Anda di halaman 1dari 34

Kebijakan BPKP, Pengawalan Pengelolaan Keuangan Desa

Disusun oleh :
Nama kelompok :
Adinda Dwi Pratiwi (02)
Elizabeth Zwetta Chika Kinanti (10)
Jessica Alfiani Firman (14)
Luna Indri Mayangsari (16)
Reva Nur Adelyta (26)
Sofia Dwi Marleda (35)
Zaskia Amalia Syadinda (38)
Kelas : XII Akuntansi 1

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang atas rahmat-Nya dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “Kebijakan BPKP, Pengawalan Pengelolaan Keuangan Desa”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bu Vera Anggraeny,
S.E pada mata pelajaran Akuntansi Lembaga. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Kebijakan BPKP, Pengawalan Pengelolaan Keuangan Desa” bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada guru kami
yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Dan ini
merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan dan
kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini dan dapat berguna bagi saya khususnya dan para pembaca.

Surabaya, 20 Februari 2024

2
DAFTAR ISI

COVER DEPAN ......................................................................................................................


KATA PENGANTAR ..............................................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................
A. Latar Belakang .........................................................................................................
B. Tujuan .......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................


A. Pengertian BPKP ......................................................................................................
B. Ruang Lingkup / Area Pengawalan .........................................................................
C. Peran BPKP ..............................................................................................................
D. Identifikasi Stakeholders ..........................................................................................
E. Analisis SWOT ..........................................................................................................
F. 7 Aspek Pengawalan Desa .........................................................................................
G. Strategi Pengawalan Desa ..........................................................................................
H. Langkah Pengawalan Keuangan Desa .......................................................................
a. Pengawalan keuangan desa yang sudah dilakukan oleh BPKP ............................
b. Rencana Pengawalan Desa Berikutnya ...............................................................
c. Pengawalan Desa Dalam Jangka Panjang ............................................................
I. Piloting .......................................................................................................................
J. Monitoring Desa ........................................................................................................

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................


A. Kesimpulan ..............................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan desa harus didukung dengan jumlah anggaran yang
dialokasikan. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi dana desa melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Alokasi dana desa diperoleh dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2019 yang telah dialokasikan sebesar
Rp 70 triliun untuk dibagikan ke 74.954 desa sesuai dengan alokasi yang diperoleh
masing-masing desa (kemenkeu.go.id). Alokasi dana desa tersebut kemudian akan
dikelola oleh aparatur pemerintah desa sesuai APBDes yang didapatkan dan diawasi
melalui sistem yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).

Pengelolaan APBDes diperlukan agar keuangan pemerintah dapat tertata secara


maksimal melalui pengawasan dari pihak BPKP. Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa pasal 1 ayat 6 menyatakan
bahwa “pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan,penatausahaan, pelaporan, dan bentuk pertanggungjawaban
keuangan desa“ (BPKP, 2020). Untuk mengantisipasi terjadinya masalah penyelewengan
dana desa dan mendukung peraturan pengelolaan keuangan desa yang transparan,
akuntabel, serta partisipatif, pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri
dan BPKP untuk melakukan pengembangan aplikasi yang dinamakan Sistem Keuangan
Desa (Siskeudes) (Gayatri dan Latrini, 2018).

4
B. Tujuan
a. Memastikan seluruh ketentuan dan Kebijakan Keuangan dan Pembangunan Desa
dilaksanakan dengan baik untuk seluruh Tingkatan Pemerintah, sebagai rekomendasi
strategis kepada Presiden.
b. Memastikan seluruh ketentuan dan kebijakan dalam implementasi UU Desa
khususnya keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh tingkatan
pemerintahan.
c. Pengawalan desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa secara
akuntabel mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian BPKP
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Kementerian sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden
RI Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
BPKP merupakan aparat pengawas intern pemerintah yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan Perpres tersebut, BPKP mempunyai
tugas utama menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan
negara/daerah dan pembangunan nasional. Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi di
daerah, BPKP membentuk Kantor Perwakilan BPKP disetiap Provinsi.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau yang disingkat BPKP Lembaga
pemerintahan nonkementarian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan keuangan dan Pembangunan yang berupa Audit, Konsultasi,
Asistensi, Evaluasi, Pemberantasan KKN serta Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

B. Ruang Lingkup / Area Pengawalan


Ruang lingkup pengawalan keuangan desa meliputi seluruh ketentuan dan kebijakan
keuangan dan pembangunan desa beserta implementasi kebijakan tersebut baik tingkat
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga tingkat desa dalam
mengimplementasikan UU Desa agar berjalan dengan baik. Setiap tingkat pemerintahan
sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa dan aturan pelaksanaannya memiliki peran
pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa.

6
C. Peran BPKP Dalam Pengawalan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 192 Tahun 2014 telah diberi mandat untuk melakukan pengawalan terhadap
akuntabilitas keuangan dan pembangunan nasional. Pengawalan terhadap akuntabilitas
pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi pengawalan prioritas pembangunan
nasional. BPKP turut berpartisipasi dan mendukung penuh upaya seluruh Pemerintah
Desa untuk dapat menyelenggarakan akuntabilitas keuangan. Karenanya, BPKP telah
membuat suatu grand strategy berupa kebijakan dan langkah-langkah konkret dalam
mengawal keuangan desa.
Pengawalan Keuangan Desa yang dilakukan oleh BPKP sendiri bertujuan untuk
memastikan seluruh ketentuan dan kebijakan dalam mengimplementasikan UU Desa
khususnya keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh tingkatan
pemerintahan baik tingkat Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa
sesuai dengan perannya masing-masing. Khusus untuk tingkat desa, pemerintah desa
dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa dengan baik mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik maka pengawalan desa akan
mencapai tujuan yang diharapkan yaitu Good Village Governance dengan indikator,
diantaranya sebagai berikut:
a. Tata kelola keuangan desa yang baik;
b. Perencanaan Desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan
daerah dan nasional;
c. Berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan
permasalahan hukum;
d. Mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat

D. Identifikasi Stakeholders Terkait Pengawalan Keuangan Desa

7
1. Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga)
Pemerintah Pusat sesuai dengan UU Desa Pasal 113 memiliki peran
pembinaan dan pengawasan. Pemerintah Pusatyang terkait dengan hal ini terdiri
dari:
 Kementerian Koordinasi Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan;
 Kementerian Dalam Negeri;
 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
 Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
(Kaitan Dana Desa) dan Direktorat Jenderal Pajak (kaitan kewajiaban
perpajakan oleh Bendahara Desa)
 Kementerian Pendidikan Nasional, khususnya terkait penyiapan sumber daya
pengelolaan keuangna desa melalui kurikulum pendidikan baik di tingkat
perguruan tinggi atau pun pendidikan lanjutan atas.
 Kementerian PPN/Bappenas.
Di dalam lingkungan pemerintah pusat ini tentunya termasuk BPKP yang diberi
amanah untuk mengawal akuntabilitas keuangan dan pembangunan desa.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI)


DPR-RI sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi legislasi, budgeting
dan pengawasan merupakan mitra penting bagi BPKP dalam kaitannya dengan
kebijakan-kebijakan dan daya dorong yang kuat dalam pelaksanaan pengawalan
keuangan desa. Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), BPKP sering diminta laporan
pengawalan keuangan desa yang telah dilakukan dan informasi terkini atas
pelaksanaan implementasi desa yang ada di seluruh Indonesia.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI)


KPK-RI sebagai lembaga negara yang berperan dalam pemberantasan korupsi
telah mengkaji adanya potensi-potensi korupsi yang kemungkinan terjadi dalam
pelaksanaan pengelolaan keuangn desa. BPKP berperan penting dalam
mendukung pemberantasan korupsi tersebut khususnya melalui aspek pencegahan
dengan melakukan kerjasama misalnya dalam bentuk Koordinasi dan Supervisi
Pencegahan (Korsupgah) khusus Pengelolaan Keuangan Desa.

8
4. Aparat Penegak Hukum (APH)
Aparat Penegak Hukum yaitu Kepolisian dan Kejaksaan yang berperan dalam
penindakan atas pelanggaran-pelanggaran yang telah terjadi dalam pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa. Diperlukan suatu koordinasi dalam penyamaan
persepsi kaitan pengelolaan keuangan desa agar APH tidak menjadi momok bagi
desa dalam pelaksaan pengelolaan keuangan desa. Jangan sampai ke depannya
banyak aparat pemerintah desa yang terjerat kasus hukum dalam kaitannya
pengelolaan keuangan desa.

5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI)


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) selaku pengawas fungsional eksternal
pemerintah memiliki kewenangan memeriksa keuangan negara. Keuangan Desa
sebagai bagian dari keuangan negara merupakan bagian dari objek yang akan
diperiksa oleh BPK-RI. Koordinasi dan sinergi dengan BPK-RI menjadi penting
ke depannya dalam langkah pengawalan keuangan desa oleh BPKP agar terjadi
penyamaan persepsi dalam membangun akuntabilitas keuangan desa yang baik.

6. Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi sesuai UU Desa pasal 114 memiliki fungsi pembinaan
dan pengawasan (binwas). Fungsi binwas ini dilakukan terhadap kabupaten/kota
dalam mengimplementasikan UU desa, juga yang bersifat langsung ke desa.
BPKP dalam melakukan pengawalan keuangan desa berkoordinasi dengan
Pemerintah Provinsi dalam melaksanaan fungsi binwas tersebut khususnya
kepada kabupaten/kota dalam hal regulasi dan pemantauan pelaksanaan
penyaluran Dana Desa, ADD dan Dana Bagi Hasil. Koordinasi juga bisa
dilakukan dalam kaitannya dengan peran binwas pemerintah provinsi yang
bersifat langsung ke desa misalnya berupa pemberian bantuan keuangan.

7. Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan mitra utama dalam pengawalan
keuangan desa, khususnya oleh Perwakilan BPKP di daerah. Pemerintah
kabupaten/kota memiliki peran sentral dalam pengelolaan keuangan desa karena
regulasi-regulasi yang dikeluarkan kabupaten/kota akan menjadi acuan utama
bagi desa dalam melaksanakan keuangan desa. Amanat pengawasan atas
keuangan desa dan aset desa juga menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
dilaksanakan oleh inspektorat. Peran lannya adalah fungsi kecamatan yang
merupakan bagian dari kabupaten/kota dalam melakukan fasilitasi-fasilitasi bagi
desa dalam melakukan pengelolaan keuangan desa.

9
8. Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN/PTS)
Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta merupakan mitra potensial
dalam pengawalan keuangan desa. SDM yang kurang memadai di desa dapat
diantisipasi misalnya melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau
pengabdian masyarakat oleh mahasiswa. Selain itu juga, keuangan desa dapat
dijadikan salah satu mata ajar dalam perkuliahan yang dapat menjadi bekal kelak
ketika mengabdi kepada masyarakat. Selain PTN/PTS, Kementerian yang
menangani perguruan tinggi juga merupakan mitra yang berperan penting.

9. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)


Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) khususnya Kompartemen Akuntan Sektor
Publik (KASP) merupakan mitra potensial bagi BPKP dalam membuat grand
design keuangan desa ke depannya. Tentunya, regulasi keuangan desa saat ini
yang masih bersifat 'pembukuan' ke depannya akan berubah menjadi lebih baik
dan akuntabel dengan penerapan mekanisme 'akuntansi sebagaimana yang
dilaksanakan peda keuangan pemerintah daerah yang telah berbasis akrual. Selain
itu, dengan adanya potensi dibukanya Kantor Jasa Akuntan (KJA) oleh individual
akuntan bisa melakukan praktik konsultasi keuangan desa.

10. Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP)


Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) memiliki peran penting
dalam kebijakan pengadaan barang/jasa di desa. Titik kritis yang menjadi potensi
penyalahgunaan keuangan desa terbesar berada pada proses pengadaan barang
dan jasa di desa. Perlu pengawalan berupa regulasi dengan pengendalian yang
baik namun tetap operasional agar pengadaan barang/jasa di desa menjadi lebih
akuntabel.

11. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Organisasi Kemasyarakatan


(Ormas)
Lembaga Swadaya Masyarakat ataupun Organisasi Kemasyarakatan yang
memiliki concern kepada keuangan desa dapat dijadikan mitra dalam rangka
peningkatan kapabilitas keuangan desa. Dengan banyaknya dana yang masuk ke
desa menimbulkan banyaknya perhatian kepada desa yang dilakukan oleh LSM.
Untuk mencegah adanya kontra produktif atas LSM yang tidak bertanggungjawab
dan juga menunjang lancarnya pemerintahan desa diperlukan langkah-langkah
pendekatan kepada LSM/ormas agar bersinergi dalam membangun desa. Selain
itu Asosiasi Pemerintah Desa (APDESI) misalnya bisa menjadi sumber bahan
masukan berharga dalam rangka perbaikan regulasi keuangan desa.

10
Kesebelas stakeholders tersebut menjadi perhatian bagi BPKP dalam pengawalan
keuangan dan pembangunan desa dengan melakukan koordinasi, sinergi dan
kerjasama agar terwujud keuangan dan tata pemerintahan desa yang baik (Good
Village Governance).

E. Anilisis SWOT
Pengawalan desa yang dilakukan oelh BPKP, baik dalam keuangan maupun dalam
pembangunan desa agar lebih efektif maka dilakukan analisis SWOT terlebih dahulu.
Analisis SWOT diperlukan untuk mengetahui kondisi BPKP agar dalam pelaksanaan
pengawalan pekerjaan lebih terarah dan terukur. Dengan analisis SWOT maka akan
diketahui kekuatan (strength), Kelemahan (weakness), kesempatan (coportunity) dan
ancaman (threat) dalam pelaksanaan strategi pengawalan keuangan dan pembangunan
desa.

a. Berdasarkan hasil kajian, dapat diidentifikasi kekuatan (strength) BPKP dalam


melakukan pengawalan desa yaitu:
- SDM yang memiliki kualitas memadai;
- Adanya perwakilan di daerah yang mampu menjangkau daerah seluruh Indonesia;
- Pengalaman BPKP dalam mengawal keuangan daerah yang telah diakui mitra
kerja dan pengguna (users);
- Posisi BPKP dalam 5 pilar kepresidenan memberikan akses yang kuat dalam
memberi masukan kepada presiden.

b. Selain kekuatan, BPKP juga memiliki kelemahan (weakness) sebagai berikut:


- Jumlah SDM yang belum memadai untuk melayani seluruh permintaan daerah;
- Banyaknya penugasan yang harus dilakukan khususnya di perwakilan sehingga
beban kerja menjadi sangat tinggi;
- Belum adanya regulasi yang secara jelas memberi amanat kepada BPKP dalam
melakukan pengawalan desa;
- Kurangnya dukungan dana yang memadai dalam melakukan pengawalan BPKP.

11
c. Kesempatan (opportunity) yang harus dimanfaatkan oleh BPKP dalam hal pengawalan
desa adalah:
- Amanat langsung dari Presiden (President's Directions) untuk mengawal
implementasi UU Desa;
- Permintaan dari DPR kepada BPKP untuk melakukan langkah konkret dalam
pengawalan UU Desa saat dilakukan RDP;
- Rekomendasi KPK-RI kepada BPKP berdasarkan hasil kajian yang dilakukan
KPK khususnya terkait sistem dan aplikasi pengelolaan keuangan desa;
Permintaan dari users (kabupaten/kota) kepada BPKP dalam melakukan
pengawalan desa;
- Kerja sama dan koordinasi yang baik yang telah dilakukan BPKP terhadap
pembuat kebijakan (Kemendagri, Kemenkeu dan Kemendes PDTT).

d. Ancaman (threat) yang harus diwaspadai dalam hal pengawalan desa adalah:
- Adanya peraturan terkait pengelolaan keuangan dan pembangunan desa yang
belum lengkap dan jelas membuat kebijakan pengawalan yang diambil oleh
BPKP belum didukung regulasi;
- Kondisi pengawalan keuangan desa yang masih relatif belum baik karena SDM,
sarana dan prasaran desa yang belum memadai;
- Pihak-pihak eksternal di luar BPKP yang tidak bertanggungjawab dalam
melakukan kerja sama dengan desa yang tidak seseuai ketentuan.

Analisis SWOT yang telah dilakukan oleh BPKP menunjukan peranan BPKP ke depan
dalam pengawalan keuangan desa sangat besar dan diharapkan sekali oleh pimpinan dan
lembaga pemerintahan lainnya juga oleh kabupaten/kota selaku pengguna (users).
Kekuatan dan kesempatan yang ada akan dimanfaatkan secara maksimal dalam strategi
pengawalan desa, sedangkan kelemahan dan ancaman yang ada akan diminimalisir
dengan melakukan koordinasi, sinergi dan kerjasama dengan stakeholders terkait.

12
F. 7 (Tujuh) Aspek Pengawalan Desa
1. Aspek Pengelolaan Keuangan Desa
Aspek Pengelolaan Keuangan Desa merupakan aspek yang paling prioritas dan
aspek yang pertama kali harus dikawal dalam implementasi UU Desa. Keuangan
Desa merupakan pintu masuk untuk masuk pengawalan aspek berikutnya.
Pengawalan pengelolaan keuangan desa difokuskan agar desa dapat menyusun
APB Desa dengan baik yang bersifat terintegrasi dan partisipatif, pelaksanaannya
memiliki pengendalian yang baik hingga proses pelaporan/pertanggungjawaban
yang akuntabel. Dengan pengawalan keuangan desa, kekhawatiran semua pihak
atas ketidakmampuan desa mengelola keuangan desa dengan dananya yang besar
dapat diminimalisir.

2. Aspek Pengelolaan Aset/Kekayaan Milik Desa


Pengawalan aset/kekayaan milik desa menjadi salah satu aspek penting karena
dengan dikelolanya dana yang besar, desa akan memiliki kekayaan desa yang
semakin besar pula serta disisi lain bagaimana kewajiban laporan kekayaan milik
desa sasual regulasi dapat dipenuhi oleh pemerintah desa. Selain itu, amanat UU
desa untuk melakukan inventarisasi bersama antara pemerintah daerah dengan
desa perlu dikawal agar tidak muncul potensi konflik perebutan aset. Ke depan,
pengelolaan kekayaan milik desa termasuk di dalamnya pemanfaatan aset-aset
desa untuk dikerjasamakan dengan pihak ketiga dapat dilaksanakan oleh desa
sesuai ketentuan yang berlaku. Satu hal yang tak kalah penting dan perlu menjadi
prioritas adalah menjaga aset-aset desa yang berasal dari program sebelumnya
seperti PNPM dan program pemerintah lainnya agar tidak terjadi kerugian
ataupun kehilangan.

13
3. Aspek Pengadaan Barang dan Jasa
Aspek pengadaan Barang/jasa di desa perlu dikawal dengan baik agar dalam
pelaksanaannya tidak terjadi kegamangan ataupun penyalahgunaan kewenangan
yang menimbulkan permasalahan hukum. Pengadaan barang dan asa merupakan
salah satu titik kritis yang perlu diwaspadai dan menjadi perhatian bersama
melalui regulasi dan pengendalian yang memadai agar pelaksanan barang/jasa
berjalan secara transparansi, efesien dan efektif serta partisipatif. Pengadaan di
desa secara umum dilakukan secara swakelola dan/atau melalui penyedia jika
tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat desa.

4. Aspek BUM Desa


Pembangunan ekonomi di desa diantaranya melalui BUM Desa merupakan
salah satu perhatian utama dari Kementerian Desa PDTT dalam menggerakan
perekonomian di desa dengan mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimiliki
desa. Ke depan, BUM Desa akan sangat banyak jumlahnya dan akan menjadi
perhatian semua pihak. BUM Desa ini tentu perlu pengelolaan yang baik yang
mana dengan kondisi SDM desa yang belum memadai dikhawatirkan belum dapat
dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah desa. Karenanya, diperlukan pengawalan
yang baik dengan penerapan prinsip tata kelola BUM Desa yang akuntabel.

14
5. Aspek Pengawasan Keuangan Desa
Jumlah desa yang sangat banyak serta semakin besarnya alokasi dana yang
dikelola desa menimbulkan potensi penyelewengan dan periyalahgunaan akan
semakin besar pula. Untuk itu, peranan pengawasan atas keuangan yang
dilakukan oleh inspektorat kabupaten/kota memegang peranan penting. Saat ini,
jumlah SDM yang ada di inspektorat serta mekanisme pengawasan yang ada
dipandang belum memadai sehingga perlu dilakukan pengawalan atas
pengawasan keuangan desa agar dalam proses audit atas pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa yang dilakukan oleh Inspektorat kabupaten/kota dapat berjalan
efektif dan dilaksanakan oleh SDM yang memiliki kompetensi dan kemampuan
yang memadai. Dengan efektifnya pengawasan keuangan desa maka pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa ke depannya akan semakin baik.

6. Aspek Perpajakan
Dengan jumlah pengelolaan dana di desa yang sangat besar maka transaksi
keuangan di desa pun relatif akan semakin banyak dan jenisnya bervariasi. Dalam
transaksi keuangan tersebut tidak terlepas dari aspek perpajakan. Bendahara Desa
memiliki kewajiban perpajakan untuk melakukan pemotongan dan pemungutan.
atas transaksi tertentu serta menyetorkannya sesuai ketentuan perpajakan. Dengan
kondisi SDM khususnya bendahara desa yang belum memadai, kewajiban
perpajakan yang diemban oleh bendahara desa ini tentuanya perlu dikawal agar
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai ketentuan yang berlaku.

15
7. Aspek Perencanaan Pembangunan Desa
Desa selama ini telah memiliki kewajiban untuk menyusun rencana
pembangunan menengah dalam kurun waktu 6 tahuan berupa RPJM Desa dan
rencana tahunan berupa RKP Desa. RKP desa ini merupakan dokumen sumber
yang sangat penting dalam penyusunan APB Desa. Namun, berdasarkan hasil
survei desa yang dilakukan, dokumen perencanaan tersebut hanya sebatas
dokumen, dimana penyusunannya belum sesuai yang diamanatkan ketentuan yang
ada. Pengawalan perencanaan pembangunan memiliki peran penting agar RPJM
Desa dan RKP Desa yang disusun partisiapatif sesuai aspirasi masyarakat,
bermanfaat dan selaras dengan dokumen perencanaan kabupaten/kota.

Terhadap ketujuh aspek tersebut, BPKP yang didukung SDM yang memiliki keahlian
dan kompetensi, bisa memberikan peran besar sebagai langkah konkrit pengawalan
keuangan dan desa.

16
G. Strategi Pengawalan Desa
Strategi pengawalan desa yang dilakukan oleh BPKP secara garis besar
dikelompokkan ke dalam 4 kelompok besar. Kelompok dan strategi pengawalan yang
dilakukan BPKP adalah sebagai berikut :
a. Tingkat Pemerintah Pusat
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Tingkat pusat ini terdiri dari
Kementrian/Lembaga yang terdiri dari Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa
PDIT, Kementerian Keuangan, Kemenko PMK, Bappenas termasuk di dalamnya
adalah KPK-RI, BPK-RI, DPR-RI dan LKPP. Pengawalan yang dilakukan untuk
tingkat pusat ini berupa koordinasi dan sinergi agar pelaksanaan pengawalan berjalan
efektif. Pelaksana koordinasi dan sinergi di tingkat pusat adalah BPKP Pusat dengan
memperhatikan usalan serta masukan dari perwakilan BPKP di daerah. Contoh
konkret koordinasi dan sinergi berupa memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan.
BPKP akan memberikan masukan serta saran perbaikan apabilla ditemukan kebijakan
yang tidak Implementatif di lapangan ataupun belum selaras dengan kebijakan dari
lembaga lainnya.

17
b. Tingkat Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan kepada
pemerintah kabupaten/kota. Bentuk pengawalan yang dilakukan adalah berupa
pemberian bimbingan dan konsultasi kepada pemerintah provinsi agar peran sentra
fungsi dalam Implementasi UU Desa berjalan efektif. Sebagai contoh, pemerintah
provinsi memiliki kewenangan pengawasan terhadap pengalokasian dan penyaluran
Lana Desa, ADD dan Bagian Dana Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah. Mekanisme
dan tatacara pengalokasian dan penyaluran dana inilah yang dijadikan fokus
pengawalan tingkat provinsi. Pelaksana dari pengawalan ini adalah Perwakilan BPKP
di daerah, sedangkan peran BPKP Pusat adalah sebagai quality assurance atas
pelaksanaan pengawalan yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP.

c. Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota


Pengawalan di tingkat pemerintah kabupaten/kota adalah pengawalan yang paling
utama dilakukan oleh BPKP karena pemerintah kabupaten/kota merupakan tingkat
pemerintahan yang diberikan kewenangan paling besar dalam melakukan pembinaan
dan pergawasan atas implementasi UU Desa. Melihat jumlah SOM BPKP yang
terbatas maka pengawalan desa dipusatkan dan selalu dikoordinasikan dengan
pemerintah kabupaten/kota. Bentuk pengawalan yang dilakukan adalah berupa
pemberian bimbingan, konsultasi serta asistensi penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan pengelolaan keuangan desa. Terdapat beberapa SKPD di tingkat
pemerintah kabupaten/kota yang menjadi mitra kerja, diantaranya yaitu DPKAD,
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Inspektorat, Kecamatan dan SKPD lainnya
yang terkait.

18
Pelaksana kegiatan ini adalah Perwakilan BPKP di daerah sedangkan peran BPKP
Pusat adalah sebagai quality assurance atas pelaksanaan pengawalar yang dilakukan
oleh Perwakilan BPKP. Contoh pengawalan yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota
adalah asistensi penyusunan peraturan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan keuangan
desa, pemberian sosialisasi peraturan, pendampingan dalam penerapan aplikasi
keuangan desa serta pemberian jasa konsultasi atas permasalahan yang dihadapi oleh
kabupaten/kota dalam hal keuangan dan pembangunan desa. Permintaan asistensi
keuangan dari desa tidak boleh dilakukan secara langsung ke desa, namun harus
melalui koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota melalui SKPD terkait. Transfer
knowledge kepada aparat di tingkat pemerintah kabupeten/kota harus menjadi
perhatian BPKP dalam pengawalan keuangan desa dengan menyarankan setiap
pemda untuk membentuk satgas pengawalan desa.

d. Tingkat Pemerintah Desa


Pengawalan untuk tingkat desa juga dilakukan oleh BPKP, namun karena jumlah
desa yang sangat banyak (74.754 desa), maka hanya desa tertentu saja yang dilakukan
pengawalan secara intensif melalui kegiatan 'PILOTING. Desa yang menjadi
target/objek piloting akan dikawal sejak awal (tahap perencanaan) hingga akhir (tahap
pelaporan) agar bisa dijadikan 'best practice' bagi desa yang lain serta menjadi bahan
masukan/feedback bagi BPKP dalam memberi masukan/rekomendasi untuk
perbaikan kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa. Dalam Satu perwakilan
BPKP, terdapat ± 3 desa yang dijadikan target pelaksanaan kegiatan piloting
pengelolaan keuangan desanya. Peran BPKP Pusat adalah memberikan arahan
pelaksanaan melalui penyediaan juklak piloting serta melakukan quality assurance
atas piloting yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP.

19
e. Kerjasama Lainnya
BPKP juga berupaya melakukan pengawalan dengan menjalin kerjasama antara
instansi/embaga/organisasi lainnya agar terwujud pelaksanaan pengelolaan kevagnan
desa yang lebih baik dan efektif. Misalnya kerja sama dengan LKPP, Direktorat
Jenderal Pajak, DJPK-Kementerian Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),
Aparat Penegak Hukum (APH) serta lembaga lainnya seperti perguruan tinggi,
asosiasi pemerintah desa dan sebagainya. Kerjasama dengan organisasi tingkat pusat
dilakukan oleh BPKP Pusat sedangkan kerja sama dengan organisasi tingkat daerah
dilakukan oleh Perwakilan BPKP di daerah.

Tingkat keberhasilan atas langkah-langkah pengawalan baik yang dilakukan oleh BPKP
Pusat maupun Perwakilan BPKP di daerah akan dinilai secara mandiri, memadai dan
berkesinambungan sesuai dengan indicator dan target yang direncanakan.

H. Langkah Pengawalan Keuangan Desa


Pengawalan yang dilakukan oleh BPKP secara umum digambarkan sebagai berikut :

20
Pengawalan keuangan desa sebagaimana diurainkan diatas, Sebagian diantaranya
telah dilakukan oleh BPKP. Langkah-langkah pengawalan berikutnya pun telah
direncanakan, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka
Panjang.

a. Pengawalan Desa yang sudah Dilakukan BPKP


Pengawalan keuangan desa yang sudah dilakukan oleh BPKP adalah sebagai
berikut :
1. Mengkaji dan menganalisis peraturan terkait pengelolaan keuangan desa
Peraturan yang dikaji dan dianalis yaitu berupa Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Permendagri, Permendes PDTT, Peraturan Menteri Keuangan, serta
peraturan lainnya yang terkait, misalnya Peraturan Kepala LKPP tentang
Pengadaan Barang dan Jasa di Desa. Hasil kajian berupa identifikasi risiko dan
titik-titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa.

2. Melakukan Survei Desa


Survei desa dilakukan untuk:
a) memperoleh gambaran mengenai praktik pengelolaan keuangan desa yang
selama ini telah berjalan;
b) mengidentifikasi permasalahan yang mungkin menghambat pengelolaan
keuangan desa mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan
pelaporan/pertanggungjawaban; dan
c) memotret kesiapan desa dalam rangka implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Survei desa dilakukan oleh BPKP pada bulan November dan
Desember Tahun 2014 di 13 desa pada 4 Provinsi yaitu (Sumatera Barat, Jawa
Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua). Selain itu dilakukan juga analisis
dokumen/laporan atas pelaksanaan keuangan desa yang selama ini dilakukan oleh
pemerintah desa, diantaranya yaitu peraturan daerah dan peraturan
bupati/walikota tentang Alokasi Dana Desa dan lain sebagainya.

21
3. Menyusun Juklak Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan kajian serta analisis yang telah dilakukan maka BPKP Pusat telah
menyusun Juklak Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa (Juklak
Bimkon), Juklak Bimkon ini menjadi panduan khususnya bagi Perwakilan BPKP
dalam melakukan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan terhadap
pemerintah daerah/desa di daerah dalam wilayah kerja masing-masing perwakilan
BPKP. Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa berisi flowchart pengelolaan
keuangan desa; sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa; desain format
dokumen dan formulir yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa; serta
bagan akun/kode rekening yang digunakan desa. Juklak ini disusun lebih dahulu
dibandingkan dengan juklak yang lain karena kepentingan dan kebutuhan yang
sangat mendesak seiring pencairan Dana Desa yang sudah mulai dilakukan pada
Bulan April 2015.

Dengan adanya juklak ini maka diharapkan Perwakilan BPKP dan Pemerintah
Daerah dapat memberikan bimbingan dan konsultasi dalam hal:
 Pemberian dan atau peningkatan pemahaman mengenai keuangan desa, mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan penatausahaan, hingga pelaporan dan
pertanggungjawaban bagi aparat Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa;
 Pemberian bimbingan teknis bagi pemerintah daerah dalam menyusun
kebijakan- kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa;
 Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun perencanaan
keuangan desa;
 Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam melakukan
penatausahaan keuangan desa;
 Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun pelaporan
keuangan desa;

22
 Pemberian bimbingan teknis bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam
kaitannya dengan proses penyusunan perencanaan dan pelaporan keuangan
desa.

4. Melakukan Koordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri


Kementerian Dalam Negeri selaku regulator pengelolaan keuangan desa telah
mengeluarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa. Berdasarkan analisis dan kajian ditemukan beberapa ketentuan
yang belum lengkap atau belum implementatif dalam pelaksanaannya mulai dari
tahap perencanaan hingga pelaporan dan pertanggungjawaban. Atas permasalahan
tersebut telah dilakukan pembahasan serta atensi untuk perbaikan regulasi
berikutnya.. Puncak koordinas adalah dengan penandatangan Nota Kesepahaman
tentang Peningkatan Pengelolaan Keuangan Desa antara Kemendagri dan BPKP
pada tanggal 5 November 2015.

5. Melakukan Koordinasi dngan Kementrian Keuangan


Kementerian Keuangan selaku regulator pengelolaan keuangan desa telah
mengeluarkan tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan,
Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa. Peraturan tersebut diantaranya mengatur
tentang laporan semester Dana Desa. Selain itu kebijakan pengalokasian dan
penyaluran Dana Desa juga diatur oleh Kementerian Keuangan c.q. Dirjen
Perimbangan Keuangan. Dalam kaitan kewajiban perpajakan bagi bendahara
desa, juga telah dilakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Koordinasi selanjutnya yaitu pengembangan aplikasi keuangan desa (dilakukan
BPKP) yang nantinya akan menghasilkan informasi laporan konsolidasi Dana
Desa Tingkat kabupaten serta penyempurnaan menu fasilitas perpajakan.

23
6. Pengembangan Aplikasi Tata Kelola Keuangan Desa
Kondisi desa sangat bervariasi mulai dari desa yang sudah menggunakan
internet sampai desa terpencil yang belum dialiri listrik. Hal ini menjadi perhatian
dalam penerapan pengelolaan keuangan desa yang lebih baik, sederhana dan
mudah. Penerapan pengelolaan keuangan secara manual dipersiapkan khususnya
untuk kondisi desa yang belum 'maju. Namun untuk desa yang kondisinya 'maju'
dimungkinkan penerapannya menggunakan aplikasi. Atas hal inilah maka
dilakukan pengembangan aplikasi sederhana dalam pengelolaan keuangan desa
yaitu aplikasi Sistem Informasi Manajemen Desa (SIMDA-DESA.

7. Internalisasi Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa di Lingkungan BPKP


Langkah berikutnya sebelum dilakukan bimbingan dan konsultasi ke
pemerintah daerah, dilakukan internalisasi kebijakan pengelolaan keuangan desa
baik di lingkungan BPKP pusat maupun perwakilan BPKP. Intermalisasi di
tingkat pusat dilakukan melalui PPM, sedangkan kepada perwakilan BPKP
dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan diseminasi pengelolaan keuangan desa
dan aplikasinya. Selain itu telah dibuka sebuah forum dalam situs BPKP yang
dinamakan Forum Pengawalan Akuntabilitas Keuangan Desa sebagai media
diskusi dan berbagi Informasi seputar keuangan desa. Diseminasi Pengelolaan
Keuangan Desa telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sebagai internalisasi
dan koordinasi Perwakilan BPKP dalam melakukan pendampingan pengelolaan
keuangan desa.

24
8. Sosialisasi dan Pendamping Pengelolaan Keuangan Desa ke Pemda
Setelah melakukan internalisasi kebijakan di tingkat BPKP Pusat dan
Perwakilan, maka dilakukan kegiatan bimbingan dan konsultasi pengelolaan
kerangan desa di tingkat pemerintah daerah yang dilakukan oleh Perwakilan
BPKP. Langkah awal bimbingan dan konsultasi Pengelolaan Keuangan di daerah
dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan atas tata kelola
pengelolaan keuangan desa kepada pemerintah kabupaten/kota, kecamatan hingga
desa. Tim pusat (Direktorat PKD Wilayah III) selaku rendal melakukan quality
assurance atas pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan perwakilan BPKP di
daerah. Materi sosialisasi/workshop akan disesuaikan menurut target peserta,
khusus kepala desa/perangkat desa dan kecamatan materinya terkait kebijakan
pengelolaan keuangan can aset desa, sedangkan untuk bendahara desa berupa
teknik pembukuan/keuangan desa.

b. Rencana Pengawalan Desa Berikutnya


Rencana pengawalan pengelolaan keuangan dan Pembangunan desa ke depan
yang dilakukan BPKP Pusat adalah sebagai berikut :
1. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan stakeholder terkait
Koordinasi dan sinergi dengan para pemangku kepetingan khususnya di
tingkat pusat dari sisi pembuat kebijakan pengelolaan keuangan desa terus
dilakukan diantaranya dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa,
PDT dan Transmigrasi; serta Kementerian Keuangan. BPKP dalam melakukan
pengawalan harus melakukan koordinasi agar tercipta sinkronisasi kebijakan dan
pemahaman yang utuh dalam pengawalan keuangan desa. Koordinasi dilakukan
juga sebagai media koordinasi dalam rangka penyampaian rekomendasi perbaikan
atas kebijakan yang ada. Koordinasi selanjutnya adalah dengan Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Koordinasi
stakeholders di tingkat pusat di lakukan oleh BPKP Pusat, sedangkan di tingkat
daerah dilakukan oleh Perwakilan BPKP.

25
2. Melakukan Pemetaan Desa
Sesuai PP 60 Tahun 2014 jo PP 22 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang
bersumber dari APBN, Penyalurannya dilakukan dalam 3 tahap melalui transfer
dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah untuk
selanjutnya diteruskan ke Rekening Kas Desa bagi yang telah memenuhi
persyaratan. Untuk danat memotret kondisi penyaluran dana desa serta dana
lainnya yang masuk ke desa maka dilakukan pemetaan penyalurannya. Selain itu
pemetaan juga dilakukan untuk mengetahui kesiapan kabupaten/kota dan desa
dalam mengimplementasikan UU Desa melalui permintaan data oleh Perwakilan
BPKP di daerah ke kabupaten/kota. Informasi pemetaan yang dilakukan secara
berkala ini sebagai bahan untuk rekomendasi strategis dan informasi yang harus
disampaikan kepada presiden.

3. Sosialisasi dan Pendamping Pengelolaan Keuangan Desa lebih lanjut ke


seluruh Pemda
Kegiatan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan desa perlu
ditingkatkan dan dilanjutkan di tingkat pemerintah daerah yang dilakukan oleh
Perwakilan BPKP ke seluruh pemerintah daerah. Tim pusat (Direktorat PKD
Wilayah III) selaku rendal melakukan quality assurance atas pelaksanaan yang
dilakukan oleh Perwakilan BPKP di daerah.

26
4. Pengembangan aplikasi pengelolaan keuangan desa lebih lanjut
Aplikasi sistem keuangan desa (SISKEUDES) akan terus dikembangkan
sesuai tuntuan regulasi yang ada serta masukan dari pihak stakholder termasuk
pengembangan beberapa fitur tambahan di antaranya fitur perencanaan desa, fitur
pengadaan barang dan jasa serta fitur perpajakan sehingga lebih memudahkan
pengelolaan keuangan desa oleh aparat pemerintah desa. Selain itu telah
disepakati dengan Kemendagri untuk melakukan pengembangan Aplikasi
Kompilasi Nasional Database Keuangan Desa yang dilakukan bersama melalui
Satuan Tugas Bersama Kemendagri - BPKP.

5. Piloting Penerapan Pengelolaan Keuangan Desa


Penerapan pengelolaan keuangan desa merupakan langkah nyata yang
dilakukan oleh pemerintah desa. Terhadap juklak dan apliaksi keuangan desa
yang sudah dibuat selanjutnya akan diujicobakan pelaksanaannya. Pileting
merupakan implementasi pengelolaan keuangan desa yang disertai pengawalan
secara intensif sejak tahap perencanaan hingga pelaporan dan
pertanggungjawaban. Kondisi dan permasalahan yang dihadapi akan dipetakan
dan dicarikan solusinya untuk dijadikan acuan bagi desa lain. Piloting untuk
BPKP Pusat bisa dilakukan bersama dengan perwakilan BPKP dengan
pengkhususan pada pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dalam
melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pemeriah desa. Hal ini
akan menjadi aspek yang penting dalam penerapan pengelolaan keuangan desa di
awal implementasi UU Desa.

27
6. Penyusunan Juklak Pendukung Lainnya
Selain Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa, masih terdapat juklak-
juklak lain yang diperlukan dalam pengawalan keuangan desa sebagaimana
diuraikan dalam 7 aspek pengawalan desa. Juklak tersebut diperlukan sebagai
panduan bagi perwakilan BPKP dalam melakukan pengawalan di daerah, antara
lain Juklak Pengadaan Barang/asa, Juklak Pengelolaan Aset/Kekayaan Milik
Desa, Jukiak BUM Desa, Juklak Perencanaan Desa, Juklak Penyusunan APB
Desa, Juklak Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa dan buku pegangan bagi
Bendahara Desa dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

7. Membuat Kajian-kajian yang Diperlukan untuk Memperkuat Peran BPKP


Langkah strategis lainnya yang diperlukan adalah melakukan kajian
komprehensif terkait pengawalan keuangan dan pembangunan desa. Kajian ini
selain dilakukan oleh Puslitbang BPKP, juga dilakukan oleh Direktorat PKD
Wilayah III, diantaranya kajian pendapatan desa, pengawasan keuangan desa,
aset/kekayaan milik desa, utang desa dan lain sebagainya. Kajian ini menjadi
masukan dalam pembuatan kebijakan pengawalan desa yang lebih baik.

Rencana pengawalan pengelolaan keuangan dan pembangunan desa yang akan


dilakukan oleh Perwakilan BPKP adalah sebagai berikut:
1. Penerapan SISKEUDES secara Nasional
Perwakilan BPKP menginformasikan kepada seluruh kabupaten/kata yang ada
di wilayahnya mengenai penerapan SISKEUDES (d/h SIMDA Desa) secara
nasional diikuti dengan terbitnya Permendagri Sistem Keuangan Desa saat ini
dalam proses penyusunan).

28
2. Sosialisasi Pengelolaan Keuangan Desa
Pemberian pemahaman keuangan desa tetap diperlukan sebagal landasan untuk
penerapan SIMDA Desa. Target sosialisasi ini ke Pemerintah Kabupaten/Kota
yang melibatkan fasilitator kabupaten, fasilitator kecamatan, kepala desa, BPD,
perangkat desa dan pendamping desa.

3. Piloting Penerapan Pengelolaan Keuangan Desa sebagai desa percontohan


Perwakilan BPKP diberi kewajiban untuk melakukan piloting minimal 1 desa
berupa pengawalan secara intensif untuk seluruh proses pengelolaan keuangan
desa. Piloting Desa ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung proses
pengelolaan keuangan desa sehingga diketahui permasalahan dan diantisapisi
sedini mungkin. Desa yang dijadikan piloting selanjutnya menjadi desa
percontohan bagi desa yang lain di wilayah masing-malsng. Untuk piloting
tingkat pemerintah daerah bisa dilakukan berkoordinasi dengan BPKP Pusat.

4. Perbaikan Regulasi Daerah


Dalam penerapan keuangan desa terkadang ditemukan regulasi daerah yang
belum sesuai dengan ketentuan sehingga diperlukan perbaikan dan
penyempurnaan agar pengelolaan keuaagan desa menjadi lebih baik. Perwakilan
BPKP berperan untuk memberikan atensi atas hal itu khususnya terkait regulasi
sistem dan prosedur keuangan desa, aset desa serta pengadaan barang/jasa di desa.

5. Monitoring Penyaluran Dana Desa


Dana Desa disalurkan dari APBN ke desa melalui kabupaten/ota. Perwakilan
melalukan monitoring apakah penyaluran dari Kab/kota ke seliap desa telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai bahan rekomendasi strategis kepada
presiden melalui BPKP Pusat.

29
6. Investasasi Aset/kekayaan Milik Desa
Salah satu amanat UU Desa adalah inventarisasi aset desa yang dilakukan
bersama antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah desa. Sampai saat
ini inventarisasi tersebut belum dilakukan, Oleh karena itu Perwakilan BPKP
harus mendorong pemda agar amanat UU Desa tersebut dapat dilaksanakan,
sehingga dapat dijadikan data awal dalam penyusunan Laporan Kekayaan Milik
Desa.

7. Pemberian masukan atau rekomendasi kepada BPKP Pusat terhadap pengawalan


pengelolaan keuangan desa yang telah dilakukan sebagai bahan pengambilan
kebijakan pengawalan keuangan desa dan rekomendasi strategis presiden.

c. Pengawalan Desa Dalam Jangka Panjang


Selain pengawalan yang telah diuraikan di atas, strategi jangka panjang yang
dilakukan BPKP dalam melakukan pengawalan keuangan desa adalah :
- Membuat grand design akuntansi keuangan desa
Saat ini, penatausahaan keuangan desa masih bersifat 'pembukuan' yaitu
pencatatan dengan menggunakan Buku Kas Umum sederhana oleh bendahara
desa. Seiring dengan beningkatan SDM desa yang makin memadai maka
diperlukan peralihan ke sistem akuntansi yang lebih akuntabel. Tahap awal
misalnya menggunakan sistem akuntansi kas menuju akrual (cash toward akrual),
berikutnya menggunakan basis akrual (accrual basis) agar sesuai dengan sistem
akuntansi yang digunakan pemda saat ini. Perubahan ini dilakukan dengan
perencanaan yang matang serta memperhatikan kondisi dan kebutuhan yang ada.
BPKP memiliki kompetensi untuk membuat usulan grand design akuntansi
keuangan desa sebagai wujud pengawalan keuangan desa dalam jangka panjang.
Hal ini dilakukan bekoordinasi dengan pihak terkait seperti IAI-KASP dan
Kementerian Dalam Negeri.

30
- Membuat grand design aplikasi keuangan desa yang komrehensif
Saat ini BPKP telah mengembangkan aplikasi keuangan desa. Dengan adanya
aplikasi, diharapkan proses pengelolaan keuangan desa akan semakin mudah dan
akuntabel. Proses pengelolaan keuangan desa diharapkan bisa dilakukan melalui
aplikasi ini, misalnya terkait dokumen pengadaan barang/jasa, perpajakan, atau
hal lain yang dibutuhkan pemerintah desa. Selain keuangan, masih terdapat
kebutuhan pemerintahan desa yang perlu difasilitasi dengan aplikasi misalnya
pengelolaan kekayaan milik desa, BUM Desa dan kinerja. Oleh karena itu
diperlukan grand strategi aplikasi keuangan desa yang mampu memfasilitasi
kebutuhan pemerintah daerah sesuai regulasi dan perkembangan yang ada.

- Membuat kajian-kajian strategis terkait keuangan dan Pembangunan desa


Kajian terkait keuangan dan pembangunan desa strategis sangat diperlukan untuk
pengembangan tata kelola desa serta sebagai bahan masukan strategis khususnya
bagi stakeholders pembuat keputusan. Kajian-kajian tersebut misalnya konsep
pengawasan keuangan desa yang efektif, BUM Desa, pemanfaatan aset desa dan
lain-lain.

- Peninjauan best practice pengelolaan keuangan desa di luar negeri


Peninjauan berupa studi banding ke luar negeri yang pengelolaan keuangan
desanya sudah baik bisa menjadi masukan untuk perbaikan regulasi misalnya
terkait pengadaan barang/jasa, pengelolaan aset, BUM Desa dan lain sebagainya.

- Pengklasifikasian desa berdasarkan mapping akuntabilitas keuangan desa


Untuk melihat perkembangan desa dalam melakukan pengelolaan keuangan desa
serta menilai keberhasilan pengawalan desa yang telah dilakukan maka
diperlukan suatu klasifikasi penggolongan/pengelompokan desa. Klasifikasi desa

31
ini dilihat dari sisi akuntabilitas keuangan desa dengan menggunakan indikator-
indikator yang telah ditentukan. Klasifikasi ini misalnya membagi desa dalam 3
(tiga) katagori yaitu Baik, Memada dan Kurang Memadai dalam
mengimlementasikan keuangan desa. Indikator yang bisa dikembangkan dalam
klasifikasi tersebut misalnya terkait jumlah dan kuantitas SDM, ketepatan waktu
penyusunan APB Desa dan penyampaian laporan, kelengkapan SPJ, dan lain
sebagainya. Kesepakatan pengkategorian desa ini harus disepakati secara nasional
oleh karenanya melibatkan stakeholders terkait misalnya BPK-RI dan
Kemendagri.

I. Piloting
Piloting dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dari Pemda dalam rangka
menyempurnakan aplikasi sebelum diimplementasikan secara nasional.

J. Monitoring Desa
Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran tentang apa
yang ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat
pengukuran melalui waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh
dari itu. Adapun yang dimonitoring antara lain :
1. Pra Penyaluran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa mengenai Peraturan-peraturan
yang ada di Desa :
 PERDES Tentang RPJM,
 PERDES Kewenangan Desa berdasarkan Hak Asal – usul dan Kewenangan
Lokal berskala Desa.
 PERDES Tentang RKP Desa
 PERDES Tentang APBDESA
 PERDES Tentang Laporan Pertanggung Jawaban Realisasi APBDESA
 PERDES SOTK
 SK –SK Tentang Pengangkatan Perbekel, SEKDES, Bendahara Desa,
Penunjukan Bank/Penempatan rekening Desa
 SK Penetapan Tim Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD)

32
2. Pencairan dan Penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa :
 PERWALI Tentang Tata Cara Pembagian dan Pemetaan Besaran Dana Desa
dan Alokasi Dana Desa
 Laporan DD dan ADD
 Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengajuan SPP
 Cek list kesesuaian penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa yang
dituangkan dalam APBDESA dengan Dokumen RKP Desa.
 Proses Pengajuan Pencairan Dana Desa dan ADD
 Pembukuan yang ada di Bagian Keuangan

3. Penata Usahaan Penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa :


 Mengenai Aset Desa
 Sosialisasi mengenai Dana Desa
 Penerimaan dan Pengeluaran Dana Desa
 Proses pengajuan SPP
 Pengadaan Barang / Jasa
 Penata Usahaan oleh Bendahara Desa mengenai pembukuan yang ada di Desa

33
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari “Pengawalan BPKP” adalah salah satu hal nyata
yang penting dilakukan adalah selalu mengupdate peraturan. Peraturan terkait
pengelolaan keuangan desa akan terus berkembang dengan seluruh aspeknya
sebagaimana pengelolaan keuangan daerah yang lebih dahulu berkembang.
Salah satu cara untuk terus mengupdate pengetahuan diantaranya mengikuti diskusi
atau forum yang membahas tentang pengelolaan keuangan desa. Saling membagi
pengetahuan akan saling mempercepat pemahaman pengelolaan keuangan desa.
Terkait kebijakan pengawalan pengelolaan keuangan desa yang dilakukan BPKP,
perwakilan diharapkan mampu mengimplementasikannya dengan baik di daerah dengan
selalu berkoordinasi dengan BPKP Pusat.

Berdasarkan Pasal 3 angka (1) nomor 15 tahun 2004 bahwa pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur
keuangan negara, kewenangan BPK cukup besar sehingga terhadap hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh aparat pengawasan internal diwajibkan disampaikan kepada BPK
dan hasil pemeriksaan tersebut dapat dimanfaatkan oleh BPK dalam melakukan
pemeriksaan pengelolaan keuangan oleh pemerintah.
Jadi tanggung jawab pemeriksaan laporan keuangan negara hanya dipegang oleh BPK,
sedangkan aparat pengawasan lainnya seperti BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan) dan Inspektorat hanya dapat melakukan pengawasan terhadap
pembangunan. Jadi dapat dikatakan bahwa BPK merupakan pengawas eksternal,
sedangkan BPKP dan Inspektorat merupakan pengawas internal.

B. Saran
Dari Pembahasan diatas Diharapkan Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan
dapat memperbaiki dan menyempurnakan peran Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) sebagai Pemeriksa intern NGSpemerintah untuk memperbaiki dan
lebih meningkatkan hasil kinerja agar instansi-instansi milik pemerintah menjadi lebih
baik.

34

Anda mungkin juga menyukai