Anda di halaman 1dari 3

Nama : Andri Cariramadhan (3)

Muhammad Gazyi (19)


Kelas : XII-MIPA 4

BADO SANG LEGENDA KERACI


Pagi yang cerah nan indah di sebuah desa, burung berkicau dengan merdunya, ayam
berkukuk tak mau kalah merdunya, embun masih berkilauan dirumput. Langit biru bagaikan
samudra yang dihiasi awan menari-nari begitu indahnya.

Kakiang,desa kecil sebelah timur Sumbawa yang sangat asri dan damai bagaikan
kerajaan langit. Tanah yang subur membuat hasil pertanian dan perkebunan melimpah yang
membuat desa ini damai dan sejahtera, warganya yang ramah yang diselimuti dengan ilmu
agama Islam membuat kehidupan warganya makin tentram.

Walaupun warga Kakiang dikenal dengan keramahannya.mereka memiliki permainan


yang sangat berbahaya dan mematikan yang disebut dengan keraci. Keraci merupakan permainan
rakyat Sumbawa terutama desa Kakiang yang diwariskan secara turun-temurun untuk memilih
laskar-laskar atau panglima raja Sumbawa.

Para pemain diberikan empar (tameng), pemukul (we), pelindung kepala (pebulang), dan
pelindung tubuh (kapek),para pemain diharuskan menyerang dengan we dan melindungi diri
dengan menggunakan empar.

Di desa ini hiduplah seorang pemuda yang bernama Bado, dia memiliki tubuh yang tegap
nan besar serta memiliki jiwa pemberani bagaikan tembok besar China yang membuat ia
disegani warga. Walaupun begitu ia dikenal dengan dengan orang yang baik nan ramah yang
tidak sombong dengan kelebihannya.

Sejak kecil ia memiliki keinginan untuk mengikuti permainan keraci,namun pada saat itu
ia dilarang karena dia masih kecil,fisik dan mentalnya belum siap untuk mengikuti permainan
keraci.

Walaupun demikian ia tidak berhenti sampai disitu saja. Bado tidak menyerah dan
berusaha mencari seribu satu cara untuk mengikuti permainan karaci. Akhirnya dia berlatih
sendiri, kadang kadang dia mengajak teman teman sebayanya untuk berlatih.

Pada saat itu, untuk melatih pukulannya, Bado berlatih sekuat tenaga sampai ia benar-
benar merasa lelah. Bahkan pada suatu saat Bado mendapatkan ide untuk mencuri ngalu atau alat
untuk membuat tepung tradisional.
Seiring berjalannya waktu Bado kecil mulai beranjak dewasa. Ia semakin besar dan kuat
serta memiliki mental yang besar dan memiliki jiwa pemberani dalam dirinya.

Berkat berlatih pukulan dengan ngalu, kini bado memiliki pukulan yang sangat kuat dan
keras,sampai sampai orang menjuluki pukulannya sebagai hujan mangka,yang artinya hujan
rintik rintik tapi rintiknya keras,atau bisa diartikan Bado memiliki pukulan yang jarang tapi
memiliki kekuatan yang sangat keras.

Suatu hari Bado berkeinginan pergi ke Sumbawa bersama warga desa Kakiang yang lain.
Pada zaman itu untuk pergi kesumbawa,membutuhkan waktu setengah hari,dikarenakan pada
zaman itu masih berjalan kaki.

Bado bersama warga desa lainnya pergi ke Sumbawa untuk membeli kebutuhan pokok
dan hanya sekedar jalan-jalan saja. Setelah setengah hari berjalan akhirnya Bado bersama warga
desa lainnya akhirnya sampai di Sumbawa.

Sesampainya di Sumbawa Bado dan para warga lainnya pergi ke Tiu Baru untuk mandi.
Tiu Baru adalah tempat mandinya dan tempat mengambil air untuk minum bagi warga Sumbawa
dan bagi raja Sumbawa.

Setelah beberapa lama mandi, Bado dan warga lainnya memutuskan untuk pulang ke
Kakiang. Saat dalam perjalanan pulang, Bado berpapasan dengan orang ano rawi atau warga
desa Taliwang. Dia adalah Kepala Remang.

Kepala Remang bertanya kepada Bado.

“Tau me sia balong?”ucap si Kepala Remang.

Bado Pun menjawab,“kaji kaling desa Kakiang.”

Kepala Remang pun bertanya lagi. “kuda ada tau bega jojo bulu sememat pang ana?”

Bado pun menjawab,“iya si”.

Kepala Remang bertanya lagi. “lamin no sala Bado singin.”

“Aa iya sih, nyena merango perana kaji si,” ucap Bado.

Kepala Remang pun memberi salam kepada Bado. “suru serek nyang bokas nyena ne!” yang
artinya disuruh untuk siapkan kain kafan.

Bado pun mengangguk sambil tersenyum.

Kepala Remang tidak tahu kalau teman bicaranya itu adalah Bado itu sendiri. Ia
mengajak Bado untuk Keraci di Istana Dalam Loka pada keesokan harinya, Bado pun
menyetujuinya dan pergi ke Istana Dalam Loka, untuk memenuhi permintaan Kepala Remang.
Bado pun pulang ke desa Kakiang dan memberi tahu kepada Sandro-Sandro atau datu-
datu desa Kakiang bahwa ia ditantang untuk keraci oleh orang ano rawi atau orang Taliwang.
Sandro pun memberi Ilmu-Ilmu supaya Bado tahan terhadap pukulan.

Keesokan harinya Bado datang ke Istana Dalam Loka untuk memenuhi permintaan
Kepala Remang untuk Keraci. Dua-duanya bersiap dan meminta kepada Sandro masing masing
untuk meminta berkat.keraci pun dimulai dan mereka saling pukul dan menangkis.

Pertandingan tersebut berlangsung begitu sengit. Yang membuat kedua dua nya sangat
kewalahan. Bado memukul Remang sampai empar yang digunakan mengeluarkan uap
dikarenakan pukulan Bado yang begitu keras, empar Remang pun terpental dan secara tidak
sengaja Bado memukul Kepala Remang sehingga dia mati di tempat.

Setelah pertandingan tersebut, Bado diamankan di dalam rumah dalam loka dan melepas
semua atribut yang dipakai. Semenjak kejadian itu sang raja menobatkan desa Kakiang sebagai
pemegang keraci di Sumbawa.

Anda mungkin juga menyukai