Anda di halaman 1dari 12

APBDesa

BERDASARKAN PERMENDAGRI 37 Th 2007


Penyusunan APBDesa/ APBDES dimulai dari Musrenbangdes dengan mempedomani pada
RPJMDesa.

Musrenbangdes bisa dimulai dari komunitas RT, Kampung sebelum musrenbang tingkat desa.
Pedoman musrenbang versi uji coba bisa dilihat di. http://www.forumdesa.org

Proses Kedua : Setelah RAPBDesa disetujui BPD selanjutnya disampaikan ke Bupati malalui
Camat untuk di evaluasi.
Struktur APBDesa :
Struktud APBDesa terdiri dari :
1. Pendapatan , meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan
hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
2. Belanja, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban
desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh desa.
3. Pembiayaan, meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pendapatan terdiri dari tiga golongan :

PADes
Pendapatan Transfer

Pendapatan Lain-lain Desa yang Sah

(1) Kelompok pendapatan asli desa dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas :

a. hasil usaha desa;


b. hasil pengelolaan keuangan desa;
c. hasil swadaya dan partisipatif;
d. hasil gotong royong;
e. lain-lain pendapatan asli desa yang sah.
(2) Kelompok pendapatan transfer desa dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a. bagi hasil pajak;
b. bagi hasil retribusi;
c. bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah (ADD).
(3) Kelompok lain-lain pendapatan desa yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang
terdiri atas:
a. bantuan keuangan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
pemerintah desa lainnya;
b. hibah;
c. sumbangan pihak ketiga.
Belanja terdiri dari :

Belanja Tidak Langsung


Belanja Langsung

Pembiayaan terdiri dari :

Penerimaan Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan (Lebih lanjut mail ke : http://forkomkukar@yahoo.co.id

Perlu diperhatikan adalah dalam penyusunan pedoman pengelolaan keuangan Desa dalam hal
ini dalam Peraturan Bupati, adalah karateristik Wilayah setempat; besaran APBDesa, karena
semakin besar APBDes semakin banyak yang bisa di biayai dan permasalahan semakin
komplek; Aspek sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu peningkatan kapasitas
aparatur desa dan bpd merupakan suatu keharusan.

MEKANISME PEMBUATAN PERATURAN DESA


Kedudukan Peraturan Desa
Peraturan Desa mulai dikenal sejak diundangkannya Undang-Undang
nomor 22 Tahun 1999. Lembaga yang bertugas membuat Peraturan Desa
dalam UU tersebut adalah Badan Perwakilan Desa (BPD).
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tetap mengakui dan menguatkan Peraturan
Desa meskipun tetap belum memberikan definisi atau batasan pengertian
tentang apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa. Definisi tentang
Peraturan Desa disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Definisi ini juga digunakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 yang merupakan pengaturan lebih lanjut tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan mengatur bahwa jenis dan hirarki perundangan sebagai
berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang/Peraturan Peemrintah Pengganti Undang-Undang
c.

Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Peraturan Daerah terdiri dari tiga
kategori yaitu (1) Perda Provinsi yang ditetapkan oleh DPRD ditingkat
Provinsi dengan Gubernur, (2) Perda Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh
DPRD Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota, dan (3) Peraturan
Desa/Peraturan yang setingkat. Peraturan Desa digolongkan menjadi satu
dalam kategori Peraturan Daerah. Hal ini kemudian diakui sebagai sebuah
kesalahan karena Peraturan Desa berbeda dengan Peraturan Daerah.
Dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Peraturan Desa dikeluarkan dari hirarki peraturan perundang-undangan,
tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan
perundang-undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Materi Muatan Peraturan Desa


Undang-Undang 32 Tahun 2004 tidak menyebut secara khusus tentang
apa saja materi muatan Peraturan Desa, tetapi hanya menyebutkan untuk
pembentukan lembaga kemasyarakatan desa dan pengelolaan keuangan
desa yang disusun dalam anggaran pendapatan dan belanja desa harus
ditetapkan di dalam peraturan desa (pasal 211 dan Pasal 212). Sedangkan
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi dalam rangka
penyelenggaraan urusan desa serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pada pasal 55 menyebutkan
bahwa Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Adapun materi muatan Peraturan Desa dilarang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa menurut Pasal 7
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a.

urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul


desa

b.

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota


yang diserahkan pengaturannya kepada desa

c.

tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan


Pemerintah Kabupaten/Kota; dan

d.

urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa.

Jika mengacu pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004,


materi muatan Peraturan Desa menjadi sangat luas, sedangkan
pembagian urusan pemerintahan yang kemudian diatur di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 hanya mengatur hingga
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sehingga apa yang akan diatur oleh
Peraturan Desa sudah sedemikian terbatas dan bergantung kepada
pendelegasian atau tugas pembantuan dari pemerintahan ditingkat yang
lebih tinggi. Mengacu pada pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tersebut maka artinya Pemerintah Desa tidak dapat begitu saja
membentuk sebuah peraturan desa untuk menjabarkan sebuah peraturan
perundang-undangan ditingkat lebih tinggi jika tidak ada perintah dari
peraturan perundang-undangan atau pendelegasian karena urusan atau
kewenangan asli yang diselenggarakan oleh desa sangat terbatas.

Materi muatan yang secara khusus disebut di dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 72 Tahun 2005 untuk ditetapkan dengan Peraturan Desa adalah:
a. Pembentukan dusun atau dengan sebutan lain (Pasal 3)
b. Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah desa (Pasal 12)
c.

APBDes (Pasal 61 dan 73)

d. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Pasal 64)


e. Pengelolaan Keuangan Desa (Pasal 76)
f.

Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Pasal 78)

g. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan (Pasal 89).


Mekanisme Pembentukan Peraturan Desa
Secara khusus Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
memerintahkan bahwa pedoman Pembentukan dan mekanisme
penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri, dalam hal
ini Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan
Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.
Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan dan
mekanisme penyusunan Peraturan Desa tersebut sekurang-kurangnya
memuat:
a. asas pembentukan
b. perencanaan penyusunan
c.

materi muatan

d. pembahasan dan pengesahan


e. teknik penyusunan
f.

penyebarluasan

g. partisipasi masyarakat.
Akan tetapi penyusunan Peraturan Daerah dimaksud juga harus
memperhatikan perkembangan terbaru, khususnya dengan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dimana Peraturan Desa tidak lagi ditempatkan di

dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan sehingga beberapa hal


khususnya dalam materi muatan harus disesuaikan. Sistematika di batang
tubuh dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tidak harus mengikuti
susunan di dalam Pasal 19 Permendagri Nomor 26 Tahun 2007.
Substansi yang perlu diperjelas atau dipertegas di dalam Peraturan
Daerah tersebut adalah :
Materi muatan Peraturan Desa.

Perencanaan penyusunan peraturan desa yang berdasarkan


kebutuhan nyata, baik berdasarkan perintah perundang-undangan
yang lebih tinggi, perlunya kajian yang dibutuhkan dalam hal
peraturan desa tertentu seperti pembentukan dusun.

Mekanisme pembahasan, hak BPD dan Kepala Desa, bisa menjadi


acuan Peraturan Tata Tertib pembahasan di BPD.
Mekanisme pengawasan preventif dan represif, dalam hal ini
Peraturan Daerah perlu menegaskan pendelegasian pengawasan
kepada camat atau tidak, instansi mana yang bertugas melakukan
pengawasan Peraturan Desa di Pemerintah Kabupaten, bagaimana
dengan peran bagian hukum di kabupaten, pengajuan keberatan
terhadap Peraturan Desa oleh masyarakat, pembatalan Peraturan
Desa.
Mekanisme partisipasi masyarakat, bukan sekedar norma umum.
Sedangkan hal-hal lain dapat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 dan disesuaikan dengan kepentingan daerah.

Pada intinya Penyusunan Peraturan Desa bukanlah sebuah kegiatan yang


dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban oleh
Kepala Desa dan BPD, melainkan benar-benar untuk menyelesaikan
permasalahan dan memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Peraturan
Desa sebagai salah satu instrumen hukum yang mengatur masyarakat
harus memiliki wibawa sehingga dipatuhi oleh masyarakatnya sendiri.
Disarikan dan dikutip dari makalah R. Septyarto Priandono (Perancang
peraturan perundang-undangan pada Kanwil Kementerian Hukum dan
HAM DIY). Sumber: http://www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karyailmiah-lainnya/347-mekanisme-pembuatan-peraturan-desa

Dasar Hukum Pendirian BUMDes


Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes
adalah:
1. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) Desa dapat
mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa
2. PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa: Pasal 78
1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat
mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.
2) Pembentukan
Badan
Usaha
Milik
Desa
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan
hukum.
Pasal 79
1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) adalah usaha
desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
2) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:
1. Pemerintah Desa;
2. Tabungan masyarakat;
3. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
4. Pemerintah Kabupaten/ Kota;
5. Pinjaman; dan/atau
6. Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling
menguntungkan.

3) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat.
Pasal 80
1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan
BPD.
Pasal 81

1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat:
1. Bentuk badan hukum;
2. Kepengurusan;
3. Hak dan kewajiban;
4. Permodalan;
5. Bagi hasil usaha atau keuntungan;
6. Kerjasama dengan pihak ketiga;
7. Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban

Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes adalah Lembaga Usaha yang
Berbadan Hukum yang didirikan dan dimiliki oleh Desa serta bersifat mencari keuntungan.
BUMDes yang berada/dimiliki oleh Desa Karangrejek bernama BUMDes Desa Karangrejek
yang berkantor pusat di Komplek Kantor Desa Karangrejek Jalan Baron Km2 Karangrejek
Wonosari Gunungkidul DIY Kode Pos 55851 Telp. 08282751904.

Maksud dan tujuan didirikannya BUMDes Karangrejek:


Maksud pembentukan BUMDes adalah untuk menampung dan mendorong seluruh kegiatan
ekonomi masyarakat, baik yang tumbuh dan berkembang menurut adat istiadat, budaya
setempat maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan untuk dikelola oleh masyarakat
melalui program Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan Pemerintahan
Desa

Tujuan pembentukan BUMDes adalah untuk:


1. Mendorong Perkembangan Perekonomian masyarakat desa
2. Meningkatkan kreativitas dan peluang usaha ekonomi produktif masyarakat desa
3. Mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha mikro sektor informal
4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa
5. Meningkatkan pendapatan asli desa

BUMDes Desa Karangrejek mempunyai unit usaha (yang telah berjalan):


1. Jasa Pelayanan Air Bersih dengan nama Pengelolaan Air Bersih Tirta Kencana (PAB.
Tirta Kencana)
2. Jasa simpan pinjam dengan nama Unit Kredit Mikro (UKM) Tirta Kencana
3. Kedepan diharapkan dapat mendirikan unit-unit usaha antara lain UKMA Amrih
Ngrembaka (pertanian), Jasa pengelolaan usaha desa, usaha boga, jasa pengadaan
barang dan jasa kontruksi
Kepengurusan BUMDes terdiri dari unsur Pemerintah Desa, BPD, LPMD, dan atau tokoh
masyarakat dengan masa bakti selama-lamanya 4 tahun.
BUMDes Desa Karangrejek telah berjalan dengan cukup baik dan mampu memberikan
kontribusi keuntungan kepada pemerintah Desa Karangrejek sebesar 20 % dari sisa hasil
usaha.
Berikut kepengurusan BUMDes Desa Karangrejek masa bakti 2010 2013

MEKANISME PEMBUATAN PERATURAN DESA


Oleh : R. Septyarto Priandono
(Perancang peraturan perundang-undangan pada Kanwil Kementerian Hukum dan
HAM DIY)

Kedudukan Peraturan Desa


Keberadaan Peraturan Desa mulai dikenal sebagai salah satu bentuk peraturan perundangundangan sejak diundangkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai salah satu tugas dari Badan Perwakilan Desa, sebuah badan
yang dibentuk sebagai perwujudan demokrasi ditingkat desa.

Pemberlakuan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru melalui UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tetap mengakui dan
menguatkan Peraturan Desa meskipun tetap belum memberikan definisi atau batasan
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa. Definisi tentang Peraturan
Desa disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Peraturan Perundang-undangan yang

dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama
lainnya. Definisi ini juga yang digunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
yang merupakan pengaturan lebih lanjut tentang Desa.

Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan Desa didudukan menjadi salah
satu jenis peraturan perundang-undangan di dalam hierarkhi yang digolongkan ke dalam
salah satu bentuk Peraturan Daerah. Hal ini kemudian hari diakui sebagai sebuah kesalahan
karena Peraturan Desa berbeda dengan Peraturan Daerah sehingga di dalam Undang-Undang
tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru yaitu Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundangundangan, tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundangundangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Materi Muatan Peraturan Desa


Undang-Undang 32 Tahun 2004 tidak menyebut secara khusus tentang apa saja materi
muatan Peraturan Desa, tetapi hanya menyebutkan untuk pembentukan lembaga
kemasyarakatan desa dan pengelolaan keuangan desa yang disusun dalam anggaran
pendapatan dan belanja desa harus ditetapkan di dalam peraturan desa (pasal 211 dan Pasal
212). Sedangkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan
desa serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pada pasal 55 menyebutkan bahwa
Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Adapun materi muatan Peraturan Desa dilarang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa menurut Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a.

urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan


pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota; dan
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada desa.

Jika mengacu kepada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentu saja materi
muatan Peraturan Desa menjadi sangat luas, sedangkan pembagian urusan pemerintahan yang
kemudian diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 hanya mengatur
hingga Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sehingga apa yang akan diatur oleh Peraturan
Desa sudah sedemikian terbatas dan bergantung kepada pendelegasian atau tugas pembantuan
dari pemerintahan ditingkat yang lebih tinggi. Mengacu pada pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tersebut maka artinya Pemerintah Desa tidak dapat begitu saja
membentuk sebuah peraturan desa untuk menjabarkan sebuah peraturan perundang-undangan
ditingkat lebih tinggi jika tidak ada perintah dari peraturan perundang-undangan atau
pendelegasian karena urusan atau kewenangan asli yang diselenggarakan oleh desa sangat
terbatas.

Materi muatan yang secara khusus disebut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 untuk ditetapkan dengan Peraturan Desa adalah pembentukan dusun atau dengan
sebutan lain (Pasal 3), susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah desa (Pasal 12), APBDes
(Pasal 61 dan 73) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Pasal 64), Pengelolaan
Keuangan Desa (Pasal 76), Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Pasal 78), dan
Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan (Pasal 89).

Mekanisme pembentukan peraturan desa


Secara khusus Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 memerintahkan bahwa
pedoman Pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri, dalam hal ini
Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.

Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan dan mekanisme penyusunan
Peraturan Desa tersebut sekurang-kurangnya memuat:
a.

asas pembentukan;

b.

perencanaan penyusunan;

c.

materi muatan;

d.

pembahasan dan pengesahan;

e.

teknik penyusunan;

f.

penyebarluasan; dan

g.

partisipasi masyarakat.

Akan tetapi penyusunan Peraturan Daerah dimaksud juga harus memperhatikan


perkembangan terbaru, khususnya dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana Peraturan Desa tidak lagi
ditempatkan di dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan sehingga beberapa hal
khususnya dalam materi muatan harus disesuaikan. Sistematika di batang tubuh dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, tidak harus mengikuti susunan di dalam Pasal 19 Permendagri
Nomor 26 Tahun 2007.

Substani yang perlu diperjelas atau dipertegas di dalam Peraturan Daerah tersebut adalah :
-

materi muatan Peraturan Desa;

perencanaan penyusunan peraturan desa yang berdasarkan kebutuhan nyata, baik


berdasarkan perintah perundang-undangan yang lebih tinggi, perlunya kajian yang
dibutuhkan dalam hal peraturan desa tertentu seperti pembentukan dusun;
mekanisme pembahasan, hak BPD dan Kepala Desa, bisa menjadi acuan Peraturan Tata
Tertib pembahasan di BPD.
mekanisme pengawasan preventif dan represif, dalam hal ini Peraturan Daerah perlu
menegaskan pendelegasian pengawasan kepada camat atau tidak, instansi mana yang
bertugas melakukan pengawasan Peraturan Desa di Pemerintah Kabupaten, bagaimana
dengan peran bagian hukum di kabupaten, pengajuan keberatan terhadap Peraturan Desa
oleh masyarakat, pembatalan Peraturan Desa;
-

mekanisme partisipasi masyarakat, bukan sekedar norma umum;

Sedangkan hal-hal lain dapat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan
disesuaikan dengan kepentingan daerah.

Pada intinya Penyusunan Peraturan Desa bukanlah sebuah kegiatan yang dilaksanakan
semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban oleh Kepala Desa dan BPD, melainkan
benar-benar untuk menyelesaikan permasalahan dan memberikan manfaat bagi masyarakat
desa. Peraturan Desa sebagai salah satu instrumen hukum yang mengatur masyarakat harus
memiliki wibawa sehingga dipatuhi oleh masyarakatnya sendiri.

-----------terimakasih-------------

Anda mungkin juga menyukai