Anda di halaman 1dari 1

I Putu Arya Pandu Saka Rai

Hukum Waris Kelas B


233231020

Pada dasarnya, ahli waris pengganti merujuk pada individu yang mengambil posisi
ahli waris karena penggantian, yakni ketika ahli waris yang sebelumnya meninggal terlebih
dahulu dari pewaris, sehingga kedudukannya dapat diambil alih oleh keturunannya
(anak-anaknya). Dalam hukum waris Islam, doktrin fiqh mawaris Sunni pro-Syafi'i sebelum
Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak mengenal konsep penggantian tempat bagi ahli waris
yang meninggal lebih dulu dari pewaris, mirip dengan sistem kewarisan adat yang berlaku di
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Dalam tradisi waris adat di Indonesia, setiap daerah memiliki aturan adat sendiri
terkait pembagian warisan. Misalnya di Pinrang, umumnya, ketika seorang pewaris
meninggal terlebih dahulu dari anak-anak ahli warisnya, terjadi "poloaleteang", yaitu
hilangnya keterhubungan antara pewaris dengan cucunya karena kematian anak pewaris
tersebut. Akibatnya, dalam hukum adat yang berlaku, cucu kehilangan hak waris langsung
dari kakek/neneknya.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, dalam Putusan Pengadilan Agama Pinrang Nomor:
284/Pdt.G/2015/PA.Prg tanggal 12 Agustus 2015, pasal 185 ayat (1) menyatakan bahwa
seseorang dapat mewarisi karena penggantian tempat jika individu yang digantikan oleh
anaknya telah meninggal lebih dulu dari pewaris, dan individu yang digantikan oleh anaknya
masih dianggap sebagai ahli waris jika masih hidup. Namun, penggantian tempat hanya
berlaku untuk cucu menurut pasal tersebut, dengan syarat bahwa baik pewaris maupun ahli
waris pengganti harus beragama Islam.
Namun, dalam praktiknya, hukum perdata tidak membatasi konsep penggantian
tersebut, dan dalam pengadilan agama, aturan hukum perdata BW (Burgerlijk Wetboek)
diikuti selama masih memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Dalam Putusan Nomor: 284/Pdt.G/2015/PA.Prg tanggal 12 Agustus 2015 yang
ditangani oleh majelis hakim pengadilan agama Pinrang, terjadi pergantian tempat bagi ahli
waris (H. Madimang bin H. Lasse) yang meninggal terlebih dahulu dari pewaris (H.
Lasse/Hj. Nandong). Namun, terdapat kekeliruan dalam penetapan bagian masing-masing
dari ahli waris dan ahli waris pengganti dalam perkara kewarisan ini dalam amar putusan
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai