Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Tentang Pembiasaan

1. Pengertian Pembiasaan

Pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan

yang baik. Pembiasaan ini meliputi aspek perkembangan moral, nilai-nilai

agama, akhlak, pengembangan sosio emosional dan kemandirian.

Pembiasaan positif yang sejak dini sangat memberikan pengaruh positif

pula pada masa yang akan datang.1

Novan Ardy Wiyani mengemukakan bahwa pembiasaan dinilai

sangat efektif jika diterapkan terhadap anak usia dini. Hal ini dikarenakan

anak usia dini memiliki rekaman ingatan yang kuat dan kondisi

kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah diatur dengan

berbagai kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.2 Pembiasaan yang

dilakukan sejak dini akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut

menjadi semacam adat kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak

terpisahkan dari kepribadiannya.3

1
Muhammad Noer Cholifudin Zuhri, “Studi Tentang Efektivitas Tadarus Al-Qur’an dalam
Pembinaan Akhlak di SMPN 8 Yogyakarta”, Cendekia, Vol 11 NO 1 (Juni 2013), 118.
2
Novan Ardy Wiyani, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Gava Media, 2014),
195.
3
Nurul Ihsani, et. al., “Hubungan Metode Pembiasaan dalam Pembelajaran dengan Disiplin Anak
Usia Dini”, Jurnal-ilmiah Potensia, Vol 3 No 1 (2018), 50-51.

12
13

Menurut Sapendi pembiasaan merupakan suatu kegiatan untuk

melakukan hal-hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguuh

dengan tujuan memperkuat atau menyempurnakan suatu keterampilan

agar menjadi terbiasa. Dengan kata lain pembiasaan merupakan cara

mendidik anak dengan penanaman proses kebiasaan.4

Pembiasaan dapat diartikan sebagai sebuah metode dalam

pendidikan berupa proses penanaman kebiasaan. Inti dari pembiasaan

ialah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, ini

dapat diartikan sebagai usaha membiasakan.5 Metode pembiasaan sebagai

bentuk pendidikan yang dilakukan secara bertahap dan menjadikan

pembiasaan itu sebagai teknik pendidikan yang dilakukan dengan

membiasakan sifat-sifat baik sebagai rutinitas. Hasil yang dilakukan dari

pembiasaan adalah terciptanya suatu kebiasaan anak didiknya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

diadakannya pembiasaan di sekolah adalah untuk melatih serta

membiasakan peserta didik konsisten dengan sebuah tujuan, sehingga

benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang

sulit ditinggalkan dikemudian hari.

4
Sapendi, “Internalisasi Nilai-nilai Moral Agama Pada Anak Usia Dini”, At-Turats, Vol 9 No 2
(Desember 2015), 27.
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), 144.
14

2. Bentuk-bentuk pembiasaan

a. Kegiatan rutin, kegiatan yang dilakukan oleh sekolah setiap hari,

misalnya berbaris, berdoa, tadarus, dan sebagainya.

b. Kegiatan spontan, kegiatan yang dilakukan secara spontan, misalnya

meminta tolong dengan baik, menawarkan bantuan dengan baik,

menjenguk teman yang sedang sakit.

c. Pemberian teladan, kegiatan yang dilakukan dengan memberi

teladan/contoh yang baik kepada peserta didik, misalnya budaya hidup

bersih, disiplin, sopan santun dalam berperilaku dan berkata.

d. Kegiatan terprogram, yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara

bertahap sesuai jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan ini meliputi

kegiatan yang terprogram dalam kegiatan pembelajaran, misalnya

sholat dhuha berjamaah, sholat dhuhur berjamaah, dan tadarus al-

Qur’an.6

3. Langkah-langkah dalam pembiasaan

a. Pembiasaan hendaknya dimulai sejak awal sebelum terlambat, artinya

pembiasaan harus segera dilaksanakan sebelum anak mempunyai

kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama islam.

b. Pembiasaan itu hendaknya dilakukan secara terus menerus (berulang-

ulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu

kebiasaan yang otomatis atau menjadi bagian dari karakter anak.

6
Muhammad Noer Cholifudin Zuhri, “Studi Tentang Efektivitas Tadarus Al-Qur’an dalam
Pembinaan Akhlak di SMPN 8 Yogyakarta”, Cendekia, Vol 11 NO 1, 119.
15

c. Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten, dan tegas.

Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar

pembiasaan yang telah ditetapkan.

d. Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistik, akan tetapi

pendidik harus mengupayakan dan mendorong peserta didik untuk

melakukan pembiasaan berdasarkan kata hati atau kesadaran peserta

didik sendiri.7

B. Kajian Tentang Sholat Dhuha

1. Pengertian Sholat Dhuha

Shalat dalam bahasa arab berarti do’a. Secara hakikat, shalat

mengandung pengertian berharap hati (jiwa) kepada Allah SWT. serta

menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya dan

kesempurnaan kekuasaan-Nya. Sholat adalah ibadah yang terdiri dari

perkataan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri

dengan salam.

Sedangkan dhuha adalah nama waktu, yakni waktu selepas waktu

subuh dan sebelum dhuhur. Kata dhuha diartikan sebagai siang yang

terang. Dalam pengertian inilah kata dhuha diartikan sebagai saat

matahari naik sepenggalan. Oleh karena itu, kata dhuha dipahami

sebagian ulama’ berdasarkan surat Adh-Dhuha dan Asy-Syam, sebagai

7
Ibid., 120.
16

cahaya matahari secara umum atau khususnya kehangatan cahaya

matahari.8

Dari definisi di atas, sholat dhuha merupakan shalat sunnah yang

dikerjakan pada waktu pagi hari, diwaktu matahari sedang naik. Rakaat

dalam shalat ini sekurang-kurangnya adalah dua rakaat, empat rakaat,

delapan rakaat dan dua belas rakaat.9 Shalat Dhuha merupakan shalat

sunnah yang dilakukan seorang muslim ketika waktu dhuha. Waktu dhuha

yakni waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak

terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur.

Jadi dapat disimpulkan bahwa shalat dhuha merupakan shalat yang

dilakukan dengan jumlah rakaat minimal 2 rakaat dan maksimal 12 rakaat

pada waktu dhuha, ketika matahari mulai naik sepenggalan (agak miring)

sampai menjelang masuk waktu sholat dhuhur, dan waktu yang paling

utama adalah ketika mulai panas atau pas waktu hangat.

Shalat di waktu ini dinamakan juga dengan shalat awwabin yang

keutamaannya sama seperti shalat diantara waktu magrib dan isya’.

Maksud dari Awwabin adalah kembali pada Allah ta’ala pada masa lalai.

Kedua waktu untuk shalat dhuha dan shalat antara maghrib dan isya’

termasuk waktu-waktu yang kebanyakan manusia lalai. Waktu yang

pertama ialah karena manusia sibuk mencari keuntungan dunia, sementara

waktu kedua ialah karena kesibukan manusia hendak kembali ke rumah

masing-masing dan memuaskan selera. Oleh karena itu, barangsiapa yang

8
Zezen zainal Alim, The Power Of Shalat Dhuha (Jakarta: Quantum Media, 2008), 34.
9
M. Imran, Penuntun Shalat Dhuha (Semarang: Karya Ilmu, 2006), 36.
17

kembali kepada tuhan dan menyempatkan diri untuk beribadah dan taat

kepada Allah SWT pada waktu-waktu tersebut, niscaya akan

mendapatkan kedudukan yang tinggi disisi-Nya.10

Salah satu janji Allah SWT terhadap orang yang gemar

melaksanakan sholat dhuha adalah akan diberikan kelapangan rezeki oleh

Allah SWT.selain itu juga dapat meningkatkan kesehatan jasmani lebih

optimal, meningkatkan kecerdasan.11

2. Hukum Sholat Dhuha

Dalam al Qur’an sendiri mengenai hukum sholat dhuha tidak

dikemukakan secara jelas. Namun kita dapat menentukan dasar hukum

yang tegas dan jelas dalam Al-Qur’an berkenaan dengan sholat dhuha

tersebut dengan tidak mengurangi arti penting dalam sholat dhuha.

Dengan demikian anjuran atau amalan tentang sholat dhuha dapat

ditemukan dalam beberapa hadits. Berdasarkan dari beberapa hadits yang

berkaitan dapat dipertimbangkan bahwa secara umum hukum sholat

dhuha adalah sunnah.12

Shalat dhuha itu adalah ibadah yang disunnahkan. Oleh karena itu,

siapa saja yang menginginkan pahala dari sholat dhuha alangkah baiknya

mengerjakannya jika tidak ada halangan. Status sholat hukum sholat

dhuha memang hanya sebagai amalan sunnah. Namun, hal itu hendaknya

tidak dimengerti bahwa sholat dhuha hanya amalan sunnah yang tidak

10
Syekh Abdullah Bin Alwi Haddad, Sucikan Hati Luruskan Amal (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2008), 184.
11
Akh. Muwafik Saleh, Belajar dengan Hati Nurani ( Penerbit Erlangga, 2011), 136-137.
12
Zezen zainal Alim, The Power Of Shalat Dhuha , 23.
18

wajib dikerjakan, melainkan sholat dhuha adalah amalan sholat sunnah

yang berkedudukan mendekati amalan sholat wajib.

Sholat dhuha merupakan sunnah mua’akad (sangat dianjurkan).

Dengan kata lain, sholat dhuha adalah sholat sunnah yang istimewa

sehingga kita dianjurkan untuk melaksanakannya dan tidak melalaikannya

sebagaimana kita diwajibkan untuk tidak melalaikan melaksanakan

sholat-sholat wajib lima waktu.

3. Hikmah Sholat Dhuha

Mengerjakan kegiatan sholat dhuha dan menekuninya merupakan

salah satu perbuatan yang agung, mulia. Oleh karena itu, sholat sunnah

dhuha sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Orang yang mengerjakan

Sholat sunnah dhuha juga memiliki beberapa hikmah yang didalamnya

yakni sebagai berikut:

1) Dilimpahkan rezeki

‫ت َسْب َع َسنَابِ َل ِِف ُك ِّل‬ ٍ ِ ‫َّمثل الَّ ِذين ي ِنف ُقو َن أَموا ََلم ِِف سبِ ِيل‬
ْ َ‫اّلل َك َمثَ ِل َحبَّة أَنبَت‬
ّ َ ُْ َ ْ ُ َ َُ
﴾١٦٢﴿ ‫اّللُ َو ِاس ٌع َعلِ ٌيم‬ ِ ِ‫سنب لَ ٍة ِمئةُ حبَّ ٍة واّلل يضاع‬
ّ ‫ف ل َمن يَ َشاءُ َو‬
ُ َ ُ ُّ َ َ َ ّ ُ ُ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.13

Ayat di atas dijelaskan bahwa Allah akan melipat gandakan sesuatu

yang di sedekahkan oleh hambanya satu menjadi tujuh ruas, begitu

13
Mushaf Aisyah, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Jabal, 2010), 44.
19

halnya dengan melaksanakan sholat dhuha sama saja menyedekahkan

360 ruas persendian yang ada di tubuh.

2) Hati menjadi tenang

Dalam melakukan suatu aktivitas bekerja sehari-hari pasti

seringkali mendapatkan tekanan dalam bekerja dan terlibat

perasaingan usaha antara satu dengan yang lainnya yang

menyebabkan pikiran dan hati tidak tenang, emosi tidak stabil. Oleh

karena itu, pada saat-saat seperti itulah melakukan sholat dhuha sangat

berperan penting untuk menenangkan jiwanya. Meskipun

melakukannya hanya meluangkan waktu lima sampai sepuluh menit

sholat dhuha dapat menyegarkan pikiran, menenangkan hati, dan

dapat juga mengontrol emosi seseorang.

3) Dapat meningkatkan kecerdasan

Sholat dhuha juga sangat berpengaruh dalam perkembangan

kecerdasan seseorang. Terutama pada kecerdasan fisikal, emosional

spiritual, dan intelektual. Dengan melaksanakan sholat dhuha mampu

meningkatkan kekebalan tubuh dan kebugaran fisik seseorang karena

sholat sunnah dhuha dilakukan pada pagi hari ketika sinar matahari

masih baik untuk kesehatan. Melaksanakan sholat dhuha pada pagi

hari sebelum memulai aktivitas juga dapat menghindarkan diri dari

berkeluh kesah, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan emosional

spiritual seseorang. Selain itu, melakukan sholat dhuha secara rutin


20

juga dapat memudahkan meraih prestasi akademik dan kesuksesan

dalam hidup.

4) Pikiran menjadi lebih berkonsentrasi

Sholat dhuha yang dilakukan pada waktu istirahat (dari belajar atau

bekerja) akan mengisi kembali asupan oksigen yang berada di dalam

otak. Karena pada dasarnya otak juga membutuhkan asupan darah dan

oksigen yang berguna untuk memacu kerja sel-selnya.

5) Kesehatan fisik terjaga

Sholat dhuha dikerjakan ketika matahari mulai muncul. Munculnya

sinar matahari pada pagi hari sangat baik untuk kesehatan. Sebelum

melakukan ibadah sholat pastinya kita diwajibkan bersuci sebagai

syarat sahnya sholat, berwudhu dapat juga bermanfaat bagi kesehatan

jasmani dan rohani seseorang, sebab wudhu menyimbolkan agar

selalu bersih. Selain itu Gerakan sholat juga banyak manfaatnya bagi

kesehatan tubuh. 14

14
M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Sholat Dhuha (Jakarta: Wahyu Media, 2008), 20-21.
21

C. Kajian Tentang Kecerdasan Spiritual

1. Teori Kecerdasan Spiritual

Ary Ginanjar Agustian mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual

adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku

dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,

menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid,

serta berprinsip hanya karena Allah.15

Painton mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual yaitu

kecerdasan yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan makna, dan

nilai. Artinya suatu kecerdasan yang menempatkan tindakan dan

kehidupan manusia dalam konteks makna yang lebih luas yakni

kemampuan untuk mengakses suatu jalan kehidupan yang bermakna.16

Zohar dan Marshall juga menyatakan bahwa SQ merupakan

sesuatu yang dapat diubah atau ditingkatkan. SQ merupakan cara untuk

melakukan integrasi, memahami dan beradaptasi dengan perspektif baru.

Manusia dapat meningkatkan SQ yang dimilikinya sampai usia tua.17

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual merupakan pandangan atau kecenderungan bereaksi untuk

memaknai setiap perilaku dan kegiatan sebagai ibadah dan kemampuan

diri untuk menempatkan perilaku kehidupan dalam konteks luas serta

15
Aliah B. Puswakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2006), 245-255.
16
Muhammad yaumi, Nurdin Ibrahim, Kecerdasan Jamak (Multiple Intlligences) (Jakarta:
Kencana, 2013), 23.
17
Aliah B. Puswakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, 313.
22

berprinsip hanya karena Allah SWT sehingga dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan spiritual ditandai dengan kemampuan seorang anak

terbiasa menghargai dirinya sendiri maupun orang lain, memahami

perasaan orang lain yang ada disekelilingnya, mengikuti peraturan-

peraturan yang telah ditetapkan, yang mana semua itu merupakan kunci

keberhasilan bagi seorang anak dimasa yang akan datang.

Menurut Yudrik Jahja “anak yang memiliki kecerdasan spiritual

nantinya akan tumbuh menjadi manusia yang berakhlakul karimah, sabar

dalam memecahkan masalah atau persoalan kehidupan dengan baik.18

Jadi dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah

kecerdasan jiwa yang memberikan kemampuan bawaan untuk dapat

membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang baik dan

yang buruk. Dan disinilah letak kemanusiaan yang tinggi akan mendorong

kita untuk berbuat kebaikan, kebenaran, dan kasih sayang dalam

kehidupan kita sehari-hari.

18
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana, 2011), 417.
23

2. Indikator Kecerdasan Spiritual

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi ditandai beberapa

ciri-ciri sebagai berikut:19

1) Bersifat Fleksibel, yaitu mampu menyesuaikan diri secara aktif dan

spontan untuk mencapai hasil yang baik. Orang ini dapat membawa

diri dan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi yang

dihadapi, tidak memaksakan kehendak, mudah mengalah dan dapat

menerima berbagai keadaan.

2) Memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Bagian yang terpenting

dari kesadaran diri yaitu usaha dirinya sendiri untuk mengetahui

wilayah yang nyaman untuk dirinya sendiri, banyak tahu tentang

dirinya sendiri. Dengan mengenal dirinya sendiri maka dia juga

mampu mengenal orang lain, mampu membaca maksud dan

keinginan orang lain. Kesadaran lingkungan tinggi mencakup

kepedulian terhadap sesama, peduli terhadap lingkungan.

3) Mampu menangani dan menentukan sikap ketika situasi sulit dan

dapat mengambil hikmahnya. Segala kesulitan hidup merupakan

ujian dalam hidup seseorang, karena pada dasarnya hidup di dunia

ini seperti roda berputar, kadang di bawah dan kadang di atas. Untuk

belajar melepaskan kehidupan dunia, hendaknya dapat mengambil

hikmah yang positif dari semua kejadian yang dialami di dunia ini.

19
Syamsu Yusuf, A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), 244-245.
24

4) Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi rasa sakit.

Mampu memandang bahwasanya kehidupan itu tidak terus mulus,

akan tetapi juga banyak hambatan dan tantangan sehingga dapat

menyikapi kehidupan tersebut dan memanfaatkan serta melewati

kesengsaraan dengan mencari makna dibaliknya.

5) Memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

Apabila seseorang mempunyai visi dan memahami tujuan hidup,

maka kualitas hidupnya dapat diilhami oleh visi dan nilai-nilai

kebaikan yang dianutnya. Sehingga mempunyai target yang harus

dicapai. Selain itu, istiqomah sebagai bentuk kualitas batin yang

melahirkan sikap konsisten dan teguh pada pendirian untuk

menegakkan dan membentuk sesuatu menuju kesempurnaan atau

kondisi yang lebih baik. Apabila orang yang memiliki sifat

istiqomah, dia kan konsisten dalam berbuat baik, karena dia

memiliki tingkat kesadaran tinggi untuk menjalani nilai-nilai yang

dia pegang dalam hidupnya.

6) Enggan melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian atau

kerusakan. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan

mengetahui dengan sendirinya bahwa dia itu merugikan oranglain

maupun dirinya sendiri.

7) Cenderung untuk bertanya “mengapa” atau “apa” dan mencari

jawaban-jawaban yang benar.


25

8) Bertanggung jawab untuk menebarkan nilai-nilai positif kepada

oranglain dan menunjukkan cara menggunakannya. Dengan kata

lain, dia adalah orang yang memberi inspirasi kepada orang lain.

Dari beberapa ciri di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual dapat membuat manusia lebih luas memaknai dan memberikan

arti setiap perilaku sehingga segala tingkah laku akan sesuai dengan

nilai-nilai agama.

3. Membentuk Kecerdasan Spiritual

Pembentukan kecerdasan spiritual perlu diasah sejak dini dengan

berbagai macam aspek pembentukan spiritual. Berikut ada beberapa cara

pembentukan kecerdasan spiritual:20

1) Melibatkan anak dalam beribadah

Kecerdasan spiritual sangat erat kaitannya dengan kejiwaan.

Demikian pula dengan kegiatan ritual keagamaan atau ibadah.

Keduanya bersinggungan erat dengan jiwa atau batin seseorang.

Apabila jiwa atau batin seseorang mengalami pencerahan, sangat

mudah baginya mendapatkan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena

itu, agar anak-anak mempunyai kecerdasan spiritual yang baik, perlu

dilibatkan untuk beribadah semenjak usia dini agar dapat

mengimplementasikan perilaku sesuai dengan ajaran islam dalam

kehidupan sehari-hari.

20
Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak (Yogyakarta:
Katahati, 2010), 50.
26

2) Mencerdaskan spiritual melalui kisah

Kecerdasan spiritual anak dapat ditingkatkan melalui kisah-

kisah agung, yaitu dari orang-orang yang dalam sejarah yang

mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Hal ini dinilai sangat

efektif karena peserta didik pada umumnya menyukai cerita.

3) Melibatkan peserta didik dalam kegiatan keagamaan

Melibatkan peserta didik dalam kegiatan keagamaan di

sekolah dapat dilakukan dengan melakukan pembiasaan religius

setiap harinya, seperti sholat dhuha, istighosah, membaca yasin dan

do’a bersama sebelum kegiatan belajar mengajar dilakukan sekaligus

memberikan penjelasan tentang makna dan keguanaan ibadah

tersebut.

4) Mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan-kegiatan sosial

Melibatkan peserta didik dalam kegiatan bersosial ini

bertujuan agar peserta didik dapat berinteraksi dengan sesama,

mengerti arti sebuah kebersamaan, kepedulian terhadap makhluk

ciptaan-Nya.
27

4. Faktor penghambat dan pendukung dalam meningkatkan

kecerdasan spiritual

Perkembangan spiritual seorang anak dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya yakni

sebagai berikut:21

1) Faktor Internal

Faktor internal merupakan pengaruh pribadi yang berawal

dari dalam diri sendiri, dimana ada suatu dorongan untuk

membentuk pertumbuhan dan perkembangan kearah yang lebih

tinggi kemampuannya. Adapun yang termasuk faktor internal

antara lain:

a) Faktor Biologis

Faktor biologis merupakan kesehatan dalam

meningkatkan perkembangan jiwa agama pada anak. Orangtua

perlu memperhatikan faktor kesehatannya, karena kesehatan

merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan

anak dalam memperoleh pendidikan agama.

Untuk mencapai kesehatan yang baik tentunya

diperlukan makanan yang bergizi untuk pertumbuhan jiwa dan

raganya. Islam juga sudah memberi tuntunan tentang tata cara

menyediakan makanan yang baik dan halal.

21
Nur Hotimah, Yanto, “Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Anak Usia
Dini”, Indonesia Journal of Learning Education and Counseling, Vol 1 No 2 (2019), 87-88.
28

b) Intelegensi

Intelegensi merupakan kesanggupan untuk

menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru dengan

menggunakan alat-alat berpikir sesuai dengan tujuan. Untuk

mencapai kapasitas diri yakni berupa kemampuan ilmiah

(rasio) dalam menerima ajaran-ajaran agama, maka intelegensi

sangat menentukan keberhasilan.

Bagi anak yang mampu menerima ajaran dengan baik,

artinya dengan menggunakan rasionya maka ia akan

menghayati dan kemudian akan mengamalkan ajaran-ajaran

agama yang sudah diajarkan dengan baik.

c) Motivasi

Motivasi merupakan suatu perangsang keinginan dan

daya penggerak kemauan bekerja seseorang.22 Apabila

motivasi anak cukup tinggi terhadap bidang agama, maka anak

akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan ajaran-

ajaran agama. Akan tetapi bagi anak yang kurang motivasinya,

ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan selalu

dihadapkan kendala-kendala dalam mengerjakan ajaran-ajaran

agama secara baik dan stabil.

22
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi (Yogyakarta: Teras,
2009), 267.
29

2) Faktor Eksternal

Faktor Eksternal merupakan lingkungan kelompok sosial kecil

yang terdiri dari:

a) Lingkungan Keluarga

Keluarga sangat berperan dalam perkembangan

kepribadian anak karena keluarga merupakan kelompok sosial

pertama yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan kepada

anak.23 Jika hubungan orangtua dengan anak terjalin baik,

maka perkembangan anak juga akan menjadi baik, begitu juga

sebaliknya, jika hubungan anak dengan orangtua buruk, maka

perkembangan anak juga akan terganggu. Perkembangan anak

menjadi baik juga tidak lepas dari ridha orangtua, maka dari itu

anak harus menjalin hubungan baik dengan orangtuanya agar

mendapatkan ridha darinya.

Ridha orangtua adalah cara mengetuk pintu rahmat

Allah SWT, walau sesungguhnya pintu rahmat itu selalu

terbuka untuk hambanya. Namun ridha orangtua ibarat jalan

tol untuk sampai ketujuan, agar Allah SWT segera

menurunkan rahmat-Nya untuk kita, memberikan jalan

kemudahan atas setiap persoalan dan masalah yang sedang

dihadapi. Begitu juga sebaliknya, disaat orangtua tidak ridho

terhadap apa yang kita lakukan, maka hal itu sesungguhnya


23
Khoirul Azhar, Izzah Sa’idah, “ Studi Analisis Upaya Guru Akidah Akhlak dalam
Mengembangkan Potensi Nilai Moral Peserta Didik di MI Kabupaten Demak”, Jurnal Al-Ta’dib,
Vol 10, No 2, (Juli-Desember 2017), 81.
30

sedang mengundang murka Allah SWT. sehingga murka Allah

SWT dapat berwujud kesulitan dalam menghadapi masalah,

yang kemudian berujung pada perilaku negatif baik personal

maupun dalam berinteraksi dengan oranglain. Rasulullah SAW

menjelaskan bahwasanya ada 3 doa yang tidak ada penghalang

(pasti diterima) yaitu doa orang teraniaya, doa musafir, dan

doa ibu-bapak untuk anaknya.24

b) Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan tempat anak hidup

dan bergaul, anak berinteraksi dengan dengan anggota

masyarakat lainnya. Di samping masyarakat tempat

mengadakan interaksi sosial antara individu dengan individu,

kelompok dengan kelompok, dan individu dengan kelompok

sehingga menimbulakan proses sosial yang mana akan

berpengaruh penting dalam perkembangan anak. Pengalaman-

pengalaman interaksi anak pada masyarakat ini akan

membentuk perilaku dan perkembangan pribadi anak. Jika

dalam lingkungan masyarakat baik, maka anak juga akan

menjadi baik. Begitu juga sebaliknya, jika dalam lingkungan

masyarakat tersebut buruk maka juga akan berdampak buruk

pada anak.

24
Akh. Muwafik Saleh, Belajar dengan hati nurani, 84-85.
31

c) Teman Sebaya

Pertemanan adalah istilah yang menggambarkan

perilaku kerjasama dan saling mendukung antara dua atau

lebih. Teman sangatlah berpengaruh pada kegiatan sehari-hari.

Interaksi dengan teman sebaya dapat melibatkan keakraban

yang besar dan dapat saling memengaruhi antara satu dengan

yang lain. Teman baik akan menciptakan diri seseorang juga

akan menjadi baik, begitu juga sebaliknya teman yang buruk

juga akan menciptakan diri sesorang akan menjadi buruk. 25

d) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber

daya pendidikan yang perlu dan sangat penting dikelola

dengan baik serta merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari manajemen pendidikan. Seperti gedung, tanah,

perlengkapan administrasi sampai pada sarana yang digunakan

langsung dalam proses belajar mengajar di kelas. Sarana dan

prasarana pendidikan juga digunakan untuk mempermudah

pembelajaran maupun kegiatan yang lainnya agar menjadi

lebih efektif dan efisien.26

25
Latifatur Rohmah, et. al., “Implementasi Nilai-nilai Kecerdasan spiritual di Yayasan Pondok
Modern Al-Rifa’ie Satu Malang”, Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 4 No 4 (2019), 98.
26
Rika Megasari, Peningkatan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan untuk Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di SMPN 5 Bukit Tinggi, Jurnal Administrasi Pendidikan, Volume 2 No 1
(Juni 2014), 637.
32

Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,

bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam

proses pendidikan di sekolah. Adapun prasarana pendidikan

adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak

langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di

sekolah. Misalnya seperti tempat, bangunan sekolah, lapangan

olahraga, dan sebagainya. Sedangkan sarana berarti alat

langsung untuk mencapai tujuan pendidikan seperti ruang,

buku, perpustakaan dan laboratorium.27

27
Alex Aldha Yudi, Pengembangan Mutu Pendidikan Ditinjau dari segi Sarana dan Prasarana
(Sarana dan Prasarana PPLP), Jurnal Cerdas Sifa, No 1 (2012), 2.

Anda mungkin juga menyukai