Anda di halaman 1dari 97

PERLINDUNGAN HAK JAMINAN HARI TUA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS DAN


PERMENAKER NOMOR 4 TAHUN 2022 TENTANG TATA CARA DAN
PERSYARATAN PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

IMAM WICAKSONO WIBOWO


NIM. 181010201181

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Hari ini tanggal 10 Bulan Oktober Tahun 2022 Telah dilakukan Pemeriksaan
Skripsi terhadap:

NAMA : IMAM WICAKSONO WIBOWO


NIM : 181010201181
PEMINATAN : HUKUM PERDATA
JUDUL : “PERLINDUNGAN HAK JAMINAN HARI TUA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24
TAHUN 2011 TENTANG BPJS DAN PERMENAKER
NOMOR 4 TAHUN 2022 TENTANG TATA CARA DAN
PERSYARATAN PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN
HARI TUA”.
Memperhatikan semua isi dari skripsi baik dilihat dari sisi materi maupun dari sisi
teknis, maka skripsi tersebut sudah disetujui untuk diujikan.

Pamulang, 10 Oktober 2022


Pembimbing,

Ayyub Kadriah, SH., MH


NIDN. 0414119002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Hukum,

Dr. Taufik Kurrohman, SHI., MH


NIDN. 0430128302

ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN HAK JAMINAN HARI TUA BERDASARKAN


UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS DAN
PERMENAKER NOMOR 4 TAHUN 2022 TENTANG TATA CARA DAN
PERSYARATAN PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh:
IMAM WICAKSONO WIBOWO
NIM. 181010201181
Pembimbing,
Ayyub Kadriah, SH., MH.
NIDN. 0414119002

Tim Penguji Skripsi


Penguji I Penguji II

(......................................) (...................................)
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum

Dr. Oksidelfa Yanto, SH., MH


NIDN. 0423107002

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2022

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang tulis ini adalah benar
karya saya sendiri. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya orang lain yang pernah
diajukan dan ditulis untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini telah disebutkan dalam
daftar pustaka.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila
dikemudian hari terdapat kebohongan dari pernyataan saya ini, saya bersedia
menanggung segala akibat yang ditimbulkan, termasuk pencabutan gelar kesarjaan
yang sudah saya miliki.

Pamulang, 10 Oktober 2022

IMAM WICAKSONO WIBOWO


NIM. 181010201181

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Pamulang, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
NAMA : IMAM WICAKSONO WIBOWO
NIM : 181010201181
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM
FAKULTAS : HUKUM
JUDUL SKRIPSI : “PERLINDUNGAN HAK JAMINAN HARI TUA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24
TAHUN 2011 TENTANG BPJS DAN PERMENAKER
NOMOR 4 TAHUN 2022 TENTANG TATA CARA DAN
PERSYARATAN PEMBAYARAN MANFAAT
JAMINAN HARI TUA”.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Pamulang Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-Exclusive Royalty Free
Right) atas skripsi saya beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak
bebas Royalty Non ekslusif ini Universitas berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Tangerang Selatan, 10 Oktober 2022
Yang menyatakan,

IMAM WICAKSONO WIBOWO


NIM. 181010201181

v
Motto:

“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau


telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (urusan yang lain)”
[QS. Al-Insyirah: 6-7]

“Nasib memang diserahkan kepada manusia untuk digarap, tetapi takdir harus
ditandatangani diatas materai dan tidak boleh digugat kalau nanti terjadi apa-apa,
baik atau buruk”.
[Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono]

Dedikasi:
“Skripsi ini penulis dedikasikan untuk kedua orang tua penulis dan semua pihak
yang telah banyak memberikan dukungan, bantuan, dan arahan dalam proses
penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir”

vi
ABSTRAK

IMAM WICAKSONO WIBOWO, NIM. 181010201181. PERLINDUNGAN


HAK JAMNINAN HARI TUA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS DAN PERMENAKER NOMOR
4 TAHUN 2022 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN
PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA, Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pamulang, Dosen Pembimbing Ayyub
Kadriah, S.H., M.H. Peran tenaga kerja dalam proses pembangunan
mengakibatkan tingginya resiko yang dapat mengancam keselamatan kerja sehingga
perlu adanya upaya perlindungan tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja bertujuan
untuk memberikan hak-hak dasar tenaga kerja, sebagai wujud nyata dari upaya
negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya maka dari itu pemerintah
memberikan program jaminan sosial tenaga kerja sebagai manfaat dan bentuk
perlindungan bagi tenaga kerja itu sendiri serta keluarganya dari hal yang tidak
terduga akibat resiko yang ditimbulkan dari pekerjaannya. Berbicara mengenai
jaminan sosial tenaga kerja, maka salah satu produknya adalah jaminan hari tua.
Jaminan hari tua adalah bekal atau tabungan para pekerja ketika akan memasuki usia
pensiun, cacat total tetap atau berhenti bekerja yang digunakan sebagai jaminan
untuk mengurangi resiko-resiko ekonomi bagi pekerja. Adapun permasalahan dalam
skripsi ini adalah bagaimana perlindungan hak jaminan hari tua dalam Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS dan Permenaker Nomor 4 Tahun 2022
Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan
data kepustakaan dari berbagai literatur buku, jurnal peraturan perundang-undangan
dll. Analisis data dilakukan dengan dengan cara normatif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlindungan terhadap peserta program JHT dilakukan oleh
BPJS Ketenagakerjaan dengan cara melakukan sebuah pengawasan dan
pemeriksaan (wasrik). Pengawasan dilakukan secara internal dan eksternal,
pengawasan internal dilakukan oleh organ pengawas BPJS yang terdiri atas Dewan
Pengawas dan Satuan Pengawas Internal (SPI) dan Pengawasan eksternal BPJS
dilakukan oleh DJSN serta lembaga pengawas independen seperti BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan), OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi). Perlindungan hak jaminan hari tua juga diatur dengan
ketentuan pemberian sanksi administratif bagi para pemberi kerja/pengusaha.
Ketentuan sanksi administratif tersebut berupa teguran tertulis, denda, atau tidak
mendapatkan pelayanan publik. Walaupun masih terdapat kesulitan dalam
memastikan pelayanan manfaat JHT dapat terlayani dengan mudah, dalam
melakukan klaim melalui beberapa kanal/saluran layanan.
Kata Kunci: perlindungan kerja; jaminan sosial tenaga kerja; jaminan hari tua

vii
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Perlindungan Hak Jaminan Hari Tua Bzerdasarkan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Dan Permenaker Nomor 4 Tahun 2022

Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari

Tua”.

Penulis menyadari bahwa tulisan tidak akan selesai tanpa bantuan dan

dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Tidak lupa juga kepada kedua orang

tua penulis yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik sejak kecil hingga

kuliah, terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan kepada penulis

semoga selalu diberikan kesehatan dan rezeki oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam

kesempatan ini juga perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. (HC) Drs. H. Darsono selaku Ketua Yayasan Sasmita Jaya Group.
2. Bapak Dr. E. Nurzaman, A.M. M.M., M.SI. selaku Rektor Universitas
Pamulang.
3. Bapak Dr. Oksidelfa Yanto, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Pamulang.
4. Bapak Dr. Taufik Kurrohman, S.H.I., M.H. selaku Ketua Program Studi
Ilmu Hukum Universitas Pamulang.
5. Bapak Ayyub Kadriah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah meluangkan waktu dan tenaga serta pikirannya untuk membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

viii
6. Kantor Pusat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
dan seluruh jajarannya yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada
penulis untuk mengadakan sebuah penelitian di Kantor Pusat Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
7. Bapak Brian Aprinto, S.T., M.M. selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan
Program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) yang telah
bersedia memberikan data dan informasi kepada penulis.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang yang selama ini telah
mengajar, mendidik, dan membimbing serta memberikan ilmu akademiknya
kepada penulis.

9. Untuk teman-teman Mahasiswa dan Mahasiwi Fakultas Hukum Universitas


Pamulang Reg A atas dukungannya.

Demikianlah atas segala doa dan dukungannya baik dari semua pihak,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga ilmu
pengetahuan yang dipelajari penulis selama masa perkuliahan dapat berguna bagi
Agama, Bangsa, dan Negara.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ............................................................v
MOTTO/DEDIKASI ........................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................7
E. Kerangka Teori....................................................................................8
F. Orisinalitas Penelitian .......................................................................19
G. Sistematika Penulisan .......................................................................21
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA
KERJA...............................................................................................24
A. Tinjauan Umum Jaminan Sosial Tenaga Kerja ................................24
B. Tinjauan Umum Jaminan Hari Tua ..................................................35
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................41
A. Jenis Penelitian ..................................................................................41
B. Spesifikasi Penelitian ........................................................................43
C. Sumber dan Jenis Data ......................................................................45
D. Lokasi Penelitian ...............................................................................49
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................49
F. Teknik Analisis Data.........................................................................50

x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN ...........58
A. Jaminan Hari Tua Di Indonesia ..........................................................58
B. Perlindungan Hak Jaminan Hari Tua Dalam Permenaker No. 4 Tahun
2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan
Hari Tua ..............................................................................................70
BAB V PENUTUP ...........................................................................................77
A. Kesimpulan ........................................................................................77
B. Saran ...................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................81
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama Lengkap : Imam Wicaksono Wibowo


2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tempat Tanggal Lahir : Lebak, 28 Juli 2000
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan :-
6. Jabatan/Status : Mahasiswa
7. Alamat : Jl. Siliwangi BTN Pasir Ona Blok B.13 No. 9
Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten.
8. E-Mail : imamwicaksono540@gmail.com

B. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri 1 Rangkasbitung Barat (2006-2012)
2. SMP Negeri 4 Rangkasbitung (2012-2015)
3. SMA Negeri 2 Rangkasbitung (2015-2018)

C. PESERTA TRAINING/SEMINAR/KULIAH/WORKSHOP
1. Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Pamulang dengan tema:
“Urgensi Hak Kekayaan Intelektual Sebagai upaya Peningkatan Daya
Saing Bangsa Dalam Ekonomi Monopolistik Dan Integrasi Ekonomi”
2. Webinar Nasional Fakultas Hukum Universitas Pamulang dengan tema:
“Isu-isu Krusial Dalam Pemilu: Apa Manfaat Untuk Rakyat?”
3. Seminar dan Diskusi Panel Fakultas Hukum dan Badan Pengawas
Pemilihan Umum Provinsi Banten dengan tema: “Evaluasi Pelaksanaan
Pengawasan Pemilu 2019 di Banten Untuk Mewujudkan Keadilan
Pemilu.
4. Webinar Nasional Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pamulang dengan tema: “Isu-isu Krusial Dalam Hukum
Keluarga.

xii
5. Seminar dan Diskusi Panel Fakultas Hukum dan Badan Pengawas
Pemilihan Umum Provinsi Banten dengan tema: “Evaluasi Pelaksanaan
Pengawasan Pemilu 2019 di Banten Untuk Mewujudkan Keadilan
Pemilu.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan karena peranan

mereka sangat penting dan menentukan. Tanpa tenaga kerja, perusahaan tidak akan

bisa jalan dan tidak akan bisa juga ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional1.

Pembangunan di bidang ketenagakerjaan adalah merupakan bagian dari

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, seperti yang diamanatkan oleh

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan tersebut adalah untuk

meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan

masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual2.

Dalam pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan, peranan tenaga kerja

sebagai pelaku dalam proses pembangunan mengakibatkan tingginya resiko yang

dapat mengancam keselamatan kerja sehingga perlu adanya upaya perlindungan

terhadap tenaga kerja.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa pembangunan ketenagakerjaan

bertujuan antara lain memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam

mewujudkan kesejahteraan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja

dan keluarganya3.

1
Martono Anggusti, Pengelolaan Perusahaan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja, Bhuana
Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2019, hlm. 248.
2
Suratman, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Raja Grafindo, Depok,
2019, hlm. 7.
3
Nuradi dan Edi Rohaedi, Hukum Ketenagakerjaan Dalam Perspektif Perlindungan
Pekerja Alih Daya, PT. Mandala Nasional, Jakarta Pusat, 2021, hlm. 231.

1
2

Perlindungan terhadap tenaga kerja bertujuan untuk memberikan hak-hak

dasar tenaga kerja, sebagai wujud nyata dari upaya negara untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyatnya maka dari itu pemerintah memberikan program jaminan

sosial tenaga kerja sebagai manfaat dan bentuk perlindungan bagi tenaga kerja itu

sendiri serta keluarganya dari hal yang tidak terduga akibat resiko yang ditimbulkan

dari pekerjaannya.

Berbicara mengenai jaminan yang disediakan oleh pemerintah, maka salah

satu produknya adalah jaminan hari tua. Yang mana jaminan ini diperuntukkan

ketika pekerja formal telah memasuki usia yang tidak produktif saat sekarang masih

dalam waktu bekerja. Pekerja formal yang dimaksud adalah pekerja yang memang

mempunyai keterikatan khusus dengan suatu perusahaan atau lainnya yang

mengadakan perjanjian4.

Dengan demikian fungsi negara adalah membebaskan warga negara dari

kemiskinan serta memberikan perlindungan sosial kepada seluruh warga negara.

Untuk itu negara wajib melaksanakan berbagai kebijakan dan kegiatan untuk

membebaskan setiap warga negara dari kemiskinan5.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada dasarnya setiap orang

pasti akan bekerja, dalam melakukan pekerjaan tersebut selalu akan ada resiko yang

ditimbulkan baik dalam bentuk kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja,

maupun masa hari tua, ketika para pekerja tersebut sudah tidak lagi bekerja dan

4
Anggi Chrisye Piteradja, Masjie Silija Pangkey, Joyce Jacinta Rares, Implementasi
Program Jaminan Hari tua di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kota
Manado, Jurnal Administrasi Publik, Vol 4, No. 2, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Manado, 2018,
hlm. 2.
5
Nuradi dan Edi Rohaedi, Op.Cit, hlm. 4.
3

memasuki masa hari tua peran penting jaminan sosial menjadi bagian nomor satu

bagi mereka sebagai tabungan/modal usaha, salah satu diantaranya adalah jaminan

hari tua.

Yang dimaksud dengan jaminan hari tua yang selanjutnya disingkat JHT

adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki

usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap6. Jadi dengan

adanya program jaminan hari tua ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan

para pekerja/buruh serta keluarganya apabila sudah tidak lagi bekerja atau

memasuki masa usia pensiun, kesejahteraan tersebut salah satunya dengan

menjamin perlindungan hak akan jaminan sosial hari tua tersebut.

Karena, salah satu tugas dari suatu negara adalah menjamin kesejahteraan

rakyatnya, seperti yang tertuang didalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: “Negara mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Maka atas dasar

tersebut diterbitkanlah Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS sebagai

badan pelaksananya.

Namun pada kenyataannya, hak para pekerja tersebut masih sering kali

mengalami kendala, salah satu diantaranya yaitu krisis terjaminnya para

pekerja/buruh ketika memasuki masa usia pensiun dan para pekerja yang berhenti

6
Junaidi Abdullah, Bentuk-Bentuk Jaminan Sosial dan Manfaatnya Bagi Tenaga Kerja
Dalam Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 9, No.
1, 2018, hlm. 125.
4

bekerja akibat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), atau mengundurkan diri

(resign) serta mengalami kecelakaan kerja.

Pada awal bulan februari pemerintah mengeluarkan peraturan kebijakan

terbaru yang berkaitan dengan perburuhan terkait dengan jaminan sosial tenaga

kerja khususnya mengenai jaminan hari tua. Peraturan ini adalah Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No. 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran

Manfaat Jaminan Hari Tua. Kebijakan ini memberikan penegasan terbaru terhadap

pemberian manfaat jaminan hari tua dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 19

Tahun 2015 Tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari

Tua.

Di dalam aturan Permenaker No. 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan

Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua diatur pemberian manfaat JHT

dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan

bagi peserta yang berhenti bekerja yang meliputi peserta terkena Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri (resign) terhitung sejak masa

bekerja berhenti. Namun tetapi pada Permenaker No. 2 Tahun 2022 Tentang Cara

dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, pemberian manfaat JHT

diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 tahun termasuk juga peserta

yang berhenti bekerja.

Secara kompleks Permenaker No. 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan

Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua telah sempat ditetapkan namun

kemudian dicabut kembali. Pasalnya pasca penerbitan Permenaker No. 2 Tahun


5

2022 tersebut menuai polemik pro dan kontra di kalangan sektor ketenagakerjaan.

Selain itu juga Permenaker No. 2 Tahun 2022 mendapat penolakan dari berbagai

kalangan serikat buruh.

Hingga kini pemerintah kembali lagi menerbitkan aturan JHT terbaru

setelah sebelumnya diprotes oleh beberapa para pekerja/buruh. Peraturan tersebut

adaalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara

Persyaratan dan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, yang telah mencabut

beberapa peraturan sebelumnya meliputi Permenaker No. 19 Tahun 2015 dan

Permenaker No. 2 Tahun 2022.

Hal tersebut menurut penulis ada berbagai kemungkinan, mengenai

perlindungan hak jaminan hari tua yang mengalami kendala bisa dari pihak terkait

yang sengaja melakukan penyimpangan dari peraturan-peraturan yang berlaku, atau

dari para pekerja yang kurang mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku. Dan

seharusnya peraturan-peraturan baru baik Peraturan pelaksana maupun Undang-

undang dapat menjadi jaring pengaman bagi hari tua nya serta sekaligus sebagai

jaring pengaman pasca kerja bagi pekerja dalam memberikan kepastian hukum

dalam proses perlindungan hak para pekerja, serta tidak memberikan kesulitan

tersendiri bagi pekerja tersebut di tengah kondisi perekonomian yang lesu akibat

dampak covid-19.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan

mengkaji serta mengetahui lebih jelas mengenai program jaminan sosial tenaga

kerja khususnya mengenai tentang perlindungan hak jaminan hari tua. Maka dari
6

itu penulis mengadakan sebuah penyusunan skrispi dengan judul: “Perlindungan

Hak Jaminan Hari Tua Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Tentang BPJS Dan Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara

Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana perlindungan hak jaminan hari tua dalam Undang-Undang No. 24

Tahun 2011 Tentang BPJS dihubungkan dengan Permenaker No. 4 Tahun 2022

Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua?

2. Bagaimana perlindungan hak jaminan hari tua dalam Permenaker No. 4 Tahun

2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari

Tua?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan hak jaminan hari

tua dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS dihubungkan

dengan Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan hak jaminan hari

tua dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Untuk menambah serta meningkatkan wawasan dan pengetahuan

ilmu hukum di bidang ketenagakerjaan mengenai program jaminan sosial

tenaga kerja khususnya terhadap perlindungan hak jaminan hari tua, serta

sebagai salah satu syarat persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum Strata Satu (S.1) pada Fakultas Hukum Universitas Pamulang.

b. Bagi Universitas Pamulang

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Hukum

Ketenagakerjaan dalam kaitannya terhadap program jaminan sosial tenaga

kerja yang salah satu bahasan diantaranya mengenai jaminan hari tua.

c. Bagi Pekerja

Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan tentang program jaminan hari tua khususnya mengenai

perlindungan hak jaminan hari tua melalui Undang-Undang No. 24 Tahun

2011 Tentang BPJS dan Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara

dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua serta dapat

memberikan masukan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup orang

banyak khususnya terhadap para pekerja/buruh dalam memenuhi

kebutuhan hidup keluarganya.


8

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi serta

memberikan kontribusi bagi pihak-pihak yang berwenang dalam

penyempurnaan pelaksanaan program jaminan hari tua terutama mengenai

perlindungan hak jaminan hari tua dalam rangka upaya peningkatan

kesejahteraan tenaga kerja.

E. Kerangka Teori

Kerangka teoritik merupakan salah satu sub bahasan awal dalam

penyusunan penelitian yang keberadaan nya sangat penting bagi peneliti ketika

akan melakukan analisis terhadap seluruh permasalahan yang dikaji, termasuk

dalam pelaksanaan penelitian di bidang ilmu hukum. Peran penting penguraiann

kerangka teoritik dalam penelitian hukum akan dapat diketahui dengan terlebih

dahulu memahami makna dari teori, baik ditinjau dari aspek etimologi (bahasa)

maupun aspek terminologi (istilah) beserta fungsi nya dalam sebuah penelitian.

Guna mendpatkan hasil penelitian yang maksimal, seorang peneliti harus mampu

memilih dan menggunakan teori-teori yang tepat dan bersesuaian dengan

permasalahan (isu hukum) yang diteliti7. Keberadaan teori dalam penelitian hukum

sangat penting dan bermanfaat untuk memberikan dukungan dalam menganalisis

permasalahan yang diteliti atau untuk menguji hipotesis. Sehingga teori berfungsi

sebagai pisau atau alat analisis terhadap permasalahan yang dikaji atau diteliti8.

7
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, UPT. Mataram University Press, Mataram, 2020,
hlm. 39-40.
8
Ibid, hlm. 40-41.
9

Dengan demikian fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan sebuah arahan atau petunjuk serta menjelaskan permasalahan, gejala,

atau fenomena yang diamati, yang dikarenakan dalam penelitian ini merupakan

penelitian hukum normatif, maka uraian teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

1. Teori Keadilan Hukum

Pada abad modern John Borden Rawls dianggap sebagai salah satu

orang yang memiliki peran yang penting dalam mengembangkan konsep

keadilan. Dalam pendapatnya, Rawls mengemukakan bahwa9:

“Keadilan harus dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan asas


keadilan, berupa setiap orang hendaknya memiliki hak yang sama
mendapatkan kebebasan dasar (basic liberties) serta perbedaan sosial
dan ekonominya hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memberi
manfaat yang besar bagi mereka yang berkedudukan paling tidak
beruntung, dan bertalian dengan jabatan serta kedudukan yang terbuka
bagi semua orang berdasarkan persamaan kesempatan yang layak”.

Menurut pendapat John Rawls beliau mengkonsepsikan keadilan

sebagai fairness, yang berarti bahwa keadilan haruslah memuat asas-asas

bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk

mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh

kedudukan yang sama pada saat akan memulainya10.

Dalam merumuskan konsep fairness, Rawls memperkenalkan satu

kapasitas penting yang dengan itu, masyarakat plural tetap bisa hidup bersama.

Ia menamai kapasitas ini sebagai reasonableness yang penulis terjemahkan

9
Inge Dwisvimiar, Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 11, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, hlm. 7.
10
John Rawls, Teori Keadilan Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2019, hlm. 13.
10

menjadi kewarasan publik. Dalam reasonableness and fairness, Christopher

McMahon memahami reasonableness sebagai konsep yang sangat terkait

dengan pengertian fairnes. Menurutnya, pemahaman mengenai konsep ini

banyak merujuk pada pandangan John Rawls dalam Political Liberalism.

Namun, konsep ini juga bisa ditemukan dalam pandangan Thomas M. Scanlon.

Scanlon memahami reasonableness pada tindakan yang pasti disetujui oleh satu

set prinsip yang secara waras tidak dapat kita tolak11.

Pandangan Rawls mengenai hal ini banyak dipengaruhi oleh Immanuel

Kant (1724-1804), filsuf besar Abad Pencerahan. Dalam merumuskan etika

kewajiban atau etika deontologis, Kant memiliki konsep otonomi. Ia memahami

otonomi sebagai kemampuan untuk membuat hukum dari diri sendiri (auto =

diri; dan nomos = hukum). Dengan konsep ini ia memahami kewajiban sebagai

perintah yang datang dari pribadi yang otonom dan bebas. Pribadi yang rasional

dan bebas tidak akan bisa menghindar dari perintah ini. Ia menyebut perintah

ini sebagai imperatif kategoris (categorical imperative), bukan imperatif

hipotetis (hypothetical imperative)12.

Pandangan Kant tersebut kemudian diformulasi ulang oleh Rawls

menjadi konstruktivisme Kantian. Dengan formulasi ini, ia memahami bahwa

prinsip-prinsip keadilan adalah ekspresi dari makhluk rasional yang bebas dan

setara. Rumusan mengenai posisi asal (the original position) yang akan

11
Christopher McMahon, Reasonableness and Fairness: A historical Theory, Cambridge
University Press, 2016, hlm. 1.
12
Immanuel Kant, Groundwork for the Metaphysics of Morals, Diedit dan diterjemahkan
oleh Allen Wood, New Haven: Yale University Press, 2002, 10; 37, hlm. 46-47, Michael Sandel,
Justice: What's the Right Thing to Do?, New York : Penguin Books, 2009, 49-49, hlm. 111-113,
123-124.
11

dijelaskan nanti merupakan ruang imajiner bagi makhluk rasional yang bebas

dan setara untuk menghasilkan satu kesepakatan yang fair13.

Dalam mencari konsep fairness, rawls mengajak kita memahami salah

satu ide penting dalam teori keadilannya, yakni ide posisi asali (the original

position). Melalui ide posisi asali ia menunjukkan arti fairness, dan bagaimana

ia bisa dihasilkan. Ide posisi asali ini memiliki kesinambungan dengan konsep

kondisi alamiah (state of nature) yang umunya diajukan oleh para peletak dasar

teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes dan John Locke14.

Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632- 1704) adalah filsuf

Abad Modern yang menjadi peletak dasar teori kontrak sosial. Dalam

merumuskan teori itu mereka memiliki konsep yang disebut kondisi alamiah

(state of nature). Meski menggunakan istilah yang sama mereka berdua

memahami kondisi alamiah dalam makna yang berbeda. Hobbes memahami

kondisi alamiah sebagai kondisi perang semua melawan semua (bellum

omnium contra omnes) atau kondisi di mana manusia menjadi serigala bagi

manusia yang lain (homo homini lupus). Intinya, kondisi alamiah adalah

kondisi yang sangat mengerikan (state of war) dan tidak diinginkan. Sementara

Locke justru memahami kondisi alamiah ini sebagai kondisi yang ideal karena

di fase ini manusia memiliki kebebasan dan kesetaraan yang sempurna. Namun

karena ada kebutuhan untuk menjamin agar kebebasan dan kesetaraan ini bisa

lebih terlindungi, ia kemudian mengajukan ide kontrak sosial untuk membentuk

13
Samuel Freeman, Rawls, London and New York, Routledge, 2007, hlm. 284-285.
14
Thomas Hobbes, Leviathan, ed. C. B. Macpherson, Hardmondsworth, Middlesex:
Penguin Books, 1974, hlm. 89. Lihat juga John Locke, Two Treatises of Government, Cambridge,
Cambridge University Press, 1970, hlm. 287.
12

negara. Baginya, fungsi negara adalah untuk menjamin kebebasan dan

kesetaraan manusia.

Dalam penilaian Rawls, sebuah posisi dapat disebut fair jika posisi itu

menjamin semua pihak yang terlibat di dalamnya sebagai orang-orang yang

bebas dan setara. Prinsip kebebasan dan kesetaraan menjadi pengandaian

penting untuk memahami makna fairness15. Pandangan ini dipengaruhi John

Locke dan Jean-Jacques Rousseau yang mengatakan bahwa sebuah konstitusi

dapat dikatakan adil sejauh konstitusi itu dihasilkan dari para individu yang

bebas16. Rawls kemudian menambahkan bahwa sebuah kesepakatan dapat

dikatakan fair jika kesepakatan yang dihasilkan tidak diderivasi dari satu

otoritas ilahi atau dari satu pandangan moral tertentu17.

Rawls menegaskan bahwa dalam posisi asali, kita harus melepas semua

pengetahuan mengenai posisi sosial dan semua atribut yang kita miliki dalam

kehidupan riil18. Di fase ini, semua orang yang ada dalam posisi asali tidak

mengetahui atribut-atribut yang dapat membuat mereka melakukan

pertimbangan-pertimbangan kompromistis untuk memaksimalkan kepentingan

pribadi atau kelompoknya. Dengan kata lain, dalam posisi asali, semua orang

berada dalam tirai ketidaktahuan (veil of ignorance)19. Mereka tidak

mengetahui apakah kesepakatan yang mereka buat akan menguntungkan

15
Rawls, Justice as Fairness, hlm. 16.
16
Samuel Freeman, Introduction: John Rawls – An Overview dalam Samuel Freeman (ed.),
The Cambridge Companion to Rawls, Cambridge, Cambridge University Press, 2003, hlm. 3.
17
Rawls, Op.Cit, hlm. 15.
18
Ibid, hlm. 15.
19
Colin Farrelly, Introduction to Contemporary Political Theory, Sage Publications,
London, 2004, hlm. 8.
13

mereka secara pribadi atau tidak. Menurut Rawls, dalam tirai ketidaktahuan

mereka tidak mengetahui posisi sosial, jenis kelamin, agama atau keyakinan

yang dianut, dan lain-lain20.

Dalam penilaian Rawls, karena ketidaktahuan akan atribut mereka pasca

posisi asali, mereka akan menyepakati keputusan yang dia anggap paling fair

untuk semua pihak. Misalnya, kesepakatan bahwa semua warga negara

memiliki kebebasan yang setara (equal liberty) apapun latar belakang sosial,

agama dan budaya mereka, adalah kesepakatan yang secara rasional dan waras

pasti diambil oleh individu di fase posisi asali. Ini adalah kesepakatan yang

dianggap paling fair21.

Sementara itu, konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh

Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan

keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin

tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang

keadilan yang tengah berkembang. Melalui dua teori tersebut, Rawls mencoba

menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan yang adil. Itulah

sebabnya mengapa Rawls menyebut teorinya tersebut sebagai “justice as

fairness”22.

Rawls menjelaskan bahwa para pihak di dalam posisi asali masing-

masing akan mengadopsi dua prinsip keadilan utama. Pertama, setiap orang

20
Ibid, hlm. 8
21
Sunaryo, Konsep Fairness John Rawls, Kritik dan Relevansinya, Jurnal Konstitusi, Vol.
19, No. 1, Jakarta, 2022. hlm. 9.
22
Pan Mohhamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls (John Rawls A Theory Of Justice),
Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No. 1, 2009, hlm. 140.
14

memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling luas dan

kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain. Kedua,

ketidaksamaan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa, sehingga diperoleh

manfaat sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak

diuntungkan, dan jabatan-jabatan dan posisi-posisi harus dibuka bagi semua

orang dalam keadaan dimana adanya persamaan kesempatan yang adil. Dengan

demikianlah refleksi filosofis terhadap makna keadilan sebagai “fairness”

dalam teori keadilan John Rawls.

Teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls tersebut secara

langsung berhubungan dengan yang ada didalam penelitian ini, masalah terkait

dengan keadilan yang selalu menjadi permasalahan oleh para pekerja yang

dalam hal ini terkait dengan hak-hak pokok para pekerja mengenai jaminan

sosial tenaga kerja yang salah satu diantaranya yaitu jaminan hari tua. Dari hal

tersebut pemerintah berusaha menyelesaikan permasalahan mengenai keadilan

tersebut dengan memberikan sebuah perlindungan atau payung hukum berupa

peraturan perundang-undangan dalam hal ini Undang-Undang No. 24 Tahun

2011 Tentang BPJS dan peraturan pelaksana dalam hal ini Permenaker No. 4

Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan

Hari Tua guna melindungi hak ekonomis sosial pekerja, yang dimaksud dalam

hal ini jaminan sosial tenaga kerja yang menyangkut jaminan hari tua agar

terciptanya keadilan serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh.

Oleh karena itu masalah mengenai keadilan ini sangatlah penting untuk

diperhatikan karena keadilan ini menyentuh sektor kehidupan para pekerja yang
15

mana apabila tidak terpenuhi akan menimbulkan suatu permasalahan di

lingkungan sosial masyarakat.

Dengan digunakannya teori keadilan dalam penelitian ini dapat

digunakan untuk mengkaji dan mengetahui pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat

Jaminan Hari Tua dalam perlindungan hak jaminan hari tua apakah telah

diterapkan sesuai dengan peraturan yang ada dan ketentuan yang berlaku.

Teori keadilan dalam penelitian ini juga digunakan untuk mengetahui

seberapa besar peraturan yang ada dapat memberikan keadilan bagi para tenaga

kerja tersebut dari hal yang tidak terduga akibat resiko yang ditimbulkan dari

sebuah pekerjaan dan juga merupakan sebuah bentuk tanggung jawab untuk

menjamin kesejahteraan para pekerja. Karena, dengan adanya jaminan hari tua

diharapkan dapat memberikan proteksi bagi para pekerja ketika memasuki masa

tua nanti atau resiko dari sebuah pekerjaannya serta dapat memberikan dampak

yang positif bagi peningkatan produktivitas usaha dan disiplin kerja.

2. Teori Perikatan

Dalam menjalin sebuah hubungan hukum para pihak yang melakukan

sebuah perikatan baik orang maupun badan hukum atau badan usaha harus

dilaksanakan dengan itikad baik dalam mengikatkan dirinya dalam menjalin

sebuah hubungan hukum.

Itikad baik dapat dibedakan dalam pengertian subjektif dan objektif.

Itikad baik dari segi subjektif berarti kejujuran. Hal ini berhubungan erat dengan
16

sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian. Itikad baik dalam segi

objektif berarti kepatuhan yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian

atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban haruslah

mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan23.

Karena tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik

karena undang-undang. Namun demikian, perikatan juga dapat bersumber dari

jurisprudensi, hukum tertulis, dan hukum tidak tertulis serta ilmu pengetahuan

hukum.

Kata “itikad baik” awalnya mulai digunakan pada masa Kerajaan

Romawi dengan sebutan “bona fides”. Lalu kata “itikad baik” mulai populer

dalam bahasa Inggris yaitu “good faith”. Itikad baik merupakan sebuah asas

hukum dalam hukum perdata yang berkaitan dengan niat baik seseorang serta

kejujuran dan ketulusan hati seseorang dalam menjalin hubungan hukum24.

Dalam hukum perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk

tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu

adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar

undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak

berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah

disepakati dalam perjanjian25.

23
Joko Sriwidodo dan Kristiawanto, Memahami Hukum Perikatan, Kepel Press,
Yogyakarta, 2021, hlm. 112-113.
24
Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, 2010,
hlm. 9.
25
Joko Sriwidodo dan Kristiawanto, Op.Cit, hlm. 4.
17

Sedangkan menurut Prof. R. Subekti, S.H. mengatakan bahwa:

“Suatu Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang


atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu”.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam hal ini pihak yang berhak

menuntut sesuatu (jaminan hari tua) adalah para pekerja, sedangkan pihak yang

berkewajiban memenuhi tuntutan hak tersebut dalam hal ini yaitu jaminan hari

tua adalah pemberi kerja. Perhubungan antara dua pihak tersebut merupakan

sebuah hubungan hukum, yang berarti bahwa hak para pekerja itu dijamin oleh

hukum atau undang-undang, dan apabila tuntutan itu tidak terpenuhi maka dapat

menuntutnya dihadapan hakim.

Dengan demikian, menurut analisa penulis hal tersebut sangat

berhubungan dengan penelitian ini sebab di dalam suatu perikatan timbulah

suatu perjanjian yang mengikat antara kedua belah pihak baik dalam perorangan

maupun badan hukum/badan usaha, yang dimana orang tersebut dalam

penelitian ini baik para pekerja dengan perusahaan/badan usaha yang keduanya

saling terikat dan bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu.

Dengan digunakannya teori perikatan ini jika dikaitkan dengan

penelitian ini, maka dengan dikeluarkannya peraturan baru yaitu Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua oleh pemerintah apakah telah terjamin

oleh hukum atau undang-undang dan sesuai dengan teori perikatan yang mana
18

para pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja terikat hubungan hukum yang

dengan demikian para pihak tersebut wajib memenuhi hak dan kewajiban nya.

Teori perikatan ini juga untuk mengetahui keterikatan pekerja dengan

pengusaha/pemberi kerja tersebut terhadap badan penyelenggara jaminan sosial

ketenagakerjaan dengan berlakunya Permenaker No. 4 Tahun 2022 apabila

pengusaha/pemberi kerja tersebut lalai dalam memenuhi hak dan kewajibannya.

Dan juga diharapkan bagi para pihak dapat mentaati undang-undang dan

peraturan yang berlaku sehingga apabila melanggar perjanjian yang telah dibuat

sama halnya dengan melanggar peraturan perundang-undangan dan perjanjian

yang telah dibuat secara sah mengikat bagi pihak-pihak tersebut.

3. Teori Perlindungan Hukum

Teori ini dipergunakan untuk mengkaji dan menganalisis wujud nyata

dari upaya negara dan peran pemerintah dalam memberikan hak-hak dasar

setiap tenaga kerja yaitu dengan memberikan jaminan sosial tenaga kerja

khusunya dalam hal ini mengenai jaminan hari tua sebagai upaya untuk

meningkatkan kesejahteraannya dengan mewujudkan perlindungan hukum bagi

rakyatnya yang dalam hal ini berperan sebagai buruh atau tenaga kerja.

Sajipto Rahardjo dalam bukunya (1982:93) menjelaskan bahwa:

“Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak


Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan
perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel,
melainkan juga prediktif dan atisipatif. Hukum dibutuhkan untuk
mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi, dan politik
untuk memperoleh keadilan sosial”.
19

Dengan demikian dengan digunakannya teori perlindungan hukum

dalam penelitian ini maka sangat erat kaitannya dengan topik penelitian ini

mengenai perlindungan hak jaminan hari tua. Maka dengan adanya Undang-

Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS sebagai badan pelaksana, berfungsi

untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap tenaga kerja dan juga

dengan dikeluarkannya peraturan baru sebagai peraturan pelaksana dalam hal

ini Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan

Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua apakah sudah dapat

memberikan suatu perlindungan sesuai dengan teori menurut pakar hukum

diatas sebagai salah satu fungsi hukum untuk memberikan suatu keadilan,

kepastian, dan kemanfaatan bagi tenaga kerja.

F. Orisinalitas Penelitian

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan program jaminan sosial tenaga

kerja khususnya mengenai tentang jaminan hari tua di Indonesia merupakan acuan

bagi penulis sebagai referensi dan ide pemikiran, yang kemudian dikembangkan

guna memperoleh kebaruan dalam penelitian ini. Untuk dapat menunjukkan

kebaruan dalam penelitian ini, maka ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat

dikomparasikan dengan penelitian ini diantaranya:

1. Tory Chaesar Syahputra (2016), “Pemberian Jaminan Hari Tua Terhadap

Pekerja Waktu Tertentu Ditinjau dari Pasal 4 Ayat (2) PP No. 46 Tahun 2015

Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.” Fakultas Hukum,

Universitas Brawijaya.
20

Persamaan dalam penelitian skripsi Tory Chaesar Syahputra dengan

penelitian ini yaitu sama-sama membahas objek penelitian yang sama di bidang

hukum ketenagakerjaan yang terkait dengan program jaminan sosial tenaga

kerja khususnya jaminan hari tua.

Hal yang membedakan dalam penelitian skripsi Tory Chaesar Syahputra

dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian Tory Chaesar Syahputra terkait

dengan program jaminan hari tua dalam permasalahannya fokus terhadap pada

pekerja waktu tertentu saja yang ditinjau dari PP No. 46 Tahun 2015 Tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Sedangkan dalam penelitian ini

diperuntukkan bagi semua pekerja yang ditinjau dari Undang-Undang No. 24

Tahun 2011 Tentang BPJS dan Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata

Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

2. Chyntia Yolanda Siagian (2019), “ Implemenetasi Program Jaminan Hari Tua

Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Cabang Palembang

di Kota Palembang.” Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sriwijaya.

Persamaan dalam penelitian skripsi Chyntia Yolanda Siagian dengan

penelitian ini yaitu membahas objek penelitian yang sama di bidang hukum

ketenagakerjaan yang terkait dengan jaminan sosial tenaga kerja khususnya

jaminan hari tua.

Hal yang membedakan dalam penelitian skripsi Chyntia Yolanda

Siagian dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian Chyntia Yolanda Siagian
21

terkait dengan program jaminan hari tua hanya memfokuskan permasalahan

pada pelaksanaan programnya saja. Sedangkan perbedaannya dalam penelitian

ini terfokus secara rinci pada perlindungan hak jaminan hari tua nya, selain itu

metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini juga berbeda dengan

penelitian skripsi Chyntia Yolanda Siagian.

3. Sindi Khairunnisa (2021), “Perlindungan Hukum Bagi Peserta Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Ditinjau Dari Undang-

undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.” Fakultas Hukum, Universitas

Muhammadiyah Mataram.

Persamaan dalam penelitian skripsi Sindi Khairunnisa dengan penelitian

ini adalah sama-sama membahas penelitian hukum di bidang ketenagakerjaan

yang berkaitan dengan jaminan sosial tenaga kerja khususnya mengenai

jaminan hari tua .

Hal yang membedakan antara penelitian Sindi Khairunnisa dengan

penelitian ini adalah dalam penelitian ini mengenai perlindungan jaminan hari

tua tidak hanya ditinjau melalui Undang-Undang BPJS saja, melainkan juga

dalam aturan baru yang tertuang dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “Perlindungan Hak Jaminan Hari

Tua Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Dan

Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran

Manfaat Jaminan Hari Tua”, disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
22

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan mengenai pendahuluan secara umum yang

meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teori, orisinalitas penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA

KERJA

Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan mengenai teori-teori yang

menyangkut tentang jaminan sosial tenaga kerja yang terdiri dari

perlindungan tenaga kerja, pengertian jaminan sosial tenaga kerja,

tujuan jaminan sosial tenaga kerja, dasar hukum jaminan sosial tenaga

kerja, pengertian jaminan hari tua, manfaat jaminan hari tua, dan prinsip

jaminan hari tua.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari jenis

penelitian, spesifikasi penelitian, sumber dan jenis data, lokasi

penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data yang

digunakan penulis sebagai pedoman dan arahan untuk memahami objek

penelitian.
23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis menguraikan laporan tentang hasil penelitian dan

pembahasan mengenai Perlindungan Hak Jaminan Hari Tua dalam

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS dan Permenaker No.

4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat

Jaminan Hari Tua.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dilakukan, serta memberikan saran berdasarkan

penelitian diatas.

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

A. Tinjauan Umum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

1. Perlindungan Tenaga Kerja

Jaminan adalah pengganti atas suatu keadaan yang disepakati, yang

diatur dalam berbagai peraturan, diantaranya adalah, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Sistem Jaminan

Sosial Nasional, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) serta

Undang-Undang dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya.

Menurut abdul hakim dalam yusuf subkhi26, perlindungan tenaga

kerja dimaksudkan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja

secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada

pihak yang lemah. Artinya perlindungan tenaga kerja merupakan jaminan

wajib bagi tiap pekerja yang bekerja untuk melindungi keselamatan dan

kesejahteraan hidupnya selama bekerja.

Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan

tuntunan, santunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak

asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang

berlaku dalam perusahaan. Dengan demikian, secara teoritis dikenal ada tiga

jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai berikut27:

26
Yusuf Subkhi, Tenaga Kerja Alih Daya (Outsorsing) Perspektif Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam, UIN Maliki Malang, 2012, hlm. 36.
27
Zaeni Asyahdie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia,
Rajawali Pers, Jakarta Timur, 2013, hlm. 20.

24
25

a. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang

ditimbulkan oleh pesawat atau alat kerja atau oleh bahan yang diolah atau

dikerjakan di perusahaan.

b. Perlindungan sosial, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu

mengenyam dan memperkembangkan perikehidupannya sebagai manusia

pada umumnya, sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.

c. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan

dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan

yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan

keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja

karena sesuatu kejadian di luar kehendaknya. Jenis perlindungan yang

ketiga (perlindungan ekonomis) inilah yang dikategorikan sebagai

jaminan sosial.

Menurut Pasal 1 ayat (31) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, mengatur mengenai perlindungan kerja yaitu:

“Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan


dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak
langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan
kerja yang aman dan sehat.”

Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya

tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha
26

wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja tersebut sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku28.

2. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional mendefinisikan jaminan sosial sebagai salah

satu bentuk perlindungan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak. Adapun Sistem Jaminan Sosial

Nasional itu sendiri sebagai suatu tata-kelola penyelenggaraan program

jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional)29.

Di dalam Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan juga bahwa setiap pekerja/buruh dan

keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi

menyelenggarakan 4 (empat) program, yaitu30:

a. Program Jaminan Kecelakaan Kerja;

b. Jaminan Hari Tua;

c. Jaminan Pensiun dan;

d. Jaminan Kematian.

28
Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2009, hlm. 105.
29
Junaidi Abdullah, Op.Cit, hlm. 122.
30
Suratman, Op.Cit, hlm. 208.
27

Hakikat program jaminan sosial tenaga kerja adalah memberikan

kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai

pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Penekanannya

terletak pada masa depan tenaga kerja. Program jaminan sosial tenaga kerja

dikaitkan dengan hal-hal tersebut31.

Pengertian lain dikemukakan oleh Agusmindah, bahwa jaminan sosial

adalah bentuk perlindungan bagi pekerja yang berkaitan dengan penghasilan

berupa materi, guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam hal

terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan sesorang tidak

dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan ekonomis32.

Pengertian ini mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi

pekerja di sektor formal dengan rumus yang telah ditentukan yaitu

berdasarkan partisipasi pekerja dan pengusaha yang menyetorkan porsi iuran

secara berkala. Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi sosial

sebagai dasar teknik jaminan sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan

bahwa jaminan sosial adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan

oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga dari segala akibat

yang muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena

berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan

taraf hidup yang layak33.

31
Suratman, Op.Cit, hlm. 93.
32
Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 11.
33
Vladimir Rys, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, hlm.
23.
28

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

jaminan sosial tenaga kerja merupakan bentuk perlindungan atas resiko-

resiko yang mungkin didapatkan bagi tenaga kerja dalam menjalankan

kewajibannya, yakni berupa manfaat-manfaat berupa perawatan, santunan

maupun manfaat-manfaat lainnya34.

Dari segi sejarah pelaksana, pelaksana jaminan sosial bagi tenaga

kerja dilakukan oleh PT. Jamsostek, namun dengan berlakunya Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial, maka pelaksana dari jaminan sosial tenaga kerja dilakukan oleh PT.

BPJS, lebih spesifik lagi adalah PT. BPJS Ketenagakerjaan35.

Di Indonesia, program negara dalam memberikan kepastian

perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD

NRI) 1945, Pasal 28 H ayat (2) dan Pasal 34 adalah Sistem Jaminan Sosial

Nasional yang kemudian disebut dengan SJSN. Amanat konstitusi tersebut

kemudian dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang mengubah secara

fundamental penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia, yaitu36:

34
Junaidi Abdullah, Op.Cit, hlm. 123.
35
Ibid. hlm. 123.
36
Tim Koordinasi Komunikasi Publik Terintegrasi Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan, “Buku Tanya Jawab Seputar : Sistem Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
(SJSN-TK)”, Jakarta, 2016, hlm. 2.
29

a. Dari upaya merespon masalah dan kebutuhan pemberi kerja terhadap

pekerja yang mempunyai keahlian dan produktivitas tinggi ke pemenuhan

hak warga negara.

b. Dari pengaturan oleh berbagai peraturan perundang-undangan hukum

jaminan sosial yang memberikan perlindungan dasar dan menjamin

kesamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara.

c. Dari penyelenggaraan oleh badan usaha pro-laba ke penyelenggaraan oleh

badan hukum publik nirlaba.

3. Tujuan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dari beberapa definisi jaminan sosial diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa tujuan jaminan sosial pada prinsipnya adalah37:

a. Sebagai sarana untuk memberikan perlindungan dasar bagi

pekerja/buruh guna mengatasi risiko-risiko ekonomis/sosial atau

peristiwa-peristiwa tertentu, seperti:

1) Kebutuhan akan pelayanan medis;

2) Tertundanya, hilangnya atau turunnya sebagian penghasilan yang

disebabkan karena: sakit, hamil, kecelakaan kerja dan penyakit

jabatan, hari tua, cacat, dan kematian pencari nafkah;

3) Tanggung jawab untuk keluarga dan anak-anak.

37
Zaeni Asyahadie, Op.Cit, hlm. 35-36.
30

b. Sebagai sarana untuk mencapai tujuan sosial dengan memberikan

ketenangan kerja bagi pekerja/buruh yang memiliki peranan besar bagi

pelaksana pembangunan.

Dengan demikian, tujuan dan manfaat jaminan sosial amat besar,

baik bagi pekerja/buruh maupun bagi pengusaha itu sendiri. Dengan

mengikutsertakan pekerja/buruhnya dalam program jaminan sosial tenaga

kerja, berarti pengusaha telah bertindak38:

a. Melindungi pekerja/buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi

segala risiko yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya peralatan

kerja yang serba modern dan mutakhir maupun karena penempatan

pekerja/buruh yang tidak pada tempatnya atau bukan keahliannya;

b. Mendidik para pekerja/buruhnya untuk berhemat atau menabung yang

dapat dinikmati sewaktu-waktu jika terjadi hal yang tidak diinginkan,

terutama dalam menghadapi risiko hari tua atau pensiun;

c. Melindungi perusahaan dari keharusan memberikan jaminan sosial

(sesuai dengan prinsip tanggung jawab pengusaha) yang

kemungkinannya akan berjumlah besar karena risiko yang menimpa

beberapa pekerja/buruh sekaligus, di mana risiko ini tidak diharapkan

terjadinya;

38
Ibid, hlm. 38-39.
31

d. Memberikan ketenangan kepada pekerja/buruh beserta keluarganya, karena

dengan terjadinya risiko yang tidak diharapkan, mereka akan memperoleh

jaminan yang memadai yang tidak sulit untuk mengurusnya;

e. Dengan diikutsertakannya pekerja/buruh dalam program jaminan sosial

tenaga kerja oleh pengusaha berarti pengusaha telah mencerminkan itikad

baik untuk melaksanakan suatu hubungan kerja yang berlandaskan nilai-

nilai Pancasila.

4. Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Sistem jaminan sosial nasional telah diatur dalam undang-undang

tersendiri, yaitu UU SJSN. Secara hierarkis, pembentukan UU SJSN didasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (disingkat UUD NRI 1945), hal

mana dijelaskan dalam bagian awal UU SJSN, diawali dengan kata

“mengingat” merupakan dasar hukum yang memuat dasar kewenangan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan

pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 5 ayat (1), Pasal 20,

Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)

UUD NRI 194539.

Salah satu amanat yang diemban oleh UU SJSN adalah membentuk

undang-undang tentang penyelenggaraan jaminan sosial. Dengan demikian,

pembentukan UU BPJS tidak lain merupakan tindak lanjut terhadap UU SJSN

39
Andika Wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Timur, hlm. 2.
32

dan Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU/III/2005,

guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk

melaksanakan program jaminan sosial di seluruh Indonesia40.

Pada tanggal 25 November 2011, UU BPJS diundangkan. UU BPJS

merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN yang

mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan

transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT

Taspen (Persero), dan PT Asabri (persero) menjadi Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial. Tranformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta,

program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban41.

Melalui UU BPJS dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan

kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan

kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program

jaminan sosial akan diperluas secara bertahap. Pada hakikatnya program

jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus

penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh

penghasilan yang kemungkinan bisa hilang.

40
Ibid, hlm. 27.
41
Ibid, hlm. 28.
33

Oleh karena itu, jaminan sosial tenaga kerja ini dikatakan mempunyai

beberapa aspek, antara lain42:

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan

tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.

Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja yang

dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 ini pada mulanya

sebagai pelaksanaan pada Pasal 15 Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Namun karena Undang-

undang tersebut terkahir sudah dicabut, maka yang menjadi dasar hukum utama

jaminan sosial tenaga kerja adalah Pasal 99 Undang-Undang No. 13 Tahun

2003, yang menyebutkan bahwa:

(1) “Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan

sosial tenaga kerja”

(2) “Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.”

Peraturan perundangan yang dimasudkan dalam ayat (2) adalah

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Jaminan sosial tenaga kerja tersebut meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan

kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Akan tetapi,

42
Zaeni Asyahadie, Op.Cit, hlm. 84.
34

mengingat objek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam

Undang-undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang bekerja pada

perusahaan dengan menerima upah (pekerja/buruh), maka kepada tenaga kerja

diluar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak bekerja pada perusahaan,

pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan diatur tersendiri dengan

peraturan pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan jaminan sosial bagi tenaga

kerja yang tidak dalam hubungan kerja untuk sementara diatur dalam Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-24/MEN/VI/2006 tentang

Pedoman Penyelengaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang

melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja43.

Dengan demikian, berdasarkan beberapa penjelasan yang telah

dijelaskan diatas dasar hukum jaminan sosial tenaga kerja saat ini diatur oleh

beberapa Undang-Undang dan peraturan pelaksana yakni, Undang-Undang No.

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 24 Tahun 2011

Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Undang-Undang No. 40

Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan Undang-

Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja serta di ikuti

oleh Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja.

43
Ibid, hlm. 85.
35

B. Tinjauan Umum Jaminan Hari Tua

1. Pengertian Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua adalah salah satu dari 5 (lima) jenis jaminan sosial

berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (disngkat UU SJSN).

Jaminan hari tua diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan hari

tua diatur dalam Bab VI, Bagian Keempat UU SJSN44.

Jaminan hari tua merupakan program tabungan wajib yang berjangka

panjang di mana iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh dan pengusaha,

namun pembayarannya kembali hanya dapat dilakukan apabila telah

memenuhi syarat-syarat tertentu45.

Program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan salah satu program

pemerintah yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Ketenagakerjaan. Program jaminan hari tua ini bersifat sebagai bekal

atau tabungan para pekerja ketika akan memasuki usia pensiun, cacat total

tetap atau berhenti bekerja, yang digunakan sebagai jaminan untuk

mengurangi resiko-resiko ekonomi bagi pekerja serta untuk memperoleh

kehidupan yang layak bagi para peserta.

Mengacu pada pengertian tersebut, manfaat dari jaminan hari tua yang

berupa uang tunai hanya dapat dicairkan oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk

kemudian diserahterimakan kepada peserta dan/atau ahli waris peserta apabila

44
Andika Wijaya, Op. Cit, hlm. 112.
45
Zaeni Asyahadie, Op.Cit, hlm. 160.
36

yang bersangkutan telah memasuki usia pensiun, peserta meninggal dunia,

atau peserta mengalami cacat total tetap46.

Peserta dari Program Jaminan Hari Tua (JHT) bisa dilakukan oleh

peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi upah selain pemerintah

atau Negara, bahkan pekerja yang bekerja di Indonesia minimal 6 bulan wajib

menjadi peserta dan bisa di ikuti oleh peserta bukan penerima upah47.

Peserta penerima upah, meliputi pekerja pada perusahaan, pekerja

pada orang perseorangan dan orang asing yang bekerja di Indonesia paling

singkat 6 (enam) bulan. Sedangkan peserta bukan penerima upah meliputi

pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan

pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja

mandiri yang bukan menerima upah. (Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun

2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua)48.

2. Manfaat Jaminan Hari tua

Jaminan hari tua pada prinsipnya memberikan manfaat berupa

kepastian jaminan bagi kelangsungan hidup dimasa yang akan datang,

terutama setelah tenaga kerja yang bersangkutan tidak produktif lagi. Perihal

kemanfaatan jaminan hari tua Sentanoe Kertonegoro berpendapat,

kemanfaatan JHT berupa saldo tabungan pada rekening tenaga kerja masing-

masing yang terdiri dari pemupukan iuran peserta tenaga kerja masing-masing

46
Andika Wijaya, Op.Cit, hlm. 113.
47
Junaidi Abdullah, Op.Cit, hlm. 125-126.
48
Ibid, hlm. 126.
37

yang terdiri dari pemupukan iuran beserta bunganya. Selain itu, JHT yang

pada hakikatnya juga merupakan dana bersama (mutual fund) mendapat

bagian dari surplus hasil usaha badan penyelenggara setiap tahun49.

Peserta yang ikut dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) ketika

peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total

tetap, maka akan mendapatkan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar nilai

akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya

yang tercatat dalam rekening perorangan peserta50.

Pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dibayar sekaligus,

kecuali dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun.

Pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dapat diberikan sebagian

sampai batas tertentu apabila Peserta telah memiliki masa kepesertaan paling

singkat 10 (sepuluh) tahun. Dengan presentase paling banyak 30% (tiga puluh

persen) dari jumlah Jaminan Hari Tua (JHT), yang peruntukannya untuk

kepemilikan rumah atau paling banyak 10% (sepuluh persen) untuk keperluan

lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun51.

Apabila Peserta Jaminan Hari Tua (JHT) meninggal dunia, maka

manfaatnya diberikan kepada ahli waris yang sah. Ahli waris yang sah

meliputi:

a. Janda;

49
Dede Agus, “Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam Rangka
Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja”, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No.1, Serang, 2014, hlm. 64.
50
Junaidi Abdullah, Op.Cit, hlm. 129-130.
51
Ibid, hlm. 130.
38

b. Duda; atau

c. Anak.

Jika peserta Jaminan Hari Tua (JHT) tidak mempunyai janda, duda

maupun anak, maka manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di berikan kepada ahli

warisnya sesuai urutanm yaitu:

a. Keturunan sedarah Pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah

sampai derajat kedua;

b. Saudara kandung;

c. Mertua;

d. Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Pekerja.

Sesuai ketentuan tersebut, hak atas manfaat jaminan hari tua tidak

dapat dialihkan dengan alasan apa pun. Termasuk bila nanti peserta dijatuhi

putusan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang, hak atas

manfaat jaminan hari tua tidak dapat disita oleh pengadilan sebagai harta

pailit. Hak atas manfaat jaminan hari tua hanya dapat dinikmati oleh peserta

atau ahli waris yang sah (apabila peserta meninggal dunia)52.

3. Prinsip Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua adalah program yang ditujukan untuk menjamin agar

peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami

cacat total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan hari tua diselenggarakan

secara nasional berdasarkan prinsip Asuransi Sosial atau Tabungan Wajib

52
Andika Wijaya, Op.Cit, hlm. 128.
39

sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU SJSN. Penyelenggaraan

jaminan hari tua secara nasional mencakup seluruh penduduk di seluruh

wilayah Negara Republik Indonesia53.

Asuransi sosial dimaknai sebagai suatu mekanisme pengumpulan dana

yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan

atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota

keluarganya. Sedangkan tabungan sosial dipahami sebagai simpanan yang

bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.

Memori penjelasan atas ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU SJSN

menafsirkan secara autentik bahwa prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari

tua didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara

pekerja dan pemberi kerja. Adapun prinsip tabungan wajib dalam jaminan

hari tua didasarkan pada pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua

berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya54.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:

a. Kegotong royongan;

b. Nirlaba;

c. Keterbukaan;

53
Daniel Perwira dkk, Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan Sosial:
Pengalaman Indonesia, Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta, 2003, hlm. 3.
54
Andika Wijaya, Op. Cit, hlm. 113.
40

d. Kehati-hatian;

e. Akuntabilitas;

f. Portabilitas;

g. Kepesertaan bersifat wajib;

h. Dana amanat; dan

i. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk

pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Abdulkadir Muhammad, menjelaskan penelitian hukum adalah “kegiatan

mengungkapkan kembali konsep hukum, fakta hukum, dan sistem hukum yang

telah pernah ada untuk dikembangkan, atau diperbaiki, atau dimodifikasi sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, penelitian hukum juga berupaya

menggali, mencari, dan menemukan nilai-nilai baru yang bermanfaat bagi

kesejahteraan manusia akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi55.

Penelitian pada dasarnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan,

dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti memperoleh

pengetahuan yang baru, mengembangkan maksudnya memperluas, dan menggali

lebih dalam realitas yang ada56.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah proses penelitian untuk meneliti

dan mengkaji tentang hukum sebagai norma, aturan, asas hukum, prinsip hukum,

doktrin hukum, teori hukum, dan kepustakaan lainnya untuk menjawab

permasalahan hukum yang diteliti. Oleh karena itu, berdasarkan pendapat di atas,

penelitian hukum normatif biasanya “hanya” merupakan studi dokumen, yakni

menggunakan sumber bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan,

55
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hlm. 37.
56
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi, Alfabeta,
Bandung, 2017, hlm. 25.

41
42

keputusan/ketetapan pengadilan, kontrak/perjanjian/akad, asas dan prinsip hukum,

teori hukum, dan doktrin/pendapat para ahli hukum57.

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif karena

berdasarkan dari judul yang diangkat oleh penulis mengacu pada bentuk

perlindungan hukum terhadap hak para pekerja/buruh khususnya mengenai manfaat

hak jaminan hari tua yang ditinjau berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011

Tentang BPJS dan Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Persyaratan

dan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Penelitian ini sebagai salah satu cara

untuk memperoleh kebenaran dengan membandingkan aturan yang ada dengan

pelaksanaannya atau kenyataan dalam masyarakat.

Dengan demikian dalam penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-

sumber hukum, dan peraturan perundang-undangan serta peraturan pelaksana yang

diantaranya meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, Undang-Undang No. 3

Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang No. 40 Tahun

2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang No. 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan juncto Undang-Undang No. 11 Tahun 2020

Tentang Cipta Kerja, Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata cara dan

Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, Permenaker No. 2 Tahun

2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua,

Permenaker No. 19 Tahun 2015 Tentang Tata cara dan Persyaratan Pembayaran

57
Muhaimin, Op.Cit, hlm. 48.
43

Manfaat Jaminan Hari Tua, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 Tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun

2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 Tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, dan beberapa buku-buku tentang ketenegakerjaan dan jaminan sosial di

Indonesia. Serta hasil wawancara dengan Bapak Brian Aprinto selaku Asisten

Deputi Bidang Kebijakan Program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun

(JP) mengenai perlindungan hak jaminan hari tua, yang digunakan sebagai data

pendukung dan pelengkap selanjutnya dikaitkan dengan teori-teori hukum yang

menggunakan teori keadilan, teori perikatan, dan teori perlindungan hukum sebagai

acuan dalam menjawab permasalahan yang diteliti.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut

permasalahan yang sedang diteliti58.

Ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian ini adalah termasuk dalam

ruang lingkup keperdataan. Norma hukum yang mengatur hubungan hukum yang

melindungi kepentingan perseorangan. Kepentingan perseorangan tersebut dalam

penelitian ini antara lain mengenai jaminan sosial tenaga kerja, sehingga para

pekerja/buruh dapat saling mengetahui lebih jelas mengenai hak ekonomisnya nya

58
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 36.
44

yang salah satu produk bahasannya adalah hak jaminan hari tua, sehingga para

pekerja/buruh tersebut dapat terjamin dan terpelihara dengan sebaik-baiknya.

Dalam penelitian yang bersifat deskriptif analisis ini penulis mencoba

mengkaji dan mendeskripsikan jaminan hari tua dikaitkan kembali dengan

menggunakan teori keadilan, teori perikatan dan teori perlindungan hukum sebagai

salah satu sarana bantuan untuk menganalisis tentang hukum serta menetukan

posisi Permenaker No. 4 Tahun 2022 tersebut guna memperoleh gambaran secara

rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai keadilan yang dalam teorinya John

Rawls yang digunakan dalam penelitian ini beliau mengkonsepsikan keadilan

sebagai fairness bahwa keadilan tersebut harus memuat asas-asas bahwa orang-

orang yang merdeka dan rasional yang dalam hal ini orang-orang tersebut yakni

para pekerja, berhak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya.

Dalam penelitian ini kepentingan tersebut ialah jaminan sosial tenaga kerja

yang salah satu bahasannya yaitu jaminan hari tua serta memperoleh kedudukan

yang sama dalam hal ini seluruh kategori atau golongan pekerja juga berhak

mendapatkannya dan mendaftarkan dirinya menjadi sebuah hubungan hukum yang

terikat dalam sebuah perikatan antara pekerja, pengusaha, dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial sehingga kemudian terciptanya sebuah perlindungan

hukum yang dengan demikian para pihak tersebut wajib memenuhi hak dan

kewajiban nya berkaitan dengan perlindungan hak jaminan hari tua. Kemudian

selanjutnya, penulis memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah

dilakukan sesuai dengan produk hukum atau peraturan yang berlaku.


45

C. Sumber dan Jenis Data

Sumber-sumber guna mendapatkan data-data dan sumber data yang

diperlukan penelitian normatif ini maka peneliti menggunakan metode studi

pustaka. Studi kepustakaaan (perpustakaan) adalah kegiatan penelusuran

kepustakaan untuk mengetahui lebih detail dan memberikan kerangka berfikir

terhadap bahan-bahan yang diperlukan59.

Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah jenis

data sekunder. Adapun sumber data berupa data sekunder dalam penelitian ini

terdiri dari beberapa jenis bahan hukum, yang meliputi bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-

undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, dan

bahan hukum dari zaman penjajahan hingga kini masih berlaku.

Bahan-bahan hukum yang mengikat tersebut terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian ini yang diantaranya

sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

59
Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penlitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 13.
46

b. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial;

c. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional;

d. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;

e. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;

f. Permenaker No. 19 Tahun 2015 Tentang Tata cara dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua;

g. Permenaker No. 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua;

h. Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua:

i. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Hari Tua.

j. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Hari Tua.;

k. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah seluruh informasi tentang hukum yang

berlaku atau yang pernah berlaku disuatu negeri. Keberadaan bahan-bahan

hukum sekunder, secara formal tidak sebagai hukum positif, bahan-bahan

hukum sekunder ini adalah buku-buku teks, skripsi, tesis, disertasi hukum, serta
47

teori-teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian artikel ilmiah

maupun website yang terkait dengan penelitian.

Bahan-bahan hukum sekunder ini merupakan bahan hukum yang

berasal dari bahan pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian ini yang

diantaranya berupa buku-buku seperti karangan Suratman dalam bukunya

Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Andika Wijaya dalam bukunya

Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Zaeni Asyahadie dalam bukunya Aspek-

Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, Nuradi dan Edi

Rohaedi dalam bukunya Hukum Ketenagakerjaan Dalam Perspektif

Perlindungan Alih Daya, Martono Anggusti dalam bukunya Pengelolaan

Perusahaan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan lain-lain.

Selanjutnya melalui proses wawancara via Google Meeting (Gmeet)

dengan Bapak Brian Aprinto selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan Program

Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) mengenai perlindungan hak

jaminan hari tua, yang digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap dalam

proses penelitian ini.

Berdasarkan uraian diatas, maka data-data yang digunakan dalam

penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer bersumber

dari peraturan perundang-undangan yang diantaranya adalah Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 24 Tahun

2011 Tentang BPJS, Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang


48

Ketenagakerjaan juncto Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta

Kerja, Permenaker No. 2 Tahun 2022 Tentang Tata cara dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, Permenaker No. 4 Tahun 2022

Tentang Tata cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua,

Permenaker No. 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan

Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun

2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, dan Peraturan

Pemerintah No. 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

No. 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua serta

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Selanjutnya data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan yang berupa

buku-buku yang relevan baik buku koleksi pribadi maupun dari perpustakaan

seperti karangan Suratman dalam bukunya Pengantar Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia, Andika Wijaya dalam bukunya Hukum Jaminan Sosial Indonesia,

Zaeni Asyahadie dalam bukunya Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga

Kerja Di Indonesia, Nuradi dan Edi Rohaedi dalam bukunya Hukum

Ketenagakerjaan Dalam Perspektif Perlindungan Alih Daya, Martono Anggusti

dalam bukunya Pengelolaan Perusahaan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan

jurnal- jurnal ilmiah lainnya yang menyangkut dengan hukum ketenagakerjaan

dan hukum jaminan sosial yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Serta

melalui hasil wawancara via Google Meeting (Gmeet) dengan Bapak Brian

Aprinto selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan Program Jaminan Hari Tua

(JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) mengenai perlindungan hak jaminan hari tua
49

yang digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap dalam proses penelitian

ini.

D. Lokasi Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis melakukan sebuah penelitian

kepustakaan pada berbagai tempat yang diantaranya sebagai berikut:

1. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Jl. Raya Puspitek,

Buaran, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten.

2. Kantor Pusat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Jl.

Jend. Gatot Subroto No. 79, Karet Semanggi, Kecamatan Setiabudi, Kota

Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui via Google Meeting

(Gmeet).

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam tahapan ini, penulis mengumpulkan data di dalam penelitian ini yaitu

data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yang bersumber dari peraturan

dasar baik dari peraturan perundang-undangan maupun peraturan-peraturan

pelaksana dan bahan hukum sekunder yang bersumber dari buku-buku, baik buku

koleksi pribadi, buku elektronik digital, maupun dari perpustakaan dan jurnal-jurnal

ilmiah yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan dan hukum jaminan sosial

serta melalui hasil wawancara via Google Meeting (Gmeet) dengan Bapak Brian

Aprinto Selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan Program Jaminan Hari Tua (JHT)

dan Jaminan Pensiun (JP) mengenai perlindungan hak jaminan hari tua yang

digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap dalam proses penelitian ini.
50

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari studi

kepustakaan serta melalui wawancara via Google Meeting (Gmeet) dengan Bapak

Brian Aprinto selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan Program Jaminan Hari Tua

(JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) mengenai perlindungan hak jaminan hari tua

dengan cara penulis mengumpulkan data-data hasil studi kepustakaan baik buku-

buku, teori, pendapat, dalil atau hukum serta data hasil wawancara lalu kemudian

penulis mengumpulkan, menelaah, dan menganalisis bacaan serta meneliti bahan-

bahan kepustakakaan atau studi dokumen yang diantaranya dilakukan di

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pamulang. Kemudian penulis

melakukan sebuah pengetikan dan pengolahan data melalui komputer/laptop terkait

dengan perlindungan hak jaminan hari tua.

Setelah penulis memperoleh bahan-bahan hukum dari hasil penelitian

kepustakaan dan wawancara, lalu kemudian penulis mengumpulkan dan mencoba

menjabarkan serta menguraikan data-data dalam bentuk penjelasan dan uraian

kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan dipahami untuk diinterpretasikan dan

ditarik kesimpulan mengenai perlindungan hak jaminan hari tua sehingga dapat

terjawab rumusan masalah.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data yakni melakukan kajian atau telaahan terhadap hasil

pengolahan data yang dibantu atau dengan menggunakan teori-teori yang telah

didapatkan sebelumnya (dalam kerangka teori/kepustakaan)60.

60
Muhaimin, Op.Cit, hlm. 105.
51

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, merupakan

analisis data yang tidak menggunakan angka melainkan memberikan gambara-

gambaran atau deskripsi dengan kata-kata atas temuan dan karena nya lebih

mengutamakan mutu atau kualitas dari data bukan kuantitas61.

Dengan demikian maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif

analisis, yaitu dengan menganalisa data dikaitkan dengan berdasarkan teori baik

dalam teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori keadilan, teori

perikatan, serta teori pelindungan hukum maupun hukum positif yang kemudian

dihubungkan lalu mendeskripsikan penjelasan tersebut serta diuraikan mengenai

perlindungan hak jaminan hari tua guna memperoleh kesimpulan sehingga mampu

menjawab suatu rumusan masalah yang sedang diteliti.

Maka berdasarkan hal yang telah dijelaskan diatas penulis mencoba

menguraikan dan mendeskripsikan jaminan hari tua di Indonesia dengan

mengumpulkan informasi dari hasil wawancara dengan pihak BPJS

Ketenagakerjaan dan kepustakaan kemudian dikaitkan dengan teori keadilan, teori

perikatan, dan teori perlindungan hukum antara lain sebagai berikut: Perlindungan

hak jaminan hari tua berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang

BPJS dilakukan apabila para pekerja terdaftar sebagai peserta dari program JHT

yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Peserta program JHT terdiri atas

peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara

negara dan peserta bukan penerima upah dengan ketentuan mencapai usia pensiun,

61
Ibid, hlm. 107.
52

mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia, dan peserta yang berhenti

bekerja meliputi peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau

mengundurkan diri (resign) dapat diberikan tanpa harus menunggu peserta

mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun dengan cara melakukan klaim atau

pencairan yang dapat dilakukan melalui kantor cabang, antrian online atau layanan

tanpa kontak fisik, serta melalui Jamsostek Mobile. Pembayaran manfaat Jaminan

Hari Tua (JHT) ini juga dibayar sekaligus, kecuali jika ingin melakukan klaim

sebagian dengan rincian 10% dengan tujuan untuk persiapan masa pensiun, dan

klaim JHT sebagian 30% untuk kepemilikan rumah dengan syarat kepesertaan

minimal 10 Tahun dan selain nya dapat diambil sekaligus.

Selanjutnya perlindungan terhadap peserta program JHT dilakukan oleh

BPJS Ketenagakerjaan dengan cara melakukan sebuah pengawasan dan

pemeriksaan (wasrik). Pengawasan dilakukan secara internal dan eksternal,

pengawasan internal dilakukan oleh organ pengawas BPJS yang terdiri atas Dewan

Pengawas dan Satuan Pengawas Internal (SPI) dan Pengawasan eksternal BPJS

dilakukan oleh DJSN serta lembaga pengawas independen seperti BPK (Badan

Pemeriksa Keuangan), OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan KPK (Komisi

Pemberantasan Korupsi). Perlindungan hak jaminan hari tua juga diatur dengan

ketentuan pemberian sanksi administratif bagi para pemberi kerja/pengusaha.

Ketentuan sanksi administratif tersebut berupa teguran tertulis, denda, atau tidak

mendapatkan pelayanan publik.

Dengan demikian perlindungan hak jaminan hari tua dalam Undang-

Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS jika dihubungkan dengan Permenaker
53

No. 4 Tahun 2022 dapat dikatakan telah memberikan perlindungan yang telah

mencakup seluruh kalangan tenaga kerja dan jika dikaitkan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 27 ayat (2) UUD

1945, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28H ayat (2) dan

(3) UUD 1945, serta Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 maka sudah sesuai dan memenuhi

rasa keadilan bagi para pekerja tersebut dan jika dikaitkan dengan teori keadilannya

John Rawls yang digunakan dalam penelitian ini yang dalam pendapatnya

mengatakan bahwa keadilan harus dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan

asas keadilan dan setiap orang yang dalam hal ini sebagai tenaga kerja memiliki

hak yang sama dan perbedaan sosial dan ekonomisnya diatur sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan manfaat bagi para pekerja tersebut dan dalam

pandangannya juga menyatakan bahwa tiap individu dalam masyarakat tidak ada

pembedaan status dan kedudukan dan memposisikan situasi yang sama dan

sederajat.

Dalam pendapatnya juga John Rawls mengkonsepsikan keadilan sebagai

fairness, yang berarti bahwa keadilan haruslah memuat asas-asas bahwa orang-

orang yang merdeka dan rasional berkehendak untuk mengembangkan

kepentingan-kepentingannya, yang dalam hal ini kepentingan tersebut yaitu

jaminan sosial tenaga kerja khususnya dalam penelitian ini yaitu jaminan hari tua

serta memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya yang dalam

hal ini seluruh kategori atau golongan pekerja berhak mendapatkannya dan

mendaftarkan dirinya sehingga menjadi sebuah hubungan hukum yang terikat

dalam sebuah perikatan antara pekerja, pengusaha atau pemberi kerja dengan Badan
54

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Sesuai dengan teorinya

Prof. R. Subekti, S.H. yang juga mengatakan bahwa: “Perikatan adalah suatu

perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang

satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”, yang mana berdasarkan penjelasan

diatas, maka dalam hal ini pihak yang berhak menuntut sesuatu (jaminan hari tua)

adalah para pekerja, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan hak

tersebut dalam hal ini yaitu jaminan hari tua adalah pemberi kerja dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Maka dengan konsep itu Rawls menggiring masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan

teorinya yang disebut sebagai “Justice as fairness”. Sehingga kemudian terciptanya

sebuah perlindungan hukum sesuai dengan teori perlindungan hukum menurut

Sajipto Rahardjo yang menjelaskan bahwa: “Perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum yang mana hak tersebut dalam hal ini adalah jaminan hari tua. Sehingga

dapat dibangun jawaban dalam rumusan masalah pertama.

Selanjutnya dalam perlindungan hak jaminan hari tua berdasarkan

Permenaker No. 4 Tahun 2022 mengatur beberapa poin penting tentang jaminan

hari tua. Secara ringkas ketentuan-ketentuan dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022

tersebut diantaranya manfaat jaminan hari tua dapat diberikan kepada seluruh
55

golongan pekerja yang meliputi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi

kerja selain penyelenggara negara, antara lain pekerja pada perusahaan, pekerja

pada orang perserorangan, dan orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat

6 (enam) bulan. Serta pekerja yang termasuk peserta bukan penerima upah, antara

lain pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja

yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja dan tidak pula termasuk sebagai

pekerja mandiri, yang bukan sebagai penerima upah.

Maka berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini, manfaat JHT yang

wajib diberikan kepada peserta berdasarkan Permenaker No. 4 Tahun 2022 ini yaitu

antara lain peserta yang mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap,

dan meninggal dunia dapat diberikan secara tunai dan sekaligus kepada peserta

pada saat mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap dan bagi peserta

meninggal dunia dibayarkan kepada ahli waris peserta. Kemudian peserta yang

berhenti bekerja meliputi peserta yang mengundurkan diri (resign) dan terkena

pemutusan hubungan kerja (PHK) juga dapat diberikan secara tunai dan sekaligus

setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan, tanpa lagi harus menunggu peserta

mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.

Di dalam ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas berbeda halnya

dengan ketentuan yang ada pada Permenaker No. 2 Tahun 2022. Pada Permenaker

No. 2 Tahun 2022 tersebut dijelaskan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang

mencapai usia pensiun diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 (lima

puluh enam) tahun. Manfaat JHT bagi peserta yang berhenti bekerja yang meliputi

peserta yang mengundurkan diri atau (resign) dan peserta yang terkena pemutusan
56

hubungan kerja (PHK) diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 (lima puluh

enam) tahun. Dan manfaat JHT bagi yang mengalami cacat total tetap diberikan

kepada peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022

ini telah memberikan perlindungan mencakup semua tenga kerja dan sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa setiap orang

berhak atas jaminan, dan perlindungan serta memperoleh kesempatan dan manfaat

yang sama sesuai dengan teori keadilan John Rawls yang digunakan dalam

penelitian ini yang dalam pendapatnya mengatakan bahwa keadilan harus dapat

ditegakkan apabila negara melaksanakan asas keadilan dan setiap orang hendaknya

memiliki hak yang sama serta perbedaan sosial dan ekonomisnya hendaknya diatur

sedemikian rupa sehingga memberi manfaat yang besar bagi mereka yang

berkedudukan paling tidak beruntung dalam hal ini pekerja. Dalam pandangannya

juga Rawls menyatakan setiap individu dalam masyarakat tidak ada pembedaan

status dan kedudukan, yang kemudian memposisikan situasi yang sama dan

sederajat.

Kemudian dalam pendapatnya juga John Rawls mengkonsepsikan keadilan

sebagai fairness, yang berarti bahwa keadilan haruslah memuat asas-asas bahwa

orang-orang yang merdeka dan rasional berkehendak untuk mengembangkan

kepentingan-kepentingannya, yang dalam hal ini kepentingan tersebut yaitu

jaminan sosial tenaga kerja khususnya dalam penelitian ini yaitu jaminan hari tua

serta memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya yang dalam

hal ini seluruh kategori atau golongan pekerja berhak mendapatkannya dan
57

mendaftarkan dirinya sehingga menjadi sebuah hubungan hukum yang terikat

dalam sebuah perikatan antara pekerja, pengusaha atau pemberi kerja, dengan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Sesuai dengan

teorinya Prof. R. Subekti, S.H. yang juga mengatakan bahwa: “Perikatan adalah

suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang

lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”, yang mana berdasarkan

penjelasan diatas, maka dalam hal ini pihak yang berhak menuntut sesuatu (jaminan

hari tua) adalah para pekerja, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi

tuntutan hak tersebut dalam hal ini yaitu jaminan hari tua adalah pemberi kerja

dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Maka dengan konsep itu Rawls menggiring masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan

teorinya yang disebut sebagai “Justice as fairness”. Sehingga kemudian terciptanya

sebuah perlindungan hukum sesuai dengan teori perlindungan hukum menurut

Sajipto Rahardjo yang menjelaskan bahwa: “Perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum yang mana hak tersebut dalam hal ini adalah jaminan hari tua. Hukum

dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi, dan

politik untuk memperoleh keadilan sosial yang dalam hal ini adalah pekerja/buruh.

Sehingga dapat dibangun jawaban dalam rumusan masalah kedua.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN

A. Jaminan Hari Tua Di Indonesia

Sebelum diundangkannya UU SJSN dan UU BPJS, penyelenggaraan sistem

jaminan sosial dilaksanakan dengan mengacu pada Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (disingkat

UU Jamsostek)62. Mengacu pada definisi lama sebagaimana Pasal 1 angka 1 UU

Jamsostek, yang dimaksud dengan jaminan sosial tenaga kerja adalah:

“Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal
dunia”.

Mengacu pada penjelasan umum undang-undang yang baru, yaitu UU

SJSN, UU Jamsostek dipandang baru mencakup sebagian kecil masyarakat dan

sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Pada era

UU Jamsostek, lembaga penyelenggara jaminan sosial tersebar pada PT Askes

(Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT ASABRI

(Persero). UU SJSN memandang perlunya menyususn sistem jaminan nasional

yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraaan berbagai bentuk jaminan

sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau

kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap

peserta.

62
Andika Wijaya, Op.Cit, hlm. 43.

58
59

Sesuai dengan amanat UU SJSN, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan kepastian hukum

bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program jaminan sosial di seluruh

Indonesia, dibentuk UU BPJS yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1)

dan Pasal 52 UU SJSN yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek

(Persero), PT Taspen (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Secara hukum, UU Jamsostek dinyatakan dicabut

dan dinyatakan tidak berlaku melalui pasal khusus dalam UU BPJS. Hal ini tertuang

dalam ketentuan Pasal 69 UU BPJS63.

Pada tanggal 25 November 2011, UU BPJS diundangkan. UU BPJS

merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN yang

mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan

transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Taspen

(Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan

liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban64.

Istilah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (disingkat BPJS) dikenal

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (disingkat UU SJSN). Pasal 1 angka 6 UU SJSN memberi

pengertian terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai badan hukum

63
Ibid, hlm. 44.
64
Ibid, hlm. 28.
60

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Sesuai dengan

ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU SJSN, Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial harus

dibentuk dengan Undang-Undang. Undang-Undang yang dimaksud adalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial65.

Melalui UU BPJS dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS

ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan

dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,

jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Situs resmi BPJS Ketenagakerjaan dikatakan bahwa “PT Jamsostek

(Persero) yang bertransfromasi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial) Ketenagakerjaan, tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program

jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan

Jaminan Pensiun mulai tanggal 1 Juli”. Tanggal 1 Juli 2015 merupakan tanggal dari

beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan secara resmi, sesuai dengan batas waktu yang

ditentukan dalam Pasal 64 UU BPJS. Secara yuridis, tanggal 1 Juli 2015 merupakan

tanggal yang sama ketika Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46

Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua66.

Konvensi ILO Nomor 102/1952 juga menyatakan bahwa setiap negara

wajib menyelenggarakan sembilan cabang jaminan sosial yaitu kecelakaan kerja,

sakit-rikkes, persalinan, cacat, kematian dini, pengangguran, hari tua, cacat

65
Ibid, hlm. 26.
66
Ibid, hlm. 45.
61

permanen, dan perlindungan keluarga67.

Perlindungan terhadap peserta program JHT juga dilakukan oleh pihak

BPJS Ketenagakerjaan yang berpedoman pada Standar Operasional Prosedur

(SOP) internal dari pihak BPJS Ketenagakerjaan. Langkah-langkah yang dilakukan

oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan tersebut yaitu dengan cara melakukan

pengawasan dan pemeriksaan (wasrik) oleh Dewan Pengawas.

Dalam konteks PP JHT, wewenang untuk melakukan pengawasan dan

pemeriksaan atas kepatuhan peserta hanya berlaku bagi peserta yang merupakan

pemberi kerja selain penyelenggara negara68. Selain dimliki oleh BPJS

Ketenagakerjaan, wewenang pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta

dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (khususnya jaminan hari

tua) juga dimiliki oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada instansi yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan69.

Menurut Bapak Brian Aprinto selaku Asisten Deputi Bidang Kebijakan

Program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) proses pengawasan

yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan, pengawasan dilakukan secara Internal

dan eksternal. Proses pengawasan untuk internal dilakukan oleh Satuan Pengawas

67
Ahmad Nizar Shihab, Hadirnya Negara Di Tengah Rakyatnya Pasca Lahirnya Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 9, No. 2, 2012, hlm. 181.
68
Andika Wijaya, Op.Cit, hlm. 135.
69
Ibid, hlm. 135
62

Internal (SPI) kemudian untuk pengawasan eksternalnya itu dilakukan oleh BPK

(Badan Pemeriksa Keuangan), dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) serta KPK

(Komisi Pemberantasan Korupsi70.

Sesuai dengan pasal 39 ayat (1) UU BPJS menggariskan bahwa pengawasan

terhadap BPJS dilakukan secara ekternal dan internal. Pengawasan secara eksternal

dan internal demikian dapat dijabarkan sebagai berikut71:

1. Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh organ pengawas BPJS, yang terdiri

atas Dewan Pengawas dan satuan pengawas internal (vide Pasal 39 ayat (3) UU

BPJS).

2. Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan lembaga pengawas

independen (vide Pasal 39 ayat (3) UU BPJS).

Dimilikinya wewenang untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan

terhadap pemberi kerja selain penyelenggara negara atas ketidakpatuhannya kepada

peraturan perundang-undangan di bidang jaminan hari tua sebagaimana ketentuan

Pasal 35 PP JHT tersebut, merupakan pelaksanaan terhadap ILO Convention No.

81 Concerning Labour Inspection In Industry and Commerce (Konvensi ILO No.

81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan).

Sebagaimana diketahui bersama, Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke 30

tanggal 11 Juli 1974 di Jenewa, Swiss telah menyetujui ILO Convention No. 81

Concerning Labour Inspection in Industy and Commerce (Konvensi ILO No. 81

mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan)72.

70
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto pada tanggal 15/09/2022 pukul 15:00 WIB
71
Andika Wijaya, Op.Cit, hlm. 43
72
Ibid, hlm. 136
63

Menurut bapak Brian Aprinto jumlah data penerima manfaat jaminan hari

tua per tahun 2019 hingga 2021 yaitu untuk 2021 kemarin itu sudah 2,5 Juta

sebelumnya tuh kira-kira 2 Jutaan juga, artinya kalau di rata-rata 2019 itu 2 Juta ya

rata-rata mungkin 2019, 2020, 2021 3 tahun ya, 3 tahun itu kira-kira 7 Jutaan73.

Untuk hasil pengembangan saldo Jaminan Hari Tua Tahun 2019 yaitu 6,08 %, dan

untuk hasil pengembangan saldo Jaminan Hari Tua pada Tahun 2020 adalah 5,59

%74.

Selain melakukan pengawasan dan pemeriksaan (wasrik) atas kepatuhan

peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya. Pemberian perlindungan

hak jaminan hari tua juga diatur dengan ketentuan pemberian sanksi bagi para

pemberi kerja terhadap pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukannya apabila

tidak mendaftarkan pekerja nya pada program jaminan sosial BPJS

Ketenagakerjaan dan melakukan penunggakan pembayaran iuran oleh pemberi

kerja.

Menurut Bapak Brian Aprinto ketentuan sanksi yang diberikan terhadap

pelanggaran yang dilakukan oleh pemberi kerja yang tidak mengikutsertakan

pekerja dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan, maka akan

dikenakan sanksi administratif untuk tidak mendapatkan pelayanan publik75.

Adapun sanksi berupa tidak mendapat pelayan publik tertentu kepada

pemberi kerja selain penyelenggara negara menjadi kewenangan dari unit

pelayanan publik tertentu pada instansi pemerintah, pemerintah daerah provinsi,

73
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Op.Cit.
74
Website Resmi BPJS Ketenagakerjaan https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/ diakses
pada tanggal 17/09/2022
75
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Op.Cit.
64

atau pemerintah daerah kabupaten/kota atas permintaan BPJS Ketenagakerjaan76.

Sesuai bunyi Pasal 33 ayat (2) PP JHT sanksi administratif yang dimaksud

dalam pasal tersebut terbagi dalam (tiga) jenis sanksi, yaitu teguran tertulis, denda,

atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu, yang meliputi: perizinan terkait

usaha, izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan

tenaga kerja asing, izin perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh atau izin

mendirikan bangunan.

Jenis sanksi tersebut dapat ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai

dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pemberi kerja selain penyelenggara

negara atas pasal pasal-pasal sebagaimana Pasal 33 ayat (1) PP JHT. Sanksi berupa

teguran tertulis dan/atau denda kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara

menjadi kewenangan dari BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan77.

Selanjutnya perlindungan terhadap peserta program JHT berpedoman pada

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari

Tua juncto Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata

Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, terkait dengan klaim

manfaat JHT yang menjelaskan bahwa saldo JHT dapat diambil secara tunai dan

sekaligus oleh seluruh kalangan pekerja, baik peserta penerima upah yang bekerja

pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan pekerja yang termasuk peserta

76
Andika Wijaya, Op.Cit, hlm. 134.
77
Ibid, hlm.134.
65

bukan penerima upah, dengan ketentuan mencapai usia pensiun, mengalami cacat

total tetap, atau meninggal dunia dapat diambil secara tunai dan sekaligus.

Kemudian peserta yang berhenti bekerja meliputi peserta yang terkena

pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri (resign) dapat diberikan

1 (satu) bulan terhitung setelah peristiwa tersebut terjadi dan keluarnya surat

pemberitahuan tanpa harus menunggu peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam)

tahun dengan ketentuan melakukan proses klaim atau pencairan.

Menurut Bapak Brian Aprinto pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua

(JHT) ini juga dibayar secara tunai dan sekaligus, kecuali jika ingin melakukan

klaim sebagian dengan rincian 10% tujuannya untuk persiapan masa pensiun, dan

klaim JHT sebagian 30% untuk kepemilikan rumah dengan syarat kepesertaan

minimal 10 Tahun dan selain nya dapat diambil sekaligus78.

Menurut Bapak Brian Aprinto untuk melakukan proses klaim atau

pencairan manfaat jaminan hari tua dapat dilakukan melalui kantor cabang, dan

dapat juga melalui antrian online atau layanan tanpa kontak fisik, selain itu juga

klaim dapat dilakukan melalui Jamsostek Mobile. Untuk proses klaim melalui

kantor cabang, peserta dapat datang dengan mengisi formulir kemudian setelah

mengisi formulir, peserta akan dipanggil ke meja CS (Customer Service).

Kemudian akan dilayani dan dilakukan wawancara serta dimintai dokumen lalu

kemudian dipastikan identitasnya. Setelah itu peserta dapat dipersilahkan balik, dan

untuk transfer manfaatnya atau klaimnya biasanya bisa hari itu atau paling lambat

78
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Op.Cit.
66

besok, untuk di kantor cabang79.

Apabila melalui antrian online atau layanan tanpa kontak fisik atau lapak

asik itu klaim dilakukan peserta pertama melalui lapakasik.bpjsketenagakerjaan

.go.id mengajukan antrian online, dari antrian online tersebut peserta akan mengisi

data kemudian mengupload dokumennya yang hampir sama dengan di kantor

cabang, hal yang berbeda adalah adalah peserta melakukan sendiri kemudian

mengajukan dan akan mendapat peringatan atau notifikasi di emailnya yang akan

di hubungi. Kemudian dari rekan-rekan kita di kantor cabang akan melakukan video

call verifikasi kecocokan pesertanya, lalu melakukan wawancara klaim sehingga

klaim dapat dibayarkan pada peserta yang terkena dampak tersebut80.

Kemudian jika klaim dilakukan melalui JMO (Jamsostek Mobile) peserta

diminta untuk melakukan pengkinian data di jamsostek mobile. Pengkinian data itu

untuk data seperti tempat tinggal dan lain-lain. Setelah peserta menginput data-data

pengkinian data, kemudian peserta akan melakukan foto selfie, setelah melakukan

foto selfie yang dibandingkan dengan portal administrasi kependudukan apabila

sudah match atau sesuai maka klaim itu sudah bisa langsung diberikan dan langsung

diajukan melalui JMO (Jamsostek Mobile)81.

Adapun seluruh penjelasan ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja

khususnya mengenai jaminan hari tua (JHT) dalam Undang-Undang No. 24 Tahun

2011 Temtang BPJS, maka penulis dapat merumuskan bahwa perlindungan hak

jaminan hari tua terhadap para pekerja dapat dilakukan apabila para pekerja

79
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Ibid.
80
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Ibid.
81
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Ibid.
67

terdaftar sebagai peserta dari program JHT yang diselenggarakan oleh BPJS

Ketenagakerjaan. Perlindungan hak jaminan hari tua tersebut antara lain dengan

melakukan sebuah pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan

pemberi kerja dalam memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan

sosial nasional. Kemudian memberikan sanksi administratif terhadap pemberi kerja

apabila tidak mendaftarkan atau mengikutsertakan pekerja nya dalam program

BPJS Ketenagakerjaan atau melakukan penunggakan pembayaran iuran oleh

pemberi kerja, serta melakukan proses klaim atau pencairan manfaat dana JHT.

Pemberian perlindungan jaminan sosial tenaga kerja yang salah satunya

dalam penelitian ini mengenai jaminan hari tua sudah menjadi tanggung jawab bagi

negara dalam menjamin dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sesuai yang

telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 pada Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2) dan (3), serta Pasal 34 ayat (2).

Seperti yang telah diketahui didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dalam hal pemberian perlindungan dan jaminan sosial harus

berlandaskan pada asas keadilan dan kemanusiaan yang mana dalam hal tersebut

setiap orang berhak untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang adil dan sama

tanpa adanya pemisahan kategori atau golongan tertentu.

Berkaitan dengan Permenaker No. 4 Tahun 2022 pengaturan mengenai

perlindungan manfaat jaminan hari tua bagi para pekerja dalam permenaker No. 4

Tahun 2022 menjelaskan bahwa saldo JHT dapat diambil oleh seluruh kalangan

pekerja, baik peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain

penyelenggara negara dan pekerja yang termasuk peserta bukan penerima upah
68

dengan ketentuan peserta mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap,

meninggal dunia dapat diambil secara tunai dan sekaligus serta peserta yang terkena

pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri (resign) dapat diberikan

1 (satu) bulan terhitung setelah peristiwa tersebut terjadi dan keluarnya surat

pemberitahuan tanpa harus menunggu peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam)

tahun.

Dengan demikian perlindungan hak jaminan hari tua dalam Undang-

Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS jika dihubungkan dengan Permenaker

No. 4 Tahun 2022 dapat dikatakan telah memberikan perlindungan yang telah

mencakup seluruh kalangan tenaga kerja dan jika dikaitkan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 27 ayat (2) UUD

1945, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28H ayat (2) dan

(3) UUD 1945, serta Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 maka sudah sesuai dan memenuhi

rasa keadilan bagi para pekerja tersebut dan jika dikaitkan dalam teori keadilannya

John Rawls yang digunakan dalam penelitian ini yang dalam pendapatnya

mengatakan bahwa keadilan harus dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan

asas keadilan dan setiap orang yang dalam hal ini sebagai tenaga kerja memiliki

hak yang sama dan perbedaan sosial dan ekonomisnya diatur sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan manfaat bagi para pekerja tersebut dan dalam

pandangannya juga menyatakan bahwa tiap individu dalam masyarakat tidak ada

pembedaan status dan kedudukan dan memposisikan situasi yang sama dan

sederajat.
69

Dalam pendapatnya juga John Rawls mengkonsepsikan keadilan sebagai

fairness, yang berarti bahwa keadilan haruslah memuat asas-asas bahwa orang-

orang yang merdeka dan rasional berkehendak untuk mengembangkan

kepentingan-kepentingannya, yang dalam hal ini kepentingan tersebut yaitu

jaminan sosial tenaga kerja khususnya dalam penelitian ini yaitu jaminan hari tua

serta memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya yang dalam

hal ini seluruh kategori atau golongan pekerja berhak mendapatkannya dan

mendaftarkan dirinya sehingga menjadi sebuah hubungan hukum yang terikat

dalam sebuah perikatan antara pekerja, pengusaha atau pemberi kerja, dengan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Sesuai dengan

teorinya Prof. R. Subekti, S.H. yang juga mengatakan bahwa: “Perikatan adalah

suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang

lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”, yang mana berdasarkan

penjelasan diatas, maka dalam hal ini pihak yang berhak menuntut sesuatu (jaminan

hari tua) adalah para pekerja, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi

tuntutan hak tersebut dalam hal ini yaitu jaminan hari tua adalah pemberi kerja

dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Maka dengan konsep itu Rawls menggiring masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan

teorinya yang disebut sebagai “Justice as fairness”. Sehingga kemudian terciptanya

sebuah perlindungan hukum sesuai dengan teori perlindungan hukum menurut

Sajipto Rahardjo yang menjelaskan bahwa: “Perlindungan hukum adalah


70

memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum yang mana hak tersebut dalam hal ini adalah jaminan hari tua. Hukum

dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi, dan

politik untuk memperoleh keadilan sosial yang dalam hal ini adalah pekerja/buruh.

B. Perlindungan Hak Jaminan Hari Tua Dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022

Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua

Menurut ketentuan umum dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran

Manfaat Jaminan Hari Tua, yaitu: “Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat

JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta

memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap”.

Sedangkan yang dimaksud Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah

setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

Indonesia yang telah membayar iuran.

Dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022 mengatur beberapa poin penting

tentang jaminan hari tua, secara ringkas ketentuan-ketentuan dalam Permenaker

No. 4 Tahun 2022 diantaranya sebagai berikut: Pembayaran manfaat JHT bagi

peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dibayarkan secara tunai dan

sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (Satu) bulan terhitung sejak tanggal

pemutusan hubungan kerja (diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11). Pembayaran

manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri atau resign dapat dibayarkan
71

secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung

sejak diterbitkan surat pengunduran diri dari pemberi kerja (diatur dalam Pasal 8

dan Pasal 9). Pembayaran manfaat JHT bagi peserta yang mengalami cacat total

tetap, dibayarkan sebelum mencapai usia pensiun yang hak nya tersebut

diperhitungkan mulai tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah peserta mengalami

cacat total tetap (diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15). Pembayaran manfaat JHT

bagi peserta yang mencapai usia pensiun dibayarkan secara tunai dan sekaligus

kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun sesuai perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau PKB (diatur dalam Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 7).

Bagi peserta yang meninggal dunia, manfaat JHT dapat dibayarkan kepada

ahli waris peserta yang meliputi janda, duda, dan anak. Dalam hal janda, duda, atau

anak tidak ada, manfaat JHT dibayarkan sesuai urutan keturunan sedarah peserta

menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua yaitu saudara

kandung, mertua, dan pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh peserta. Dalam hal

pihak yang ditunjuk dalam wasiat peserta tidak ada, manfaat JHT dikembalikan ke

balai harta peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17). Peserta program JHT dapat terdiri dari peserta

penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan

peserta bukan penerima upah (diatur dalam Pasal 2 ayat 1). Manfaat JHT juga dapat

dibayarkan kepada peserta karena berakhirnya PKWT dan peserta bukan penerima

upah karena berhenti bekerja (diatur dalam Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 7). Pembayaran

manfaat JHT juga dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak pengajuan dan

persyaratan diterima secara lengkap dan benar oleh BPJS Ketenagakerjaan (diatur
72

dalam Pasal 18 ayat 4).

Di dalam ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas berbeda halnya

dengan ketentuan yang ada pada Permenaker No. 2 Tahun 2022. Pada Permenaker

No. 2 Tahun 2022 tersebut dijelaskan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang

mencapai usia pensiun diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 (lima

puluh enam) tahun (diatur dalam Pasal 3). Manfaat JHT bagi peserta yang berhenti

bekerja yang meliputi peserta yang mengundurkan diri atau resign dan peserta yang

terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) diberikan pada saat peserta mencapai

usia 56 (lima puluh enam) tahun (diatur dalam Pasal 5). Dan manfaat JHT yang

mengalami cacat total tetap diberikan kepada peserta yang mengalami cacat total

tetap sebelum mencapai usia pensiun (diatur dalam Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 7 ayat

2).

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas jelas terdapat

perbedaan-perbedaan mendasar dalam proses penyesuaian terhadap kebijakan

perlindungan tenaga kerja dalam bidang program jaminan hari tua bahwa yang

mana sebelumnya pada Permenaker No. 2 Tahun 2022 apabila peserta berhenti

bekerja karena PHK atau mengundurkan diri (ressign) diatur apabila telah

mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.

Menurut Bapak Brian Aprinto dalam Permenaker No. 2 Tahun 2022

Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, itu

berusaha mengembalikan filosofi jaminan hari tua. Sehingga, JHT itu hanya bisa

diambil ketika pekerja mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
73

untuk ahli warisnya dalam hal meninggal dunia82. Sedangkan dalam Permenaker

No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat

Jaminan Hari Tua itu lebih mengakomodir permintaan masyarakat dimana

masyarakat belum siap, karena selama ini JHT digunakan sebagai dana cadangan83.

Maka dari itu suatu kebijakan harus disesuaikan dengan dinamika

kebutuhan peserta jaminan hari tua, sehingga dalam hal tersebut Permenaker No. 2

Tahun 2022 masih dianggap belum berhasil dalam mememuhi hak normatif pekerja

lalu digantikan dengan Permenaker No. 4 Tahun 2022.

Maka berdasarkan yang telah dijelaskan diatas perlindungan hak jaminan

hari tua dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata

Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, dapat disimpulkan

bahwa peserta yang memasuki usia pensiun atau tidak dapat lagi menjalankan

pekerjaannya, mengalami cacat total tetap, meninggal dunia dapat diberikan secara

tunai dan sekaligus kemudian bagi peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja

(PHK), mengundurkan diri (resign), dan pemberhentian hak bekerja, maka manfaat

JHT nya dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022 ini yang sebagai bagian pelaksana

dari PP JHT dapat diambil secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu

1 (satu) bulan tanpa lagi harus menunggu usia 56 (lima pilih enam) tahun dan dapat

dikatakan telah mencakup seluruh kategori atau kalangan pekerja berdasarkan

ketentuan yang ada didalam peraturan perundang-undangan.

82
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Ibid
83
Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, Ibid.
74

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022

ini telah memberikan perlindungan mencakup semua tenga kerja dan sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa setiap orang

berhak atas jaminan, dan perlindungan serta memperoleh kesempatan dan manfaat

yang sama sesuai dengan teori keadilan John Rawls yang digunakan dalam

penelitian ini yang dalam pendapatnya mengatakan bahwa keadilan harus dapat

ditegakkan apabila negara melaksanakan asas keadilan dan setiap orang hendaknya

memiliki hak yang sama serta perbedaan sosial dan ekonomisnya hendaknya diatur

sedemikian rupa sehingga memberi manfaat yang besar bagi mereka yang

berkedudukan paling tidak beruntung dalam hal ini pekerja. Dalam pandangannya

juga Rawls menyatakan setiap individu dalam masyarakat tidak ada pembedaan

status dan kedudukan, yang kemudian memposisikan situasi yang sama dan

sederajat.

Kemudian dalam pendapatnya juga John Rawls mengkonsepsikan keadilan

sebagai fairness, yang berarti bahwa keadilan haruslah memuat asas-asas bahwa

orang-orang yang merdeka dan rasional berkehendak untuk mengembangkan

kepentingan-kepentingannya, yang dalam hal ini kepentingan tersebut yaitu

jaminan sosial tenaga kerja khususnya dalam penelitian ini yaitu jaminan hari tua

serta memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya yang dalam

hal ini seluruh kategori atau golongan pekerja berhak mendapatkannya dan

mendaftarkan dirinya sehingga menjadi sebuah hubungan hukum yang terikat

dalam sebuah perikatan antara pekerja, pengusaha atau pemberi kerja, dengan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Sesuai dengan


75

teorinya Prof. R. Subekti, S.H. yang juga mengatakan bahwa: “Perikatan adalah

suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang

lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu” yang mana berdasarkan penjelasan

diatas, maka dalam hal ini pihak yang berhak menuntut sesuatu (jaminan hari tua)

adalah para pekerja, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan hak

tersebut dalam hal ini yaitu jaminan hari tua adalah pemberi kerja dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Maka dengan konsep itu Rawls menggiring masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan

teorinya yang disebut sebagai “Justice as fairness”. Sehingga kemudian terciptanya

sebuah perlindungan hukum sesuai dengan teori perlindungan hukum menurut

Sajipto Rahardjo yang menjelaskan bahwa: “Perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat yang dalam hal ini

sebagai tenaga kerja agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum yang mana hak tersebut dalam hal ini adalah jaminan hari tua. Hukum

dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi, dan

politik untuk memperoleh keadilan sosial yang dalam hal ini adalah pekerja/buruh.

Sehingga dengan adanya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang

BPJS sebagai badan pelaksana berfungsi untuk memberikan jaminan dan

perlindungan terhadap tenaga kerja dan juga dengan dikeluarkannya peraturan baru

sebagai peraturan pelaksana yang dalam hal ini Permenaker No. 4 Tahun 2022
76

dapat menjadi jaring pengaman bagi hari tua nya serta sekaligus sebagai jaring

pengaman pasca kerja bagi pekerja dalam pemberian perlindungan jaminan sosial

tenaga kerja.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian mengenai perlindungan hak jaminan hari tua berdasarkan

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS dan Permenaker No. 4 Tahun

2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlindungan hak jaminan hari tua dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011

Tentang BPJS dihubungkan dengan Permenaker No. 4 Tahun 2022 dilakukan

apabila para pekerja terdaftar sebagai peserta dari program JHT yang

diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Peserta program JHT terdiri atas

peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara

negara dan peserta bukan penerima upah dengan ketentuan mencapai usia

pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia saldo JHT nya dapat

diambil secara tunai dan sekaligus kemudian untuk peserta yang berhenti

bekerja meliputi peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau

mengundurkan diri (resign) dapat diberikan tanpa harus menunggu peserta

mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun dengan cara melakukan klaim atau

pencairan yang dapat dilakukan melalui kantor cabang, antrian online atau

layanan tanpa kontak fisik, serta melalui Jamsostek Mobile.

Selanjutnya perlindungan terhadap peserta program JHT dilakukan oleh

BPJS Ketenagakerjaan dengan cara melakukan sebuah pengawasan dan

77
78

pemeriksaan (wasrik). Pengawasan dilakukan secara internal dan eksternal,

pengawasan internal dilakukan oleh organ pengawas BPJS yang terdiri atas

Dewan Pengawas dan Satuan Pengawas Internal (SPI) dan Pengawasan

eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN serta lembaga pengawas independen

seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Perlindungan hak jaminan hari tua juga

diatur dengan ketentuan pemberian sanksi administratif bagi para pemberi

kerja/pengusaha. Ketentuan sanksi administratif tersebut berupa teguran

tertulis, denda, atau tidak mendapatkan pelayanan publik.

2. Perlindungan hak jaminan hari tua dalam Permenaker Nomor 4 Tahun 2022

Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua

dapat diberikan kepada seluruh golongan pekerja yang meliputi peserta

penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara,

antara lain pekerja pada perusahaan, pekerja pada orang perserorangan, dan

orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Serta

pekerja yang termasuk peserta bukan penerima upah, antara lain pemberi kerja,

pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja yang tidak

termasuk pekerja di luar hubungan kerja dan tidak pula termasuk sebagai

pekerja mandiri, yang bukan sebagai penerima upah.

Maka berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini, manfaat JHT

yang wajib diberikan kepada peserta berdasarkan Permenaker No. 4 Tahun

2022 ini yaitu antara lain peserta yang mencapai usia pensiun, peserta

mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia dapat diberikan secara tunai
79

dan sekaligus kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun, mengalami cacat

total tetap dan bagi peserta meninggal dunia dibayarkan kepada ahli waris

peserta. Kemudian bagi peserta yang berhenti bekerja meliputi peserta yang

mengundurkan diri (resign) dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) juga

dapat diberikan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1

(satu) bulan, tanpa lagi harus menunggu peserta mencapai usia 56 (lima puluh

enam) tahun, dengan tujuan memberikan kepastian hukum, namun bentuk

klausul hak pasca kerja dari peraturan sebelumnya yang telah disepakati dipaksa

berlaku surut, sehingga harus diperbaharui dalam hal tersebut yang tidak

menyelesaikan masalah kepastian hukum.

B. Saran

Dalam mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan bagi para pekerja pada

suatu perusahaan, khususnya dalam pemberian perlindungan program jaminan hari

tua terhadap para pekerja, disarankan sebagai berikut:

1. Dalam hal ini BPJS Ketenagakerjaan hendaknya lebih meningkatkan koordinasi

dengan perusahaan peserta jamsostek terkait dengan hal pembinaan dan

pengawasan untuk mengurangi kendala dan kesulitan dalam memastikan

pelayanan manfaat JHT agar dapat terlayani dengan mudah dalam melakukan

klaim. Serta lebih meningkatkan kembali proses pelayanan agar dapat

terpastikan bahwa pelayanan manfaat JHT dapat terlayani dengan mudah dalam

melakukan klaim melalui beberapa kanal/saluran layanan.


80

2. Perjanjian baru yang membagi premi pembayaran yang telah dibayarkan atau

sesuai kebutuhan pekerja yang disepakati baru dapat, semua untuk JHT, semua

untuk JKP, atau dibagi sesuai porsi persentase.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya


Bakti, Bandung, 2009.

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2004.

Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori,


Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010.
Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta,
2010.
Andika Wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Timur,
2018.
Christopher McMahon, Reasonableness and Fairness: A historical Theory,
Cambridge University Press, 2016.
Colin Farrelly, Introduction to Contemporary Political Theory, Sage Publications,
London, 2004.

Immanuel Kant, Groundwork for the Metaphysics of Morals, Diedit dan


diterjemahkan oleh Allen Wood, New Haven, Yale University Press, 2002.
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi,
Alfabeta, Bandung, 2017.
John Locke, Two Treatises of Government, Cambridge University Press,
Cambridge, 1970.

John Rawls, Teori Keadilan Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan


Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2019
Joko Sriwidodo dan Kristiawanto, Memahami Hukum Perikatan, Kepel Press,
Yogyakarta, 2021.
Martono Anggusti, Pengelolaan Perusahaan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja,
Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2019.
Michael Sandel, Justice: What's the Right Thing to Do, Penguin Books, New York,
2009.

81
82

Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, UPT. Mataram University Press, Mataram,


2020.
Nuradi dan Edi Rohaedi, Hukum Ketenagakerjaan Dalam Perspektif Perlindungan
Alih Daya , PT. Mandala Nasional, Jakarta Pusat, 2021.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1998.

Samuel Freeman, “Introduction: John Rawls – An Overview” dalam Samuel


Freeman (ed.), The Cambridge Companion to Rawls, Cambridge, Cambridge
University Press, 2003.

Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penlitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

Suratman, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Raja Grafindo,


Depok, 2019.

Thomas Hobbes, Leviathan, ed. C. B. Macpherson, Hardmondsworth, Middlesex:


Penguin Books, 1974.

Tim Koordinasi Komunikasi Publik Terintegrasi Jaminan Sosial Bidang


Ketenagakerjaan, “Buku Tanya Jawab Seputar : Sistem Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan (SJSN-TK)”, Jakarta, 2016.

Vladimir Rys, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011.

Zaeni Asyahdie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia,


Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

B. Jurnal

Ahmad Nizar Shihab, “Hadirnya Negara Di Tengah Rakyatnya Pasca Lahirnya


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 2, (2012).

Anggi Chrisye Piteradja, Masjie Silija Pangkey, Joyce Jacinta Rares,


“Implementasi Program Jaminan Hari tua di Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan Kota Manado”, Jurnal Administrasi Publik, Vol. 4,
No. 2, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Manado, (2018).

Daniel Perwira dkk, “Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan Sosial:
Pengalaman Indonesia”, Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta, (2003).
83

Dede Agus, “Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam


Rangka Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja”, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8
No. 1, Serang, (2014).
Inge Dwisvimiar, “Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 11, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto,
(2011)

Junaidi Abdullah, “Bentuk-Bentuk Jaminan Sosial dan Manfaatnya Bagi Tenaga


Kerja Dalam Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, Jurnal Pemikiran Hukum
dan Hukum Islam, Vol. 9, No. 1, (2018).

Pan Mohhamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls (John Rawls A Theory Of
Justice), Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 1, (2009).

Sunaryo, “Konsep Fairness John Rawls, Kritik dan Relevansinya”, Jurnal


Konstitusi, Vol. 19, No. 1, Jakarta, (2022).

Yusuf Subkhi, “Tenaga Kerja Alih Daya (Outsorsing) perspektif Undang-Undang


No. 13 tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam”, UIN
Maliki Malang, (2012).

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua
Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Hari Tua
84

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan


Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Hari Tua
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

D. Wawancara

Wawancara dengan Bapak Brian Aprinto, S.T., M.M. selaku Asisten Deputi Bidang
Kebijakan Program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) via Google
Meeting (Gmeet) pada Hari Kamis Tanggal 15/09/2022 Pukul 15.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai