Anda di halaman 1dari 5

MATERI PEMBAHASAN

1. SEDIAAN BARANG DALAM PROSES AWAL PADA SISTEM HARGA POKOK PROSES
A. METODE RATA-RATA TERTIMBANG ( WEIGHTED AVERAGE METHOD)
B. METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (FIFO METHOD)
2. PRODUK RUSAK & CACAT
3. PENGARUH LINGKUNGAN MANUFAKTUR BARU

ADANYA SEDIAAN BARANG DALAM PROSES AWAL

Dalam pertemuan sebelumnya telah dibicarakan penggunaan metode harga pokok proses pada perusahaan
manufaktur atau pabrik, dengan anggapan bahwa perusahaan dalam keadaan baru mulai berproduksi pada awal
periode atau periode berjalan. Oleh karena itu tidak ada sediaan barang dalam proses awal periode (Beginnning Work
in Process).
Dengan berproduksinya suatu pabrik secara berkelanjutan dari suatu periode ke periode berikutnya melalui
departemen-departemen produksi, biasanya terdapat unit yang belum selesai atau masih dalam proses pada akhir
periode. Unit yang masih dalam proses periode ini secara otomatis akan menjadi unit dalam proses pada awal periode
berikutnya. Contoh : Sediaan barang dalam proses akhir Januari akan menjadi sediaan barang dalam proses awal
Februari.
Apabila pada awal periode terdapat sediaan barang dalam proses, maka timbul masalah dalam menentukan
harga pokok barang jadi. Hal ini timbul karena sediaan barang dalam proses tersebut telah menyerap atau
mengandung harga pokok dari periode sebelumnya.

Dengan adanya sediaan barang dalam proses awal periode, maka terdapat 2 ( dua ) metode penentuan
harga pokok :
a. Metode rata-rata tertimbang ( weighted average method)
b. Metode masuk pertama keluar pertama ( FIFO Method )

A. Weighted-Average Method
Dalam metode ini yang harus diketahui untuk pembuatan Production Cost report adalah :
1. Tingkat penyelesaian ( % penyelesaian ) BDP awal tidak perlu diperhatikan
2. Informasi rincian biaya yang telah diserap BDP awal harus diperoleh.
3. Setiap elemen biaya dari BDP awal ditambahkan dengan jenis biaya yang sama dari periode sekarang.
4. Harga pokok atau biaya per unit merupakan hasil bagi dari total biaya setiap elemen biaya dibagi dengan unit
ekuivalennya.

Contoh 1 :
PT. Nadia memiliki 2 departemen produksi yaitu departemen I dan departemen II. Perusahaan ini menggunakan
sistem harga pokok proses untuk menghitung biaya produknya. Berikut data produksi PT. Nadia selama bulan Januari
2007 :

Keterangan Departemen I Departemen II


BDP awal 10.000 unit 15.000 unit
Biaya dari BDP awal :
 BBB Rp 150.000 -
 BTKL 143.000 Rp 125.000
 BOP 172.000 140.000
 Dari Departemen I - 450.000
Masuk proses 85.000 unit
Selesai 80.000 90.000
Hilang 5.000 (awal) 1.000 (akhir)
BDP akhir 4.000 unit

Biaya bulan Januari :


 BBB Rp 2.750.000 Rp -
 BTKL 3.150.000 4.260.000
1
 BOP 2.900.000 3.840.000

Tingkat Penyelesaian :
BDP awal :
 BBB 60 % -
 Dari departemen I - 100 %
 Biaya Konversi 30 % 40%

BDP Akhir :
 BBB 100 % -
 Dari Dept. I - 100 %
 Biaya Konversi 45 % 40 %

Diminta : Buat laporan biaya produksi untuk departemen I dan departemen II dengan metode rata-rata tertimbang. !

Jawab :
Laporan Harga Pokok Produksi
Departemen I
Bulan Januari 2007

Skedul Kuantitas
Input :
BDP awal 10.000 unit
Masuk proses 85.000
---------- + 95.000 unit
Output :
Selesai& ditransfer ke dept. II 80.000 unit
BDP akhir 10.000
Hilang (awal) 5.000
----------+ 95.000 unit
 Pembebanan Biaya

Elemen Total Biaya Unit Biaya per


Ekuivalen unit
BBB 150.000 + 2.750.000 = Rp 2.900.000 90.000 Rp 32,22
BTKL 143.000 + 3.150.000 = Rp 3.293.000 84.500 38,97
BOP 172.000 + 2.900.000 = Rp 3.072.000 84.500 36,36
Total Rp 9.265.000 Rp107,55

 Perhitungan Biaya
Produk selesai , ditransfer ke dept. II :
80.000 x Rp 107,55 = * Rp 8.603.815

2
BDP akhir (10.000 unit) :
BBB : (10.000 x 100%) x Rp 32,22 = Rp 322.200
BTKL : (10.000 x 45 %) x Rp 38,97 = 175.365
BOP : (10.000 x 45 %) x Rp 36,36 = 163.620
-------------- +
661.185
----------------+
Total HP. Produksi di Departemen I Rp 9.265.000

* Ada selisih Rp 185 karena pembulatan, seharusnya Rp 8.604.000


 Keterangan
Unit Ekuivalen :
BBB = 80.000 + (10.000 x 100 %) = 90.000
BTKL dan BOP= 80.000 + (10.000 x 45 %) = 84.500

Laporan Harga Pokok Produksi


Departemen II
Bulan Januari 2007

 Skedul Kuantitas
Input :
BDP awal 15.000 unit
Dari departemen I 80.000
------------- + 95.000 unit
Output :
Selesai & ditransfer ke gudang 90.000
BDP akhir 4.000
Hilang (akhir) 1.000
------------- + 95.000 unit

 Pembebanan Biaya

Elemen Biaya Total Biaya Unit Biaya Per


Ekuivalen Unit
Dari Dept. I 450.000 + 8.603.815 = 9.053.815 95.000 Rp 95,30
BTKL 125.000 + 4.260.000 = 4.385.000 92.600 47,35
BOP 140.000 + 3.840.000 = 3.980.000 92.600 42,98
Total Rp 17.418.815 Rp 185,63

 Perhitungan Biaya

Produk selesai :
90.000 x Rp 185,63 = *Rp 16.707.457
Hilang akhir : 1.000 x Rp 185,63 = 185.630
Harga Pokok Produk selesai ditransfer ke gudang Rp 16.893.087

BDP akhir ( 4.000 unit) :


Dari Dept. I = 4.000 (100%) x Rp 95,30 = Rp 381.200
BTKL = 4.000 (40%) x Rp 47,35 = 75.760
BOP = 4.000 (40%) x Rp 42,98 = 68.768
----------------+ 525.728
------------------
Total HP. Produksi di Departemen II Rp 17.418.815
 Keterangan
Unit ekuivalen :
Dari Dept. I = 90.000 + 4000 (100%) + 1.000 = 95.000 unit
Biaya Konversi = 90.000 + 4.000 (40%) + 1.000 = 92.600 unit
3
* Ada selisih Rp 700 karena pembulatan

B. FIFO Method ( Metode MPKP)

Karakteristik metode MPKP (FIFO) :


1. Tingkat penyelesaian BDP awal harus diperhatikan karena akan diperhitungkan dalam unit ekuivalen.
Rumus Unit Ekuivalen nya :
Produk Selesai + BDP akhir (%penyelesaian) – BDP awal (%penyelesaian)

2. Tidak perlu rincian biaya yang diserap oleh BDP awal


Contoh 2.
Menggunakan contoh 1. Tapi dikerjakan dengan metode FIFO .

Laporan Harga Pokok Produksi


Departemaen I
Bulan Januari 2007
 Skedul Kuantitas
Input :
BDP awal 10.000 unit
Masuk proses 85.000
---------- + 95.000 unit
Output :
Selesai& ditransfer ke dept. II 80.000 unit
BDP akhir 10.000
Hilang (awal) 5.000
----------+ 95.000 unit

 Pembebanan Biaya
Elemen Biaya Total Biaya Unit Ekuivalen Biaya Per Unit
BDP awal Rp 465.000 --
Bulan ini :
BBB 2.750.000 84.000 Rp 32,74
BTKL 3.150.000 81.500 38,65
BOP 2.900.000 81.500 35,58
Rp 9.265.000 Rp 106,97

 Perhitungan Biaya
BDP awal (10.000 unit) :
Dari periode lalu Rp 465.000
Ditambahkan periode ini :
BBB = 10.000 (40%) x Rp 32,74 130.960
BTKL = 10.000 (70%) x 38,65 270.550
BOP = 10.000 (70%) x 35,58 249.060
------------------+
Rp 1.115.570
Produk selesai bulan ini (70.000 unit):
70.000 x Rp 106,97 * Rp 7.487.995
BDP Akhir (10.000 unit) :
BBB = 10.000 (100%) x Rp 32,74= Rp 327.400
BTKL = 10.000 (45%) x Rp 38,65 = 173.925
BOP = 10.000 (45%) x 35,58 = 160.110
--------------+ Rp 661.435
-------------------+
Total HP Produksi di Departemen I Rp 9.265.000

4
 Keterangan
Unit Ekuivalen :
BBB = 80.000 + 10.000 (100%) – 10.000 (60%) = 84.000 unit
Biaya Konversi = 80.000 + 10.000 (45%) – 10.000(30%) = 81.500 unit

* Ada selisih Rp 95 karena pembulatan

Perbandingan Antara Metode Rata-rata Tertimbang Dengan MPKP


 Perbedaan kunci antara metode rata-rata & MPKP adalah pada penanganan unit-unit sediaan barang dalam
proses awal.
Metode MPKP : memisahkan unit sediaan BDP awal dari unit yang masuk proses dan selesai dalam periode
berjalan.
Metode Rata-rata Tertimbang : tidak membedakan perlakuan terhadap unit sediaan BDP awal.
 Metode MPKP memisahkan biaya yang melekat pada sediaan BDP awal dari biaya pada periode berjalan.
Metode Rata-rata : menggunakan biaya per unit rata-rata.
 Metode Rata-rata lebih mudah perhitungannya. Metode ini paling sesuai digunakan jika harga bahan
langsung, biaya konversi, dan tingkat sediaan stabil.
 Metode MPKP : sesuia digunakan jika harga bahan langsung, biaya konversi, atau tingkat sediaan
berfluktuasi.
 Banyak perusahaan lebih menyukai metode MPKP dibanding metode rata-rata untuk tujuan pengendalian
biaya dan evaluasi kinerja karena biaya per unit ekuivalen dengan metode MPKP hanya menyajikan biaya
untuk periode berjalan.
 Dengan metode rata-rata tertimbang, biaya pada periode sebelumnya dan periode berjalan dicampur, dan
penyimpangan kinerja dalam periode berjalan mungkin saja tersembunyi karena adanya variasi biaya per unit
antar periode.

PRODUK RUSAK DAN CACAT DALAM SISTEM HARGA POKOK PROSES


Produk rusak (spoilage) merupakan unit yang tidak dapat diterima sehingga harus dibuang atau dijual dengan
nilai yang lebih rendah. Produk cacat (rework) adalah unit yang perlu diperbaiki secara ekonomi, sehingga produk
tersebut dapat dijual melalui saluran reguler. Sisa Bahan (Scrap) merupakan bagian dari produk yang tidak memiliki
nilai atau jika memiliki, nilainya sangat kecil.

Produk Rusak
Ada dua jenis produk rusak : produk rusak normal dan produk rusak tidak normal. Produk rusak normal
terjadi dalam kondisi operasi yang efisien dan tidak dapat dikendalikan dalam jangka pendek dan diperhitungkan
sebagai bagian dari biaya produk. Sedangkan produk rusak tidak normal menyebabkan kerugian melebihi atau di atas
perkiraan dalam kondisi operasi yang efisien dan dibebankan sebagai kerugian dalam periode berjalan.
Biasanya produk rusak ditemukan pada akhir proses dengan demikian ia telah menyerap biaya produksi
sehingga harus dimasukkan dalam perhitungan unit ekuivalen.

Produk Cacat
Sebagaimana diketahui, produk cacat adalah produk yang tidak sesuai standar dan masih dapat diperbaiki.
Maka membutuhkan biaya perbaikan., dapat berupa biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Persoalannya adalah perlakuan atas biaya perbaikan tersebut.
Produk cacat dapat bersifat normal ataupun tidak normal. Perlakuan atas biaya tambahan adalah sebagai
berikut :
 Jika cacat normal : biaya perbaikan akan menambah biaya produksi.
 Jika cacat tidak normal : biaya perbaikan diperlakukan sebagai rugi produk cacat. Biaya produksi tidak
bertambah.
Produk cacat masuk dalam perhitungan unit ekuivalen.

Anda mungkin juga menyukai