Anda di halaman 1dari 56

Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

MODEL EPIDEMI ROUTING

Maftuhah1, Respatiwulan, Siswanto


Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
1)
ayny_ayra@yahoo.com

Abstrak
Model epidemi routing menjelaskan proses pengiriman paket data pada
jaringan mobile melalui analogi proses penyebaran penyakit. Analogi dapat dilihat
berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh.
Tujuan penelitian ini adalah menurunkan model epidemi routing. Model
epidemi routing berupa persamaan diferensial biasa yang menyatakan perubahan
banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan mobile pada saat t.
Perubahan banyaknya node dipengaruhi laju pengiriman paket data. Semakin besar
laju pengiriman paket data maka semakin besar perubahan banyaknya node yang
memiliki paket data pada suatu jaringan mobile.Penyelesaian model epidemic
routing berupa banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu jaringan
mobile pada saat t.
Selanjutnya model epidemi routing diterapkan pada suatu contoh proses
pengiriman paket data di medan perang dan disimulasi dengan mengambil
besarnya laju pengiriman paket data βyang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan
jika semakin besar nilai β, maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk
semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.

Kata kunci: model epidemi, routing

1. PENDAHULUAN
Model epidemi merupakan salah satu model matematika yang dapat menggambarkan pola
penyebaran penyakit. Kesesuaian model epidemi dengan kasus nyata penyebaran penyakit
mengakibatkan banyak dilakukan pengembangan model epidemi. Menurut Isham [3],
pengembangan model epidemi dilakukan dengan menambah variabel dan menambah perlakuan
sesuai tujuan yang diinginkan. Selain itu, pengembangan dari model epidemi juga dapat
dilakukan dengan melakukan analogi model epidemi atau proses penyebaran penyakit dengan
proses yang memiliki perilaku sama sehingga diperoleh model baru.
Model epidemi dapat dianalogikan dengan proses pengiriman paket data (routing)
(Zhang[6]). Routing adalah proses pemilihan jalur untuk pengiriman paketdata dari node satu ke
node yang lain dalam suatu jaringan mobile. Pada routing dipilih jalur pengiriman paket data
yang stabil, yaitu jalur dengan semua nodedapat memiliki paket data.
Analogi antara model epidemi dan routing dapat dilihat berdasarkan proses dan variabel
yang berpengaruh, sehingga dengan dilakukannya analogi maka dapat mempermudah
memperoleh model epidemi routing.

Makalah Pendamping: Matematika 2 177


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

2. PEMBAHASAN
2.1 Model Epidemi Routing
Model epidemi routing mengacu pada (Zhang [6]). Model epidemi routing menjelaskan
proses pengiriman paket data dalam suatu jaringan mobile (routing)melalui analogi pada proses
penyebaran penyakit. Analogi antara model epidemicdan routing dapat dilihat berdasarkan
proses dan variabel yang berpengaruh.Model epidemi routing dapat menggambarkan pola
pengiriman paket data padajaringan mobile berdasarkan banyaknya node yang memiliki paket
data tiap satusatuan waktu.
Proses pengiriman paket data pada routing dinyatakan dengan algoritma store-carry-
forward. Store-carry-forward adalah node yang memiliki paket data danmembawa paket data
tersebut untuk mengirimkannya ke node lain yang belummemiliki paket data ( Liu [4] dan
Zhang [6]). Menurut Small [5], model epidemicyang prosesnya sesuai dengan algoritma pada
routing adalah model susceptible infected (SI). Model SI menggambarkan proses penyebaran
penyakit dari individuyang terinfeksi penyakit ke individu yang belum terinfeksi penyakit
sampai semuaindividu terinfeksi penyakit tersebut. Selain proses, variabel yang
berpengaruhpada routing dan model epidemi juga memiliki kesamaan. Node yang belum
memiliki paket data pada routing dapat dianalogikan dengan individu yang belumterinfeksi
pada model epidemi dan node yang memiliki paket data pada routing dapat dianalogikan
dengan individu yang terinfeksi pada model epidemi.
Karena proses pengiriman paket data pada routing dapat dianalogikan dengan model SI,
maka asumsi yang digunakan pada model epidemi routing mengacu pada model SI.
1. Pengiriman paket data terjadi pada suatu jaringan mobile dengan banyaknya node
konstan.
2. Terdapat satu node awal yang memiliki paket data.
3. Setiap node mempunyai peluang yang sama untuk memiliki paket data.
4. Hanya satu paket data yang dapat dikirimkan.
5. Satu node hanya dapat mengirimkan dan menerima paket data sebanyak
satu kali.
Pada model epidemi routing, kelompok node yang belum memiliki paket data
dianalogikan dengan kelompok individu yang belum terinfeksi penyakit dinotasikan dengan S.
Sedangkan kelompok node yang memiliki paket data dianalogikan dengan kelompok individu
yang terinfeksi penyakit dinotasikan dengan I. Node pada kelompok S dapat memiliki paket data
dengan laju pengiriman paket data sebesar β, sehingga node yang telah memiliki paket data
menjadi node pada kelompok I. Karena setiap node mempunyai peluang yang sama untuk
memiliki paket data, maka kemungkinan banyaknya node pada kelompok S yang berpindah ke
kelompok I sebesar βSI. Sehingga proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node
pada model epidemi routing dapat disajikan dalam Gambar 1.

178 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Gambar 1. Proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node


Banyaknya node kelompok S dan I pada waktu t, masing-masing dinyatakan dengan
S(t) dan I(t). Jika banyaknya node pada suatu jaringan mobile dinyatakan dengan N, maka S(t) =
N - I(t). Dengan demikian perubahan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan
mobile tiap satu satuan waktu dapat dituliskan sebagai
𝑑𝐼 (𝑡)
𝑑𝑡
= 𝛽 𝐼 𝑡 (𝑁 − 瑡 𝑡 ) (2.1)

dengan laju pengiriman paket data 𝛽 ≥ 0. Selanjutnya persamaan diferensial (2.1) merupakan
model epidemi routing.

2.2 Penyelesaian Model


Model epidemi routing diharapkan dapat menggambarkan pola pengiriman paket data
berdasarkan banyaknya node yang memiliki paket data. Persamaan (2.1) menyatakan perubahan
banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu.
Sehingga, persamaan (2.1) perlu diselesaikan untuk mendapatkan persamaan yang menyatakan
banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan mobile tiap satu satuan waktu, dan
penyelesaiannya dapat diselesaikan secara eksak. Menurut Champell [1], persamaan (2.1)
merupakan persamaaan diferensial dengan variabel terpisah, sehingga dapat dinyatakan
𝑑𝐼 (𝑡)
𝐼 𝑡 (𝑁−𝐼 𝑡 )
= 𝛽𝑑𝑡. (3.1)

Karena diasumsikan hanya terdapat satu node awal pada jaringan mobile yang memiliki paket
data I(0) = 1, diperoleh penyelesaian dari persamaan (3.1)
𝑁
𝐼 𝑡 = 1+(𝑁−1)𝑒 −𝛽𝑁𝑡 (3.2)

dengan laju pengiriman paket data 𝛽 ≥ 0.


Persamaan (3.2) menyatakan banyaknya node yang memiliki paket data pada jaringan
mobile pada waktu t, dengan N menyatakan banyaknya node dalam jaringan mobile dan
𝛽merupakan laju pengiriman paket data. Banyaknya node yang memiliki paket data pada
jaringan mobile tiap satu satuan waktu dapat dianalisis dengan melihat pengaruh dari 𝛽.
Jika 𝛽bernilai 0, maka 𝑒 −𝛽𝑁𝑡 bernilai 1, sehingga berakibat hanya satu node yang
memiliki paket data pada jaringan mobile yaitu node awal. Sedangkan jika nilai 𝛽semakin besar,
maka nilai 𝑒 −𝛽𝑁𝑡 semakin mendekati 0, sehingga berakibat banyaknya node yang memiliki
paket data pada jaringan mobile akan mendekati N. Sehingga dapat disimpulkan jika semakin
besar 𝛽, maka banyak node yang memiliki paket data pada jaringan mobile semakin cepat
mendekati N.

Makalah Pendamping: Matematika 2 179


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

2.3 Penerapan dan Simulasi Model


Penerapan dalam penelitian ini menggunakan kasus jaringan mobile di medan perang
yang merujuk pada (Groenevelt [2]). Pada kasus tersebut mengamati pola pengiriman paket data
pada jaringan mobile di medan perang yang dilihat dari pengiriman paket data yang stabil yaitu
saat semua node dapat memiliki paket data. Banyaknya node pada jaringan mobile di medan
perang 100 dengan laju pengiriman paket data 𝛽= 0.222 jam/node. Parameter dari model
tersebut mengacu dari (Groenevelt [2]). Berdasarkan persamaan (2.1) perubahan banyaknya
node yang memiliki paket data pada waktu t dalam suatu jaringan mobile di medan perang dapat
disajikan sebagai
𝑑𝐼 (𝑡)
= 0.222 𝐼 𝑡 100 − 𝐼 𝑡 . (4.1)
𝑑𝑡

Banyaknya node yang memiliki paket data pada waktu t dalam suatu jaringan mobile di
medan perang diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (4.1) yaitu
100
𝐼 𝑡 = . (4.2)
1+99𝑒 −22,2𝑡

Persamaan (4.2) dapat disajikan pada Gambar 2.


.
i
100

80

60

40

20

t
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Gambar 2. Banyaknya node yang memiliki paket data


Gambar 2 menunjukkan pada saat t = 0.87 jam, banyaknya node yang memiliki paket
data sebanyak 100 node, artinya pada saat t = 0.87 jam semua node dalam jaringan mobile di
medan perang telah memiliki paket data.
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh 𝛽terhadap perubahan banyaknya node yang
memiliki paket data pada waktu ke-t, model epidemi routing pada persamaan (4.1)
disimulasikan. Simulasi dilakukan dengan mengambil 𝛽yang berbeda-beda yaitu 𝛽 = 0.075, 𝛽=
0.222 dan 𝛽= 0.50. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 3.

180 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

i
100

80

60

40

20

t
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Gambar 3. Banyaknya node yang memiliki paket data, dengan 𝛽berbeda


Gambar 3 menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data pada suatu
jaringan mobile dengan 𝛽yang berbeda-beda N = 100 dan I(0) = 1. Pada Gambar 3 garis
berwarna merah menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan 𝛽= 0.075.
Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan 𝛽=
0.222. Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya node yang memiliki paket data dengan
𝛽= 0.50.
Garis berwarna biru menunjukkan dengan 𝛽= 0.075, sebanyak 100 node dalam jaringan
mobile telah memiliki paket data pada saat t = 2.55 jam. Garis berwarna merah menunjukkan
dengan 𝛽= 0.222, sebanyak 100 node dalam jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat
t = 0.87 jam. Garis berwarna hitam menunjukkan dengan 𝛽= 0.50, sebanyak 100 node dalam
jaringan mobile telah memiliki paket data pada saat t = 0.39 jam. Berdasarkan hasil simulasi
pada Gambar 3, terlihat jika semakin besar laju pengiriman paket data 𝛽, maka semakin cepat
semua node dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.

3. KESIMPULAN
1. Model epidemi routing dinyatakan sebagai
𝑑𝐼 (𝑡)
𝑑𝑡
= 𝛽 𝐼 𝑡 (𝑁 − Ọ 𝑡 ).

2. Penyelesaian model epidemi routing dengan mula-mula hanya satu node dalam jaringan
mobile yang memiliki paket data I(0) = 1 yaitu
𝑁
𝐼 𝑡 = .
1 + (𝑁 − 1)𝑒 −𝛽𝑁𝑡
3. Berdasarkan hasil analisis dan simulasi menunjukkan jika semakin besar laju
pengiriman paket data 𝛽, maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk semua node
dalam jaringan mobile dapat memiliki paket data.

Makalah Pendamping: Matematika 2 181


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

4. DAFTAR PUSTAKA
[1] Campbell, L. Stephen, An Introduction to Differential Equations and their Application,
second ed ed., California USA, 1990.
[2] Groenevelt, R., P. Nain, and G. Koole, The Message Delay in Mobile Ad Hoc Network,
Perform (2005), no. 62, 210-228.
[3] Isham, V., Stachastic Models for Epidemics, Research Report 263.
[4] Liu, J., X. Jiang, H. Nishiyama, and N. Kato, General Model for Store-Carry-Forward
Routing Schemes with Multicast in Delay Tolerant Networks, IEEE (2011), 494-500.
[5] Small, T., and Z.J. Haas, The Shared Wireless Infostation Model-A New Ad Hoc
Networking Paradigm, MobiHoc, Maryland, USA (2003), 233-244.
[6] Zhang, E., G. Neglia, J. Kurose, and D. Towsley, Performance Modeling of Epidemic
Routing, UMass Computer Science Technical Report 44 (2005).

182 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

ANALISIS MODEL PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR


MENGGUNAKAN MATRIKS LESLIE

Marliadi Susanto1, Mamika Ujianita Romdhini2, Lailia Awalushaumi3


Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram
Jl. Majapahit 62 Mataram, email: mamika_ur@yahoo.com
Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pertumbuhan produksi


jagung yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Dalam penelitian ini digunakan suatu
metode pada bidang aljabar yaitu dengan menggunakan Matriks Leslie. Matriks
Leslie yang dikenal juga sebagai model Leslie ditemukan oleh P. H Leslie pada
tahun 1945 untuk menganalisis pertumbuhan populasi. Data yang digunakan adalah
populasi benih jagung, daya tahan hidup dan angka kelahiran jagung. Data tersebut
kemudian dimodelkan dalam Matriks Leslie dan dicari nilai eigen positif terbesarnya
(akar Perron). Hasilnya adalah pada Kabupaten Lombok Timur diperoleh akar
Perron = 1,6757 sehingga modelnya menjadi X k  1,6757 X k 1 . Artinya
pertumbuhan produksi jagung di Kabupaten Lombok Timur meningkat sebesar
1,6757 tiap tahunnya.

Kata kata kunci : populasi jagung, Matriks Leslie, akar Perron

PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai Negara agraris yang berarti Negara mengandalkan sektor
pertanian baik sebagai mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor
pertanian merupakan penopang perekonomian di Indonesia karena pertanian membentuk
proporsi yang sangat besar memberikan sumbangan untuk kas pemerintah. Jagung menjadi
salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan sangat terkait dengan industri besar
(Berliana, 2008). Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan, di beberapa
tempat , jagung merupakan bahan makanan pokok utama pengganti beras atau sebagai
campuran beras. Penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan terus mengalami
peningkatan. Sementara ketersediaannya dalam bentuk bahan terbatas. Untuk itu, perlu
dilakukan upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan penanaman dan peningkatan
produktivitas.
Lombok adalah salah satu daerah yang memiliki lahan cukup luas dan subur dan
sangat berpotensi untuk meningkatkan produksi jagung. Di daerah ini masih banyak lahan
pertanian yang belum dioptimalkan untuk menanam jagung. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2011, jumlah produksi jagung di kabupaten
Lombok Timur adalah yang paling banyak dibandingkan kabupaten-kabupaten lain yang ada di
pulau Lombok. Padahal potensi pemasaran jagung di lombok terus mengalami peningkatan.
Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembanganya industri peternakan yang pada akhirnya akan

Makalah Pendamping: Matematika 2 183


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain itu, berkembangnya
produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung di kalangan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian untuk menentukan model
pertumbuhan tanaman jagung dan perkembangan harga jagung menggunakan Matriks Leslie.
Hal ini dimaksudkan sebagai alat kontrol secara matematis perkembangan usahatani jagung
khususnya di kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumsan masalah dan tujuan pada
penelitian ini adalah merumuskan model matematika pertumbuhan produksi tanaman jagung di
kabupaten Lombok Timur menggunakan Matriks Leslie. Tujuan selanjutnya adalah menentukan
nilai eigen dari matriks Leslie model usahatani jagung di kabupaten Lombok Timur. Yang
terakhir penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan usahatani jagung
berdasarkan nilai eigen dari model Leslie.

Salah satu model pertumbuhan populasi yang sering digunakan oleh ahli demografi
adalah model Leslie. Suatu populasi dapat dimodelkan dengan Matriks Leslie dengan melihat
tiga faktor yaitu faktor kelahiran, kematian dan pertambahan usia.
Pada Matriks Leslie, untuk mengetahui model pertumbuhan suatu populasi ada
beberapa asumsi yang harus terpenuhi yaitu:
1. Hanya dibutuhkan jumlah populasi perempuan.
2. Usia maksimum yang dapat dicapai suatu populasi.
3. Kelompok usia dari populasi.
4. Daya tahan hidup (survival rate) tiap kelompok usia menuju tahap usia selanjutnya
diketahui.
5. Angka kelahiran (age birth) untuk tiap kelompok usia diketahui (Yokoyama, 1997).
Misalkan adalah rata-rata banyaknya anak perempuan yang lahir dari setiap kelompok

dan adalah perbandingan antara banyak perempuan yang bertahan hidup (survival rate)

sehingga mampu masuk ke dalam kelompok , dengan banyaknya perempuan dalam

kelompok . Misalkan pula adalah banyaknya perempuan pada kelompok pada

pengamatan waktu ke-k untuk . Maka Model Leslie dapat dituliskan dengan

persamaan dan

disebut Matriks Leslie (Simanihuruk, 2005). Selanjutnya Model Leslie tersebut dapat diwakili
oleh akar Perron sesuai dengan teorema dalam (Prayanti, 2010) yaitu Jika λ1 adalah akar Perron
dari Matriks Leslie (L) maka X k = L X (k−1)dapat diwakili oleh X k = λ1 X (k−1) .

184 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan studi pustaka
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Matematika FMIPA Universitas Mataram
selama 6 bulan.
Target/Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah populasi jagung yaitu jumlah produksi dan
jumlah benih jagung dari tahun 2001 sampai 2012 untuk tiap Kecamatan di Kabupaten Lombok
Timur.
Prosedur
Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur.
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur. Data yang dikumpulkan adalah
data populasi jagung yaitu jumlah produksi (anak) dan jumlah benih (dewasa) dari tahun 2001
sampai 2012 untuk tiap kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Daerah yang menjadi sampel
yaitu Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur antara lain Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra
Barat, Sakra Timur, Terara, Montong Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia,
Suralaga, Selong, Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun, Sambelia
data keseluruhan populasi jagung di Kabupaten Lombok Timur.

Teknik Analisis Data

1. Pengolahan data.
Dari data populasi jumlah produksi jagung (anak) dan jumlah benih jagung yang
diperoleh dicari daya tahan hidup (survival rate) dan angka kelahiran (age birth).
2. Memodelkan Matriks Leslie .
Pada tahapan ini, dari data daya tahan hidup (survival rate) dan angka kelahiran
(age birth) dimodelkan suatu Matriks Leslie.
3. Menghitung nilai eigen.
Matriks Leslie yang didapat dicari nilai eigennya. Pencarian nilai eigen ini dibantu
dengan menggunakan program MATLAB dan Microsoft Exel.
4. Mencari akar Perron
Dari sejumlah nilai eigen, dipilih nilai eigen positif terbesar yang disebut dengan
akar Perron.

Makalah Pendamping: Matematika 2 185


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

5. Membuat model
Membuat model pertumbuhan sapi berdasarkan akar Perron dan meramalkan
pertumbuhannya.
6. Menarik kesimpulan.
Disimpulkan bagaimana perkembangan usahatani jagung di Kabupaten Lombok
Timur berdasarkan nilai eigen dari matriks Leslie.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan Matriks Leslie yang ada terdapat 2 kelompok usia jagung yaitu produksi
(anak) dan benih (dewasa) dan benih (dewasa) sehingga terdapat angka daya tahan hidup yaitu
daya tahan hidup menuju usia dewasa. Daya tahan hidup diperoleh dari perbandingan jumlah
jagung pada kelompok pada tahun ke dengan jumlah benih kelompok pada tahun ke
, secara matematika dirumuskan sebagai berikut :

 B tproduksi 
1  B t 1 
n

SR   benih 
n
dimana,
t 1
Bbenih = jumlah benih jagung pada tahun

B tproduksi = jumlah produksi jagung pada tahun (Yokoyama, 1997)

4.1.2 Angka Kelahiran (Age Birth)


Angka kelahiran diperoleh dari perbandingan jumlah produksi jagung pada tahun ke
dengan jumlah benih kelompok usia dewasa pada tahun ke , secara matematika
dirumuskan sebagai berikut:

 Bbenih
t 
1  B t 1 
 n

AB   produksi 
n
dimana,
t
Bbenih = jumlah benih jagung pada tahun
1
B tproduksi = jumlah produksi jagung pada tahun

(Yokoyama, 1997)

Jika disajikan dalam bentuk Tabel maka hasil angka kelahiran dan daya tahan hidup
untuk tiap kecamatan pada Kabupaten Lombok Timur adalah sebagai berikut :

186 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Tabel 1. Angka kelahiran dan daya tahan hidup di tiap kecamatan pada Kabupaten
Lombok Timur
Kecamatan Daya tahan hidup Angka Kelahiran
Keruak 0.01141 81.04205
Jerowaru 0.02198 267.62449
Sakra 0.01217 121.73741
Sakra Barat 0.01415 106.71605
Sakra Timur 0.02319 248.51838
Terara 0.02184 185.80892
Montong Gading 0.02044 138.97635
Sikur 0.03588 354.88976
Masbagik 0.04004 246.61779
Pringgasela 0.02908 203.95741
Sukamulia 0.03649 97.23571
Suralaga 0.01807 106.53103
Selong 0.01319 87.45776
Labuhan Haji 0.01150 94.65204
Pringgabaya 0.01159 109.93698
Suela 0.01069 86.38879
Aikmel 0.01195 97.54844
Wanasaba 0.01107 108.99301
Sembalun 0.01266 100.39432
Sambelia 0.01419 98.64025

Dari hasil angka kelahiran dapat dan angka daya tahan hidup dimodelkan suatu Matriks
Leslie untuk tiap wilayah sebagai berikut:

1. Kecamatan Keruak
Di Kecamatan Keruak diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 81.04205
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 =0,9616 sehingga
0.01141 0 
k 1
modelnya menjadi 𝑋 𝑘 = 𝜆𝑝 𝑋 (𝑘−1)  X  0,9616 X
k

2. Kecamatan Jerowaru

Makalah Pendamping: Matematika 2 187


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Di Kecamatan Jerowaru diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 267.62449
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 2,425 sehingga
0.02198 0 
modelnya menjadi X
k
 2,425 X k 1
3. Kecamatan Sakra
Di Kecamatan Sakra diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 121.73741
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,217 sehingga
0.01217 0 
modelnya menjadi X
k
 1,217 X k 1 .
4. Kecamatan Sakra Barat
Di Kecamatan Sakra Barat diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 106.71605
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,2288 sehingga
0.01415 0 
k 1
modelnya menjadi X  1,2288 X
k
.

5. Kecamatan Sakra Timur


Di Kecamatan Sakra Timur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 248.51838
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 2,386 sehingga
0.02319 0 
modelnya menjadi X k  2,386 X k 1

6. Kecamatan Terara
Di Kecamatan Terara diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya adalah

 0 185.80892
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 2,0144 sehingga
0.02184 0 
k 1
modelnya menjadi X  2,0144 X
k
.

7. Kecamatan Montong Gading


Di Kecamatan Montong Gading diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 138.97635
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,6854 sehingga
0.02044 0 
k 1
modelnya menjadi X  1,6854 X
k
.

188 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

8. Kecamatan Sikur
Di Kecamatan Sikur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 354.88976
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 3,568 sehingga
0.03588 0 
modelnya menjadi X
k
 3,568 X k 1 .
9. Kecamatan Masbagik

Di Kecamatan Masbagik diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 246.61779
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 3,568 sehingga
0.04004 0 
modelnya menjadi X
k
 3,568 X k 1 .

10. Kecamatan Pringgasela


Di Kecamatan Pringgasela diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 203.95741
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 2,435 sehingga
0.02908 0 
modelnya menjadi X
k
 2,435 X k 1 .

11. Kecamatan Sukamulia


Di Kecamatan Sukamulia diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 97.23571
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,8836 sehingga
0.03649 0 
k 1
modelnya menjadi X  1,8836 X
k
.

12. Kecamatan Suralaga


Di Kecamatan Suralaga diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 106.53103
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,387 sehingga
0.01807 0 
modelnya menjadi X
k
 1,387 X k 1 .
13. Kecamatan Selong
Di Kecamatan Selong diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 87.45776
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,074 sehingga
0.01319 0 
modelnya menjadi X
k
 1,074 X k 1 .

Makalah Pendamping: Matematika 2 189


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

14. Kecamatan Labuhan Haji


Di Kecamatan Labuhan Haji diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 94.65204
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,0433 sehingga
0.01150 0 
k 1
modelnya menjadi X  1,0433 X
k
.

16. Kecamatan Suela


Di Kecamatan Suela diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 86.38879
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 0,96 sehingga
0.01069 0 
modelnya menjadi X
k
 0,96 X k 1 .
17. Kecamatan Aikmel
Di Kecamatan Aikmel diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 97.54844
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,0797 sehingga
0.01195 0 
modelnya menjadi X
k
 1,0797 X k 1 .
18. Kecamatan Wanasaba
Di Kecamatan Wanasaba diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 108.99301
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,098 sehingga
0.01107 0 
modelnya menjadi X
k
 1,098 X k 1 .
19. Kecamatan Sembalun
Di Kecamatan Sembalun diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 100.39432
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,1274 sehingga
0.01266 0 
modelnya menjadi X
k
 1,1274 X k 1 .
20. Kecamatan Sambelia
Di Kecamatan Sambelia diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan jagungnya yaitu

 0 98.64025
L  . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 = 1,183 sehingga
0.01419 0 
modelnya menjadi X
k
 1,183 X k 1

190 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Secara umum di Kabupaten Lombok Timur diperoleh Matriks Leslie pertumbuhan

 0 147,18335
jagungnya adalah L    . Akar Perron dari matriks tersebut yaitu 𝜆𝑝 =
0.019079 0 
1,6757 sehingga modelnya menjadi X
k
 1,6757 X k 1 .

SIMPULAN DAN SARAN

1. Model pertumbuhaan jagung di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan matriks Leslie


adalah

 0 147,18335 k 1
Xk  X
0.019079 0 

2. Akar Perron dari Matriks Leslie untuk Kabupaten Lombok Timur adalah 𝜆𝑝 = 1,6757. Karena
matriks Leslie dapat diwakili oleh akar Perronnya maka model pertumbuhan jagung di
Kabupaten Lombok Timur berdasarkan akar Perron adalah :

X k  1,6757 X k 1

3. Dari hasil peramalan menggunakan akar Perron, maka perkembangan usahatani jagung di
kabupaten Lombok Timur dari model Leslie mengalami peningkatan sebesar 1,6757 tiap
tahunnya.

DAFTAR PUSTAKA
Berliana, 2008. Analisis Efesiensi dan Produksi Pendapatan Pada Usahatani Jagung
Kabupaten Grobongan; Undip, Semarang
Prayanti, B.D.A., Wardhana, I.G.A.W, Romdhini, M.U. 2010. Bumi Sejuta Sapi Economic
Policy Analysis Using Leslie Matrix. International Seminar on Economic Culture
and Environment, The University of Mataram, Indonesi 11-13 november 2010.
Purwono, 2010, Bertanam Jagung Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta
Richard, 2000. Mathematical Models, Rutgers University,
Simanihiruk, Mudin. 2005. Karakteristik Matriks Leslie Ordo Tiga. Jurnal Gradien Vol.2 NO.1
Januari 2006. hlm. 134-138.
Susanta, 1989. Model matematika, Depdikbud, Jakarta
Yokoyama, Kevin.1997. Population Modeling Using The Leslie Matrix. Prentice Hall, Inc: New
Jersey.

Makalah Pendamping: Matematika 2 191


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TB PARU


DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Mamika Ujianita Romdhini1, Lailia Awalushaumi2, Marliadi Susanto3


Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram
Jl. Majapahit 62 Mataram, email: awalushaumi@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model penyebaran penyakit TB-Paru di Nusa
Tenggara Barat karena Penyakit TB-Paru termasuk dalam penyakit menular yang paling
dominan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2010). Dalam
penelitian ini digunakan suatu metode analisis persamaan diferensial. Data yang digunakan
adalah jumlah kasus TB-Paru di Nusa Tenggara Barat, angka kesembuhan dan angka
kematian akibat TB-Paru. Data tersebut kemudian dimodelkan dalam model persamaan
diferensial penyebaran penyakit TB-Paru. Dari model tersebut, diperoleh dua titik
kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik,
yang kemudian dilakukan analisis kestabilan dari model penyebaran penyakit TB-Paru serta
melihat bentuk trayektorinya.

Kata kunci : persamaan diferensial, analisis kestabilan, TB-Paru

PENDAHULUAN

Penyakit tropis adalah penyakit yang lazim terjadi untuk daerah tropis dan subtropis
karena terjadinya musim dingin, yang mengontrol populasi serangga dengan memaksa
hibernasi. Serangga seperti nyamuk dan lalat adalah pembawa penyakit yang paling umum, atau
vektor. Serangga ini dapat membawa parasit, bakteri atau virus yang menular kepada manusia
dan hewan. Penyakit tersebut sering ditularkan oleh aktivitas "menggigit" yang dilakukan oleh
serangga, yang menyebabkan transmisi agen menular melalui pertukaran darah subkutan.
Eksplorasi manusia terhadap hutan hujan tropis, deforestasi, imigrasi naik dan perjalanan udara
meningkat internasional dan wisata lainnya ke daerah tropis telah menyebabkan peningkatan
insiden penyakit tersebut. Hal ini dimungkinkan juga oleh suhu yang lebih tinggi yang dapat
mendukung replikasi agen patogen baik di dalam dan luar organisme biologis. Faktor sosio-
ekonomi mungkin juga beroperasi, karena sebagian besar negara-negara termiskin di dunia
berada di tropis. Beberapa negara tropis telah meningkatkan situasi sosial-ekonomi mereka dan
berinvestasi dalam kebersihan, kesehatan masyarakat dan memerangi penyakit menular hingga
telah mencapai hasil yang dramatis dalam kaitannya dengan penghapusan atau penurunan
banyak penyakit tropis endemik di wilayah mereka (Widoyono, 2005).
Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang matematika mempunyai kontribusi
yang besar dalam mengembangkan ilmu-ilmu dasar, baik itu matematika sendiri maupun dalam
bidang-bidang ilmu eksakta lainnya. Dalam bidang ilmu terapan, persamaan diferensial
merupakan alat untuk menentukan solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi. Pada penelitian
ini, permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana menganalisis persamaan diferensial yang

192 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

muncul di dalam permasalahan penyebaran penyakit tropis, khususnya di daerah Nusa Tenggara
Barat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
persamaan diferensial yang muncul di dalam permasalahan penyebaran penyakit TB-Paru di
daerah Nusa Tenggara Barat dan untuk mengetahui kondisi kestabilan dari masalah penyebaran
penyakit TB-Paru di Nusa Tenggara Barat

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan studi pustaka
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Matematika FMIPA Universitas Mataram
selama 6 bulan.
Target/Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah penyebaran penyakit TB-Paru pada tahun
2010 di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Prosedur
Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Mataram.
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Mataram. Data yang dikumpulkan adalah data jumlah
penduduk, data penderita penyakit baru dan lama, jumlah kematian, dan jumlah kesembuhan
dari penyebaran penyakit TB-Paru di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Teknik Analisis Data
Tahapan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu:
1. Membuat pengamatan terhadap pola penyebaran penyakit tropis
2. Mengumpulkan informasi
3. Menyatakan model real ke dalam bahasa matematika
4. Menjelaskan model matematika yang sesuai dengan pola penyebaran penyakit
5. Menganalisa kestabilan sistem
6. Membuat kesimpulan

Makalah Pendamping: Matematika 2 193


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Data yang diperoleh dari BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Kesehatan Kota
Mataram untuk penyakit TB-Paru pada tahun 2010 yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Jumlah Kasus TB Paru dan kematian akibat TB Paru Berdasarkan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTB tahun 2010

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


No Kabupaten/Kota
Kasus Kasus Baru Kasus Lama Kesembuhan kematian
1 Lombok Barat 434 434 0 354 23
2 Lombok Tengah 1.383 948 435 501 27
3 Lombok Timur 2.218 1067 1151 540 11
4 Sumbawa 209 209 0 116 9
5 Dompu 106 106 0 106 13
6 Bima 449 446 3 399 4
7 Sumbawa Barat 90 87 3 63 2
8 Lombok Utara 100 100 0 70 6
9 Kota Mataram 281 267 14 258 8
10 Kota Bima 163 120 143 58 0
Total 5533 3784 1749 2465 103
sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi NTB

Dari definisi titik tetap, diperoleh titik kesetimbangan dari model penyebaran penyakit
TB-Paru tersebut yaitu pada titik (0, 0, 0). Selanjutnya dengan menggunakan software Matlab
dengan tool-box p-plane, hasil simulasi dan analisis kestabilan yang terjadi di dalam sistem
tersebut yaitu: Untuk 0 < 𝜏𝐴 < 1merupakan stabil asimtotik dengan titik kesetimbangan yang
terbentuk adalah simpul. Untuk𝜏𝐴 = 1merupakan stabil dengan titik kesetimbangan yang
532
terbentuk adalah spiral.Untuk 1 < 𝜏𝐴 < 17
merupakan stabil asimtotik dengan titik
532
kesetimbangan yang terbentuk adalah spiral node.Untuk 𝜏𝐴 > 17
merupakan tidak stabil
532
dengan titik kesetimbangan yang terbentuk adalah titik pelana.Namun untuk 𝜏𝐴 = 17
,

kestabilan sistem persamaan dan titik kesetimbangan yang terbentuk belum dapat ditentukan.

SIMPULAN DAN SARAN


532
Untuk waktu tundaan, 0 < 𝜏𝐴 < 17
, titik kesetimbangan yang diperoleh adalah stabil,

artinya pada kondisi tersebut, penyakit hilang dan tidak terjadi penularan penyakit TB-Paru. Hal
ini menggambarkan bahwa setiap individu yang terinfeksi penyakit pada suatu populasi,
berpotensi kecil menularkan penyakit yang dideritanya kepada individu lain, sehingga
banyaknya individu yang terinfeksi akan semakin sedikit yang pada akhirnya tidak ada sama
194 Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

532
sekali. Sedangkan untuk waktu tundaan, 𝜏𝐴 > 17
, titik kesetimbangan yang diperoleh adalah

tidak stabil, artinya pada kondisi ini, penyakit akan meningkat menjadi wabah. Hal ini
menggambarkan bahwa setiap individu yang terinfeksi penyakit pada suatu populasi, berpotensi
besar menularkan penyakit yang dideritanya kepada individu-individu lain, sehingga banyaknya
individu yang terinfeksi akan semakin banyak yang pada akhirnya penularan penyakit akan
menjadi tidak terkendali (terjadi wabah).

DAFTAR PUSTAKA
Mukhsar, 2009, Analisis R0 Model Stokastik Penyebaran Dbd Pada Populasi Tertutup, Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari
Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Toaha, S., 2008, Model dengan Tundaan Waktu, Jurnal Matematika, Statistika dan
Komputasi
Widoyono, 2005, Penyakit Tropis ; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasan, Erlangga, Jakarta
Zang, et al, 2005, Protective efficacy in chickens, geese and ducks of an H5N1- inactivated
vaccine developed by reverse genetics.

Makalah Pendamping: Matematika 2 195


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

PEMODELAN BANYAKNYA KASUS PENYAKIT DEMAM BERDARAH


DENGUE DI KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG

Umu Sa’adah1), Mila Kurniawaty2), Imam Nurhadi Purwanto3)


1) Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail: u.saadah@ub.ac.id
2), 3) Program Studi Matematika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail: Mila_n12@ub.ac.id ; wantoinp@ub.ac.id

Abstract

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang terjadi di
daerah tropis dan subtropis. Penyebab penyakit DBD adalah virus yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakannya adalah
tingginya curah hujan, jumlah hari hujan pada periode tertentu, letak geografis daerah,
suhu, kelembaban, musim dan keadaan habitat.Sanitasi juga menjadi faktor yang
mempengaruhi perkembangbiakan spesies ini, sebab nyamuk tersebut lebih senang
memilih tempat yang lembab dan basah pada wadah-wadah air untuk bertelur, seperti
kaleng atau ban bekas yang dibuang di sembarang tempat kemudian terisi air ketika musim
hujan tiba. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya,
semakin meningkatkan peluang nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan leluasa.
Kota Malang terdiri dari lima kecamatan yakni Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok
Waru dan Blimbing. Dalam penelitian ini kami fokuskan pada Kecamatan Klojen yang
pernah mengalami jumlah penderita DBD tertinggi di antara kecamatan-kecamatan lain di
Kota Malang selama kurun waktu Januari 2003 – September 2013 yaitu pada bulan
Pebruari 2010, sebesar 63 penderita. Dari data historis tersebut dibentuk pemodelan
banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Hasil uji jaringan
syaraf tiruan Teraesvirta untuk nonlinearitas menunjukkan bahwa data historis penderita
DBD di Kecamatan Klojen selama kurun waktu Januari 2003 – September 2012
merupakan model nonlinier. Selanjutnya dibentuk model jaringan syaraf tiruan dengan
banyaknya unit input (variabel independen) sesuai dengan variabel independen pada model
autoregresi atau autoregresi musiman Box-Jenkins yang mempunyai nilai Mean Square
Error (MSE) relatif kecil. Sedangkan banyaknya unit pada lapisan tersembunyi ditentukan
berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC).

Keywords:dengue, Aedes aegypti, jaringan syaraf tiruan, Kecamatan Klojen.

PENDAHULUAN
Curah hujan, suhu, kelembaban, letak geografis daerah, musim dan keadaan habitat
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes aegypti.Namun
menurut Moore (1985), indikator yang lebih tepat adalah tingginya curah hujan dan jumlah hari
hujan pada suatu periode tertentu. Selain itu sanitasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi
pula perkembangbiakan spesies nyamuk Aedes aegypti, sebab nyamuk tersebut lebih senang
memilih tempat yang lembab dan basah pada wadah-wadah air untuk bertelur, seperti kaleng
bekas atau ban bekas yang dibuang di sembarang tempat, yang pasti berisi air ketika musim
hujan tiba (Tinker, 1964; Moore et al., 1978; Nelson et al., 1984; Chambers et al., 1986).
Keadaan nyamuk berlimpah-limpah secara musiman terjadi di Victoria (Russell, R.C., 1986)
dan nyamuk menyebar merata secara musiman terjadi di Casuarina dan Leanyer, Darwin
(Russell, R.C., Whelan, P.I.,1986). Sedangkan di Manila juga terjadi musim penyakit DBD
(Schultz, G.W., 1993).

196 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis, sangat
rentan terhadap penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan penyakit
endemis yang terjadi di daerah tropis dan subtropik, yang banyak memakan korban nyawa
manusia. Virus DBD disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti.Penyakit DBD dipandang sangat
berbahaya sebab jika terlambat penanganannya akan berisiko kematian.
Kota Malang merupakan salah satu kota di Indonesia, mempunyai kepadatan penduduk
terpadat nomer dua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Terdapat lima kecamatan di
kota Malang yakni Klojen, Sukun, Kedung Kandang, Lowok Waru dan Blimbing. Dalam
penelitian ini difokuskan pada Kecamatan Klojen karena pernah mengalami jumlah penderita
DBD tertinggi di antara kecamatan-kecamatan lain di Kota Malang selama kurun waktu Januari
2003 – September 2013 yaitu pada bulan Pebruari 2010, sebanyak 63 penderita. Meskipun
pernah mencapai jumlah kasus penderita DBD yang tertinggi, Kecamatan Klojen juga pernah
mengalami tidak terdapat kasus penyakit DBD sebanyak 20 bulan pada kurun waktu tersebut.
Berdasarkan data historis perlu diteliti model prediksi banyaknya kasus penyakit DBD di
Kecamatan Klojen. Hal ini dilakukan agar dapat menghindari kejadian luar biasa di Kecamatan
tersebut. Misalnya pada bulan tertentu diprediksi banyaknya kasus penyakit DBD sangat tinggi,
maka dapat segera dilakukan tindakan pencegahan secara efektif dan efisien (dipandang dari
segi biaya, waktu maupun tenaga) terhadap penyebaran nyamuk Aedes aegypti, sebagai
pembawa virus tersebut, untuk menghindari terjadinya korban.
Karena naik turunnya (perubahan) angka kejadian penyakit DBD di Kecamatan Klojen
sangat signifikan, maka dapat diduga bahwa model prediksi merupakan model nonlinier. JST
merupakan salah satu bentuk model nonlinier dipandang sebagai model representatif untuk
memprediksi/meramalkan angka kejadian berdasarkan data historis angka kejadian di tahun-
tahun sebelumnya. Pada beberapa dekade terakhir ini terjadi perkembangan yang pesat dalam
bidang pemodelan statistik, khususnya model-model untuk time series. Seiring dengan
perkembangan dan meningkatnya kekuatan komputasi, baik software maupun hardware maka
model nonparametrik yang tidak memerlukan asumsi bentuk hubungan fungsional antar variabel
telah menjadi lebih mudah untuk diaplikasikan. Model JST merupakan suatu contoh model
nonparametrik yang mempunyai bentuk fungsional yang fleksibel, yang mengandung beberapa
parameter yang tidak dapat diinterpretasikan seperti pada model parametrik.
Banyak penelitian dilakukan dengan motivasi dari adanya kemungkinan untuk
menggunakan model JST sebagai suatu alat untuk menyelesaikan berbagai masalah terapan,
antara lain peramalan data time series, pattern recognition, signal processing, dan proses
kontrol. Sarle, W (1994) menyatakan bahwa ada tiga penggunaan utama dari JST, yaitu sebagai
suatu model dari system syaraf biologi dan kecerdasan, sebagai prosesor signal real-time yang
adaptif atau pengontrol yang diimplementasikan dalam hardware untuk suatu terapan seperti
robot, dan sebagai metode analisis data.

Makalah Pendamping: Matematika 2 197


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Penelitian dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan teori dan aplikasi
dari model JST, antara lain White (1989b) yang membahas tentang hasil-hasil asimptotik untuk
pembelajaran dalam multilayer perceptrons (MLP) lapisan tersembunyi tunggal, White (1989a)
membahas pembelajaran JST dipandang dari sudut statistika. Secara statistik, model JST
merupakan suatu bagian dari kelompok pemodelan yaitu model nonlinear regresi dan model
diskriminan. Referensi yang lengkap berkaitan dengan perbandingan antara beberapa model JST
dengan model-model statistik yang klasik dan modern (Tang, et al, 1991; Cheng dan
Titterington, 1994; Sarle,W, 1994). Dalam penerapannya, JST mengandung sejumlah parameter
(weight) yang terbatas. Bagaimana mendapatkan model JST yang sesuai, yaitu bagaimana
menentukan kombinasi yang tepat antara jumlah variabel input dan jumlah unit pada hidden
layer (yang berimplikasi pada jumlah parameter yang optimal), merupakan topik sentral dalam
beberapa literatur JST yang telah banyak dibahas pada banyak artikel dan buku seperti pada
Bishop (1995), Ripley (1996) atau Haykin (1999).
Berdasarkan fakta ini, sangat memungkinkan dibentuk suatu model JST untuk melakukan
prediksi kapan terjadinya musim berlimpahnya nyamuk spesies ini berdasarkan data historis
angka kejadian bulanan pada tahun-tahun sebelumnya yang mempengaruhi angka kejadian
kasus penyakit DBD di Kecamatan Klojen pada bulan-bulan yang akan datang. Pemilihan
variabel input model JST yang tepat dan kombinasi yang optimal antara banyaknya unit di
lapisan input dan banyaknya unit di lapisan tersembunyi dalam model JST akan dapat
menghasilkan prediksi yang akurat.
Dari hasil prediksi yang akurat, dapat diambil kebijakan yang tepat untuk melakukan
tindakan pencegahan atau pemberantasan yang optimal terhadap penyebaran nyamuk Aedes
aegypti tanpa harus menunggu jatuhnya korban sakit, khususnya pada bulan-bulan yang
mencapai angka kejadian puncak. Demikian pula penanganan medis dan pengobatan yang cepat
terhadap penderita juga lebih dapat dipersiapkan, untuk menghindari risiko kematian. Hal ini
tentunya akan dapat menurunkan angka kejadian kasus penyakit DBD secara efisien dan efektif.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan
cara kajian komputasi dan terapan terhadap kasus real pada data historis (time series).

Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu penelitian diawali dengan persiapan pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang dan persiapan permohonan data skunder ke
Dinas Kesehatan Kota Malang yaitu tanggal 16 September 2013 sampai analisis data berakhir
tanggal 1 Nopember 2013. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Malang. Dengan
demikian data penelitian yang digunakan merupakan data skunder yaitu data angka kejadian

198 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

(banyaknya kasus) penderita penyakit DBD di Kecamatan Klojen Kota Malang. Setelah data
diperoleh, data ditata dan diidentifikasi untuk keperluan pengolahan dan analisis data. Lokasi
penataan, identifikasi, pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Komputer
Jurusan Matematika Universitas Brawijaya.

Populasi, Sampel, Data dan Teknik Pengumpulan Data


Populasi penelitian adalah banyaknya kasus penderita penyakit DBD perbulan di
Kecamatan Klojen Kota Malang yang informasinya diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Malang. Dari populasi ini diambil sampel sekitar 10 tahun terakhir yaitu selama kurun waktu
Januari 2003-September 2013 (sebanyak 129 data), dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
yang terbaru. Data dibagi mejadi 2 bagian yakni bagian pertama adalah selama kurun waktu
Januari 2003-September 2012 (sebanyak 117 data) dan bagian kedua adalah selama kurun
waktu Oktober 20012-September 2013 (sebanyak 12 data). Data bagian pertama digunakan
untuk pembentukan model prediksi banyaknya kasus penderita penyakit DBD di Kecamatan
Klojen Kota Malang dan sebagai validasi model digunakan data bagian kedua.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan adalah metode Box-Jenkins untuk membentuk model
linier SARIMA dan Jaringan Syaraf Tiruan dengan banyaknya unit input (variabel independen)
sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau model autoregresi musiman
Box-Jenkins yang mempunyai nilai Mean Square Error (MSE) relatif kecil. Software untuk
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minitab dan Open Source Software R.

Prosedur
Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang telah disebutkan maka dalam penelitian ini
telah dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Mendapatkan data dari Dinas Kesehatan Kota Malang adalah data banyaknya kasus
penderita penyakit DBD di lima Kecamatan di Kota Malang yaitu Klojen, Sukun, Kedung
Kandang, Lowok Waru dan Blimbing selama kurun waktu Januari 2003-September 2013.
2. Mengidentifikasi data untuk mengetahui kecamatan mana yang mengalami banyak kasus
penderita penyakit DBD tertinggi. Selanjutnya data ini digunakan dalam penelitian.
3. Menata dan membagi data menjadi dua bagian yaitu data untuk pembentukan model dan
data validasi untuk keakuratan model prediksi.
4. Menguji dengan uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta untuk mengetahui apakah model yang
akan terbentuk merupakan model linier atau model non linier.
5. Menentukan model SARIMA Box-Jenkins terbaik berdasarkan MSE. Jika hasil uji
menunjukkan model linier maka model ini merupakan model prediksi terbaik.

Makalah Pendamping: Matematika 2 199


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

6. Jika hasil uji menunjukkan model nonlinier maka model prediksi terbaik dibentuk
menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Adapun banyaknya unit input (variabel
independen) sesuai dengan variabel independen pada model autoregresi atau model
autoregresi musiman Box-Jenkins (pada tahapan 5) yang mempunyai nilai Mean Square
Error (MSE) relatif kecil. Sedangkan banyaknya unit pada lapisan tersembunyi ditentukan
berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan diidentifikasi. Hasil identiikasi menunjukan
bahwa data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen pernah mencapai angka
tertinggi dalam kurun waktu Januari 2003-September 2013. Plot data dapat dilihat pada Gambar
1.
Time Series Plot of Dt_DBD_Klojen
70

60

50
Dt_DBD_Klojen

40

30

20

10

1 12 24 36 48 60 72 84 96 108
Index

Gambar 1. Plot data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen Kota
Malang

Berdasarkan Gambar 1. terlihat bahwa angka kejadian yang paling tinggi pada bulan Pebruari
2010 (data ke 86). Disamping itu dapat diduga bahwa data mempunyai pola musiman karena
pola data tampak adanya perioditas.
Sebelum data dimodelkan terlebih dahulu dilakukan uji jaringan syaraf tiruan Teraesvirta
untuk menguji apakah model merupakan model linier atau model nonlinier. Hasil uji
menunjukkan bahwa data historis penderita DBD di Kecamatan Klojen selama kurun waktu
Januari 2003 – September 2012 merupakan model nonlinier

Selanjutnya membentuk model SARIMA metode Box-Jenkins untuk menentukan lag-lag


mana yang akan menjadi variabel input dalam model JST. Model SARIMA metode Box-
Jenkins mensyaratkan data harus stasioner baik stasioner terhadap variansi maupun stasioner
terhadap rata-rata. Untuk itu dilakukan pemeriksaan stationeritas terhadap variansi dan mean.
Adapun pemeriksaan stasioneritas terhadap variansi dilakukan menggunakan metode Box-Cox.
Jika nilai pembulatan estimasi lambda adalah 1, maka data time series stasioner terhadap
variansi. Jika nilai pembulatan estimasi lambda tidak sama dengan 1 maka data time series tidak
stasioner terhadap variansi.

200 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Hasil analisis menggunakan metode Box-Cox menunjukkan bahwa data tidak memenuhi
asumsi stasioneritas dalam variansi, karena nilai pembulatan estimasi lambda sama dengan 0.
Agar data bisa dimodelkan SARIMA, maka terlebih dahulu data distasionerkan terhadap
variansi, yaitu menggunakan transformasi logaritma natural (ln). Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan stationeritas terhadap data hasil transformasi. Hasil analisis menggunakan metode
Box-Cox menunjukkan bahwa data sudah stasioner terhadap variansi, karena pembulatan nilai
lambda=1.
Pemeriksaan stasioneritas terhadap rata-rata menggunakan pemeriksaan hasil plot
autocorrelation function (acf). Plot acf (Gambar 2.) menunjukkan bahwa nilai autokorelasi
2
setelah lag ke-2 sudah berada di dalam selang  , yaitu berada di dalam selang ±0,1849
n
(setelah lag ke-2 nilai acf berada di antara garis putus-putus merah). Hal ini berarti bahwa data
sudah stasioner terhadap mean (rata – rata).
Autocorrelation Function for Dt_DBD_Klojen
(with 5% significance limits for the autocorrelations)

1.0
0.8
0.6
0.4
Autocorrelation

0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Lag

Gambar 2. Plot ACF dari data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen
Kota Malang

Untuk identifikasi model SARIMA metode Box-Jenkins, dilakukan juga pemeriksaan plot
partial autocorrelation function (PACF). Hasil plot pacf dapat dilihat pada Gambar 3.
Partial Autocorrelation Function for Dt_DBD_Klojen
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0
0.8
0.6
Partial Autocorrelation

0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Lag

Gambar 3. Plot PACF dari data banyaknya kasus penderita DBD di Kecamatan Klojen
Kota Malang

Gambar 3. menunjukkan bahwa nilai PACF yang nyata terletak pada lag 1, 4, 9, 25.
Berdasarkan batasan masalah, identifikasi model SARIMA tidak memperhatikan lag yang jauh

Makalah Pendamping: Matematika 2 201


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

atau hanya sebatas kemampuan minitab sehingga model tentatif yang terbentuk untuk data
adalah ARIMA(0,0,2), SARIMA(0,0,2)(0,0,1)12, SARIMA(1,0,0)(0,0,1)12,
SARIMA(4,0,0)(0,0,1)12, SARIMA(0,0,2)(1,0,0)12, ARIMA(1,0,0), ARIMA(4,0,0),
SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 dan SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12. Di antara model-model tentatif di atas
model SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 mempunyai nilai MSE yang paling kecil yaitu 0,3864, namun
koefisien lag 2 dan lag 3 tidak signifikan. Adapun model SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12
mempunyai nilai MSE yang sedikit lebih besar dari model SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 yaitu
0,3878 dan semua koefisien lag 1 dan lag 12 adalah signifikan.
Selanjutnya model SARIMA(1,0,0)(1,0,0)12 dan SARIMA(4,0,0)(1,0,0)12 tersebut
digunakan untuk input model JST. Dari 40 kali ulangan diperoleh hasil adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan Nilai AIC
Banyaknya unit
Model Variabel input JST Rata-rata AIC
di hidden layer
1 35.46
JST 1 lag 1 dan lag 12
2 40.35
1 39.22
JST 2 lag 1, lag 2, lag 3, lag 4, lag 12
2 50.22

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan
model yang terbaik dibandingkan dengan model JST 1 dengan 2 unit di hidden layer, model
JST 2 dengan 1 unit di hidden layer dan model JST 2 dengan 2 unit di hidden layer, karena
memiliki nilai AIC yang paling kecil. Model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer merupakan
model yang relatif akurat untuk memprediksi banyaknya kasus penyakit DBD di Kecamatan
Klojen Kota Malang.
Adapun plot, nilai AIC, bobot dari model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer (satu kali
ulangan) adalah sebagai berikut:

202 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Gambar 4. Model JST 1 dengan 1 unit di dari hidden layerdata kasus Demam
berdarah Dengeu di Kecamatan Klojen Kota Malang

> JST_R_h1_best$result.matrix
1
error 12.455217016625
reached.threshold 0.006711252481
steps 780.000000000000
aic 34.910434033251
bic 48.180235784038
Intercept.to.1layhid1 -3.136001540133
Ylag1.to.1layhid1 0.922801798587
Ylag12.to.1layhid1 0.151054635157
Intercept.to.Y 1.182355091400
1layhid.1.to.Y 3.200546427220

Berdasarkan data validasi diperoleh nilai MSE sebesar 5.68.

SIMPULAN DAN SARAN


Untuk mendapatkan model prediksi terbaik dari data time series perlu memperhatikan
asumsi-asumsi yang disyaratkan, antara lain asumsi stasioneritas. Perlu diuji apakah model
merupakan model linier atau model nonlinier. Model JST 1 dengan 1 unit di hidden layer
merupakan model yang relatif akurat untuk memprediksi banyaknya kasus penyakit DBD di

Makalah Pendamping: Matematika 2 203


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Kecamatan Klojen Kota Malang. Sebagai saran, bisa digunakan model-model nonlinier lainnya
sebagai perbandingan untuk mendapatkan model yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Bishop, C.M. (1995). Neural Network for Pattern Recognition. Oxford: Clarendon Press.
Chambers, D.M., Young, L.F., Hill, H.S., Jr. (1986). Backyard Mosquito Larval Habitat
Availability and Use as Influenced by Census Tract Determined Resident Income Levels.
Journal of the American Mosquito Control Association, 2, 539-544.
Cheng, B. and Titterington, D.M. (1994). Neural Networks: A Review from a Statistical
Perspective. Statistical Science, 9, 2-54.
Haykin, H. (1999). Neural Networks: A Comprehensive Foundation, 2nd edition.Prentice-Hall,
Oxford.
Moore, C.G., Cline, B.L., Ruiz-Tiben, E., Lee, A., Romney-Joseph, H., Rivera-Correa, E.
(1978). Aedes aegypti in Puerto Rico: Environmental Determinants of Larval Abundance
and Relation to Dengue Virus Transmission. American Journal of Tropical Medicine and
Hygiene, 27, 1225-1231.
Moore, C.G. (1985). Predicting Aedes aegypti Abundance from Climatological Data, pp. 223-
233. In: Ecology of mosquitoes (eds.) LP Lounibos, JR Rey and JH Frank. Florida Medical
Entomology Laboratory, Vero Beach, Florida.
Nelson, M.J., Suarez, M.F., Morales, A., Archila, L., Galvis, E. (1984). Aedes aegypti (L.) in
Rural Areas of Columbia. World Health Organization unpublished document
WHO/VBC/84.890.
Ripley, B.D. (1996). Pattern Recognition and Neural Networks. Cambridge University Press,
Cambridge.
Russell, R.C. (1986). Seasonal Abundance of Mosquitoes in a Native Forest of the Murray
Valley of Victoria, 1979-1985. Journal of the Australian Entomological Society,25, 235-
240.
Russell, R.C., Whelan, P.I. (1986). Seasonal Prevalence of Adult Mosquitoes at Casuarina and
Leanyer, Darwin. Australian Journal of Ecology, 11, 99-105.
Sarle, W. (1994). Neural network and Statistical Models. In Proceeding 19th ASAS Users
Group Int. Conf., pp. 1538-1550. Cary: SAS Institute.
Schultz, G.W. (1993). Seasonal Abundance of Dengue Vectors in Manila, Republic of the
Philippines. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health, 24, 369-375.
Tang, Z., Almeida, C. and Fishwick, P.A. (1991). Time series forecasting using neural networks
vs. Box-Jenkins methodology. Simulation, 57:5, pp. 303-310.

204 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Tinker, M.E. (1964). Larval Habitats of Aedes aegypti (L.) in the United States. Mosquito
News, 24, 426-432.
White, H. (1989a). Learning in Artificial Neural Networks: A statistical Perspective. Neural
Computation, Vol. 1, pp. 425-464.
White, H. (1989b). Some asymptotic results for learning in single hidden layer feedforward
networks. Journal of the American Statistical Association, Vol.84, No. 408, pp. 1003-1013.

Makalah Pendamping: Matematika 2 205


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Analisis Sistem Antrian M/M/1:


Pendekatan Klasik, Kombinatorial dan Lattice Path

Fadhila Alvin Q. A1), Isnandar Slamet2)


1) Jurusan Matematika FMIPA UNS
Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, e-mail: ialveen@yahoo.com
2) Jurusan Matematika FMIPA UNS
Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, email: isnandars@mipa.uns.ac.id

Abstrak

Di dalam paper ini dikaji ulang pendekatan klasik, kombinatorial dan representasi lattice
path. Hasil pendekatan perilaku transien dari model antrian Markovian seperti harapan
panjang antrian, harapan banyaknya unit dalam system, distribusi bersama panjang
periode sibuk dan banyaknya unit yang mendapatkan pelayanan diturunkan dan
dibuktikan dengan pendekatan di atas.

Keywords: Sistem antrian M/M/1, pendekatan klasik, kombinatorial, lattice path.

PENDAHULUAN
Fenomena antrian sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Antrianuntukmendapatkanpelayanandisebuah bank danantrian pesawat untukmendarat adalah
dua contoh dari banyak contoh antrian. Dalam jaringan komunikasi, data atau pesan dikirim
sesuai dengan aturan antrian. Pelanggan (customer) harus mengantri sebelum mendapat
layanan.
Menurut Taha (1987) teori antrian adalah teori yang berkaitan dengan studi matematik
terhadap antrian. Dalam teori antrian terdapat sistem antrian. Sistem antrian adalah suatu
himpunan pelanggan, pelayan, dan suatu aturan yang mengatur kedatangan para pelanggan serta
pemrosesan masalah antrian.
Sistem antrian telah menarik perhatian para peneliti sejak 1909 ketika Erlang pertama kali
menganalisis masalah telephone traffic congestion service (Gross dan Harris, 1998). Sejak saat
itu, para peneliti telah sukses memodelkan dan menginvestigasi sistem antrian dari berbagai
aspek (Gross dan Harris, 1998; Brunell dan Wuyts, 1994; Fallon et al., 2010).
Sistem antrian M/M/1 merupakan sistem antrian yang paling sederhana. Meskipun
sederhana, studi mengenai sistem ini sangat penting sebagai landasan awal untuk studi lanjut
mengenai sistem antrian (Gross and Harris, 1998). Pendekatan klasik dalam menganalisis
performan sistem antrian dilakukan dengan menggunakan asumsi sistem mencapai konsisi
seimbang (steady-state). Sebagai contoh penggunaan asumsi ini dapat ditemukan dalam Gross
dan Harris (1998), Takagi (1991) dan Kleinrock (1975). Tetapi dalam kehidupan nyata,
terdapat sistem antrian dimana keadaan setimbang (steady state) yang tidak tercapai. Oleh
karena itu analisis sistem antrian dalam keadan transien sama pentingnya dengan analisis sistem

206 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

antrian ketika sistem mencapai keadaan setimbang (steady state). Dalam makalah ini,
diturunkan performan sistem antrian M/M/1 dengan pendekatan klasik dimana sistem antrian
mencapai keadaan setimbang (steady state) dan pendekatan kombinatorial dan lattice path
ketika sistem antrian tidak mencapai keadaan setimbang.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah kajian pustaka
yaitu dengan mengumpulkan referensi berupa buku-buku dan jurnal tentang model sistem
antrian M/M/1, kemudian melakukan analisis terhadap beberapa perilaku dengan pendekatan
klasik, pendekatan kombinatorial dan lattice path.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 sampai Nopember 2013 di Jurusan
Matematika FMIPA UNS.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Di bawah ini akan dijelaskan penurunan performan sistem antrian M/M/1 ketika
keadaan setimbang (steady state) tercapai. Sebelumnya akan dijelaskan hubungan antara
distribusi Poisson dan eksponensial.
Hubungan distribusi Poisson dan Eksponensial
Banyaknya kedatangan dan kepergian (selesainya pelayanan) selama interval waktu
tertentu dinyatakan dalam kondisi sebagai berikut:
kondisi 1: probabilitas terjadinya suatu kejadian (kejadian kedatangan atau kepergian) antara
waktu t sampai 𝑡 + 𝑕 hanya bergantung pada kejadian yang terjadi selama selang h
saja, artinya banyaknya kejadian yang terjadi sebelum waktu ke-t tidak akan
mempengaruhi kejadian selama selang waktu h,
kondisi 2: probabilitas bahwa dalam selang waktu h yang sangat kecil akan terjadi suatu
kejadian adalah positif dan ≤ 1,
kondisi 3: paling banyak hanya satu kejadian yang bisa terjadi selama selang waktu h yang
sangat kecil.
Jika𝑃𝑛 𝑡 adalah probabilitas akan terjadi n kejadian dalam waktu t dan jika 𝑛 = 0 maka
sesuai dengan kondisi diatas didapatkan,
kondisi 1: 𝑃0 𝑡 + 𝑕 = 𝑃0 𝑡 𝑃0 𝑕 ,
kondisi 2: 0 < 𝑃0 𝑕 ≤ 1, dipenuhi jika 𝑃0 𝑡 = 𝑒 −𝛼𝑡 ; 𝑡 ≥ 0, ∝= konstanta positif.
Untuk 𝑕 → 0 maka
2 3
∝𝑕 ∝𝑕
𝑃0 𝑕 = 𝑒 −∝𝑕 = 1−∝ 𝑕 + − + ⋯ (deret Taylor)
2! 3!
𝑃0 𝑕 ≅ 1−∝ 𝑕,

Makalah Pendamping: Matematika 2 207


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

kondisi 3: 𝑃1 𝑕 = 1 − 𝑃0 𝑕 ≅∝ 𝑕.
Misal,
𝑓(𝑡) = pdf dari interval waktu antar dua kejadian yang berurutan 𝑡 ≥ 0

𝐹(𝑡) = fungsi densitas kumulatif dari t= 0
𝑓 𝑡 𝑑𝑡
Jika T = interval waktu sejak terjadinya kejadian berakhir maka
𝑃 waktu antar 2 kejadian ≥ 𝑇 = 𝑃[tidak ada kejadian yang terjadi selama𝑇]
atau
𝑃 𝑡 ≥ 𝑇 = 𝑃0 𝑇 = 𝑒 −∝𝑇 .
Jadi,
∞ 𝑇
𝑓 𝑡 𝑑𝑡 = 𝑒 −∝𝑇 → 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 = 1 − 𝑒 −∝𝑇 → 𝑃 𝑡 < 𝑇 = 1 − 𝑒 −∝𝑇
𝑇 −∞
𝑑
𝑃 𝑡 < 𝑇 = 𝐹 𝑇 = 1 − 𝑒 −∝𝑇 → 𝑓 𝑇 = 𝐹(𝑇) → 𝑓 𝑇 =∝ 𝑒 −∝𝑇 ; 𝑇 > 0
𝑑𝑇
𝑓(𝑇) = distribusi eksponensial untuk interarrival times atau waktu antar 2 kejadian
1
𝐸 𝑇 = rata-rata interarrival times= ∝ satuan waktu

Jika kejadiannya adalah kedatangan maka ∝= 𝜆 adalah laju kedatangan per satuan waktu dan
jika kejadiannya adalah kepergian maka ∝= 𝜇 adalah laju kepergian (selesainya pelayanan) per
satuan waktu.
Hubungan antara distribusi Poisson dengan distribusi Eksponensial (distribusi untuk
interarrrival times dan service times) akan ditunjukkan dalam proses kedatangan dan proses
kepergian sebagai berikut :

Proses Kedatangan
Jika𝑃𝑛 (𝑡) adalah probabilitas terjadi 𝑛kedatangan di mana 𝑛 > 0 selama interval waktu
t, maka untuk 𝑕 > 0 dan 𝑕 → 0 berlaku:
𝑃[terdapat𝑛kedatangan selama waktu𝑡]
𝑃[terdapat 0 kedatangan selama waktu𝑕]
𝑃𝑛 𝑡 + 𝑕 = atau
𝑃[terdapat 𝑛 − 1 kedatangan selama waktu𝑡]
𝑃[terdapat 1 kedatangan selama waktu𝑕]
𝑃𝑛 𝑡 + 𝑕 = 𝑃𝑛 𝑡 𝑃0 𝑕 +𝑃𝑛−1 𝑡 𝑃1 𝑕 ; 𝑛 = 1,2, …
𝑃0 𝑡 + 𝑕 = 𝑃0 𝑡 𝑃0 𝑕 ; 𝑛 = 0
Dengan mengeliminasi persamaan 𝑃0 𝑕 ≅ 1−∝ 𝑕 dan𝑃1 𝑕 = 1 − 𝑃0 𝑕 ≅∝ 𝑕 ke persamaan
diatas kemudian dicari 𝑕 → 0 maka didapatkan hasil
𝜆𝑡 𝑛 𝑒 −𝜆𝑕
𝑃𝑛 𝑡 = ; 𝑛 = 0,1,2, …
𝑛!

208 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Distribusi dari banyaknya kedatangan selama interval waktu tadalah Poisson dengan
1
mean 𝜆𝑡dan variansi 𝜆𝑡. Distribusi interarrival times adalah eksponensial dengan mean .
𝜆

Proses Kepergian
Diasumsikan bahwa sistem dimulai dengan terdapat N obyek yang masing-masing obyek
akan meninggalkanfasilitas pelayanan dengan laju  dengan anggapan bahwa pada saat itu
tidak ada obyek baru yang masuk dalam sistem.
Jika 𝑞𝑛 𝑡 = probabilitas terjadi n kepergian selama t, maka
untuk 𝑕 → 0, 𝑞0 𝑕 = 𝑒 −𝜇𝑕 ≅ 1 − 𝜇𝑕 (tidak terdapat kepergian),
𝑕 > 0, 𝑞1 𝑕 = 1 − 𝑞0 𝑕 ≅ 𝜇𝑕 (terdapat satu kepergian),
𝑞𝑁 𝑡 + 𝑕 ≅ 𝑞𝑁 𝑡 + 𝑞𝑁−1 𝑡 𝜇𝑕; 𝑛 = 𝑁,
𝑞𝑛 𝑡 + 𝑕 ≅ 𝑞𝑛 𝑡 1 − 𝜇𝑕 + 𝑞𝑛−1 𝑡 𝜇𝑕; 1 ≤ 𝑛 < 𝑁,
𝑞0 𝑡 + 𝑕 ≅ 𝑞0 𝑡 1 − 𝜇𝑕 ; 𝑛 = 0.
Dengan cara yang sama seperti proses kedatangan diperoleh
𝜇𝑡 𝑛 𝑒 −𝜇𝑡
𝑞𝑛 𝑡 = 𝑛!
; 𝑛 = 0,1,2, … , 𝑁 − 1,
𝑁−1
𝑞𝑁 𝑡 = 1 − 𝑛=1 𝑞𝑛 𝑡 ; 𝑛 = 𝑁.
Distribusi dari banyaknya kepergian selama interval waktu tadalah Poisson dengan mean
𝜇𝑡 dan variansi 𝜇𝑡 dengan 𝜇 = laju pelayanan. Distribusi service timesadalah Eksponensial
1
dengan mean= 𝜇 .

Model AntrianM/M/1
Di dalam bagian ini sistem antrian M/M/1 akan dibahas. Notasi M yang pertama
menunjukkan proses kedatangan adalah memoryless yaitu proses waktu antar kedatangan
berdistribusi eksponensial dan i.id (independent and identically distributed).Proses ini dikenal
dengan proses Poisson. Notasi M yang kedua menunjukkan waktu pelayanan (service)
berdistribusi eksponensial. Notasi 1 menunjukkankan banyaknya fasilitas pelayanan.

Skip-Free Markov Processes


Proses Markov model antrian M/M/1 memiliki sifat yang menentukan bahwa transisi
mengikuti state persekitaran, yaitu 𝑔𝑖𝑗 = 0 untuk state 𝑖, 𝑗 ∈ 𝑁0 dengan |𝑖 − 𝑗| > 1. Sehingga
skip-free Markov processes didefinisikan sifat pembangkit 𝐺 = (𝑔𝑖𝑗 )𝑖,𝑗 ∈𝐸 yang memenuhi
𝑔𝑖𝑗 = 0 untuk semua state 𝑖, 𝑗 ∈ 𝐸 < 𝑁0 dengan |𝑖 − 𝑗| > 1. Untuk sistem antrian ini berarti
hanya ada kedatangan ataukepergian tunggal. Jadi setiap sistem antrian Markov dengan
kedatangan dan kepergian tunggal dapat dimodelkan denganskip-free Markov processes.
Tingkat transisi sangat kecil yang tersisa dinotasikan dengan
λ𝑛 ≔ 𝑔𝑛,𝑛+1 ,
𝜇𝑛 ≔ 𝑔𝑛,𝑛−1 .

Makalah Pendamping: Matematika 2 209


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Masing-masing λ𝑛 dan 𝜇𝑛 adalah rata-rata kedatangan jika terdapat n pelanggan dalam sistem
dan rata-rata kepergian jika terdapat n pelanggan dalam sistem. Sehingga diagram transisi
antrian M/M/1 diasumsikan sebagai berikut

𝜆0 𝜆1 𝜆𝑛−1 𝜆𝑛

0 1 ....
2
n-1 n n+1 ...

𝜇𝑛 𝜇𝑛+1
𝜇1 𝜇2

Gambar 1. Diagram Transisi Antrian M/M/1


Dari Gambar 1, terlihat bahwa nilai harapan pelanggan yang masuk sama dengan nilai harapan
pelanggan yang keluar, sehingga diperoleh
𝜆𝑛−1 . Pn−1 + μn+1 . Pn+1 = 𝜆𝑛 + 𝜇𝑛 𝑃𝑛 .
untuk 𝑛 = 0, maka
𝜇1 . 𝑃1 = 𝜆0 . 𝑃0 ; 𝑛 = 0
untuk semua 𝑛 ∈ 𝑁. Sistem ini adalah penyelesaian yang didapatkan dari eliminasi dengan
penyelesaian dalam bentuk berikut
𝑛−1
𝜆𝑗 𝜆0 . 𝜆1 … 𝜆𝑛−1
𝑃𝑛 = 𝑃0 = 𝑃0
𝜇𝑗 +1 𝜇1 . 𝜇2 . . . 𝜇𝑛
𝑗 =0

untuk semua 𝑛 ≥ 1. Solusi P adalah distribusi probabilitas jika dan hanya jika
dapatdinormalisasi, yaitu jika 𝑛∈𝐸 𝑃𝑛 = 1. Kondisi ini sama dengan
𝑖−1 𝑖−1
𝜆𝑗 𝜆𝑗
1= 𝑃0 = 𝑃0
𝜇𝑗 +1 𝜇𝑗 +1
𝑛∈𝐸 𝑗 =0 𝑛∈𝐸 𝑗 =0
−1
𝑖−1
𝜆𝑗
𝑃0 = .
𝜇𝑗 +1
𝑛∈𝐸 𝑗 =0

Dengan demikian, P adalah distribusi probabilitas jika dan hanya jika deret dalam kurung
adalahkonvergen. Jadi, distribusi stasioner dari skip-free Markov processes atau steady state
−1
𝑖−1 𝜆 𝑗
adalah 𝑃0 = 𝑛∈𝐸 𝑗 =0 𝜇 .
𝑗 +1

Untuk membahas sistem antrian M/M/1, diasumsikan bahwa server tunggal, antrian
tunggal, first come first served (FCFS) disiplin antrian, baik sumber input tak terbatas maupun
terbatas, waktu antar kedatangan mengikuti distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu antar

210 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

1
kedatangan 𝜆
, waktu pelayanan mengikuti distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu
1
pelayanan .
𝜇

Dengan mempertimbangkan sistem antrian M/M/1 dengan sumber input yang tak terbatas,
diperoleh persamaan keseimbangan steadystate
𝜆+𝜇 𝜆
Pn+1 = 𝑃𝑛 − Pn−1 ; (𝑛 ≥ 1)
𝜇 𝜇
Digunakan fungsi pembangkit untuk memecahkan perbedaan steady-state dengan
persamaan {𝑃𝑛 }. Di mulai dengan menulis ulangpersamaan steady-stateuntuk proses kelahiran
𝜆
dan kematian dalam jangka waktu 𝜌 = 𝜇 dan memperoleh

Pn+1 = (ρ + 1)𝑃𝑛 − ρPn−1


𝑃1 = 𝜌𝑃0 ; 𝑛 = 0
Jika kedua sisi dikalikan 𝑧 𝑛 , maka
Pn+1 𝑧 𝑛 = (ρ + 1)𝑃𝑛 𝑧 𝑛 − ρPn−1 𝑧 𝑛
atau
𝑧 −1 Pn+1 𝑧 𝑛+1 = (ρ + 1)𝑃𝑛 𝑧 𝑛 − ρzPn−1 𝑧 𝑛−1
∞ ∞ ∞
−1 𝑛+1 𝑛
𝑧 Pn+1 𝑧 = ρ+1 𝑃𝑛 𝑧 − 𝜌𝑧 Pn−1 𝑧 𝑛−1
𝑛=1 𝑛=1 𝑛=1

atau
𝑧 −1 𝑃 𝑧 − 𝑃1 𝑧 − 𝑃0 = ρ + 1 𝑃 𝑧 − 𝑃0 − 𝜌𝑧𝑃(𝑧)
dari persamaan 𝑃1 = 𝜌𝑃0 , didapatkan
𝑧 −1 𝑃 𝑧 − (𝜌𝑧 + 1)𝑃0 = ρ + 1 𝑃 𝑧 − 𝑃0 − 𝜌𝑧𝑃(𝑧)
sehingga penyelesaian untuk P(z), diperoleh
p0
P(z) 
1  z
untuk menentukan 𝑃0 , pertimbangkan 𝑃(1)
∞ ∞
𝑛
𝑃0
𝑃 1 = 𝑃𝑛 1 = 𝑃𝑛 = 1 =
1 − 𝑧𝜌
𝑛=0 𝑛=0

atau
𝑃0 = 1 − 𝑧𝜌 = 1 − 𝜌

Oleh karena itu, diperoleh


1−𝜌
𝑃 𝑧 = ; 𝜌 < 1, 𝑧 ≤ 1
1 − 𝑧𝜌
karena 𝑧𝜌 < 1,
1
= 1 + 𝑧𝜌 + (𝑧𝜌)2 + (𝑧𝜌)3 + ⋯
1 − 𝑧𝜌
Oleh karena itu, diperoleh probabilitas fungsi pembangkit

Makalah Pendamping: Matematika 2 211


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

𝑃 𝑧 = (1 − 𝜌)𝜌𝑛 𝑧 𝑛
𝑛=0

𝑃𝑛 = 1 − 𝜌 𝜌𝑛 ; 𝜌 < 1
Dengan hasil di atas, dapat ditentukan jumlah pelanggan pada sistem saat keadaan
setimbang (steady-state). Jika kondisi setimbang tercapai, akan diperoleh hasil seperti berikut
Rata-rata jumlah pelanggan dalam sistem,
𝜌 𝜆
𝐿=𝐸 𝑁 = = .
1−𝜌 𝜇−𝜆
Variabel randomLq yaitu nilai yang diharapkan dari jumlah dalam antrian,
𝜌2 𝜆2
𝐿𝑞 = = .
1 − 𝜌 𝜇(𝜇 − 𝜆)
Masing-masing W dan Wqadalah waktu yang diharapkan sebagai pelanggan
menghabiskan dalam sistem dan diharapkan waktu pelanggan menunggu dalam antrian,
𝐿
𝑊= ,
𝜆
𝐿𝑞
𝑊𝑞 = .
𝜆
Berdasarkan asumsi M/M/1 bahwa populasi masukan terbatas, yaitu memiliki total
pelanggan M. Untuk antrian tersebut, rata-rata waktu antar kedatangan antara kedatangan
1
berturut-turut adalah 𝜆 dan 𝜇 adalah tingkat layanan.

Probabilitas sistem menganggur,


𝑖 −1
𝑀! 𝜆
𝑃0 .
𝑀−𝑖 ! 𝜇
Probabilitas n pelanggan dalam sistem,
𝜆 𝑛 𝑀!
𝑃= 𝑃 ; 0 < 𝑛 ≤ 𝑀,
𝜇 𝑀−𝑖 !
0; 𝑛 > 𝑀.
Rata-rata panjang antrian,
𝜆+𝜇
𝐿𝑞 = 𝑀 − 1 − 𝑃0 .
𝜆
Rata-rata jumlah pelanggan dalam sistem,
𝜇
𝐿 = 𝐿𝑞 + 1 − 𝑃0 = 𝑀 − 1 − 𝑃0 .
𝜆
Rata-rata waktu tunggu pelanggan dalam antrian,
𝐿𝑞 1 𝑀 𝜆+𝜇
𝑊𝑞 = = − .
𝜇 1 − 𝑃0 𝜇 1 − 𝑃0 𝜆
Rata-rata waktu yang dihabiskan pelnaggan dalam sistem,
1 1 𝑀 𝜆+𝜇
𝑊 = 𝑊𝑞 + = − +1 .
𝜇 𝜇 1 − 𝑃0 𝜆
212 Makalah Pendamping: Matematika 2
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Pendekatan Kombinatorial dan Representasi Lattice Path


Pendekatan kombinatorial dilakukan dengan terlebih dahulu memodelkan waktu yaitu
waktu diskrit. Untuk itu interval waktu (0, 𝑡)yang dibagi menjadi barisan 𝑡/𝑕 (slot waktu) yang
masing-masing mempunyai durasi 𝑕 > 0. Dalam hal ini diasumsikan kemungkinan ada lebih
dari satu unit kedatangan atau kepergian dalam subinterval dan kejadian-kejadian di subinterval
yang berbeda adalah independen. Kemudian barisan variabel random 𝑋𝑖 dikaitkan dengan
barisan 𝑡/𝑕 slot waktu, sehingga, 𝑖 = 1,2, … , 𝑡/𝑕, dimana

+ l jika ada kedatangan pada slot ke-I,


𝑋𝑖 = - l jika ada kepergian pada slot ke-I,
0 jika tidak ada kedatangan dan kepergian pada slot ke-i.
Sistem antrian M/M/1 dapat didiskripsikan oleh suatu barisan variabel random {𝑋𝑖 } yang
independen, yang mana distribusinya tidak diketahui. Oleh karena itu, dapat direpresentasikan
dengan lattice path. Sen (1991) merepresentasikan kedatangan dengan satu langkah horisontal
(horizontal step) dan kepergian dengan satu langkah vertikal (vertical step) dan ketika tidak ada
kedatangan dan kepergian pada sistem maka dapat direpresentasikan dengan tidak adanya
pergerakan pada lattice point. Jika keadaan (state) pada sistem antrian pada waktu ke i,
direpresentasikan oleh sistem antrian, sebut (𝛼𝑖 , 𝛽𝑖 ), dimana adalah jumlah kedatangan
𝑃 kedatangan pada slot ke − 𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛 = 1)
= 𝑃{ 𝛼𝑛−1 , 𝛽𝑖−1 → 𝛼𝑛−1 + 1, 𝛽𝑖−1 = 𝛼𝑖 , 𝛽𝑖 }
= 𝜆𝑕 + 𝑜 𝑕 jika𝛼𝑛−1 ≥ 𝛽𝑖−1
𝑃 kepergian pada slot ke − 𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛 = −1)
= 𝑃{ 𝛼𝑛−1 , 𝛽𝑖−1 → 𝛼𝑛−1 , 𝛽𝑖−1 + 1 = 𝛼𝑖 , 𝛽𝑖 }

𝜇𝑕 + 𝑜 𝑕 jika αn−1 > 𝛽𝑖−1 ,


=
0 jika𝛼𝑛−1 ≤ 𝛽𝑖−1 ,
𝑃 tidakberpindah pada slot ke − 𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛 = 0)
1 − 𝜆 + 𝜇 𝑕 + 𝑜 𝑕 jika αn−1 > 𝛽𝑖−1 ,
=
1 − 𝜆𝑕 + 𝑜 𝑕 jika αn−1 = 𝛽𝑖−1 ,
Proses antrian M/M/1 ↔ 𝑋1, 𝑋2 , … → {𝐿𝑎𝑡𝑡𝑖𝑐𝑒 𝑃𝑎𝑡𝑕}
→ 𝑃{kejadian yang berhubungan dengan proses antrian 𝑀/𝑀/1
= lim𝑕→0 𝑃(lattice path yang memenuhi kejadian yang berhubungan dengan prosen antrian)
Banyaknya Lattice Path
Di bawah ini diberikan dua lema yang berguna bagi analisis performan ketika sistem
antrian tidak mencapai keadan setimbang dan satu teorema. Lema dan teorema diambil dari
(Sen, 1991), dimana bukti-bukti tidak diberikan. Di bawah ini bukti-bukti berhasil diturunkan.

Makalah Pendamping: Matematika 2 213


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Lema 1.Jika 𝑁 𝑖; 𝑚, 𝑛; 𝑎 menunjukkan jumlah lattice path dari 𝐴(𝑖, 0) ke 𝐵(𝑚, 𝑛) yang selalu
berada dibawah garis 𝑦 = 𝑥 − 𝑎 dan tidak menyentuh diantara keduanya, kemudian untuk
𝑖 > 𝑎 ≥ 0, 𝑚 > 𝑛 ≥ 0, 𝑚 ≥ 𝑖
𝑚+𝑛−𝑖 𝑚+𝑛−𝑖
𝑁 𝑖; 𝑚, 𝑛; 𝑎 = −
𝑛 𝑚−𝑎
Bukti.Dengan menggunakan prinsip refleksi.
Lema 2. Jika 𝑁(𝑖; 𝑚, 𝑚)𝑓 menunjukkan jumlah lattice path dari (𝑖, 0) ke (𝑚, 𝑚) yang
menyentuh garis 𝑦 = 𝑥 untuk pertama kalinya hanya pada lattice point (𝑚, 𝑚) yang diberikan
oleh
𝑖 2𝑚 − 𝑖
𝑁(𝑖; 𝑚, 𝑚)𝑓 = , 𝑚 ≥ 𝑖 > 0, …
2𝑚 − 𝑖 𝑚
Bukti.Jumlah lattice path dapat dihitung dengan menggunakan lema. 1 dengan menempatkan a
= 0 dan mengganti n dengan 𝑚 − 1.
𝑁(𝑖; 𝑚, 𝑚)𝑓 = 𝑁 𝑖; 𝑚, 𝑚 − 1; 0
𝑚+ 𝑚−1 −𝑖 𝑚+ 𝑚−1 −𝑖
= −
𝑚−1 𝑚−0
2𝑚 − 1 − 𝑖 2𝑚 − 1 − 𝑖
= −
𝑚−1 𝑚
=𝑝+0
(2𝑚 − 1 − 𝑖)! 2𝑚 − 1 − 𝑖 !
= −
𝑚 − 1 ! 𝑚 − 𝑖 ! 𝑚! 𝑚 − 1 − 𝑖 !
(2𝑚 − 1 − 𝑖)! 1 1
= −
𝑚−1 ! 𝑚−1−𝑖 ! 𝑚−𝑖 𝑚
2𝑚 − 1 − 𝑖 ! 𝑚− 𝑚−𝑖
=
𝑚−1 ! 𝑚−1−𝑖 ! 𝑚 𝑚−𝑖
2𝑚 − 1 − 𝑖 ! 𝑖
=
𝑚−1 ! 𝑚−1−𝑖 ! 𝑚 𝑚−𝑖
2𝑚 − 1 − 𝑖 !
= 𝑖
𝑚! 𝑚 − 𝑖 !
𝑖 2𝑚 − 𝑖 2𝑚 − 1 − 𝑖 !
=
(2𝑚 − 𝑖) 𝑚! 𝑚 − 𝑖 !
𝑖 2𝑚 − 𝑖 !
=
(2𝑚 − 𝑖) 𝑚! 𝑚 − 𝑖 !
𝑖 2𝑚 − 𝑖
= ,𝑚 ≥ 𝑖
(2𝑚 − 𝑖) 𝑚
>0 ∎

214 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Teorema 1. Jika 𝑝𝑖0 (𝑡) menunjukkan probabilitas bahwa dimulai dengan i unit sistemyang
mana dapat menjadi kosong di beberapa titik waktu (≤ 𝑡) untuk waktu kontinu pertama menjadi
kosong sampai waktu t. Kemudian
𝑡 −𝑖
𝑖 𝜆 2
= 𝑒 −𝜆𝑡 1 𝑒 −(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡 1 ) 𝐼𝑖 2 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1 )
0 (𝑡 − 𝑡1 ) 𝜇
Bukti.
𝑡 1 𝑡
𝑕 −𝑖 2 𝑕 +𝑖 𝑡−𝑡 1 𝑡1
𝑖 2𝑦 − 𝑖 𝑕
−1 𝑕+1−1
𝑝𝑖0 𝑡 = lim
𝑕→0 2𝑦 − 𝑖 𝑦 2𝑦 − 𝑖 − 1 1−1
𝑡1 𝑦 =𝑖
𝑕 =0
𝑡−𝑡 1
−2𝑦+𝑖 𝑡1
𝑦−𝑖 𝑦
𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 1 − 𝜆𝑕 + 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑕 1 − 𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑕

𝑡−𝑡 1
𝑖 (2𝑦 − 𝑖)! 𝑕
−1 !
= lim 𝑡−𝑡 1
𝑕→0 2𝑦 − 𝑖 𝑦! (𝑦 − 𝑖)! 2𝑦 − 𝑖 − 1 ! −1− 2𝑦 + 𝑖 + 1 !
𝑡1 𝑦=𝑖 𝑕
𝑕
𝑡−𝑡 1
−2𝑦+𝑖 𝑡1
𝑦−𝑖 𝑦
𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 1 − 𝜆𝑕 + 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑕 1 − 𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑕

2𝑦−𝑖−1
𝑖 1
= lim 𝑡 − 𝑡1 − 𝑕 𝑡 − 𝑡1 − 2𝑕 … 𝑡 − 𝑡1
𝑕→0 𝑦 − 𝑖 ! 𝑦! 𝑕
𝑡1 𝑦=𝑖
𝑕

− 𝑕 2𝑦 − 𝑖 − 1
𝑡−𝑡 1
−2𝑦+𝑖 𝑡1
𝑦−𝑖 𝑦
𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 1 − 𝜆𝑕 + 𝜇𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑕 1 − 𝜆𝑕 + 𝑜(𝑕) 𝑕

2𝑦−𝑖
𝑡 ∞ −𝑖
𝑖 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡𝑖1 ) 𝜆 2
= 𝑒 −𝜆𝑡 1 𝑒 −(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡𝑖 ) 𝑑𝑡1
0 𝑦=𝑖 (𝑡 − 𝑡1 ) 𝑦 − 𝑖 ! 𝑦! 𝜇

−𝑖 ∞ 2𝑦−𝑖
𝑡
𝑖 𝜆 2
−𝜆𝑡 1 −(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡 1 )
𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1 )
= 𝑒 𝑒 𝑑𝑡1
0 (𝑡 − 𝑡1 ) 𝜇 𝑦 − 𝑖 ! 𝑦!
𝑦=𝑖
−𝑖 ∞ 2𝑦−2𝑖
𝑡
𝑖 𝜆 2
−𝜆𝑡 1 −(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡 1 )
𝑖 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡𝑖 )
= 𝑒 𝑒 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1 ) 𝑑𝑡1
0 (𝑡 − 𝑡1 ) 𝜇 𝑦 − 𝑖 ! 𝑦!
𝑦=𝑖

dengan mengambil 𝑘 = 𝑦 − 𝑖
𝑘
−𝑖 𝑖 ∞ 4𝜆𝜇 𝑡−𝑡 𝑖 2
𝑡
𝑖 𝜆 2 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1 ) 4
= 𝑒 −𝜆𝑡 1 𝑒 −(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡 1 ) 𝑑𝑡1
0 (𝑡 − 𝑡1 ) 𝜇 2 𝑘! 𝑖 + 𝑘 + 1 !
𝑘=0

𝑡 −𝑖
𝑖 𝜆 2
= 𝑒 −𝜆𝑡 1 𝑒 −(𝜆+𝜇 )(𝑡−𝑡 1 ) 𝐼𝑖 2 𝜆𝜇(𝑡 − 𝑡1 ) ∎
0 (𝑡 − 𝑡1 ) 𝜇

SIMPULAN DAN SARAN


Dari pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan:

Makalah Pendamping: Matematika 2 215


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

1. dengan pendekatan klasik, beberapa performan dari sistem antrian M/M/1 dapat diturunkn
melalui kombinasi analisis transformasi dan teknik numerik analisis berdasarkan keadaan
setimbang.
2. dengan pendekatan kombinatorial dan lattice path, 𝑝𝑖0 (𝑡) menunjukkan probabilitas bahwa
dimulai dengan i unit sistemyang mana dapat menjadi kosong di beberapa titik waktu (≤ 𝑡)
untuk waktu kontinu pertama menjadi kosong sampai waktu t dapat diturunkan dengan
terlebih dahulu mengkonstruksikan banyaknya lattice path yang bersesuaian.

DAFTAR PUSTAKA
Bruneel, H. and Wuyts, I. (1994). Analysis of discrete-time multiserver queueing models with
constants service times. Operations Research Letters, 15:231–236, 1994.
Fallon, J., S. Gao and Niederhausen, H. (2010). Proof of a lattice paths conjecture connected to
the tennis ball problem. Journal of Statistical Planning and Inference, 140:2227–2229,
2010.
Gross, D. and Harris, C. M. (1998). Fundamentals of Queueing Theory: Third edition. John
Wiley & Sons, Canada.
Kleinrock, L. (1975). Queueing Systems: Volume 1. John Wiley & Sons, New York.
Sen, K and Jain, J. L. (1991). Combinatorial Approach to Markovian Queueing Models. Journal
of Statistical Planning and Inference 34 (1), 269-279.
Taha, H. A. (1987). Operations Research. (4thed.). New York: Macmillan.
Takagi, H. (1991). Queueing Analysis: A foundation of performance evaluation. Volume 1.
John Wiley & Sons, New York.

216 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR)

Felin Yunita1, Purnami Widyaningsih2, Respatiwulan3


JurusanMatematika
FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
UniversitasSebelasMaret Surakarta
felinyunita@yahoo.com

Abstrak
Model susceptible infected recovered (SIR) menjelaskan penyebaran
penyakit dari individu susceptible menjadi infected, kemudian individu infected akan
sembuh (recovered) dan tidak terinfeksi kembali karena memiliki kekebalan.
Penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang bergantung
pada variable lwaktu sehingga disebut proses stokastik. Perubahan banyaknya
individu susceptible, infected, dan recovered merupakan proses stokastik dalam
selang waktu dan variabel random kontinu sehinggadapat dijelaskan dengan model
stokastik SIR.
Tujuan penulisan ini adalah menurunkan model stokastik SIR. Model stokastik
SIR disimulasikan dengan mengambil laju kontak 𝛽, laju kesembuhan 𝛾, dan
individu awal yang terinfeksi I(0) yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
jika semakin besar nilai 𝛽 maka puncak epidemi semakin tinggi dan semakin besar
nilai I(0) maka puncak epidemi juga semakin tinggi. Akan tetapi jika semakin besar
nilai 𝛾 maka puncak epidemi semakin rendah.

Kata kunci: model SIR, model stokastik.

1. PENDAHULUAN

Penyakit menular seperti measles (campak), hepatitis, smallpox, dan poliomyelitis (polio)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang dapat menyebar melalui kontak langsung,
udara, batuk, dan bersin. Penyakit ini perlu diwaspadai karena dapat mengakibatkan komplikasi,
kerusakan organ tubuh, cacat, kelumpuhan bahkan kematian.
Pada beberapa penyakit, individu yang telah sembuh dari infeksi akan memiliki
kekebalan terhadap penyakit tersebut dalam tubuhnya sehingga individu tersebut tidak
berpotensi untuk terinfeksi kembali. Menurut Hethcote [3], model matematika yang dapat
digunakan untuk menggambarkan pola penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut
adalah model susceptible infected recovered (SIR).
Sebagaimana yang ditulis Parzen [5], perubahan banyaknya individu susceptible, infected
dan recovered pada suatu populasi tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyebaran penyakit merupakan suatu kejadian random yang bergantung
pada variabel waktu dan berkaitan dengan probabilitas sehingga bias disebut proses stokastik.
Dengan demikian, model yang dapat menggambarkan peristiwa tersebut yaitu model stokastik
SIR. Model tersebut mengkaji perubahan banyakya individu susceptible, infected dan recovered
dalam selang waktu kontinu.
Makalah Pendamping: Matematika 2 217
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Pada penelitian ini penulis menurunkan ulang model stokastik SIR dan melakukan
penerapan dan simulasi model stokastik SIR. Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai model stokastik dalam hubungannya dengan penyebaran penyakit,
khususnya SIR.

2. PEMBAHASAN
2.1 Model Stokastik SIR

Menurut Hethcote [3] populasi pada SIR dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
individu rentan penyakit atau susceptible (𝑆), kelompok individu yang terinfeksi dan dapat
menyebarkan penyakit ke sejumlah individu lain atau infected (𝐼) dan kelompok individu yang
sudah sembuh atau recovered (𝑅). Banyaknya individu pada kelompok 𝑆, 𝐼 dan 𝑅 pada waktu 𝑡
dinyatakan sebagai 𝑆 𝑡 , 𝐼 𝑡 , dan 𝑅(𝑡). Berikut adalah asumsi yang digunakan pada model SIR
menurut Hethcote [3].
1. Populasi tertutup dan jumlah individu pada populasi konstan 𝑁.
2. Populasi bercampur secara homogen.
3. Laju kelahiran dan laju kematian diabaikan, sehingga model hanya dipengaruhi laju
kontak dan laju kesembuhan.
4. Hanya satu penyakit yang menyebar dalam populasi.
Penurunan model stokastik SIR mengacu pada Allen [2]. Banyaknya individu
susceptible dan infected pada waktu yang akan dating hanya dipengaruhi banyaknya individu
susceptible dan infected pada saat ini. Kejadian ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit
merupakan suatu proses Markov. Penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut dapat
digambarkan dengan model continous time Markov chain (CTMC) SIR.
Dalam penelitian ini terdapat asumsi tambahan yaitu perubahan banyaknya individu
susceptible dan infected mengikuti proses Wiener yang merupakan proses stokastik 𝑊 𝑡 .
Sehingga, perubahan banyaknya individu susceptible dan infected dapat dipandang sebagai
proses stokastik. Model stokastik diturunkan ulang berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Dimisalkan banyaknya individu 𝑆 saat 𝑡 adalah 𝑠 dan banyaknya individu 𝐼 saat 𝑡
adalah 𝑖. Banyaknya individu susceptible dan infected dapat berubah setiap waktu dalam
interval waktu 𝑡 = [0, ∞). Jika besarnya perubahan individu 𝑆 pada selang waktu ∆𝑡 yaitu 𝑘 dan
besarnya perubahan individu 𝐼 pada selang waktu ∆𝑡 yaitu 𝑗, maka perpindahan dari state 𝑠 ke
𝑠 + 𝑘 dan dari state 𝑖 ke 𝑖 + 𝑗 disebut transisi. Probabilitas perubahan banyaknya individu
infected dari state 𝑠 ke state 𝑠 + 𝑘 dan dari state 𝑖ke state 𝑖 + 𝑗 pada selang waktu ∆𝑡 disebut
probabilitas transisi yang dapat dituliskan sebagai

𝑝 𝑠,𝑖 , 𝑠+𝑘,𝑖+𝑗 ∆𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝑆 𝑡 + ∆𝑡 , 𝐼 𝑡 + ∆𝑡 = 𝑠 + 𝑘, 𝑖 + 𝑗 𝑆 𝑡 , 𝐼 𝑡 = (𝑠, 𝑖)]. (2.1)

218 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Transisi terjadi pada selang waktu ∆𝑡 → 0 dan diasumsikan hanya ada satu individu
yang bertransisi dari state (𝑠, 𝑖) ke 𝑠 + 𝑘, 𝑖 + 𝑗 . Oleh karena itu, ada tiga kemungkinan transisi
yang terjadi yaitu dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠 − 1, 𝑖 + 1), dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠, 𝑖 − 1), dan
dari state (𝑠, 𝑖)ke state 𝑠, 𝑖 .
Pada saat individu bertransisi dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠 − 1, 𝑖 + 1) terjadi
perpindahan satu individu dari kelompok 𝑆 ke 𝐼. Jika 𝛽 adalah laju kontak dan terdapat
sebanyak 𝑠 individu susceptible yang melakukan kontak dengan individu infected, maka
probabilitas transisi dari state 𝑠, 𝑖 ke state (𝑠 − 1, 𝑖 + 1) adalah
𝑠𝑖
𝑝 𝑠,𝑖 ,(𝑠−1,𝑖+1) = 𝛽 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 . (2.2)
𝑁

Pada saat terjadi transisi dari state (𝑠, 𝑖) ke state (𝑠, 𝑖 − 1) berarti banyaknya individu
infected berkurang satu. Pengurangan satu individu tersebut terjadi karena adanya kesembuhan
alami dengan laju kesembuhan sebesar 𝛾. Sehingga probabilitas transisi dari state (𝑠, 𝑖) ke state
(𝑠, 𝑖 − 1) adalah
𝑝 𝑠,𝑖 ,(𝑠,𝑖−1) = 𝛾𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 . (2.3)

Pada saat individu infected tetap berada pada state(𝑠, 𝑖) berarti tidak terjadi penambahan
maupun pengurangan banyaknya individu infected. Sehingga besarnya probabilitas transisi dari
state(𝑠, 𝑖)ke state(𝑠, 𝑖)adalah
𝑠𝑖 (2.4)
𝑝 𝑠,𝑖 ,(𝑠,𝑖) = 1 − (𝛽 + 𝛾𝑖)∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .
𝑁

Perpindahan individu dari suatu state ke state yang lain pada selang waktu yang sangat
kecil hanya dimungkinkan terdapat satu individu yang bertransisi. Kemungkinan banyaknya
individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua sangatlah kecil. Sehingga besarnya
probabilitas transisi dengan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan
dua dalam selang waktu ∆𝑡 adalah 𝑜 ∆𝑡 . Persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) dapat dituliskan
dalam suatu sistem persamaan

𝛽𝑠𝑖
∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑘, 𝑗 = (−1,1)
𝑁
𝑝 ∆𝑡 = 𝛾𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑘, 𝑗 = (0, −1) (2.5)
𝑠,𝑖 , 𝑠+𝑘,𝑖+𝑗
𝑠愰
1− 𝛽 𝑁 + 𝛾𝑖 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑘, 𝑗 = (0,0)
𝑜 ∆𝑡 , 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛.

Perubahan banyaknya individu mengikuti proses Wiener. Diasumsikan bahwa ∆𝑆 dan


∆𝐼 berdistribusi normal sehingga dapat dituliskan ∆𝑆(𝑡)~𝑁(𝜇 𝑆 ∆𝑡, 𝜎 2 𝑆 ∆𝑡) dan

Makalah Pendamping: Matematika 2 219


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

∆𝐼(𝑡)~𝑁(𝜇 𝐼 ∆𝑡, 𝜎 2 𝐼 ∆𝑡). Menurut Allen [2], model stokastik SIR yang mengikuti proses
Wiener dapat ditulis

𝑑𝑆 = 𝜇 𝑡, 𝑆 𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎 𝑡, 𝑆 𝑡 𝑑𝑊(𝑡)
(2.6)
𝑑𝐼 = 𝜇 𝑡, 𝐼 𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎 𝑡, 𝐼 𝑡 𝑑𝑊(𝑡)

Model stokastik (2.6) dapat disajikan sebagai

(2.7)
𝑑𝑋 = 𝜇 𝑡, 𝑋 𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎 𝑡, 𝑋 𝑡 𝑑𝑊(𝑡)
dengan

𝑆(𝑡) 𝜇(𝑡, 𝑆 𝑡 ) 𝜎(𝑡, 𝑆 𝑡 )


𝑋 𝑡 = , 𝜇 𝑡, 𝑋(𝑡) = , dan 𝜎 𝑡, 𝑋(𝑡) =
𝐼(𝑡) 𝜇(𝑡, 𝐼 𝑡 ) 𝜎(𝑡, 𝐼 𝑡 )

yang merupakan fungsi bernilai real serta 𝑊(𝑡) merupakan suatu proses Wiener.
Model stokastik (2.7) memerlukan nilai 𝜇 𝑡, 𝑋(𝑡) dan 𝜎 𝑡, 𝑋(𝑡) yang masing-masing
merupakan mean dan standar deviasi 𝑋 𝑡 (Allen [1]). Nilai-nilai tersebut diperoleh
berdasarkan perubahan state dan probabilitas transisi (2.5).
Model stokastik SIR pada penelitian ini hanya memperhatikan variabel 𝑆 dan 𝐼 sehingga
perubahan state yang diperhatikan adalah perubahan dari state(𝑠, 𝑖) ke state(𝑠 − 1, 𝑖 + 1) dan
perubahan dari state(𝑠, 𝑖) ke state 𝑠, 𝑖 − 1 . Berdasarkan persamaan (2.5), besar probabilitas
𝛽𝑠𝑖
transisi untuk perubahan state 𝑘, 𝑗 = (−1,1) adalah 𝑁
dan probabilitas transisi untuk

perubahan state 𝑘, 𝑗 = (0, −1) sebesar 𝛾𝑖. Nilai mean dapat diketahui dengan menghitung
perkalian antara probabilitas transisi dan perubahan state. Untuk menghitung standar deviasi,
terlebih dahulu menghitung nilai variansi yaitu perkalian probabilitas transisi dan kuadrat dari
perubahan state sehingga diperoleh mean dan standar deviasi yaitu

𝛽𝑠𝑖 𝛽𝑠𝑖
− − 𝑁
0
𝑁
𝜇 ∆𝑋 = 𝛽𝑠𝑖
𝑑𝑎𝑛 𝜎 ∆𝑋 = ,
𝑁
− 쳤𝑖 𝛽𝑠𝑖
− 𝛾𝑖
𝑁

dengan ∆𝑋 = (∆𝑆, ∆𝐼) yaitu perubahan banyaknya individu susceptible dan infected.

Dengan demikian, diperoleh model stokastik SIR yaitu

𝛽𝑆𝐼 𝛽𝑆𝐼
𝑑𝑆 = − 𝑑𝑡 − 𝑑𝑊𝑆 (𝑡)
𝑁 𝑁

220 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

𝛽𝑆𝐼 𝛽𝑆𝐼
𝑑𝐼 = − 𝛾𝐼 𝑑𝑡 + 𝑑𝑊𝑆 𝑡 − 𝛾𝐼 𝑑𝑊𝐼 (𝑡) (2.8)
𝑁 𝑁

2.2 Penerapan dan Simulasi


Menurut Hethcote [3], cacar air adalah salah salah satu contoh penyakit dengan tipe
penyebaran SIR. Cacar air merupakan suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi yang
disebabkan karena virus dan dapat menyebabkan penyakit luar biasa serta menyebar dengan
cepat. Penyakit ini mudah ditularkan melalui udara, makanan, dan bersentuhan langsung dengan
luka yang diakibatkan oleh penyakit ini.
Pada bagian ini diberikan penerapan model (2.8) pada penyakit cacar air. Parameter
untuk model tersebut diambil dari Johnson [4]. Nilai laju kontak cacar air yaitu 0.65 ≤ 𝛽 ≤
0.85per hari dan laju kesembuhan penyakit 𝛾 = 0.3dengan N =100.
Pada penerapan ini ingin diketahui perilaku penyebaran penyakit cacar air dengan nilai
laju kontakminimal, untuk itu digunakan laju kontak minimal 𝛽 = 0.65 per hari dan laju
kesembuhan penyakit 𝛾 = 0.3 per hari dengan 𝑁 = 100. Dengan demikian, model (2.8) dapat
dituliskan sebagai

𝑑𝑆 = −0.0065 𝑆𝐼 𝑑𝑡 − 0.0065 𝑆𝐼 𝑑𝑊𝑆 (𝑡) (2.9)


𝑑𝐼 = 0.0065 𝑆𝐼 − 0.3 𝐼 𝑑𝑡 + 0.0065 𝑆𝐼 𝑑𝑊𝑆 𝑡 − 0.3 𝐼 𝑑𝑊𝐼 (𝑡)

Proses Wiener pada persamaan (2.9), yaitu 𝑑𝑊𝑆 (𝑡) dan 𝑑𝑊𝐼 (𝑡), didekati dengan
𝜀 𝑑𝑡,𝜀merupakan suatu variabel random yang berdistribusi normal standar 𝜀~𝑁(0,1) , dan
diambil nilai 𝐼 0 = 2 dan 𝑆 0 = 98. Banyaknya individu infected dalam selang waktu
0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dapat dilihat pada Gambar 1.
Garis berwarna biru menunjukkan banyaknya individu infected model stokastik. Dari
garis tersebut terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu banyaknya individu infected semakin
bertambah. Kemudian setelah mencapai waktu 𝑡 tertentu banyaknya individu infected menurun.
Peningkatan dan penurunan banyaknya individu infected pada model stokastik SIR tidak
berupa garis yang mulus, tetapi berfluktuasi naik turun. Dari waktu 𝑡 = 0 sampai 𝑡 = 11,
banyaknya individu infected meningkat dari 2 sampai mencapai maksimal yaitu 24. Saat
𝑡 = 11sampai 𝑡 = 32,banyaknya individu infected menurun dari 24 sampai 0 dan kemudian
tidak mengalami perubahan sepanjang waktu. Hal ini berarti bahwa penyakit tersebut sudah
tidak menyebar.

Makalah Pendamping: Matematika 2 221


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

30

banyaknya individu infected


24

19

2
0
0 11 3840
waktu (hari)

Gambar 1. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 = 0.65, 𝛾 =


0.3,𝐼(0) = 2
Untuk melihat pengaruh𝛽, 𝛾, dan individu awal yang terinfeksi 𝐼(0) terhadap
perubahan banyaknya individu infected, model stokastik SIR pada persamaan (2.7)
disimulasikan.
1) Nilai parameter 𝛾 = 0.3 dan nilai 𝛽 = 0.55, 0.65, dan 0.75
Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 2. Garis berwarna biru menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝛽 = 0.55, garis berwarna merah menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝛽 = 0.65dan garis berwarna hijau menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝛽 = 0.75. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 2,
terlihat bahwa jika semakin besar nilai laju kontak (𝛽) maka puncak epidemi semakin
tinggi.

40

32
banyaknya individu infected

27

20

2
0
0 10 20 30 40
waktu (hari)

Gambar 2. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 =


0.55, 0.65, 𝑑𝑎𝑛 0.75, 𝛾 = 0.3, 𝐼(0) = 2

222 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

2) Nilai parameter 𝛽 = 0.65 dan nilai 𝛾 = 0.2, 0.3, dan 0.4


Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 3. Garis berwarna biru menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝛾 = 0.2, garis berwarna merah menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝛾 = 0.3dan garis berwarna hijau menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝛾 = 0.4. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 3,
terlihat bahwa jika semakin besar nilai laju kesembuhan 𝛾 maka puncak epidemi
semakin rendah.
3) Nilai parameter 𝛽 = 0.65, 𝛾 = 0.3 dan nilai 𝐼 0 = 2,5, dan 8
Hasil simulasi ditunjukkan dengan Gambar 4. Garis berwarna biru menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝐼(0) = 2, garis berwarna merah menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝐼(0) = 5, garis berwarna hijau menggambarkan
penyebaran penyakit dengan 𝐼(0) = 8. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4,
terlihat bahwa jika semakin besar nilai 𝐼(0) maka puncak epidemi semakin tinggi.

50

42
banyaknya individu infected

27

15

2
0
0 10 20 30 40
waktu (hari)
Gambar 3. Banyaknya individu infected pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 = 0.65, 𝛾 =
0.2, 0.3, 0.4 dan 𝐼(0) = 2

3. SIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan

1. Model stokastik SIR dinyatakan sebagai

𝛽𝑆𝐼 𝛽𝑆𝐼
𝑑𝑆 = − 𝑑𝑡 − 𝑑𝑊𝑆 (𝑡)
𝑁 𝑁

𝛽𝑆𝐼 𝛽𝑆𝐼
𝑑𝐼 = − 𝛾𝐼 𝑑𝑡 + 𝑑𝑊𝑆 𝑡 − 𝛾𝐼 𝑑𝑊𝐼 𝑡 .
𝑁 𝑁

Makalah Pendamping: Matematika 2 223


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

2. Simulasi menunjukkan bahwa jika semakin besar nilai 𝛽 maka puncak epidemi semakin
tinggi dan semakin besar nilai 𝐼(0) maka puncak epidemi juga semakin tinggi, tetapi
jika semakin besar nilai 𝛾 maka puncak epidemi semakin rendah.

40

banyaknya individu infected


32

25

17

8
5
2
0
0 10 20 30 40
waktu (hari)

Gambar 4. Banyaknya individu infected pada selang waktu0 ≤ 𝑡 ≤ 40 dengan 𝛽 = 0.65, 𝛾 =


0.3,
𝐼 0 = 2,5, 𝑑𝑎𝑛 8

4. DAFTAR PUSTAKA

[1] Allen, E. J. S., Allen., L. J. S., Arcinigea, A., and Greenwood, P. E., Construction of
Equivalent Stochastic Differential Equation Models, Stochastic Analysis and
Applications (2008), no. 26, 274-297.
[2] Allen, L. J. S., An Introduction to Stochastic Epidemic Models, Mathematical Epidemiology
(2008).
[3] Hethcote, H. W., The Mathematics of Infectious Diseases, SIAM Review 42 (2000), no. 4,
599-653.
[4] Johnson, T., Mathematical Modeling of Diseases : Susceptible-Infected-Recovered (SIR)
Model, Math 4901 Senior Seminar (2009).
[5] Parzen, E., Stochastic Processes, Holden-Day, Inc, United States of America, 1962,

224 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

Silvia Kristanti1, Sri Kuntari2, Respatiwulan3


Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
m2d_girl@yahoo.com

Abstrak
Model epidemi susceptible infected susceptible (SIS) merupakan
model yang menggambarkan penyebaran penyakit dengan karakteristik setiap
individu sembuh dapat terinfeksi kembali karena tidak memiliki sistem kekebalan
tubuh permanen. Banyaknya individu terinfeksi tidak dapat diprediksi dengan pasti,
sehingga penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang
bergantung pada variabel waktu atau disebut proses stokastik. Jika perubahan
banyaknya individu terinfeksi ditinjau dalam selang waktu kontinu, maka
penyebaran penyakit dengan karakter tersebut dapat digambarkan dengan
menggunakan model stokastik SIS.
Penyelesaian secara eksak sulit diperoleh, sehingga digunakan penyelesaian
pendekatan. Model yang diperoleh disimulasikan dengan mengambil nilai parameter
𝛽dan 𝛾 berbeda. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh jika semakin besar nilai
parameter 𝛽 maka semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin
banyak juga jumlah individu terinfeksi. Jika semakin besar nilai parameter 𝛾, maka
semakin lama peningkatan penyebaran penyakit dan semakin sedikit jumlah individu
terinfeksi.

Kata kunci: model stokastik SIS, simulasi.

1. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan setiap individu. Jika individu
tersebut sehat, maka aktivitasnya dapat dilakukan dengan baik. Pada kenyataannya, sebagian
individu belum tentu dapat mempertahankan kondisi kesehatannya. Hal itu dikarenakan terdapat
penyakit yang menyerang pada tubuh individu tersebut. Penyakit tersebut dapat menular dari
individu satu ke individu yang lain melalui kontak langsung (Hetchcote [4]). Pada beberapa
jenis penyakit, individu yang sembuh dapat terinfeksi kembali karena tidak memiliki sistem
kekebalan tubuh permanen (Ianelli [5]). Model matematika yang dapat menggambarkan pola
penyebaran penyakit dengan karakteristik tersebut disebut model SIS.
Penyakit yang memiliki karakteristik model SIS adalah influenza, severe acute
respiratory syndrome(SARS), malaria, pertussis, dan tuberculosis. Menurut Parzen [6],
banyaknya individu yang terinfeksi tidak dapat diprediksi dengan pasti. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyebaran penyakit dapat dipandang sebagai kejadian random yang
bergantung pada variabel waktu sehingga dapat disebut proses stokastik. Jika perubahan
banyaknya individu terinfeksi ditinjau dalam selang waktu kontinu, maka penyebaran penyakit

Makalah Pendamping: Matematika 2 225


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

dengan karakter tersebut dapat digambarkan menggunakan model stokastik SIS. Penelitian ini
bertujuan untuk menurunkan model stokastik SIS, menerapkan dan menginterpretasikan model
stokastik SIS melalui simulasi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai model matematika yaitu model stokastik SIS pada penyebaran penyakit.

2. PEMBAHASAN
2.1 Model Stokastik SIS
Hetchcote [4] menyebutkan bahwa pada model SIS, populasi dikelompokkan menjadi
dua yaitu kelompok susceptible(S) dan kelompok infected(I). Kelompok susceptible adalah
kelompok individu sehat tetapi berisiko terinfeksi penyakit dan kelompok infected adalah
kelompok individu terinfeksi penyakit. Asumsi yang digunakan pada model SIS yaitu

1. populasi tertutup dan banyaknya individu pada populasi konstan,


2. populasi bercampur secara homogen,
3. laju kelahiran sama dengan laju kematian,
4. individu yang lahir merupakan individu yang sehat tetapi rentan penyakit,
5. individu yang telah sembuh dianggap tidak memiliki kekebalan permanen sehingga
dapat tertular penyakit kembali,
6. hanya terdapat satu penyakit yang menyebar dalam populasi tersebut.

Banyaknya individu pada kelompok S dan I pada waktu t masing-masing dinyatakan sebagai
S(t) dan I(t), serta S(t)+I(t)=N dengan N adalah jumlah total individu pada populasi. Pada model
stokastik SIS mempunyai variabel random, yaitu I(t). Jika banyaknya I(t) sebesar i, maka fungsi
probabilitas banyaknya individu terinfeksi pada waktu t adalah

𝑝𝑖 𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝐼 𝑡 = 𝑖

dengan 𝑖 ∈ [0, 𝑁], 𝑡 ∈ [0, ∞] . Banyaknya individu terinfeksi dapat berubah setiap waktu pada
interval 𝑡 ∈ [0, ∞].
Pada selang waktu 𝑡 + ∆ 𝑡, banyaknya I(t) sebesar j. Selanjutnya i dan j disebut sebagai
state. Perpindahan dari statei ke j disebut sebagai transisi. Probabilitas perubahan banyaknya
individu terinfeksi dari statei ke j pada selang waktu ∆ 𝑡 disebut probabilitas transisi, dapat
dituliskan sebagai

𝑝𝑖𝑗 ∆𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝐼 𝑡 + ∆ 𝑡 = 𝑗|𝐼 𝑡 = 𝑖 .

226 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Proses transisi terjadi pada selang waktu yang sangat kecil sehingga diasumsikan hanya ada satu
individu yang bertransisi dari statei ke j. Oleh karena itu, terdapat tiga kemungkinan transisi
yang terjadi yaitu dari state i ke state j=i+1, dari state i ke state j=i-1dan state i ke state j=i.
Pada saat individu bertransisi dari state i ke state j=i+1, berarti banyaknya individu
terinfeksi bertambah satu. Dengan kata lain, terjadi perpindahan satu individu dari kelompok S
ke I karena suatu kontak. Karena diasumsikan populasi homogen sehingga setiap individu pada
kelompok S mempunyai kemungkinan yang sama dapat melakukan kontak dengan individu
pada kelompok I. Jika terdapat i individu terinfeksi pada kelompok I, maka probabilitas individu
𝑖
kelompok I yang melakukan kontak dengan individu kelompok S sebesar 𝑁 . Jika besar laju

kontak sebesar 𝛽 , maka besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i+1 pada selang
waktu ∆ 𝑡 adalah
𝛽𝑠𝑖
𝑝 𝑖 ,(𝑗 =𝑖+1) = 𝑁
∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 . (2.1)

Ketika individu terinfeksi bertransisi dari state i ke state j=i-1, berarti banyaknya
individu terinfeksi berkurang satu. Pengurangan satu individu tersebut disebabkan oleh dua hal.
Pertama, akibat terjadinya perpindahan individu dari kelompok I ke S karena faktor kesembuhan
dengan laju kesembuhan sebesar 𝛾. Kedua, akibat adanya kematian dalam kelompok I dengan
laju kematian sebesar 𝛼. Jadi, besarnya probabilitas transisi dari state i ke state j=i-1 pada
selang waktu ∆ 𝑡 adalah

(2.2)
𝑝 𝑖 ,(𝑗 =𝑖−1) = 𝛼 + 𝛾 𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Selanjutnya, individu terinfeksi tetap berada pada state i, berarti tidak terjadi
penambahan maupun pengurangan banyaknya individu terinfeksi. Besarnya probabilitas transisi
dari state i ke state j=i pada selang waktu ∆ 𝑡 adalah selisih antara total probabilitas semua
kejadian dengan probabilitas transisi saat terjadi perubahan state i → i+1 dan i → i-1 ,
sehingga dapat dituliskan sebagai
𝛽𝑠𝑖
𝑝 𝑖 ,(𝑗 =𝑖−1) =1− + 𝛼 + 𝛾 𝑖 ∆𝑡. (2.3)
𝑁

Pada selang waktu yang sangat kecil, dimungkinkan hanya terdapat satu individu yang
bertransisi. Dari suatu state ke state lain, kemungkinan banyaknya individu yang bertransisi
lebih dari atau sama dengan dua adalah sangat kecil. Oleh karena itu, besarnya probabilitas
transisi dengan banyaknya individu yang bertransisi lebih dari atau sama dengan dua dalam
selang waktu ∆ 𝑡 yaitu 𝑜 ∆ 𝑡 . Persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3), dapat dituliskan dalam suatu
sistem persamaan

Makalah Pendamping: Matematika 2 227


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

𝛽𝑠𝑖
𝑁
∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 = 𝑏 𝑖 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑗 =𝑖+1
𝑝𝑖𝑗 (∆𝑡) = 𝛼 + 𝛾 𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 = 𝑑 𝑖 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 , 𝑗 =𝑖−1
𝛽𝑠𝑖 (2.4)
1− + 𝛼+𝛾 𝑖 ∆𝑡+𝑜 ∆𝑡 , 𝑗 =𝑖
𝑁
𝑜 ∆𝑡 , 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛

Sistem persamaan (2.4) merupakan model continuous time Markov chain SIS(CTMC SIS)
dengan variabel random I(t) diskrit dan waktu kontinu. Menurut Allen [2], diasumsikan model
stokastik SIS memiliki variabel random I(t) kontinu dan waktu kontinu, sehingga model CTMC
SIS pada persamaan (2.4) dapat dipandang menjadi model stokastik SIS.
Perubahan banyaknya individu terinfeksi adalah selisih antara banyaknya individu
terinfeksi pada waktu 𝑡 + ∆ 𝑡 dengan banyaknya individu terinfeksi pada waktu t yang dapat
dituliskan menjadi ∆𝐼 = 𝐼(𝑡 + ∆ 𝑡) − 𝐼(𝑡). Diasumsikan bahwa ∆𝐼 berdistribusi normal,
∆𝐼 𝑡 ~𝑁 𝜇 𝐼 ∆𝑡, 𝜎 2 𝐼 ∆𝑡 . Menurut Allen [2], perubahan banyaknya individu terinfeksi yang
mengikuti proses Wiener pada selang waktu 𝑡 + ∆ 𝑡 untuk ∆ 𝑡 yang sangat kecil, dapat
dinyatakan dalam bentuk sistem persamaan diferensial stokastik yang kemudian disebut dengan
model stokastik. Dengan demikian, model stokastik SIS dapat dituliskan

𝑑𝐼 = 𝜇 𝐼 𝑑𝑡 + 𝜎 𝐼 𝑑𝑊 𝑡 . (2.5)

Sistem persamaan diferensial stokastik tersusun atas dua bagian yaitu bagian
deterministik dan bagian stokastik. Suku 𝜇 𝐼 merupakan bagian deterministik yang tidak
dipengaruhi proses stokastik, sedangkan 𝜎 𝐼 merupakan bagian stokastik yang dipengaruhi
proses stokastik. Berdasarkan persamaan (2.4), besar probabilitas transisi dari statei ke j=i+1
𝛽𝑠𝑖
yaitu 𝑁
∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 dan probabilitas transisi dari statei ke j=i-1 yaitu 𝛼 + 𝛾 𝑖∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

Menurut Allen [1], nilai harapan dari ∆𝐼 adalah


𝑚

𝐸 ∆𝐼 = ∆𝐼 𝑝𝑖𝑗 (∆𝑡)
𝑗 =1

𝛽𝑠𝑖
= − 𝛼 + 𝛾 𝑖 ∆𝑡 + 𝑜(∆𝑡)
𝑁
= 𝜇 𝐼 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 ,

dengan ∆𝐼 merupakan perubahan banyaknya individu terinfeksi dan 𝑝𝑖𝑗 (∆𝑡) merupakan
probabilitas transisi banyaknya individu terinfeksi. Variansi dari ∆𝐼 adalah

2 2
𝑉𝑎𝑟 ∆𝐼 = 𝐸 ∆𝐼 − 𝐸(∆𝐼)
𝛽𝑆𝐼
= + 𝛼 + 𝛾 𝐼 ∆𝑡 + 𝑜(∆𝑡)
𝑁
= 𝜎 2 𝐼 ∆𝑡 + 𝑜 ∆𝑡 .

228 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Berdasarkan nilai variansi 𝜎 2 𝐼 ∆𝑡 diperoleh

â𝑆𝐼
𝜎 𝐼 = + 𝛼 + 𝛾 𝐼.
𝑁

Dengan demikian, persamaan (2.5) merupakan model stokastik SIS dengan


𝛽𝑆𝐼
𝜇 𝐼 = − 𝛼+𝛾 𝐼
𝑁
dan

𝛽𝑆𝐼
𝜎 𝐼 = + 𝛼+𝛾 𝐼
𝑁

merupakan suatu proses Wiener. Sehingga persamaan (2.5) dapat dituliskan menjadi
𝛽𝑆𝐼 𝛽𝑆𝐼
𝑑𝐼 = 𝑁
− 𝛼 + 𝛾 𝐼𝑑𝑡 + 𝑁
+ 𝛼 + 𝛾 𝐼𝑑𝑊 𝑡 . (2.6)

2.2 Penerapan dan Simulasi


Pada bagian ini diberikan penerapan model stokastik SIS (2.6) terhadap penyebaran
penyakit pertussis yang merujuk pada Arino [3]. Penyakit pertussis merupakan penyakit infeksi
saluran nafas akut yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Nilai laju penularan
𝛽 = 0.4 per hari, laju kesembuhan 𝛾 = 0.04per hari, laju kelahiran sama dengan laju kematian
𝛼 = 0.1per hari dengan 𝑁 = 1000sehingga persamaan (2.6) dapat disajikan dengan
𝑑𝐼 = 0.0004𝑆𝐼 − 0.14𝐼 𝑑𝑡 + 0.0004𝑆𝐼 − 0.14𝐼 𝑑𝑊 𝑡 .
Dalam penerapan ini diambil nilai 𝑆(0) = 996 dan 𝐼(0) = 4. Dengan menggunakan program
(2.7)
pada Allen [1], diperoleh Gambar 1 yang menyajikan banyaknya individu terinfeksi pada model
stokastik SIS dalam selang waktu 𝑡 = 0 sampai 𝑡 = 70.
800

640
Banyaknya individu terinfeksi

0
0 34 70
Hari

Gambar 1. Banyaknya individu terinfeksi pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 70

Makalah Pendamping: Matematika 2 229


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

Dari Gambar 1, garis putus-putus berwarna hitam menunjukkan banyaknya individu


terinfeksi yang hanya mempertimbangkan nilai 𝜇 𝐼 . Sedangkan garis yang berwarna biru
menunjukkan banyaknya individu terinfeksi dengan mempertimbangkan nilai 𝜇 𝐼 dan 𝜎 𝐼 .
Dari kedua garis terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu, banyaknya individu terinfeksi
mengalami peningkatan secara tajam. Kemudian meningkat terus-menerus secara perlahan-
lahan dan cenderung konstan sekitar 𝑡 = 34. Selanjutnya banyaknya individu terinfeksi tidak
turun karena pada karakteristik model SIS, individu I yang sudah sembuh menjadi individu S.
Selanjutnya persamaan (2.7) disimulasikan dengan mengambil nilai parameter 𝛽 yang berbeda.
Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
1000
Banyaknya individu terinfeksi

750

620

500

370

0
0 23 35 47 54 100
Hari

Gambar 2. Banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.25,0.3,0.4,0.55 dan 𝛾 = 0.04 pada


selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 100
7
Banyaknya individu terinfeksi

0
0 8.7 13.515.5 23.7 30
Hari

Gambar 3. Banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.025,0.01,0.075,0.005 dan


𝛾 = 0.04 pada selang waktu 0 ≤ 𝑡 ≤ 30

230 Makalah Pendamping: Matematika 2


Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

Gambar 2 menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t dengan nilai
parameter 𝛽 > 𝛾. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan
𝛽 = 0.25 mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 370 pada hari ke-0 sampai ke-54
lalu meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna merah menggambarkan
banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.3 mengalami peningkatan yang tajam dari 4
menjadi 500 pada hari ke-0 sampai ke-47 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung
konstan.
Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.4
mengalami peningkatan yang tajam dari 4 menjadi 620 pada hari ke-0 sampai ke-35 lalu
meningkat secara perlahan dan cenderung konstan. Garis berwarna hitam menggambarkan
banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.55 mengalami peningkatan yang tajam dari 4
menjadi 750 pada hari ke-0 sampai ke-23 lalu meningkat secara perlahan dan cenderung
konstan. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 2 jika nilai parameter 𝛽 > 𝛾, maka semakin
cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga individu yang terinfeksi.
Gambar 3 menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-𝑡 dengan nilai
parameter 𝛽 < 𝛾 Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan
𝛽 = 0.025 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-23.7.
Garis berwarna merah menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.01
mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-15.5.
Garis berwarna hijau menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 =
0.0075 mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-13.5.
Garis berwarna hitam menggambarkan banyaknya individu terinfeksi dengan 𝛽 = 0.005
mengalami penurunan yang tajam dari 4 menjadi 0 pada hari ke-0 sampai ke-8.5. Berdasarkan
hasil simulasi pada Gambar 3 jika nilai parameter 𝛽 < 𝛾, maka semakin cepat penurunan
penyebaran penyakit dan individu yang terinfeksi mencapai nol artinya tidak terjadi penularan
penyakit lagi.

3. SIMPULAN
Kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan adalah sebagai berikut.

1. Model stokastik SIS dinyatakan sebagai


𝑑𝐼 = 𝜇 𝐼 𝑑𝑡 + 𝜎 𝐼 𝑑𝑊 𝑡 ,
𝛽𝑆𝐼 𝛽𝑆𝐼
dengan 𝜇 𝐼 = 𝑁
− 𝛼 + 𝛾 𝐼dan 𝜎 𝐼 = 𝑁
+ 𝛼 + 𝛾 𝐼.

2. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh jika semakin besar nilai parameter 𝛽 maka
semakin cepat peningkatan penyebaran penyakit dan semakin banyak juga individu
yang terinfeksi. Jika semakin besar nilai parameter 𝛾 maka semakin lama peningkatan
penyebaran penyakit dan semakin sedikit juga individu yang terinfeksi.

Makalah Pendamping: Matematika 2 231


Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

4. DAFTAR PUSTAKA
[1] Allen, E. J. S., Allen L. J. S., A. Armando, and Greenwood P. E., Construction of Equivalent
Stochastic Differential Equation Models, Stochastic Analysis and Aplication (2008, no. 26,
274-297.
[2] Allen, L. J. S., An Introduction to Stochastic Epidemic Models, Tech. report, Departement of
Mathematics and Statistics, Texas Tech University, Lubbock, Texas, 2008.
[3] Arino, J., K. L. Cooke, and J. Velasco Hernandz, An Epidemiology Model That Includes A
Leakly with General Waning Function, AIMsciences 4 (2004), no. 2, 479-495.
[4] Hetchote, H. W., The Mathematics of Infections Disease, SIAM Review 42(2000), no. 4,
599-653
[5] Ianelli, M., The Mathematical Modelling of Epidemic, Tech. report, Mathematics
Departement, University of Trento, Italy, 2005.
[6] Parzen, E., Stochastic Process, Holden-Day, Inc., United States of America, 1962.

232 Makalah Pendamping: Matematika 2

Anda mungkin juga menyukai