Sunda
Sunda
DI SUKU SUNDA
Noer Fadillaha, Fitri Nur Amaliyahb, Firda Aulia Rahmahc, Indrya Mulyaningsihd
a, b, c, d
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Naskah Diterima Tanggal 23 Juni 2023—Direvisi Akhir Tanggal 21 Juli 2023—Disetujui Tanggal 8 Agustus 2023
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan struktur fisik puisi mantra “Jampe
Nyeuri Beuteung” dalam budaya suku Sunda, (2) mendeskripsikan struktur batin puisi mantra
“Jampe Nyeuri Beuteung” dalam budaya suku Sunda. Metode dalam menganalisis data penelitian ini
ialah deskriptif kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa dalam puisi mantra Jampe Nyeuri Beuteung
tersebut terdapat struktur fisik dan batin. Struktur fisik pada mantra tersebut terdapat piliha kata
(diksi), bahasa kiasan, pencitraan, rima, irama, tipografi. Struktur batin pada mantra tersebut yaitu,
bertema kesembuhan, memiliki perasaan lemah karena kesakitan, diucapkan dengan nada yang
menegangkan, bertujuan untuk mengobati ketika sakit perut, dan pesan berisi bahwa pengamal man-
tra mengharapkan supaya diberikan kesembuhan penyakit. Puisi sebagai materi pembelajaran pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat memberikan nilai tambah dalam proses pembelajaran siswa.
Abstract: This study aims to: (1) describe the physical structure of the mantra poem "Jampe Nyeuri
Beuteung" in Sundanese culture, (2) describe the inner structure of the mantra poem "Jampe Nyeuri
Beuteung" in Sundanese culture. The method of analyzing the research data is descriptive qualita-
tive. The results show that in the Jampe Nyeuri Beuteung mantra poetry there is a physical and
mental structure. The physical structure of the mantra includes word choice (diction), figurative
language, imagery, rhyme, rhythm, typography. The inner structure of the mantra is the theme of
healing, having a weak feeling due to pain, spoken in a tense tone, aiming to treat stomachaches,
and the message contains that the person who casts the mantra hopes that he will be given a cure for
illness. Poetry as learning material in Indonesian subjects can provide added value in the student
learning process.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan ialah deskriptif kualitatif, bertujuan mendeskripsikan struktur fisik
dan batin puisi mantra Jampe Nyeuri Beuteung. Menurut Sugiyono dalam (Irawan, 2014),
metode deskriptif merupakan teknik penelitian yang diterapkan guna mendapatkan data
secara mendalam, memiliki makna penting dan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap
substansi penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, metode deskriptif kualitatif lebih tepat
untuk digunakan pada penelitian ini, serta memungkinkan peneliti menganalisis data secara
mendalam dan memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang struktur fisik dan batin
pada mantra Jampe Nyeuri Beuteung dari sumber tertulis yang relevan. Selain itu, dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif, peneliti dapat memberikan gambaran yang
Langkah-langkah dalam menganalisis data penelitian meliputi (1) Membaca serta me-
mahami teks mantra Jampe Nyeuri Beuteung secara keseluruhan. (2) Melakukan analisis
struktural pada teks mantra Jampe Nyeuri Beuteung dengan memperhatikan unsur-unsur ke-
bahasaan seperti frasa, klausa, kalimat, tata bahasa, dan lain sebagainya. (3) Menandai dan
mencatat bait yang mengandung struktur fisik dan batin. (4) Menjabarkan hasil analisis yang
telah penelititi analisis (5) Menyajikan hasil analisis secara sistematis dan jelas dalam bentuk
laporan penelitian, yang mencakup hasil analisis struktural, tema atau topik yang muncul,
hubungan dengan struktur fisik dan batin, serta gaya bahasa atau retorika yang digunakan.
Nini ampeg-ampeg
Aki ampeg-ampeg
Ulah ampeuh na hulu hate
Nini untang-untang
Aki untang-untang
….
Menurut Abrams, sebagaimana dikutip oleh Kurniadi (2015), diksi merujuk pada pilihan
kata atau frasa yang digunakan dalam karya sastra. Pada puisi mantra Jampe Nyeuri Beu-
teung, terdapat penggunaan diksi khusus pada bait 1, 2, 4, dan 5 dengan frasa "Nini ampeg-
ampeg, Aki ampeg-ampeg, Nini untang-untang, Aki untang-untang". Dalam hal ini, kata
"ampeg" dan "untang" diulang-ulang, memberikan penekanan yang lebih kuat. Hal ini sesuai
dengan temuan Trisnawati (2022) dalam penelitiannya.
Diksi yang digunakan penyair, menggunakan kata yang di ulang-ulang, yang bertujuan
untuk lebih menegaskan. Seperti pada bait 1 dan 2 “Nini untang-untang, Aki untang-untang”
yaitu kata “utang” selain itu ada kata muntang yang di ulang-ulang seperti pada bait 3 dan
4 “ulah muntang kana bujal, mun neuk muntang kana gagang kujang”.
Bahasa Kias
…
Muntangna na birit wahangan
…
Bahasa kias dapat dianggap sebagai suatu penyimpangan dari penggunaan konvensional ba-
hasa, di mana makna dan struktur katanya dimanfaatkan dengan tujuan khusus. Sebagai sa-
lah satu bentuk retorika, bahasa kias memiliki fungsi untuk memberikan kejelasan, ke-
hidupan, intensitas, dan daya tarik pada gambaran yang diungkapkan dalam puisi. Dengan
menggunakan bahasa kias, penyair dapat menciptakan ekspresi yang lebih bermakna dan
menarik bagi pembaca, sehingga menghadirkan suasana dan emosi yang lebih kuat dalam
karya sastra mereka (Nengsih, 2020).
Pada puisi mantra Jampe Nyeuri Beuteung tersebut terdapat bahasa kias pada bait ke-
7 termasuk ke dalam majas personifikasi. Majas personifikasi ialah majas dalam bahasa kias
dengan menggunakan perbandingan antara benda mati dengan manusia, di mana benda-
benda tersebut diberikan kemampuan untuk melakukan tindakan dan berpikir sebagaimana
DAFTAR PUSTAKA