuti

Cuti PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017.


Pengertian dari cuti PNS dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2017 pasal 1, menjelaskan bahwa, “Cuti PNS yang selanjutnya disebut
dengan Cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka
waktu tertentu”. Berdasar pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
pasal 309 pasal 9 ayat (1), “Cuti diberikan oleh PPK”, PPK yang dimaksud
adalah Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah
pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen
ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
pasal 1. Dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2017 BAB II Tentang Pejabat yang Berwenang Memberikan
Cuti dan Jenis Cuti, PPK sebagaimana di maksud pada angka 1 terdiri atas :

a. Menteri di kementerian, termasuk Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian


Negara Republik Indonesia;
b. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah non kementerian, termasuk
Kepala Badan Intelijen Negara dan pejabat lain yang di tentukan oleh
Presiden;
c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga
nonstruktural, termasuk Sekretaris Mahkamah Agung;
d. gubernur di provinsi; dan
e. bupati/walikota di kabupatenlkota.

Jenis-jenis cuti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017


Pasal 310 “Cuti terdiri atas:

a. cuti tahunan;
b. cuti besar;
c. cuti sakit;
d. cuti melahirkan;
e. cuti karena alasan penting;
f. cuti bersama; dan
g. cuti di luar tanggungan negara.
1.2. Tata Naskah Dinas
A. Pengertian dan Dasar Hukum
Naskah Dinas adalah komunikasi tulis sebagai alat komunikasi
kedinasan yang dibuat dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di
lingkungan instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintah. Tata Naskah Dinas adalah penyeleggaraan komunikasi tulis
meliputi pengaturan jenis, format, penyiapan, pengamanan, pengabsahan,
distribusi, dan penyimpanan naskah dinas serta media yang digunakan
dalam komunikasi kedinasan. Dasar Hukum yang dipakai adalah:
a. Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutnanan RI no.
P.63/Menlhk-Setditjen/2015 Tentang Tata Naskah Dinas KLHK
b. Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutnanan RI no.
P.44/Menlhk-Setditjen/2016 Tentang Pedoman Tata Kearsipan
KLHK

Pembuatan naskah dinas harus memperhatikan tata naskah yakni


meliputi penyelenggaraan komunikasi tulis yang meliputi pengaturan jenis,
format, penyiapan, pengamanan, pengabsahan, distribusi dan
penyimpanan naskah dinas, serta media yang digunakan dalam
komunikasi kedinasan. Format adalah susunan dan bentuk naskah yang
menggambarkan tata letak dan redaksional, serta penggunaan lambang
negara, logo, dan cap dinas Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Penanda tangan naskah dinas adalah pejabat yang
menandatangani naskah dinas sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
kedinasan pada jabatannya.

B. Jenis Naskah Dinas


a) Naskah Dinas Arahan
Naskah dinas arahan adalah naskah dinas yang memuat
kebijakan pokok atau kebijakan pelaksanaan yang harus
dipedomani dan dilaksanakan dalam penyelenggaraan tugas dan
kegiatan setiap instansi pemerintah yang berupa produk hukum
yang bersifat pengaturan, penetapan dan penugasan.
1. Naskah Dinas Pengaturan
Sesuai dengan tingkatannya, naskah dinas yang bersifat
pengaturan terdiri atas peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan surat
edaran.
a. Peraturan
Peraturan adalah naskah dinas yang bersifat mengatur,
memuat kebijakan pokok, bersifat umum, berlaku untuk
seluruh satuan organisasi/unit kerja dalam sebuah instansi
pemerintah dan dapat merupakan dasar bagi penyusunan
naskah dinas lainnya. Peraturan bersama merupakan turunan
dari peraturan.
b. Pedoman
Pedoman adalah naskah dinas yang memuat acuan yang
bersifat umum di lingkungan instansi pemerintah yang perlu
dijabarkan ke dalam petunjuk operasional dan penerapannya
disesuaikan dengan karakteristik instansi/organisasi yang
bersangkutan.
c. Petunjuk Pelaksanaan
Petunjuk pelaksanaan adalah naskah dinas pengaturan yang
memuat cara pelaksanaan kegiatan, termasuk urutan
pelaksanaannya.
d. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah naskah dinas
yang memuat serangkaian petunjuk tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas
organisasi, bagaimana, kapan harus dilakukan, dimana dan
oleh siapa dilakukan.
e. Surat Edaran
Surat Edaran adalah naskah dinas yang memuat
pemberitahuan tentang hal tertentu yang dianggap penting
dan mendesak.
2. Naskah Dinas Penetapan

Jenis naskah dinas penetapan ada dua macam, yaitu:

a. Keputusan

Keputusan adalah naskah dinas yang memuat kebijakan


yang bersifat menetapkan, tidak bersifat mengatur dan
merupakan pelaksanaan kegiatan, yang digunakan untuk :

1) Menetapkan / mengubah status kepegawaian /


personal / keanggotaan / material / peristiwa;
2) Menetapkan / mengubah / membubarkan suatu
kepanitiaan / tim;
3) Menetapkan pelimpahan wewenang.
b. Penetapan Angka Kredit

Penetapan Angka Kredit adalah penetapan angka yang


diberikan pejabat yang berwenang sebagai hasil penilaian
kuantitatif dan kualitatif atas prestasi yang dicapai oleh
pejabat fungsional.

3. Naskah Dinas Penugasan

Yang termasuk naskah dinas penugasan ada tiga macam:

1) Instruksi, adalah Instruksi adalah naskah dinas yang


memuat perintah atau arahan untuk melakukan
pekerjaan atau melaksanakan tugas yang bersifat
penting.
2) Surat Perintah adalah Surat perintah adalah naskah
dinas dari atasan atau pejabat yang berwenang yang
ditujukan kepada bawahan atau pegawai lainnya yang
berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.
3) Surat Tugas adalah Surat tugas adalah naskah dinas
dari atasan atau pejabat yang berwenang yang
ditujukan kepada bawahan atau pegawai lainnya yang
berisi penugasan untuk melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan tugas dan fungsi.
b) Naskah Dinas Korespondensi
1) Naskah Dinas Korespondensi Intern
a. Nota Dinas
Nota Dinas adalah naskah dinas intern lingkup unit eselon I
atau eselon II dan unit kerja berlokasi di daerah yang dibuat
oleh pejabat dalam melaksanakan tugas guna
menyampaikan laporan, pemberitahuan, pernyataan,
permintaan atau penyampaian kepada pejabat lain. Nota
Dinas memuat hal yang bersifat rutin, berupa catatan ringkas,
disampaikan dari bawahan kepada atasan atau yang sejajar,
dan dapat langsung dijawab dengan disposisi oleh pejabat
yang dituju.
b. Memorandum
Memorandum adalah naskah dinas intern yang bersifat
mengingatkan suatu masalah, menyampaikan arahan,
peringatan, saran, pendapat kedinasan. Memorandum
disampaikan dari atasan kepada bawahan.
2) Naskah Dinas Korespondensi Ekstern
Jenis naskah dinas korespondensi ekstern hanya ada satu macam,
yaitu Surat Dinas adalah naskah dinas pelaksanaan tugas pejabat
dalam menyampaikan informasi kedinasan berupa pemberitahuan,
pernyataan, permintaan, penyampaian naskah dinas atau barang,
atau hal kedinasan lainnya kepada pihak lain di luar
instansi/organisasi yang bersangkutan atau di dalam lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
3) Surat Undangan
Surat Undangan adalah surat dinas yang memuat undangan kepada
pejabat/pegawai yang tersebut pada alamat tujuan untuk menghadiri
suatu acara kedinasan tertentu, seperti: rapat, upacara, dan
pertemuan.

c) Naskah Dinas Khusus


1. Surat Perjanjian
Surat Perjanjian adalah naskah dinas yang berisi kesepakatan
bersama tentang objek yang mengikat antar kedua belah pihak
atau lebih untuk melaksanakan tindakan atau perbuatan hukum
yang telah disepakati bersama.Surat perjanjian terdiri dari dua
macam, yaitu:
a. Perjanjian dalam negeri
Perjanjian dalam negeri adalah kerja sama perjanjian dalam
negeri antar instansi baik di pusat maupun daerah dibuat
dalam bentuk kesepahaman bersama atau perjanjian kerja
sama.
b. Perjanjian internasional
Proses pembuatan perjanjian internasional telah diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Surat Kuasa
Surat Kuasa adalah naskah dinas yang berisi pemberian
wewenang kepada badan hukum/kelompok orang/perseorangan
atau pihak lain dengan atas namanya untuk melakukan suatu
tindakan tertentu dalam rangka kedinasan.
3. Berita Acara
Berita Acara adalah naskah dinas yang berisi uraian tentang
proses pelaksanaan suatu kegiatan yang harus ditandatangani
oleh para pihak dan para saksi apabila diperlukan.
4. Surat Keterangan
Surat Keterangan adalah naskah dinas yang berisi informasi hal
atau seseorang untuk kepentingan kedinasan.
5. Surat Pengantar
Surat Pengantar adalah naskah dinas yang digunakan untuk
mengantar/ menyampaikan barang atau naskah.
6. Pengumuman
Pengumuman adalah naskah dinas yang memuat
pemberitahuan yang ditujukan kepada semua pejabat/pegawai
dalam instansi atau perseorangan dan golongan di dalam atau di
luar instansi.
7. Surat Izin
Surat Izin adalah naskah dinas yang berisi persetujuan dari
pejabat yang berwenang kepada badan hukum/kelompok
perorangan untuk melakukan suatu tindakan dalam rangka
kedinasan.
8. Surat Panggilan
Surat Panggilan adalah naskah dinas dari pejabat yang
berwenang kepada badan hukum/kelompok/perorangan atau
pihak lain untuk menghadap kepada pejabat yang terkait dalam
kedinasan.
9. Surat Pernyataan Pelantikan
Surat Pernyataan Pelantikan adalah naskah dinas yang berisi
pernyataan dari seorang pejabat yang menyatakan bahwa
seorang PNS telah dilantik untuk menduduki suatu jabatan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10. Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas
Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas adalah naskah dinas
yang berisi pernyataan dari seorang pejabat yang berwenang
bahwa seorang PNS telah melaksanakan tugas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
11. Surat Pernyataan Menduduki Jabatan
Surat Pernyataan Menduduki Jabatan adalah naskah dinas yang
berisi suatu pernyataan dari seorang pejabat yang berwenang
bahwa seorang PNS telah menduduki suatu jabatan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
12. Laporan
Laporan adalah naskah dinas yang memuat pemberitahuan
tentang pelaksanaan suatu kegiatan/kejadian.
13. Telaahan Staf
Telaahan Staf adalah bentuk uraian yang disampaikan oleh
pejabat atau staf yang memuat analisis singkat dan jelas
mengenai suatu persoalan dengan memberikan jalan
keluar/pemecahan yang disarankan.
14. Formulir
Formulir adalah bentuk pengaturan alokasi ruang atau lembar
naskah untuk mencatat berbagai data dan informasi. Formulir
dibuat dalam bentuk kartu atau lembaran tercetak dengan judul
tertentu berisi keterangan yang diperlukan.
15. Naskah Dinas Elektronik
Naskah Dinas Elektronik adalah naskah dinas berupa
komunikasi informasi yang dilakukan secara elektronis atau yang
terekam dalam multimedia elektronis. Ketentuan lebih lanjut
tentang tata naskah dinas elektronik diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. PENYUSUNAN NASKAH DINAS
1) Persyaratan Penyusunan
Setiap naskah dinas harus merupakan kebulatan pikiran yang jelas,
padat, dan meyakinkan dalam susunan yang sistematis. Dalam
penyusunannya perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut.
a) Ketelitian
Dalam menyusun naskah dinas harus tercermin ketelitian dan
kecermatan, dilihat dari bentuk, susunan pengetikan, isi, struktur,
kaidah bahasa, dan penerapan kaidah ejaan di dalam
pengetikan. Kecermatan dan ketelitian sangat membantu
pimpinan dalam mengurangi kesalahan pengambilan
putusan/kebijakan.
b) Kejelasan
Naskah dinas harus memperlihatkan kejelasan, aspek fisik, dan
materi.
c) Singkat dan Padat
Naskah dinas harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar (bahasa formal, efektif, singkat, padat, dan lengkap).
d) Logis dan Meyakinkan
Naskah dinas harus runtut dan logis yang berarti bahwa
penuangan gagasan ke dalam naskah dinas dilakukan menurut
urutan yang logis dan meyakinkan. Struktur kalimat harus
lengkap dan efektif sehingga memudahkan pemahaman
penalaran bagi penerima naskah dinas.
e) Pembakuan
Naskah dinas harus taat mengikuti aturan yang baku yang
berlaku sesuai dengan tujuan pembuatan, baik dilihat dari sudut
format maupun dari penggunaan bahasanya agar memudahkan
dan memperlancar pemahaman isi naskah dinas.
Penandatanganan naskah dinas yang menggunakan garis kewenangan
dapat dilaksanakan dengan menggunakan tiga cara, yaitu :

 Atas Nama (a.n.), digunakan jika pejabat yang menandatangani


naskah dinas telah diberi kuasa oleh pejabat yang bertanggung
jawab, berdasarkan bidang tugas dan tanggung jawab pejabat ybs.

a.n. Menteri Lingkungan Hidup


dan Kehutanan

Sekretaris Jenderal,

Nama

NIP

 Untuk Beliau (u.b.), digunakan jika pejabat yang diberi kuasa


memberi mandat kepada pejabat satu tingkat dibawahnya.

a.n. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Sekretaris Jenderal,

u.b.

Kepala Biro Umum

Nama

NIP

 Untuk Perhatian (u.p.), digunakan untuk keperluan berikut :


o Untuk mempercepat penyelesaian surat yang diperkirakan
dilakukan oleh pejabat atau staf tertentu di lingkungan instansi;
o Untuk mempermudah penyampaian oleh sekretariat penerima
surat pejabat yang dituju dan untuk mempercepat
penyelesaiannya sesuai dengan maksud surat;
o Untuk mempercepat penyelesaian surat karena tidak menunggu
kebijaksanaan langsung pimpinan instansi.

Selain itu penandatangan naskah dinas yang sah, yaitu sebagai berikut:

1) Pelaksana Tugas (Plt.), dengan ketentuan :


a. Digunakan bila pejabat yang berwenang belum ditetapkan
karena menunggu ketentuan kepegawaian lebih lanjut
b. Bersifat sementara sebelum pejabat definitif ditetapkan Dalam
tingkat jabatan struktural yang sama
c. Plt. dapat menunjuk Pejabat satu tingkat dibawahnya sebagai
Plh pelaksana Harian (Plh.), dengan ketentuan.
D. Perubahan, Pencabutan, Pembatalan, Ralat, Dan Pengiriman
Naskah Dinas

Perubahan, pencabutan, pembatalan, serta ralat naskah dinas harus


jelas dan dapat menunjukkan naskah dinas mana yang diadakan
perubahan, pencabutan, pembatalan, dan/atau ralat tersebut.

a. Perubahan
Perubahan berarti bagian tertentu dari naskah dinas diubah.
Perubahan dinyatakan dengan lembar perubahan.
b. Pencabutan
Pencabutan berarti bahwa naskah dinas itu tidak berlaku sejak
pencabutan ditetapkan. Pencabutan naskah dinas dinyatakan
dengan penetapan naskah dinas baru.
c. Pembatalan
Pembatalan berarti bahwa seluruh materi naskah dinas tidak
berlaku mulai saat naskah dinas ditetapkan. Pembatalan naskah
dinas dinyatakan dengan penetapan naskah dinas yang baru.
d. Ralat
Ralat adalah perbaikan yang dilakukan karena terjadi salah
pengetikan atau salah cetak sehingga tidak sesuai dengan
naskah aslinya.

E. ARSIP

Kearsipan adalah hal-hal yang berkenaan dengan arsip


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tata Kearsipan adalah
kegiatan pengelolaan arsip sejak dibuat, diterima, diproses, disimpan,
sampai dengan disusutkan. Definisi Arsip dibedakan mejadi:

1) Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam


kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan
disimpan selama jangka waktu tertentu.
2) Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan
persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak dapat diperbaharui dan
tidak tergantikan apabila rusak atau hilang.
3) Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi
dan/atau terus menerus.
4) Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah
menurun.
5) Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena memiliki nilai guna
kesejarahan, telah habis retensinya dan berketerangan
dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun
tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau
lembaga kearsipan.
6) Arsip terjaga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang
selanjutnya disebut arsip terjaga adalah arsip yang berkaitan dengan
keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya.
1.3. Pengelolaan Keuangan
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu, baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelasanaan hak dan kewajiban tersebut. Presiden adalah
pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintah. sebagai pengguna
anggaran/pengguna barang, presiden memberikan kuasa kepada
menteri atau pimpinan lembaga.

Presiden

Pemegang kekuasaan
pengelola keuangan negara

Gubernur/Bupati/Walikota
Menteri Keuangan Menteri PIM. Negara
selaku Kepala Pemda

Selaku pengelola fiskal Selaku pengguna Selaku kepala pemda


dan wakil pemerintah anggaran/pengguna untuk mengelola
dalam kepemilikan barang kementerian keuangan daerah dan
kekayaan negara yang negara/lembaga yang mewakili pemda dalam
dipisahkan dipimpinnya kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Perencanaan dan
Penganggaran APBN
(Januari-Juli)

Pemeriksaan dan
Pembahasan APBN
pertanggungjawaban
(Agustus-Oktober)
APBN

Pelaporan dan Penetapan APBN


pencatatan APBN (akhir Oktober)

Pelaksanaan APBN
(sejak Januari)

Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada perundangan,


efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan kelayakan dan kepatuhan.
Perencanaan
Penganggaran

Pelaksanaan
Pelaporan
Anggaran

Pertanggungjawaban

Tanggung jawab masing-masing pejabat perbendaharaan

KPA PPK PP-SPM BP/BPP

•Material dan •Formal •Uang yang


•Manajerial
formal dikelolanya

Bendahara pengeluaran bertugas:


1. Menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan
uang/surat berharga dalam pengelolaannya;
2. Melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK;
3. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memebuhi persyaratan
untuk dibayarkan;
4. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari
pembayaran yang dilakukannya;
5. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara
ke kas negara;
6. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP;
7. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada kepala KPPN
selaku kuasa BUN.
Tanggung jawab formal dan material PPK adalah memastikan
kesesuaian antara kontrak dengan target kinerja yang tertuang dalam
DIPA, memastikan kesesuaian antara fisik barang/jasa sama dengan
yang tercantum dalam kontrak dan didukung oleh dokumen serah
terima barang/pekerjaan, memastikan tersusunnya rencana kegiatan
yang baik dan pelaksanaan rencana kegiatan sesuai rencana,
memastikan bahwa pembayaran tagihan negara didukung bukti yang
sah.
Tanggung jawab formal PP-SPM adalah menguji kebenaran dan
keabsahan permintaan pembayaran (SPP) beserta dokumen
pendukung yang diajukan oleh PPK, membebankan tagihan pada mata
anggaran yang telah disediakan, menerbitkan perintah pembayaran
(SPM), menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih.
PP-SPM berhak menolak dan mengembalikan permintaan pembayaran
(SPP), apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan.
Tanggung jawab manajerial KPA adalah mengesahkan rencana
pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana, merumuskan
standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai
dengan ketentuan, menyusun sistem pengawasan dan pengendalian
merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai
dengan keluaran (output) dalam DIPA, melakukan Monev agar
pembuatan perjanjian /kontrak PBJ dan pembayaran APBN sesuai
dengan keluaran yang ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah
ditetapkan, melakukan pengawasan Monev atas pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan,
melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan
barang/jasa sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam
DIPA.
1.4. Barang Milik Negara (BMN)
A. Dasar Hukum dan Definisi
1. PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
2. PMK Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara
3. PMK Nomor 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan Barang Milik Negara, sebagaimana telah diubah PMK
Nomor 87/PMK.06/2016
4. PMK Nomor 166/PMK.06/2015 tentang Penilaian Barang Milik
Negara\
5. PMK Nomor 14/PKM.06/2016 tentang Tata Cara Penjualan Barang
Milik Negara Berupa Kendaraan Perorangan Dinas Kepada Pegawai
Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Atau
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Tanpa Memalui
Lelang
6. PMK Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan
Barang Milik Negara
7. PMK Nomor 57/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa
Barang Milik Negara
8. PMK Nomor 78/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemanfaatan Barang Milik Negara
9. PMK Nomor 83/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara
10. PMK Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik
Negara
11. PMK Nomor 52/PKM.06/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara
12. PMK Nomor 69/PMK.06/2015 tentang Tata Cara Rekonsiliasi
Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyusunan Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat

Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang
yang dibeli atau diperoleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah disebut pengelola barang. Sedangkan Pengguna
Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik
Negara/Daerah. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau
pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang
yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

B. Ruang lingkung Barang Milik Negara (BMN)


1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Merupakan kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan
keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan
tindakan yang akan datang.
2. Pengadaan
Pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan
akuntabel. (PP 27 Tahun 2014). Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan
Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa
(Perpres 12 Tahun 2021)
3. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang
dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah
yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
BMN dapat ditetapkan status penggunannya untuk:
Penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi departemen/Lembaga
yang bersangkutan (PP 27 tahun 2014); Dioperasikan oleh pihak lain
dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok
dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang bersangkutan. Yang berwenang menetapkan Status
Penggunaan BMN adalah Menteri Keuangan selaku Pengelola
Barang dan Menteri/Kepala Lembaga selaku Pengguna Barang.
4. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah
yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau
optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah
status kepemilikan. Bentuk Pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah berupa:
a. Sewa adalah Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan
menerima imbalan uang tunai. Lama waktu sewa adalah 5 tahun
dengan opsi dapat diperpanjang untuk kerjasama dibidang
infrastruktur dengan estimasi waktu lebih dari 5 tahun.
b. Pinjam Pakai adalah adalah penyerahan Penggunaan barang
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar
Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima
imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan
kembali kepada Pengelola Barang. Jangka waktu peminjaman
adalah 5 tahun dengan opsi perpanjangan satu kali.
c. Kerja Sama Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik
Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu
dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan
pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.
Lamanya adalah 30 tahun dengan opsi perpanjangan.
d. Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara
mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka
waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana
berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun
Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai
pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Lama
waktu adalah 30 tahun dari perjanjian tersbut dibuat.
e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara
Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan
infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan jangka waktunya adalah 50 tahun dan dapat
diperpanjang.
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik
Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya. Objek
pengamanan adalah Barang Milik Negara berupa: tanah, bangunan,
kendaraan bermotor, serta selain tanah, bangunan, dan kendaraan
bermotor.
Pengamanan Administrasi adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pejabat yang ditunjuk untuk menatausahakan dalam rangka
mengamankan BMN Kementerian dari segi administratif.
Pengamanan Fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
yang ditunjuk untuk mengamankan BMN Kementerian yang
ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang,
penurunan jumlah barang, dan hilangnya barang Pengamanan
Hukum adalah kegiatan untuk mengamankan BMN Kementerian
dengan cara melengkapi bukti status kepemilikan BMN.

Pemeliharaan ringan adalah pemeliharaan yang dilakukan


sehari-hari oleh unit pemakai/ pengurus barang/penanggung jawab
barang tanpa membebani anggaran. Pemeliharaan sedang adalah
pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala oleh
tenaga terdidik/terlatih yang mengakibatkan pembebanan anggaran.
Pemeliharaan berat adalah pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara sewaktu-waktu oleh tenaga ahli yang
pelaksanaannya tidak dapat diduga sebelumnya, tetapi dapat
diperkirakan kebutuhannya yang mengakibatkan pembebanan
anggaran. Pemeliharaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari
penyewa, peminjam, mitra Kerja Sama Pemanfaatan, mitra Bangun
Guna Serah/Bangun Serah Guna, atau mitra Kerja Sama
Penyediaan Infrastruktur.

6. Penilaian
Penilaian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka
penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah, Pemanfaatan, atau
Pemindahtanganan, kecuali dalam hal untuk: Pemanfaatan dalam
bentuk Pinjam Pakai; dan atau pemindahtanganan dalam bentuk Hibah.
Penilaian BMN dilakukan oleh Penilai Pemerintah, atau Penilai Publik
yang ditetapkan oleh Pengelola Barang Penilaian dilakukan untuk
mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Pemindahtanganan
Pemindahtanganan BMN adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik
Negara. BMN yang tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas
Pemerintahan Negara dapat dilakukan pemindahtanganan. Bentuk
Pemindahtanganan BMN:
a. Penjualan adalah Pengalihan hak kepemilikan BMN kepada pihak
lain dengan penggantian dalam bentuk uang
b. Tukar menukar Pengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan antara
Pemerintah Pusat dan Pemda atau pihak lain dengan menerima
penggantian dalam bentuk barang, sekurangnya dengan nilai
seimbang
c. Hibah adalah Pengalihan kepemilikan BMN dari Pemerintah Pusat
kepada Pemda atau kepada pihak lain tanpa memperoleh
penggantian
d. Penyertaan Modal Pemerintah adalah pengalihan kepemilikan
Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan kekayaan
yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara.
8. Pemusnahan
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan
Barang Milik Negara. Pemusnahan dilakukan dalam hal: BMN tidak
dapat digunakan, BMN tidak dapat dimanfaatkan, BMN tidak dapat
dipindahtangankan. Cara pemusnahan melalui Dibakar Dihancurkan,
Ditimbun, Ditenggelamkan, Cara lain sesuai UU.
9. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik
Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari
pejabat yang berwenang bertujuan untuk membebaskan Pengelola
Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari
tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya. Penghapusan dilakukan dengan menerbitkan
keputusan Penghapusan dari Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan dari Pengelola Barang. Penghapusan BMN dengan tindak
lanjut pemusnahan, dilakukan dengan ketentuan: Tidak dapat
digunakan, Tidak dapat dimanfaatkan, Tidak dapat dipindahtangankan,
dan Alasan lain sesuai ketentuan UU.
10. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi, pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pelaksanaan
penatausahaan BMN pada pengguna terdiri atas:
a. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) *
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W);
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB- El);
d. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB).

*Dalam hal diperlukan, UAKPB dapat dibantu oleh Unit Akuntansi


Pembantu Kuasa Pengguna Barang (UAPKPB)

a. Pembukuan
Pembukuan adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke
dalam Daftar Barang yang ada pada Pengguna Barang/ Kuasa
Pengguna Barang dan Pengelola Barang menurut penggolongan
dan kodefikasi barang. Pembukuan dilakukan dengan mendaftarkan
dan mencatat BMN ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan
dan kodefikasi barang. Penggolongan dan kodefikasi Barang Milik
Negara ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. Inventarisasi
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan,
pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN. Maksud
Inventarisasi adalah untuk mengetahui jumlah dan nilai serta kondisi
BMN yang sebenarnya. Tujuan Inventarisasi BMN adalah untuk
mengetahui tersedianya data semua BMN secara baik dalam upaya
mewujudkan tertib administrasi dan tertib fisik dan mempermudah
pelaksanaan pengelolaan BMN. Seluruh BMN merupakan objek
Inventarisasi yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBN, atau berasal dari perolehan lainnya yang sah
c. Pelaporan
Pelaporan adalah serangkaian kegiatan penyusunan dan
penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh unit akuntansi
yang melakukan Penatausahaan BMN pada Pengguna Barang/
Kuasa Pengguna Barang dan Pengelola Barang. Pelaporan Barang
Milik Negara disusun menurut perkiraan neraca yang terdiri dari,
aset lancar (persediaan), aset tetap (tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya
dan konstruksi dalam pengerjaan), dan aset lainnya (aset tak
berwujud, aset kemitraan dengan pihak ketiga dan aset tetap yang
dihentikan dari penggunaan operasional pemerintahan)
11. Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian
Menteri Keuangan melakukan pembinaan pengelolaan BMN dan
menetapkan kebijakan pengelolaan BMN. Kebijakan tersebut terdiri
atas Kebijakan Umum BMN dan/atau kebijakan teknis BMN.

2. Teknis Substantif
2.1. Tugas dan Fungsi Organisasi
A. Sejarah dan Tugas Fungsi Ditjen PHLHK

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan


Kehutanan menjadi salah satu unit tugas di Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup
dan Kehutanan dibentuk pada awal Juli 2015. Lima tahun sejak
dibentuknya satuan unit kerja ini, sedikit banyak telah memberikan andil
positif dalam menjaga kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan
pengelolaan hutan menjadi lebih kuat. Peran unit kerja Direktorat Jenderal
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan di dalam
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan sebagai unit
kerja pendukung yang cenderung bersifat responsif dalam membangun dan
melestarikan lingkungan hidup dan kehutanan di seluruh wilayah Indonesia.
Menjadi gerbang terakhir dalam satuan kerja Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan
Hidup dan Kehutanan senantiasa mendukung melalui penegakan hukum
secara tegas dan konsisten dalam ranah lingkungan hidup dan kehutanan
demi tercapainya Indonesia yang maju, berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian gotong royong.

Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan


Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tugas
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan
di satuan kerjan Kementerian LHK adalah menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang penurunan gangguan, ancaman, dan
pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan pencegahan,


pengawasan, pengamanan, penanganan pengaduan, penyidikan,
penerapan hukum administrasi, perdata, dan pidana dalam ranah
lingkungan hidup dan kehutanan, serta dukungan operasi
penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pencegahan,
pengawasan, pengamanan, penanganan pengaduan, penyidikan,
penerapan hokum administrasi,perdata, dan pidana dalam ranah
lingkungan hidup dankehutanan, serta dukungan operasi penegakan
hukumlingkungan hidup dan kehutanan.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penyelenggaraan pencegahan, pengawasan, pengamanan,
penanganan pengaduan, penyidikan, penerapan hukum
administrasi, perdata, dan pidana dalam ranah lingkungan hidup dan
kehutanan, serta dukungan operasi penegakan hukum lingkungan
hidup dan kehutanan.
4. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan
penyelenggaraan pencegahan, pengawasan, pengamanan,
penanganan pengaduan, penyidikan, penerapan hokum
administrasi, perdata dan pidana dalam ranah lingkungan hidup dan
kehutanan, serta dukungan operasi penegakan hukum lingkungan
hidup dan kehutanan.
5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanan
urusan urusan penyelenggaraan pencegahan, pengawasan,
pengamanan, penanganan pengaduan, penyidikan, penerapan
hukum administrasi, perdata dan pidana dalam ranah lingkungan
hidup dan kehutanan, serta dukungan operasi penegakan hukum
lingkungan hidup dan kehutanan di daerah.
6. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan
pencegahan, pengawasan, pengamanan, penanganan pengaduan,
penyidikan, penerapan hukum administrasi, perdata, dan pidana
dalam ranah lingkungan hidup dan kehutanan, serta dukungan
operasi penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
7. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
8. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
B. Organisasi Ditjen PHLHK

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan


Kehutanan terdiri atas:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal.


b. Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi.
c. Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup.
d. Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan.
e. Direktorat Penegakan Hukum Pidana.

Sekretariat Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK

1. Bagian Program dan Evaluasi


 Subbagian Program dan Anggaran
 Subbagian Evaluasi, Pelaporan, Data dan Informasi
2. Bagian Kepegawaian, Organisasi dan Tata Laksana
 Subbagian Kepegawaian
 Subbagian Organisasi dan Tata Laksana
3. Bagian Keuangan dan Umum
 Subbagian Tata Usaha
 Subbagian Perlengkapan
 Subbagian Administrasi Keuangan
4. Bagian Hukum dan Kerja Sama Teknik
 Subbagian Hukum
 Subbagian Kerja Sama Teknik

Direktorat Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi (PPSA)

1. Subdirektorat Penanganan Pengaduan


 Seksi Pengaduan Lingkungan Hidup
 Seksi Pengaduan Kehutanan
2. Subdirektorat Pengawasan Penaatan
 Seksi Penaatan Bidang Sumber Daya Alam
 Seksi Penataan Bidang Industri, Prasarana, dan Jasa
3. Subdirektorat Penerapan Sanksi Administrasi
 Seksi Penerapan Sanksi Administrasi Bidang Sumber Daya
Alam
 Seksi Penerapan Sanksi Administrasi Bidang Industri,
Prasarana dan Jasa.

Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (PSLH)

1. Subdirektorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar


Pengadilan Bidang Industri, Prasarana dan Jasa
 PSLH di Luar Pengadilan Bidang Industri
 PSLH di Luar Pengadilan Bidang Prasarana dan Jasa
2. Subdirektorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar
Pengadilan Bidang Sumber Daya Alam
 PSLH di Luar Pengadilan Bidang Energi, Migas dan
Pertambangan
 PSLH di Luar Pengadilan Bidang Kehutanan, Pertanian,
Perkebunan, Kelautan dan Perikanan
3. Subdirektorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui
Pengadilan
 PSLH Melalui Pengadilan Bidang Sumber Daya Alam
 PSLH Melalui Pengadilan Bidang Industri, Prasarana dan
Jasa

Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan (PPH)

1. Subdirektorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah


Sumatera
 Seksi Pencegahan dan Pengamanan Hutan
 Seksi Pengamanan dan Peredaran Hasil Hutan
2. Subdirektorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah
Kalimantan dan Nusa Tenggara
 Seksi Pencegahan dan Pengamanan Hutan
 Seksi Pengamanan dan Peredaran Hasil Hutan
3. Subdirektorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah Jawa,
dan Bali
 Seksi Pencegahan dan Pengamanan Hutan
 Seksi Pengamanan dan Peredaran Hasil Hutan
4. Subdirektorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah
Sulawesi, Maluku dan Papua
 Seksi Pencegahan dan Pengamanan Hutan
 Seksi Pengamanan dan Peredaran Hasil Hutan

Direktorat Penegakan Hukum Pidana (PHP)

1. Subdirektorat Penyidikan Perambahan Hutan


 Seksi Wilayah I
 Seksi Wilayah II
2. Subdirektorat Penyidikan Perusakan Lingkungan Hidup, Kebakaran
Hutan dan Lahan
 Seksi Wilayah I
 Seksi Wilayah II
3. Subdirektorat Penyidikan Pencemaran Lingkungan Hidup
 Seksi Wilayah I
 Seksi Wilayah II
4. Subdirektorat Penyidikan Pembalakan Liar dan Kejahatan
Keanekaragaman Hayati
 Seksi Wilayah I
 Seksi Wilayah II
C. Sumber Daya Manusia di Ditjen PHLHK
2.3. Jabatan Fungsional Analis Kebijakan
A. Latar Belakang
Peraturan yang ada di Indonesia dan lahir setiap harinya ada
6 regulasi (Menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan UI 2018) baik
itu Peraturan LPNK, Peraturan Pusat, Peraturan Daerah. Peraturan
yang terbit ada beberapa yang kontradiktif bahkan tumpeng tindih
dengan peraturan lain. Selain itu peraturan yang berpotensi konflik
kepentingan, orientasi pendek dan dalam prosesnya kurang
demokratis masih terjadi di lapangan. Salah satu contohnya adalah
terbitnya PermenLHK No 20 Tahun 2018 yang mendapat penolakan
dari para pecinta burung.
Analis Kebijakan sebagai sebuah jabatan fungsional
diharapkan mampu mengambil keputusan dengan berdasar
informasi yang berkualitas untuk membuat kebijakan (menyusun,
mengevaluasi, merevisi, mempertahankan atau membatalkan)
Kebijakan berkualitas harus didasarkan pada bukti (evidence based
policy) Informasi ilmiah, objektif, aktual dan factual dapat diperoleh
melalui riset atau analisis. JF Analis Kebijakan berperan
menyediakan informasi yang dibutuhkan pembuat kebijakan
(decision making) untuk membuat kebijakan.
Pemen PAN dan RB No 45 tahun 2013 tentang JF Analis
Kebijakan dan Angka Kreditnya, mengatur mengenai tugas seorang
analis kebijakan, diantaranya:
 Menyediakan informasi terkait perumusan masalah kebijakan ;
 Merumuskan isu-isu kebijakan ke dalam rumusan masalah
kebijakan;
 Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi
kebijakan;
 Menyusun naskah akademis;
 Menyediakan rekomendasi kebijakan;
 Melakukan Fokus Group Diskusi kepada pejabat publik dan
pemangku kepentingan terkait dengan isu, masalah atau
rekomendasi kebijakan;
 Melakukan uji publik rancangan rekomendasi kebijakan;
 Melakukan kerjasama dan konsultasi dengan pejabat publik
dan pemangku kepentingan ;
 Menyelenggarakan konsultasi, dialog dan diskusi dengan para
pemangku kepentingan untuk memperoleh tanggapan
terhadap usulan rancangan kebijakan dan rekomendasi
kebijakan;
 Melakukan advokasi kebijakan;
 Melakukan diseminasi kebijakan;
 Menyampaikan gagasan kebijakan kepada pemangku
kepentingan;
 Membuat tulisan dalam bentuk monograf, buku referensi, artikel
dalam jurnal dipublikasikan, dipresentasikan.

Hasil Kerja Analis Kebijakan


a. Karya Tulis Kedinasan
- Naskah Akademik RUU, RPP, RPPres, RPMen, Raperda
- Rancangan Kebijakan
- Buku Referensi Kebijakan Nasional dan Internasional
- Monograf Kebijakan
- Laporan Hasil Pemantauan Kebijakan
- Laporan Hasil Evaluasi Kebijakan
- Telaahan Staf
- Bahan Pidato/Ceramah/Presentasi
- Memo Kebijakan
- Modul Diklat Kebijakan
- Model Kebijakan sbg bahan Diklat Kebijakan
- Alat Bantu Gambar/ Audio Visual Diklat Kebijakan
- Buku Pedoman
- Juklak / Juknis
- Laporan diseminasi kebijakan
- Laporan advokasi kebijakan
- Daftar konsultasi dan hasil konsultasi
b. Karya Tulis Ilmiah (PerLAN No. 28/2017 Pedoman Penulisan
KTI bagi AK)
- Policy Paper
- Policy Brief
- Artikel Kebijakan
- Makalah
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
A. Teknis Administrasi
1) Pengelolaan Kepegawaian
i. Dasar Hukum: UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP nomor 11
tahun 2017 tentang Manajemen ASN
ii. Hak dan kewajiban ASN
Hak ASN adalah: gaji, tunjangan, dan fasilitas; cuti; jaminan pensiun
dan jaminan hari tua; perlindungan; dan pengembangan kompetensi.
Sedangkan hak PPPK adalah gaji dan tunjangan; cuti; perlindungan;
dan pengembangan kompetensi.
iii. Mekanisme Pengadaan PNS dimulai dari
1. Penyusunan ABK
2. Penyusunan Anjab dan Evajab.
3. Penyusunan Peta Jabatan
4. Penetapan informasi.
5. Penerimaan dan pengangkatan CPNS
6. Pengangkatan PNS Pegawai yang lolos masa percobaan
iv. Cuti dibagi menjadi
cuti tahunan; cuti besar; cuti sakit; cuti melahirkan; cuti karena alasan
penting; cuti bersama; dan cuti di luar tanggungan negara.
2) Tata Naskah Dinas
I. Dasar Hukum Tata Naskah Dinas
Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutnanan RI no.
P.63/Menlhk-Setditjen/2015 Tentang Tata Naskah Dinas KLHK Dan
Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutnanan RI no.
P.44/Menlhk-Setditjen/2016 Tentang Pedoman Tata Kearsipan
KLHK
II. Jenis Naskah Dinas
Naskah dinas arahan, naskah dinas korespondensi, dan naskah
dinas khusus.
3) Alur Pengelolaan Keuangan
i. Dasar Hukum
ii. Alur Pengelolaan

Perencanaan
Penganggaran

Pelaporan Pelaksanaan Anggaran

Pertanggungjawaban

4) Barang Milik Negara (BMN)


i. Ruang Lingkup BMN
Perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,
pengamanan dan pemeliharaan, pemindahtanganan,
penghapusan, penilaian, pengahapusan, dan penatausahaan.
B. Teknik Substantif
1) Organisasi Ditjen Gakkum
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan
terdiri atas:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal.
b. Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi.
c. Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup.
d. Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan.
e. Direktorat Penegakan Hukum Pidana.
2) SDM Gakkum

2) Jabatan Fungsional Analis Kebijakan


a. Dasar Hukum
Permen PAN RB No. 45 tahun 2013 tentang analis Kebijakan dan Angka
Kreditnya
b. Jenis tulisan AK
Karya Tulis Ilmiah (PerLAN No. 28/2017 Pedoman Penulisan KTI bagi AK)
- Policy Paper
- Policy Brief
- Artikel Kebijakan
- Makalah

2. SARAN
Untuk lebih meningkatkan kemampuan peserta cpns mengenai kemampuan
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap pelaksanaan kegiatan PKTBT selain
disampaiakan materi mengenai teknik administrative dan substantive juga diberikan
praktik langsung mengenai materi terkait dan diskusi mendalam dengan masing masing
pemangku materi.
LAMPIRAN

Dokumentasi
19

Anda mungkin juga menyukai