Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI BIAYA

PROCESS COSTING II
LANJUTAN

MODUL KE 6

DISUSUN OLEH :

FITRI INDRIAWATI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA

1
HARGA POKOK PROSES (LANJUTAN)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menentukan produksi ekuivalen dan biaya-biaya per unit departemen


2. Mengetahui perlakuan atas Barang Dalam Proses awal
3. Membuat Laporan Harga Pokok Produksi berdasarkan metode rata-rata
4. Mengetahui perlakuan atas produk rusak dan produk cacat.
5. Membuat Laporan Harga Pokok Produksi berdasarkan metode FIFO.

MATERI PEMBAHASAN

1. SEDIAAN BARANG DALAM PROSES AWAL PADA SISTEM HARGA POKOK


PROSES
A. METODE RATA-RATA TERTIMBANG ( WEIGHTED AVERAGE
METHOD)
B. METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (FIFO METHOD)
2. PRODUK RUSAK & CACAT
3. PENGARUH LINGKUNGAN MANUFAKTUR BARU

2
ADANYA SEDIAAN BARANG DALAM PROSES AWAL

Dalam pertemuan sebelumnya telah dibicarakan penggunaan metode harga


pokok proses pada perusahaan manufaktur atau pabrik, dengan anggapan bahwa
perusahaan dalam keadaan baru mulai berproduksi pada awal periode atau periode
berjalan. Oleh karena itu tidak ada sediaan barang dalam proses awal periode
(Beginnning Work in Process).
Dengan berproduksinya suatu pabrik secara berkelanjutan dari suatu periode ke
periode berikutnya melalui departemen-departemen produksi, biasanya terdapat unit
yang belum selesai atau masih dalam proses pada akhir periode. Unit yang masih
dalam proses periode ini secara otomatis akan menjadi unit dalam proses pada awal
periode berikutnya. Contoh : Sediaan barang dalam proses akhir Januari akan menjadi
sediaan barang dalam proses awal Februari.
Apabila pada awal periode terdapat sediaan barang dalam proses, maka timbul
masalah dalam menentukan harga pokok barang jadi. Hal ini timbul karena sediaan
barang dalam proses tersebut telah menyerap atau mengandung harga pokok dari
periode sebelumnya.

Dengan adanya sediaan barang dalam proses awal periode, maka


terdapat 2 ( dua ) metode penentuan harga pokok :
a. Metode rata-rata tertimbang ( weighted average method)
b. Metode masuk pertama keluar pertama ( FIFO Method )

A. Weighted-Average Method
Dalam metode ini yang harus diketahui untuk pembuatan Production Cost report
adalah :
1. Tingkat penyelesaian ( % penyelesaian ) BDP awal tidak perlu diperhatikan
2. Informasi rincian biaya yang telah diserap BDP awal harus diperoleh.
3. Setiap elemen biaya dari BDP awal ditambahkan dengan jenis biaya yang sama
dari periode sekarang.
4. Harga pokok atau biaya per unit merupakan hasil bagi dari total biaya setiap
elemen biaya dibagi dengan unit ekuivalennya.

3
Contoh 1 :
PT. Nadia memiliki 2 departemen produksi yaitu departemen I dan departemen II.
Perusahaan ini menggunakan sistem harga pokok proses untuk menghitung biaya
produknya. Berikut data produksi PT. Nadia selama bulan Januari 2007 :

Keterangan Departemen I Departemen II


BDP awal 10.000 unit 15.000 unit
Biaya dari BDP awal :
 BBB Rp 150.000 -
 BTKL 143.000 Rp 125.000
 BOP 172.000 140.000
 Dari Departemen I - 450.000
Masuk proses 85.000 unit ???? unit
Selesai 80.000 90.000
Hilang 5.000 (awal) 1.000 (akhir)
BDP akhir ??? 4.000 unit

Biaya bulan Januari :


 BBB Rp 2.750.000 Rp -
 BTKL 3.150.000 4.260.000
 BOP 2.900.000 3.840.000

Tingkat Penyelesaian :
BDP awal :
 BBB 60 % -
 Dari departemen I - 100 %
 Biaya Konversi 30 % 40%

BDP Akhir :
 BBB 100 % -
 Dari Dept. I - 100 %
 Biaya Konversi 45 % 40 %

Diminta : Buat Production Cost Report untuk departemen I dan departemen II dengan
metode rata-rata tertimbang. !

4
Jawab :
Laporan Harga Pokok Produksi
Departemen I
Bulan Januari 2007

Skedul Kuantitas
Input :
BDP awal 10.000 unit
Masuk proses 85.000
---------- + 95.000 unit
Output :
Selesai& ditransfer ke dept. II 80.000 unit
BDP akhir 10.000
Hilang (awal) 5.000
----------+ 95.000 unit

 Pembebanan Biaya

Elemen Total Biaya Unit Biaya


Ekuivalen per unit
BBB 150.000 + 2.750.000 = Rp 2.900.000 90.000 Rp 32,22

BTKL 143.000 + 3.150.000 = Rp 3.293.000 84.500 38,97

BOP 172.000 + 2.900.000 = Rp 3.072.000 84.500 36,36

Total Rp 9.265.000 Rp107,55

5
 Perhitungan Biaya
Produk selesai , ditransfer ke dept. II :
80.000 x Rp 107,55 = * Rp 8.603.815

BDP akhir (10.000 unit) :


BBB : (10.000 x 100%) x Rp 32,22 = Rp 322.200
BTKL : (10.000 x 45 %) x Rp 38,97 = 175.365
BOP : (10.000 x 45 %) x Rp 36,36 = 163.620
-------------- +
661.185
----------------+
Total HP. Produksi di Departemen I Rp 9.265.000

* Ada selisih Rp 185 karena pembulatan, seharusnya Rp 8.604.000


 Keterangan
Unit Ekuivalen :
BBB = 80.000 + (10.000 x 100 %) = 90.000
BTKL dan BOP = 80.000 + (10.000 x 45 %) = 84.500

6
Laporan Harga Pokok Produksi
Departemen II
Bulan Januari 2007

 Skedul Kuantitas
Input :
BDP awal 15.000 unit
Dari departemen I 80.000
------------- + 95.000 unit
Output :
Selesai & ditransfer ke gudang 90.000
BDP akhir 4.000
Hilang (akhir) 1.000
------------- + 95.000 unit

 Pembebanan Biaya

Elemen Biaya Total Biaya Unit Biaya Per


Ekuivalen Unit
Dari Dept. I 450.000 + 8.603.815 = 9.053.815 95.000 Rp 95,30
BTKL 125.000 + 4.260.000 = 4.385.000 92.600 47,35
BOP 140.000 + 3.840.000 = 3.980.000 92.600 42,98
Total Rp 17.418.815 Rp 185,63

 Perhitungan Biaya

Produk selesai :
90.000 x Rp 185,63 = *Rp 16.707.457
Hilang akhir : 1.000 x Rp 185,63 = 185.630
Harga Pokok Produk selesai ditransfer ke gudang Rp 16.893.087

7
BDP akhir ( 4.000 unit) :
Dari Dept. I = 4.000 (100%) x Rp 95,30 = Rp 381.200
BTKL = 4.000 (40%) x Rp 47,35 = 75.760
BOP = 4.000 (40%) x Rp 42,98 = 68.768
----------------+ 525.728
------------------
Total HP. Produksi di Departemen II Rp 17.418.815

 Keterangan
Unit ekuivalen :
Dari Dept. I = 90.000 + 4000 (100%) + 1.000 = 95.000 unit
Biaya Konversi = 90.000 + 4.000 (40%) + 1.000 = 92.600

* Ada selisih Rp 700 karena pembulatan

B. FIFO Method ( Metode MPKP)

Karakteristik metode MPKP (FIFO) :


1. Tingkat penyelesaian BDP awal harus diperhatikan karena akan diperhitungkan
dalam unit ekuivalen.
Rumus Unit Ekuivalen nya :
Produk Selesai + BDP akhir (%penyelesaian) – BDP awal (%penyelesaian)

2. Tidak perlu rincian biaya yang diserap oleh BDP awal

8
Contoh 2.
Menggunakan contoh 1. Tapi dikerjakan dengan metode FIFO .

Laporan Harga Pokok Produksi


Departemen I
Bulan Januari 2007

 Skedul Kuantitas
Input :
BDP awal 10.000 unit
Masuk proses 85.000
---------- + 95.000 unit
Output :
Selesai& ditransfer ke dept. II 80.000 unit
BDP akhir 10.000
Hilang (awal) 5.000
----------+ 95.000 unit

 Pembebanan Biaya
Elemen Biaya Total Biaya Unit Ekuivalen Biaya Per
Unit
BDP awal Rp 465.000 --
Bulan ini :
BBB 2.750.000 84.000 Rp 32,74
BTKL 3.150.000 81.500 38,65
BOP 2.900.000 81.500 35,58
Rp 9.265.000 Rp 106,97

 Perhitungan Biaya
BDP awal (10.000 unit) :
Dari periode lalu Rp 465.000
Ditambahkan periode ini :
BBB = 10.000 (40%) x Rp 32,74 130.960
BTKL = 10.000 (70%) x 38,65 270.550
BOP = 10.000 (70%) x 35,58 249.060
------------------+
Rp 1.115.570
Produk selesai bulan ini (70.000 unit):
70.000 x Rp 106,97 * Rp 7.487.995
BDP Akhir (10.000 unit) :
BBB = 10.000 (100%) x Rp 32,74= Rp 327.400
BTKL = 10.000 (45%) x Rp 38,65 = 173.925
BOP = 10.000 (45%) x 35,58 = 160.110
--------------+ Rp 661.435
-------------------+

9
Total HP Produksi di Departemen I Rp 9.265.000

 Keterangan
Unit Ekuivalen :
BBB = 80.000 + 10.000 (100%) – 10.000 (60%) = 84.000 unit
Biaya Konversi = 80.000 + 10.000 (45%) – 10.000(30%) = 81.500

* Ada selisih Rp 95 karena pembulatan

Tugas : Buatlah Laporan Harga Pokok Produksi untuk Departemen II dengan


menggunakan metode FIFO !

Perbandingan Antara Metode Rata-rata Tertimbang Dengan MPKP


 Perbedaan kunci antara metode rata-rata & MPKP adalah pada penanganan
unit-unit sediaan barang dalam proses awal.
Metode MPKP : memisahkan unit sediaan BDP awal dari unit yang masuk
proses dan selesai dalam periode berjalan.
Metode Rata-rata Tertimbang : tidak membedakan perlakuan terhadap unit
sediaan BDP awal.
 Metode MPKP memisahkan biaya yang melekat pada sediaan BDP awal dari
biaya pada periode berjalan.
Metode Rata-rata : menggunakan biaya per unit rata-rata.
 Metode Rata-rata lebih mudah perhitungannya. Metode ini paling sesuai
digunakan jika harga bahan langsung, biaya konversi, dan tingkat sediaan stabil.
 Metode MPKP : sesuia digunakan jika harga bahan langsung, biaya konversi,
atau tingkat sediaan berfluktuasi.
 Banyak perusahaan lebih menyukai metode MPKP dibanding metode rata-rata
untuk tujuan pengendalian biaya dan evaluasi kinerja karena biaya per unit
ekuivalen dengan metode MPKP hanya menyajikan biaya untuk periode
berjalan.
 Dengan metode rata-rata tertimbang, biaya pada periode sebelumnya dan
periode berjalan dicampur, dan penyimpangan kinerja dalam periode berjalan
mungkin saja tersembunyi karena adanya variasi biaya per unit antar periode.

PRODUK RUSAK DAN CACAT DALAM SISTEM HARGA POKOK PROSES

10
Produk rusak (spoilage) merupakan unit yang tidak dapat diterima sehingga
harus dibuang atau dijual dengan nilai yang lebih rendah. Produk cacat (rework) adalah
unit yang perlu diperbaiki secara ekonomi, sehingga produk tersebut dapat dijual melalui
saluran reguler. Sisa Bahan (Scrap) merupakan bagian dari produk yang tidak memiliki
nilai atau jika memiliki, nilainya sangat kecil.

Produk Rusak
Ada dua jenis produk rusak : produk rusak normal dan produk rusak tidak
normal. Produk rusak normal terjadi dalam kondisi operasi yang efisien dan tidak dapat
dikendalikan dalam jangka pendek dan diperhitungkan sebagai bagian dari biaya
produk. Sedangkan produk rusak tidak normal menyebabkan kerugian melebihi atau di
atas perkiraan dalam kondisi operasi yang efisien dan dibebankan sebagai kerugian
dalam periode berjalan.
Biasanya produk rusak ditemukan pada akhir proses dengan demikian ia telah
menyerap biaya produksi sehingga harus dimasukkan dalam perhitungan unit ekuivalen.

Produk Cacat
Sebagaimana diketahui, produk cacat adalah produk yang tidak sesuai standar
dan masih dapat diperbaiki. Maka membutuhkan biaya perbaikan., dapat berupa biaya
bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Persoalannya adalah perlakuan
atas biaya perbaikan tersebut.
Produk cacat dapat bersifat normal ataupun tidak normal. Perlakuan atas biaya
tambahan adalah sebagai berikut :
 Jika cacat normal : biaya perbaikan akan menambah biaya produksi.
 Jika cacat tidak normal : biaya perbaikan diperlakukan sebagai rugi produk
cacat. Biaya produksi tidak bertambah.
Produk cacat masuk dalam perhitungan unit ekuivalen.

PENGARUH LINGKUNGAN MANUFAKTUR BARU


Sistem Just In Time
Tiga pengaruh utama sistem JIT pada metode biaya proses :
1. perbedaan dalam biaya per unit antara metode MPKP dengan rata-rata dapat
dikurangi dengan cara menurunkan unit sediaan.

11
2. Semakin kecil perbedaan antara sediaan akhir produk selesai dengan sediaan
BDP
3. Dibutuhkan cost driver atau dasar pembebanan yang baru (selain tenaga kerja
langsung) untuk membebankan BOP ke proses dan produk.

Sistem Pemanufakturan Fleksibel dan Pemanufakturan Seluler


Semakin banyak perusahaan manufaktur yang menuju Flexible Manufacturing
System (FMS) dan Cellular Manufacturing System (CMS). FMS menggunakan robot
dan sistem penanganan bahan yang dikendalikan oleh komputer untuk menghubungkan
beberapa mesin yang secara cepat dan efisien dapat diubah-ubah dari satu proses
produksi ke proses produksi lainnya.
Pengaruh FMS terhadap penentuan biaya produk sama dengan JIT. Dalam
lingkungan FMS, sistem biaya proses lebih bermanfaat dibanding biaya pesanan karena
lebih banyak laporan akuntansi yang didasarkan pada periode waktu bukan berdasarkan
penutupan pesanan.
CMS membentuk sel yang terdiri dari mesin dan peralatan yang dibutuhkan
untuk mengolah bahan atau suku cadang dengan persyaratan pemrosesan yang
serupa. Untuk memperbaiki efisiensi produksi, sebagian besar suku cadang berjalan
dalam arah yang sama dari satu sel ke sel lainnya. Sekumpulan sel yang bertugas
membuat produk, membuat suatu bentuk pabrik yang terfokus. Dengan CMS struktur
proses manufaktur dilakukan berdasarkan lini produk bukan berdasarkan proses.
Sehingga sistem penentuan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) lebih
bermanfaat dibandingkan sistem biaya proses tradisional.

12

Anda mungkin juga menyukai