Ilmu Perundang-Undangan - Tugas I
Ilmu Perundang-Undangan - Tugas I
NIM : 050267013
Soal 1
Sejumlah kepala desa di Purwakarta tidak dapat menerima pembatalan Peraturan Bupati
Purwakarta Nomor 70A tentang Desa Berbudaya. Pembatalan itu dituangkan dalam
Keputusan Gubernur Jawa Barat No 188.342/Kep.1354-Hukham/2015 yang ditandatangani
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan pada 10 Desember 2015. Dalam keputusan tersebut, ada
14 poin yang dibatalkan. Di antaranya beas perelek dan kewajiban lapor untuk tamu warga
yang berkunjung di atas jam 21.00 WIB. Karena peraturan itu sebenarnya norma kebiasaan
masyarakat setempat. Perbut tersebut hanya memperkuat kebiasaan dalam aspek legal formal.
"Saya heran dengan pembatalan itu, sebenarnya itu kan hal yang biasa kami lakukan. Beas
perelek sudah ada sejak lama dan rutin menjadi kebiasaan masyarakat kami, tuan rumah
wajib lapor ke aparat RT satu kali 24 Jam pun kan biasa itu," ujar Engkos Koswara, Kepala
Desa Cianting, Kecamatan Sukatani Purwakarta, saat dihubungi, Jumat (4/11/2016). Menurut
Engkos, secara kelembagaan, pihaknya sudah menjadikan Peraturan Bupati Purwakarta No
70A sebagai acuan untuk membuat peraturan desa di wilayahnya. Peraturan yang sudah
menjadi "konstitusi desa" itu dibahas bersama badan musyawarah desa dan seluruh tokoh
masyarakat.
Pertanyaan:
Jawaban
Dalam perspektif yuridis formal, peraturan desa bukan bagian dari produk hukum
daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2014 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah, produk hukum daerah berbentuk peraturan meliputi
peraturan daerah atau nama lainnya, peraturan kepala daerah (perkada), peraturan bersama
kepala daerah, peraturan DPRD, dan berbagai keputusan meliputi keputusan kepala daerah,
keputusan DPRD, keputusan pimpinan DPRD dan keputusan kepala badan kehormatan
DPRD. Konsekuensinya pembentukan peraturan desa tidak mengacu kepada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014. Hal ini sejalan dengan UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana Peraturan Desa tidak masuk
dalam produk hukum daerah. Hal ini bertolak belakang dengan Pasal 7 ayat (2) huruf c
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa peraturan desa merupakan
bagian dari Peraturan Daerah (artinya : produk hukum daerah) yang termasuk jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan. Apabila peraturan desa tidak termasuk dalam produk
hukum daerah atau pun bagian dari Peraturan Daerah, dimanakah kedudukan peraturan desa?
Ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan, peraturan desa memiliki kedudukan
yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1 berikut ini:
Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa peraturan desa dapat dilihat dari 2
(dua) aspek yaitu sebagai produk hukum dan produk politik. UU Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memandang peraturan desa sebagai produk
hukum, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memandang peraturan desa
sebagai produk politik bukan produk hukum. Sementara UU Nomor 6 tahun 2014 melihat
peraturan desa sekaligus dua sisi baik sebagai produk hukum maupun sebagai produk politik.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak diakomodir kedudukan peraturan
desa. Sebagai turunan dari UU No. 6 tahun 2014, PP 43 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa memandang Peraturan Desa sebagai produk
hukum namun lebih menitikberatkan kepada peraturan desa sebagai produk politik (tata cara
penyusunan peraturan desa). Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Desa tidak disebutkan secara eksplisit sebagai
salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, kedudukan Peraturan Desa
sebenarnya masih termasuk peraturan perundang-undangan. Hal ini didasarkan pada
ketentuan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011: “Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-
Undang, dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.” Diakuinya
keberadaan peraturan desa dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang
diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan
(formal), dipertegas dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini
menunjukkan bahwa kedudukan peraturan desa sebagai suatu produk hukum.
Konsekuensinya, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi. Dalam hal ini dalam menyusun peraturan desa harus memperhatikan jenis dan hierarki
peraturan perundangundangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Undang-Undang/Perpu;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
Konsekuensi lainnya sebagai produk hukum, berdasarkan Pasal 69 ayat (2) UU No. 6 Tahun
2014, peraturan desa tidak boleh merugikan kepentingan umum. Kepentingan umum yang
dimaksud dalam penjelasan umum angka 7 UU No. 6 Tahun 2014 meliputi:
Dalam kasus soal nomor satu kondisinya peraturan bupati purwakarta tentang desa berbudaya
yang merupakan landasan folmil membuat peraturan desa dibatalkan oleh keputusan
gubernur jawa barat nomor 188.342/Kep.1354-Hukham/2015 yang ditandatangani Gubernur
Jabar Ahmad Heryawan pada 10 Desember 2015, yang mana bila merujuk dalam UU Nomor
12 Tahun 2011 maka keputusan gubernur jawa barat harus diikuti oleh bupati dan desa yang
berada dibawahnya sesuai dengan pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011.
Soal 2
Pertanyaan:
Jawaban
KBBI mendefinisikan Pancasila adalah dasar negara serta falsafah bangsa dan negara
Republik Indonesia yang terdiri atas lima sila, yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Secara historis, Pancasila dirumuskan dengan tujuan untuk dipakai sebagai dasar negara
Indonesia Merdeka. Dalam prosesnya, segala perumusan Pancasila sebagai dasar negara ini
digali dan didasarkan dari nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Indonesia dan dituangkan
menjadi kesatuan sebagai pandangan hidup bangsa.
Secara kultural, Pancasila sebagai dasar negara adalah sebuah hasil budaya bangsa. Oleh
karenanya, Pancasila haruslah diwariskan kepada generasi muda melalui pendidikan. Jika
tidak diwariskan, negara dan bangsa akan kehilangan kultur yang penting. Penting untuk
diingat bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki kepedulian kepada pewarisan
budaya luhur bangsanya.
Secara yuridis, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tercantum di dalam Pembukaan
UUD 1945. Sehubungan dengan itu, Pancasila memiliki kekuatan yang mengikat. Seluruh
tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila dinyatakan tidak berlaku dan
harus dicabut.
Secara filosofis, nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Tatanan
nilai ini tidak lain merupakan ajaran tentang berbagai bidang kehidupan yang dipengaruhi
oleh potensi, kondisi bangsa, alam, dan cita-cita masyarakat. Lebih lanjut, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, Pancasila diakui sebagai filsafat hidup yang berkembang dalam
sosial budaya Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah bersifat final. Artinya menjadi
kesepakatan nasional yang diterima secara luas oleh rakyat Indonesia. Hal ini diperkuat
dengan Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960
sampai dengan tahun 2002.
Pancasila adalah ikatan sebuah Bangsa untuk membentuk sebuah negara yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, melalui mekanisme pembuatan keputusan secara
demokratis berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyarakatan, dengan tetap menjunjung komitmen persatuan Indonesia, dengan
berperilaku yang ber- kemanusian, adil dan beradab, yang kesemuanya itu berdasar
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Analisislah kedudukan Pancasila (UUD NRI Tahun 1945) sebagai sumber hukum
tertinggi di negara Indonesia
Jawaban
Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan
Pancasila menjadi sumber bagi pembentukan batang tubuh UUD 1945. Kedudukan tersebut
menempatkan Pancasila sebagai norma hukum fundamental (Staatsfundamentalnorm) yang
menjadi sumber hukum tertinggi di Negara Indonesia dan dasar bagi aturan dasar
negara/aturan pokok negara (Verfassungnorm) yaitu batang tubuh UUD 1945.
Sumber:
https://setkab.go.id/pancasila-sebuah-kesepakatan-sebagai-bangsa/