Anda di halaman 1dari 2

Pagi itu lias dan ketiga adiknya, Mawan, Sangap dan Lisa memulai

kehidupan mereka sebagai yatim piatu, setelah beberapa hari yang lalu kedua
orang tua mereka meninggal ditabrak sebuah truk pasir dalam perjalan pulang
dari pesta. Ayah Lias tidak mempunyai keluarga, dia anak tunggal dan ayah ibunya
(kakek nenek Lias) dari ayah sudah lama meninggal. Sementara Ibu lias
mempunyai satu adik tapi tinggal di luar negeri, sementara ayah ibu (kakek nenek
Lias ) dari ibu juga sudah lama meninggal. Lias memandangi adik-adiknya yang
masih kecil, sekali kali mengarahkan pandangannya ke arah foto kedua orang
tuanya yang tergantung di dinding tepas rumah mereka. Dari wajahnya terlihat
lias masih sangat bersedih, matanya berkaca kaca dan sekali sekali air matanya
jatuh ke papan lantai rumah mereka. Dalam doanya Lias bertanya kepada Tuhan,
mengapa kedua orangtuanya dipanggil saat usianya dan adik adiknya masih kecil.
Namun lias bukan anak yang gampang menyerah, walau masih duduk di kelas 2
SMP, selain dikenal sebagai anak yang baik, Lias juga anak yang berprestasi di
sekolah dan gigih bekerja membantu kedua orang tuannya.
Karena kondisi yang sangat sulit, akhirnya Lias memutuskan berhenti
sekolah walau Lias terkenal murid yang pintar dan selalu mendapat rangking. Cita
citanya menjadi seorang dokter harus dikubur dalam dalam karena sekarang Lias
harus menjadi tulang punggung bagi ketiga adiknya. Almarhum kedua orang tua
Lias hanya buruh kasar dan tidak meninggalkan harta untuk di wariskan, selain
sepetak rumah sederhana ukuran 5m kali 10m berding ding tepas dan berlantai
papan. Karena itu, apa pun dilakukan Lias sejauh tidak melanggar hukum demi
mendapatkan sedikit rezeki untuk menghidupi adik adiknya. Kadang Lias jadi
upahan di ladang orang, kadang jadi pemulung, kadang jadi tungkang pikul,
semua dilakukan Lias tanpa pernah mengeluh.

Suatu malam, lisa umur tiga tahun adik bungsu Lias menangis, ketika Lias
mencoba mengendong ternyata badan Lisa terasa panas, rupanya Lisa sedang
demam tinggi. Lias mengambil air dan mengompres kepala Lisa dengan sepotong
handuk kecil yang dibasahi dengan air. Lalu Lias mengambil obat demam
parasetamol dari kotak obat yang terletak di dalam lemari tua yang sudah terlihat
sedikit reot karena dimakan usia. Semua itu bisa dilakukan Lias karena belajar dari
almarhum ibunya. Paginya demam Lisapun belum reda, terpaksa Lias tidak
bekerja karena ingin tetap menjaga Lisa yang belum pulih dari sakitnya. Dan lagi
Lias masih mempunyai sedikit uang untuk kebutuhan mereka. Syukur, menjelang
sore demam Lisa sudah turun dan sudah tidak rewel.
Pagi hari, saat Lias sedang menyiapkan sarapan buat adik adiknya
seseorang mengetuk pintu. Lalu Lias menyuruh Mawan adiknya membukakan
pintu. Tampak seorang laki laki setengah baya berpakaian sangat rapi berdiri
depan pintu. Lias sama sekali tidak mengenal laki laki tersebut. Ini rumah kakak
Arihta ya ? laki laki itu bertanya. Lias heran Karen mendengar nama Ibunya di
sebutkan laki laki itu. Iya, jawab Lias sambil mempersilahakan laki laki itu masuk
kerumah. Selanjutnya liaspun bertanya, Bapak ini siapa ya, kata Lias. Saya
adiknya kakak Arihta, nama saya Pengarapen. Kalian ini siapa, Tanya Bapak
Pengarapen. Kami ini anak Ibu Arihta jawab Lias sedikit kaget. Oh, berarti aku ini
paman kalian ya. Mana mamak dan Bapak kalian. Lias pun menangis menjelaskan
bahwa bapak ibu merek sudah meninggal. Bapak pengarapen pun ikut mengasi
dan satu persatu di memeluk keponakannya. Paman pengarapen menjelaskan
bahwa dia tinggal di Inggris dan bekerja di sana. Kedatangannya ke Indonesia
dalam rangka tugas selama sebulan. Setelah selesai berbincang bincang,
disepakati Lisa adik bungsu Lias akan dibawa paman ke Inggris untuk di
sekolahkan. Sedangkan Lias dan adik adiknya di buatkan beasiswa untuk
pendidikan, sementara rumah Lias dan adik adiknya di bangun ualng jauh lebih
baik dari sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai