com
Tat Mo Cauwsu 1
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
TAT MO CAUWSU
(Pendiri Siauw Lim Sie)
Jilid : 01 – 18 Tamat
Penerbit :
U.P. MATAHARI
Jakarta
Tat Mo Cauwsu 2
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
PENGANTAR PENULIS
––––––––––––––––––––––
Tat Mo Cauwsu 3
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
CHIN YUNG
Tat Mo Cauwsu 4
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu
Saduran : Sin Liong
––––––––––––––––
JILID 1
Tat Mo Cauwsu 5
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 6
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 7
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 8
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 9
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 10
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 11
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 12
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 13
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 14
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tentu saja Sin Han jadi ketakutan, mukanya jadi pucat pias,
karena dia mengenali suara-suara teriakan yang bengis itu adalah
suara pengejar-pengejarnya. Tubuh anak itu menggigil, dan dia
telah cepat-cepat bangkit untuk berlari pula guna menjauhi
diri..........
“Jangan takut, anak manis........ diamlah di sana, tidak perlu
engkau pergi, nanti aku akan membantui mengusir manusia-
manusia jahat itu........!” Sabar suara lelaki yang tidak
memperlihatkan ujudnya itu.
Entah mengapa, suara yang sabar dari orang itu telah
menghibur hati Sin Han. Dan bagaikan setitik embun yang
membuat hatinya jadi tenang. Sehingga Sin Han tidak berlari lagi.
Dia telah berdiam di tempatnya dan tidak memperdulikan
lagi teriakan-teriakan pengejarnya yang semakin mendekati.
Walaupun hatinya masih berdebar-debar takut, tetapi kini jauh
lebih tenang dari sebelumnya. Bahkan dia telah menjadi nekad,
“Biarlah! Biarlah aku terjatuh di tangan mereka dan
dibinasakan mereka dengan buas! Bukankah kematian hanya
terjadi satu kali!”
Bukankah jika aku telah mati penderitaan dan kesengsaraan
akan berakhir! Aku berlari-lari berusaha menghindarkan diri dari
kejaran mereka, untuk apa?
Untuk apa? Jika tokh akhirnya mereka mengejar terus dan
akhirnya dapat pula menangkap diriku yang akan
dibinasakannya?”
Karena berpikir begitu, maka Sin Han tetap berdiri tenang di
tempatnya.
“Bagus!” terdengar suara tanpa ujud itu. “Kau diam saja,
percayalah, mereka tidak mungkin bisa menyentuh dirimu........!”
Tat Mo Cauwsu 15
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 16
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 17
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 18
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 19
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 20
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 21
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 22
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 23
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 24
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 25
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 26
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 27
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 28
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 29
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Dan Sin Han telah bersiap-siap untuk berlari kalau saja ada
orang-orang yang hendak mencelakainya.
Tetapi di sekitar tempat itu tidak terlihat seorang manusiapun
juga. Dan hanya suara tertawa yang menyeramkan itu belaka
terdengar semakin nyaring dan jelas.
Sin Han telah menghela napas.
“Kematian memang tidak perlu ditakuti, mengapa aku harus
dikejar-kejar oleh perasaan takut! Jika memang aku telah
ditakdirkan untuk mati di tangan orang-orang itu, mengapa aku
harus takut……..
“Bukankah jika aku mati, berarti aku bisa berkumpul dengan
ayahku? Dan hal itu bukankah sangat menggembirakan sekali?”
Karena berpikir begitu, hati Sin Han agak tenang, dia telah
mengawasi sekelilingnya. Tetapi tetap Sin Han tidak melihat
seorang manusiapun juga, hanya disaat itu terlihat di antara
kegelapan malam, cahaya putih yang berkilauan dari tempat yang
agak jauh.
Sin Han heran, cahaya itu cukup menarik perhatian. dan dia
menduga-duga entah cahaya apa itu yang terlihat cukup jauh.
Setelah berdiri sejenak, dan cahaya itu tetap kelihatan, begitu
pula suara pekik atau jerit yang diselingi suara tertawa yang
menyeramkan tetap terdengar. Sin Han telah mengayunkan
langkah kakinya menghampiri tempat itu.
Karena dia jadi tertarik ingin mengetahui benda apakah yang
bisa mengeluarkan cahaya berkilauan itu. Dan suara jeritan serta
tertawa menyeramkan itu, entah suara siapa........
Karena baru saja mengalami ketegangan, maka kali ini hati
Sin Han agak tabah. Dia telah menghampiri terus mendekati
cahaya itu.
Tat Mo Cauwsu 30
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 31
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 32
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 33
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 34
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 35
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 36
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 37
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 38
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 39
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 40
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 41
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Dia gesit sekali. Belum lagi tiba angin serangan itu, dia telah
melompat ke puncak pohon yang lainnya, yang berada di sebelah
kanannya.
Tetapi Kim-kut-mo-sat yang tengah diliputi oleh hawa
kemarahan, telah melancarkan serangan berikutnya tanpa menanti
tubuhnya meluncur turun. Kedua tangannya itu telah digerakkan
beruntun beberapa kali.
Dari kedua tangannya itu telah keluar angin serangan yang
sangat dahsyat sekali. Disaat itulah dia telah melihat sesosok
tubuh kecil yang pindah ke pohon lain, maka dia mendesak terus.
Beberapa kali hal itu terjadi, dan akhirnya rupanya sosok
tubuh itu tidak bisa mengelakkan diri lagi dari serangan Kim-kut-
mo-sat. Dia telah mengeluarkan suara dengusan dingin, dan
menangkisnya waktu berada disalah satu cabang pohon.
“Bukkkk!” dua kekuatan telah saling bentur, dan Kim-kut-
mo-sat telah meluncur turun ke tanah.
Tetapi sosok tubuh itu sendiri tidak bisa mempertahankan
dirinya. Dia telah tergelincir dari batang pohon itu, tubuhnya
meluncur turun ke tanah juga.
Sosok tubuh itu telah mengeluarkan seruan agak heran dan
kaget, tetapi dia juga liehay, maka dia telah berjumpalitan dan
hinggap di tanah tanpa kurang suatu apapun juga.
Kim-kut-mo-sat sebetulnya saat itu telah menggerakkan
kedua tangannya, karena dia telah bersiap-siap ingin melancarkan
serangan susulannya lagi.
Tetapi ketika melihat orang yang berada dihadapannya itu,
dia jadi tertegun. Sepasang matanya yang memang telah besar
bentuknya itu, jadi dipentang lebih besar dan lebar, memancarkan
sinar yang menakutkan sekali.
Tat Mo Cauwsu 42
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
––––––––
JILID 2
Tat Mo Cauwsu 43
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 44
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 45
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 46
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 47
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 48
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tetapi akhirnya tokh dia akan kehabisan tenaga. Dan jika hal
ini terjadi, niscaya dia akan dihajar mati oleh lawannya.
Dalam keadaan seperti inilah, tampak si gadis kecil juga
telah berusaha untuk menjauhi diri dari lawannya. Karena jika
mereka bertempur rapat, gerakan tubuhnya tidak akan leluasa.
Dia telah memusatkan kegesitannya untuk menjauhi diri dari
Kim-kut-mo-sat dan selalu pula dia berusaha untuk dapat
mengelakkan perhatian si makhluk menyeramkan itu.
Namun Kim-kut-mo-sat yang tampaknya telah mengetahui
juga kelemahan si gadis kecil ini, tidak mau membuang-buang
kesempatan yang ada padanya. Dia telah mengeluarkan suara
bentakan yang menyerupai raungan, dan berulang kali dia telah
melancarkan serangan-serangan yang beruntun.
Setiap serangan yang dilancarkannya sekarang lebih hebat
dari pada tadi. Juga dari kedua telapak tangannya itu
memancarkan hawa yang berlainan sehingga menimbulkan
tekanan yang luar biasa pada diri si gadis.
Disamping itu, yang membuat si gadis kecil itu terkejut. Dia
telah melihatnya kedua telapak tangan Kim-kut-mo-sat berobah
menjadi merah seperti darah. Itulah membuktikan bahwa mahluk
menyeramkan ini telah mengerahkan tenaga sejatinya di sekujur
telapak tangannya itu.
Sebagai seorang gadis yang lincah dan nakal, gadis kecil itu
tidak menjadi takut atau gugup. Bahkan berulang dia telah
mengeluarkan suara tertawa cekikikan, dia juga telah bergerak
dengan lompatan-lompatan yang gesit sekali.
Tiba-tiba terlihat gadis kecil itu telah mengeluarkan suara
siulan. Tahu-tahu kaki kanannya diangkat ditekuk ke atas, lalu
dengan berdiri dengan kaki tunggal, yaitu kaki kirinya saja,
tubuhnya telah berputar.
Tat Mo Cauwsu 49
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 50
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 51
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 52
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 53
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 54
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 55
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 56
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 57
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 58
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 59
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 60
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 61
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 62
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 63
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 64
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 65
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 66
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 67
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 68
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 69
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 70
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 71
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 72
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Bun Tai Cie menghela napas saja, sedangkan Sin Han telah
menjura memberi hormat sambil katanya,
“Terima kasih atas pertolongan yang diberikan jiewie lojinke
dan sekarang aku ingin pergi kemana saja, untuk menjauhi diri
dari orang-orang jahat itu........!”
Dan dia telah memutar tubuh dengan hati yang sedih, dia
melangkah meninggalkan tempat itu. Bun Tai Cie tidak
mencegahnya, sedangkan Lo Ping Kang tertawa terus seperti juga
mentertawakan Bun Tai Cie.
Sin Han melangkah terus dan keluar dari semak belukar itu.
Dia melihat hujan mulai reda, hanya kelihatan tanah-tanah yang
basah dan banyak yang digenangi air.
Sin Han berjalan terus, dia memang tidak memiliki tujuan,
maka dia berjalan ke arah Barat tanpa mengetahui harus pergi
kemana........ Setelah berjalan cukup jauh, Sin Han merasakan
tubuhnya letih sekali, dia menghampiri sebatang pohon, dan
merebahkan dirinya disitu untuk tidur.
Dirasakan perutnya lapar sekali, memang waktu dia berlari
berusaha meloloskan diri dari pengejar-pengejarnya dia sama
sekali tidak membawa uang atau barang. Dan juga sejak malam
tadi belum makan apapun juga.
Dengan menahan lapar itu, akhirnya Sin Han bisa juga
tertidur. Dan keesokan paginya waktu dia terbangun, matahari
sudah naik tinggi, cahaya matahari menyilaukan matanya.
Saat itu dilihatnya ada beberapa orang penduduk kampung
yang lewat dijalan tersebut rupanya mereka ingin berangkat ke
tempat pekerjaan masing-masing.
Melihat seorang anak kecil dengan pakaian yang kotor dekil
rebah tertidur di bawah sebatang pohon, tampaknya mereka tidak
Tat Mo Cauwsu 73
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 74
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 75
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 76
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 77
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 78
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 79
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 80
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
––––––––
JILID 3
Tat Mo Cauwsu 81
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 82
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 83
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 84
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 85
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 86
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 87
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 88
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 89
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
tahun, tetap saja dia masih kalah satu tingkat dari kepandaian si
pengemis. Lo Ping Kang tampaknya memiliki lwekang yang jauh
lebih tinggi dari dia.
Tetapi Su Cie Pan yakin, ilmu yang dilatihnya itu, yaitu ilmu
“Cengkeraman Sepuluh Jari Tangan beracun” dimana semua
ujung kuku-kuku jari tangannya itu telah dilatih dengan berbagai
jenis racun yang sangat hebat daya kerjanya, bisa diandalkan
untuk merubuhkan Lo Ping Kang.
Pengemis tua itupun waktu melihat cara menyerang
musuhnya itu, merasakan tenaga lwekang Su Cie Pan tidak
berada di sebelah atas tenaga dalamnya. Ilmu cengkeramannya
itu juga tidak dapat menindih dirinya.
Hanya yang membuat Lo Ping Kang jadi kuatir juga hatinya
terkesiap, justru dari kesepuluh jari tangan lawannya itu telah
melancarkan bau yang amis sekali, yaitu bau racun yang sangat
keras.
Dengan sendirinya Lo Ping Kang menyadari bahwa dirinya
tidak boleh terserang lawannya. Sekali saja bagian tubuhnya
terluka oleh cengkeraman kuku-kuku jari tangan beracunnya Su
Cie Pan, maka dia akan terbinasa karena Lo Ping Kang
menyadari racun yang dipergunakan oleh lawannya merupakan
racun yang sangat hebat bekerjanya.
Begitulah, Lo Ping Kang telah mengandalkan kegesitan
tubuhnya untuk mengelakkan diri dari serangan-serangan yang
dilancarkan lawannya. Setiap serangan-serangan yang
dilancarkan oleh Su Cie Pan, selalu dapat dihalaunya atau
dielakkannya.
Tiba-tiba waktu Su Cie Pan sedang melancarkan serangan
dengan cengkeraman jari-jari tangannya, disaat itulah tampak Su
Cie Pan mengeluarkan teriakan terkejut. Karena tahu-tahu jari
Tat Mo Cauwsu 90
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 91
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 92
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 93
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 94
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 95
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 96
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 97
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 98
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
Tat Mo Cauwsu 99
Koleksi : Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com
––––––––
JILID 4
Dan ejekan itu membuat telinga Sin Han jadi merah. Dengan
menahan sakit, dia telah bangkit berdiri. Walaupun bagaimana
Sin Han sangat mendongkol dan benci sekali kepada imam itu.
Imam kecil itu menanti Sin Han berdiri, lalu dengan cepat
sekali tangan kanannya telah bergerak lagi.
“Bukk! Bukk!” pundak dan dada Sin Han telah kena
dihajarnya dengan telak sekali.
Sin Han menderita kesakitan yang luar biasa. Tetapi dia tidak
mau mengeluarkan jeritan, hanya sekuat tenaga, tahu-tahu dia
menubruk dan memeluk tangan imam kecil itu, lalu Sin Han
menundukkan kepalanya dan telah memegangi tangan imam kecil
itu.
Imam kecil itu jadi kaget, dia menarik pulang tangannya,
tetapi tidak bisa.
“Hajar dia, Kiang-jie!” perintah imam tua itu dengan suara
keras. “Mengapa seperti anak perempuan yang main pegang-
pegangan begitu?”
Dibentak begitu, si murid tampaknya jadi takut. Dia telah
cepat-cepat mengerahkan tenaganya, sambil menarik tangannya,
dia menggaet kaki Sin Han, sehingga Sin Han terjengkang
dengan kedua tangan terbuka, dengan sendirinya imam kecil itu
bisa menarik pulang kembali tangannya.
Sin Han merangkak bangun lagi dengan mendongkol, anak
ini jadi tambah nekad. Dia telah menubruk dan akan memukul
imam kecil itu, Kiang-jie, dengan mempergunakan kedua kepalan
tangannya. Tetapi pukulan Sin Han mana memiliki tenaga seperti
yang dilakukan Kiang-jie?
Kiang jie merupakan murid imam itu. Dengan sendirinya dia
mengerti ilmu silat dan sudah biasa melatih diri, maka setiap
“Biarlah aku dihajar mati oleh imam jahat ini, tidak nantinya
aku melepaskan gigitanku ini........!” pikir Sin Han dengan hati
yang nekad.
Tentu saja yang menderita kesakitan hebat adalah Kiang-jie.
Karena dia merasakan sakit yang luar biasa diperutnya, yang
digigit oleh Sin Han semakin lama semakin keras sekali.
Disaat itu tampak Sin Han telah berkeringat, tetapi dia tetap
menggigit terus. Si imam yang menarik tubuh muridnya juga
tidak berdaya, karena begitu dia menarik, segera Kiang-jie
menjerit dengan tubuh berkelejatan. Sebab begitu tubuh Sin Han
ketarik, berarti gigitannya tertarik, dan perut Kiang-jie yang
tergigit itu ikut tertarik juga.
Dengan sendirinya menimbulkan perasaan sakit yang tak
terhingga........ membuat Kiang-jie jadi mengucurkan air mata
terus menerus.
“Oh suhu, tolonglah aku........ aduhh, suhu, tolonglah
cepat........ gigitannya semakin keras........!” teriak Kiang-jie
dengan suara sesambatan.
Imam itu jadi bingung juga. Memang bisa saja dia
menghantam pecah batok kepala Sin Han, membinasakan anak
itu, dengan demikian dia bisa menolongi muridnya. Tetapi,
apakah hanya persoalan kecil seperti itu dia harus membinasakan
Sin Han?
Akhirnya imam itu telah menghela napas dia menyerah juga.
“Baiklah, sudahilah gigitan gigimu itu, aku menyerah kalah,
muridku itu memang tolol........!” kata imam tersebut kemudian
dengan suara yang tidak sebengis tadi.
––––––––
JILID 5
TETAPI Sin Han telah nekad benar. Apa lagi sekarang dia
mendengar tadi Tung Sie Cinjin menyebut-nyebut Sin-kun-bu-
tek, pengemis tua yang diketahui baik padanya, dengan
sendirinya semangat Sin Han jadi terbangun. Dia pun girang si
pengemis yang dicari-carinya itu bisa muncul di tempat ini.
Maka bukannya dia melepaskan gigitannya, dia justru telah
menggigit semakin kuat saja. Disamping itu, tangannya juga telah
merangkul pinggang Kiang-jie dengan keras tanpa
memperdulikan pukulan-pukulan kalap dari Kiang-jie di
punggungnya.
Sin-kun-bu-tek yang melihat kejadian itu telah sengaja
memperdengarkan suara tertawa mengejeknya.
––––––––
JILID 6
saja serangan itu menghantam batu, tentu batu itu akan terhajar
hancur..........
Tetapi Ban-hoa-ciang-mo sama sekali tidak jeri menghadapi
Sin-kun-bu-tek. Dia menantikan waktu kepalan tangan lawannya
hampir tiba, baru dia menggerakkan kedua tangannya secara aneh
sekali, yaitu tangan kirinya yang tadi diangkat ke depan dadanya
dikibaskan ke depan dan kipasnya itu dipergunakan untuk
menunjuk kepada Sin-kun-bu-tek.
Terjadilah suatu peristiwa yang sangat aneh sekali yang
membuat Sin-kun-bu-tek kaget bukan main. Karena tahu-tahu
tubuhnya seperti diterjang suatu kekuatan yang tidak tampak, dan
badannya itu telah terpelanting bergulingan di atas tanah.
“Ilmu hitam!” berseru Sin-kun-bu-tek dengan suara tertahan.
Sebagai seorang pendekar ternama di dunia rimba persilatan,
yang memiliki pengalaman luas, Sin-kun-bu-tek mengetahui
bahwa serangan yang dilakukan lawannya itu bukan dengan
mempergunakan tenaga dalam, melainkan mempergunakan
semacam ilmu gaib aliran hitam.
Maka sebelum tubuhnya tiba di dekat si pelajar, justru dia
merasakan seperti menubruk selapis dinding tebal yang kuat yang
membuat dia terpental.
Ban-hoa-ciang-mo telah tertawa mengejek.
“Bagaimana?” tanyanya sambil menggerak gerakkan
kipasnya dengan sikap acuh tak acuh meremehkan si pengemis.
“Hemm, ilmu hitam seperti itu memang bisa menakut-nakuti
anak kecil, tetapi untuk aku tidak!” berseru Sin-kun-bu-tek bukan
berdiam diri saja.
Dia telah melompat dan melancarkan serangan lagi dengan
mempergunakan sekaligus kedua tangannya. Dalam keadaan
keras sekali dada dari pelajar yang ganas dan memiliki ilmu
hitam itu, sampai memperdengarkan suara “krekkkk”, karena ada
tulang dadanya yang patah.
Ban-hoa-ciang-mo telah mengeluarkan pekik kesakitan,
tubuhnya terpental dan terbanting di tanah, bergulingan beberapa
tombak.
Sin-kun-bu-tek tidak membuang-buang kesempatan yang
ada. Karena Sin-kun-bu-tek tahu, jika sampai si pelajar yang
ganas itu sempat mempengaruhi dirinya dengan ilmu hitamnya,
habislah harapannya untuk lolos.
Kembali dia menerjang sambil mengirimkan pukulan dengan
kepalan tangannya yang telah disaluri oleh tenaga sinkangnya.
Gerakan itu mendatangkan angin yang berkesiuran sangat
keras sekali, sehingga Ban-hoa-ciang-mo yang semula bermaksud
akan membaca manteranya lagi, jadi batal dan cepat-cepat
mengelakkan diri.
Sin-kun-bu-tek mendesak terus tanpa memberikan
kesempatan kepada lawannya walaupun sedetik, berturut-turut
dia melancarkan serangan-serangan yang mematikan. Sebab Sin-
kun-bu-tek bertekad jika dia dapat dia ingin membinasakan
lawannya itu.
Ban-hoa-ciang-mo yang melihat kenekadan lawannya yang
telah begitu rupa, dengan cepat merogoh saku bajunya. Karena
dia yakin jika harus menghadapi pukulan Sin-kun-bu-tek dengan
kepalan tangan biasa, tentu dia tidak akan sanggup.
Karena kekuatan lwekangnya masih berada di bawah tingkat
Sin-kun-bu-tek. Begitu tangannya ditarik keluar dari saku
jubahnya, dia telah membanting sesuatu di tanah, segera
terdengar ledakan keras sekali.
sebuah golok yang pendek dan terbuat dari emas dicampur bahan
campuran lainnya, berkilauan cemerlang sekali.
Disaat itu Cin An Cinjin mengeluarkan bentakan,
“Jaga serangan........!”
Pedangnya telah berkelebat dengan cepat sekali. Dia telah
melancarkan serangan-serangan yang sangat cepat dan gesit.
Pedangnya itu seperti juga seekor naga yang berkelebat-
kelebat dengan gerakan yang indah sekali. Setiap gerakannya itu
sangat berbahaya, karena justeru mata pedang telah mengincar
bagian-bagian yang berbahaya di tubuh Kim-to-ong-san, seperti
leher, mata dan perut.
Tetapi Kim-to-ong-san berusaha untuk mengelakkan diri dari
serangan lawannya. Dia hanya mengawasi saja betapa pedang
lawan menyambar datang dengan mata pedang bergetar disaat
serangan hampir sampai.
Kim-to-ong-san dengan gesit sekali menggerakkan golok
emasnya, dia telah menangkisnya dengan keras, sehingga
terdengar suara,
“Tranggggg…….!” yang nyaring sekali!
Pedang si tojin telah berhasil disampoknya dengan kuat,
sampai pedang itu miring ke samping.
––––––––
JILID 7
Walaupun jarak tepian telaga itu cukup jauh, namun dia bisa
berenang dengan cepat sekali. Dan dia bisa mencapai tepi telaga
dengan selamat.
Sin Han telah dilemparkannya sehingga anak itu terbanting
di tepian telaga, tetapi dia tidak menderita kesakitan apa-apa,
karena si pengemis melemparkannya dengan mempergunakan
tenaga yang diperhitungkannya.
Disaat itu kedua orang lawan Sin-kun-bu-tek memburu
berenang ke tepi juga, muka mereka telah memancarkan
kebengisan yang sangat. Tampak jelas kedua orang itu murka
sekali kepada Sin-kun-bu-tek.
Begitu mereka mendekat, keduanya telah menyerang
serentak. Sin-kun-bu-tek juga tidak tinggal berdiam diri saja. Tadi
kedua orang itu yang telah mencari persoalan, tanpa sebab
perahunya ingin diterjang.
Maka waktu melihat kedua orang berusia setengah baya ini
melancarkan serangan, dengan cepat Sin-kun-bu-tek
merentangkan kedua tangannya. Dalam waktu yang sangat
singkat sekali dia telah melancarkan serangan balasan yang
beruntun.
Kedua lawan Sin-kun-bu-tek jadi terkejut melihat serangan-
serangan Sin-kun-bu-tek seperti itu. Tetapi disebabkan mereka
juga merupakan dua orang ahli dengan cepat mereka merobah
posisi kedudukan kedua kaki masing-masing.
Sambil berbuat begitu, mereka juga telah membalas
melancarkan serangan. Hebat bukan main cara menyerang kedua
orang berusia setengah baya itu, karena yang seorang lagi dari
samping kiri.
Gerakan mereka itu luar biasa cepatnya, dan angin serangan
yang menyambar juga keras sekali.
berlaku tolol, karena tanpa sebab kedua orang setengah baya itu
ingin mencari urusan dengan dirinya.
Sin Han menghela napas lega, dia telah melihat bahwa
gurunya memang benar-benar lihay dan berhasil mengusir kedua
lawannya dengan hanya beberapa jurus saja.
“Mari kita pergi.........!” kata Sin-kun-bu-tek setelah berdiam
diri sejenak lamanya. “Hemm, kedua manusia rendah itu
mungkin ingin melakukan sesuatu, nanti kita kuntit saja........!”
Dan Sin-kun-bu-tek telah menarik tangan Sin Han untuk
diajak berlalu dari tempat itu.
Gerakan Sin-kun-bu-tek agak cepat, dia setengah berlari.
Sedangkan Sin Han mengikutinya dengan berlari-lari keras.
Napas Sin Han memburu keras tetapi Sin-kun-bu-tek yang
sering melirik dan melihat keadaan murid, tetap berdiam saja, dia
terus juga berlari-lari dengan cepat. Dan waktu itu tampak Sin
Han telah bermandi keringat dikening, muka dan tubuhnya.
Tetapi Sin Han memang ulet dan tabah, dia bisa mengikuti
terus gurunya, dengan mempergunakan ilmu lari cepat yang
selama beberapa bulan belakangan ini dia peroleh dari gurunya.
Waktu itu tampak Sin-kun-bu-tek menghentikan langkah
kakinya, dia menoleh kepada Sin Han.
“Lelah?” tanyanya.
Sin Han menggeleng perlahan dengan muka yang berobah.
––––––––
JILID 8
Tetapi jika dia berdiam diri dikuasai si pendeta, tentu saja dia
akan terikat. Kemungkinan dia akan disiksa dan dipersakiti oleh
imam itu.
Tojin itu juga rupanya mengetahui bahwa Sin Han, yang
telah menjadi tawanannya itu tengah berpikir dan berusaha untuk
mencari kesempatan melarikan diri.
Itulah sebabnya tojin tersebut mengikuti dengan jarak yang
tidak terlalu jauh. Walaupun dia tidak menuntun Sin Han, namun
dia tetap berwaspada.
Jika sampai anak itu bermaksud melarikan diri, niat tentu
akan dibatalkan dengan cepat, karena jarak terpisahnya tidak
begitu jauh, sehingga mempermudah tojin itu untuk menangkap
dan memberikan hajaran lagi kepada Sin Han.
Waktu itu, Sin Han melihat kesempatan untuk melarikan diri
sama sekali tidak ada.
Tetapi anak ini memang cerdas dan cerdik sekali pikirannya.
Sebab itu untuk sementara waktu Sin Han tidak memperlihatkan
sikap seperti ingin melarikan diri.
Dia patuh saja kepada setiap kata-kata tojin itu. Dan jika
memang nanti bertemu dengan gurunya, diapun tentu bisa bebas
kembali.
Namun, dimana gurunya itu harus dicari? Sin Han masih
tidak mengetahui ke arah mana mencari gurunya itu, sedangkan si
tojin telah beberapa kali mengeluarkan suara ejekan dan hinaan
kepadanya dan juga untuk Sin-kun-bu-tek.
Memang hati Sin Han mendongkol bukan main. Dia
berusaha menindih perasaan mendongkolnya itu dan tidak
diperlihatkan di mukanya. Hanya saja diam-diam Sin Han telah
berpikir dihatinya,
“Tetapi tojin itu jahat sekali, suhu, dia telah menyiksa aku
tanpa mengenal kasihan lagi…....!” kata Sin Han kemudian
dengan sikap yang manja.
“Sudahlah, bukankah aku telah membalas
kemendongkolanmu itu dengan merobohkan si tojin hidung
kerbau itu? Bukankah diapun telah memuntahkan darah segar?”
Sin Han mengangguk, tampaknya anak ini puas melihat
gurunya telah berhasil mempermainkan si tojin.
Waktu itu tampak cuaca mulai menjelang lohor. Dari balik
bajunya yang penuh tambalan itu si pengemis telah mengeluarkan
dua potong ayam panggang dan beberapa macam kue dan sayur
lainnya.
Guru dan murid itu segera mengisi perut. Sin-kun-bu-tek
mengajak Sin Han melanjutkan perjalanannya lagi setelah
beristirahat.
“Kita akan pergi ke Kang-lam, daerah itu merupakan daerah
yang sangat permai, dan penuh kelembutan. Sebab udara di
selatan itu sangat baik dan tanahnya subur!
“Tahukah engkau, karena kagumnya, beberapa orang
pujangga telah menulis syair yang bunyinya sebagai berikut,
“Kang-lam merupakan sorganya dunia........!”
Dari kata-kata itu saja engkau sudah bisa membayangkan
betapa indahnya Kang-lam.”
Sin Han girang bukan main, dia sampai menepuk-nepuk
tangan beberapa kali.
“Tentu di sana aku bisa bermain-main sepuas hati........!” kata
Sin Han dengan suara yang riang.
jumlah ular itu sangat banyak dan berbaris panjang sekali, sampai
belasan tombak.
Sin-kun-bu-tek jadi mengeluh.
Dia memang gagah dan memiliki kepandaian yang tinggi.
Tetapi menghadapi barisan ular ini ternyata dia tidak berdaya dan
tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Dia pun jijik bukan main. Barisan ular itu telah mendatangi
semakin dekat, sehingga Sin-kun-bu-tek dan muridnya telah
terkurung oleh barisan ular itu.
Tetapi waktu ular-ular itu sedang mengurung Sin Han dan
Sin-kun-bu-tek dalam bentuk lingkaran satu tombak, tiba-tiba di
tengah udara lewat sepasang burung merpati, yang mengeluarkan
suara pekik yang beruntun.
Melihat burung merpati itu, muka Sin-kun-bu-tek jadi
berobah.
“Siang-niauw-pek-sian!” berseru Sin Han dengan suara
tersendat, karena dia mengetahui dengan adanya sepasang burung
merpati itu, berarti hadir juga Siang-niauw-pek-sian majikan
burung itu.
Sin-kun-bu-tek juga telah berpikir,
“Menghadapi ular-ular ini saja sudah sulit karena ular-ular
ini tampaknya terlatih sekali! Entah siapa pemiliknya........! Dan
sekarang ditambah pula dengan munculnya Siang-niauw-pek-
sian, tentu keadaan jadi lebih rumit.”
Suara pekik burung merpati itu telah menyebabkan ular-ular
yang ada di sekitar tempat itu mengangkat kepalanya dengan
lidah terjulur, tampaknya binatang melata ini tengah menghadapi
sesuatu yang dihormatinya.
––––––––
JILID 9
Hujin telah menangkap ular itu dengan tangannya yang lain dan
menariknya dengan cara menghentak.
Memang waktu itu sakit bukan main, namun gigitan ular itu
bisa ditarik terlepas berikut sepotong daging lengan dari Ceng-ie
Hujin. Dengan gusar Ceng-ie Hujin membanting ular itu sampai
remuk, karena kerasnya bantingan yang dilakukannya.
Muka Mo-coa jadi berobah cerah, tampaklah Bwee Sian
Giok girang sekali melihat salah seekor ularnya telah berhasil
menggigit.
“Obat yang hebat bagaimanapun juga, tidak nantinya engkau
bisa memunahkan racun ularku ini!
“Ketahuilah olehmu, ular ini yang biasa dipanggil Ceng-coa,
ular hijau. Tetapi ular hijau ini tidak sama dengan ular hijau
biasa, karena jika potongan tubuh ular biasa agak besar, tetapi
Ceng-coa milikku ini justru memiliki kelainannya. Nah, sebelum
lewat sepuluh jam, tubuhmu akan hancur menjadi cairan........!
Hehehehehe!!”
Wajah Ceng-ie Hujin jadi berobah merah padam, tampaknya
dia sangat gusar. Dalam keadaan ini, tampak Ceng-ie Hujin telah
membentak keras,
“Rupanya engkau memang manusia licik! Cepat keluarkan
obat pemunahnya!”
“Enak saja kau!” kata Mo-coa Bwee Sian Giok dengan suara
mengejek, “Apakah obatku itu dibuat oleh kakek dan ayahmu?”
“Baiklah! Aku telah terlanjur terkena racun ularmu itu, maka
biarlah aku mengadu jiwa denganmu, untuk mati bersama-sama!”
Dan sambil berkata begitu, berulang kali Ceng-ie Hujin
menggerak-gerakkan tangan kanan dan kirinya dengan cepat
sekali, kembali dia mempergunakan ilmu pukulan Pek-kong-
––––––––
JILID 10
––––––––
JILID 11
harga diri dan malu, aku ingin melarikan diri dari jaringan tempat
dia berada.
“Hal itu disebabkan secara kebetulan sekali aku pernah
menyaksikan dengan mataku. Betapa iblis itu membinasakan tiga
orang tokoh persilatan yang sangat ternama, yang kepandaiannya
tidak berada di bawah kepandaianku.
“Mereka hanya melayani empat jurus. Kemudian seorang
demi seorang terbinasa dengan cara mengerikan sekali, dengan
sekujur tubuh yang hancur lumat oleh pukulan yang dilancarkan
oleh si iblis Tengkorak.”
Waktu itu Tat-mo Cauwsu telah menepuk bahu Tang Cie
Hok, katanya, “Kau tenang saja, Heng-tai, aku berjanji akan
menghadapi iblis itu sebaik mungkin........!”
Tetapi Tat-mo Cauwsu belum bisa meyakinkan penuh
kepada Tang Cie Hok, karena pelajar berseruling perak tersebut
tampaknya masih diliputi perasaan takut saja.
“Sebenarnya Iblis Tengkorak Cung Cie Liang itu memiliki
kepandaian yang diandalkannya dalam bentuk ilmu sihir atau
memang ilmu silatnya?” tanya Tat-mo Cauwsu.
“Kedua-duanya, disamping kepandaian silatnya dan
lwekangnya yang sempurna, juga dia memiliki ilmu sihir aliran
hitam, yang bisa menguasai lawannya dengan sinar
matanya.........!” menyahuti Tang Cie Hok.
“Jika begitu, Heng-tai tidak perlu kuatir, karena aku berjanji
akan menghadapinya nanti…….! Soal ilmu hitamnya itu tidak
perlu Heng-tai kuatirkan, bukankah Siauw-ceng seorang
beribadat yang memiliki mantera-mantera yang bisa mengusir
iblis dan setan?”
sekali. Tangan kanannya itu baru terdorong oleh jari telunjuk Tat-
mo Cauwsu namun tangan kirinya telah menyerang lurus ke
depan biji mata pendeta dari India itu.
Tat-mo Cauwsu juga terkejut sekali melihat cara menyerang
Keuki Takashi, karena cara bertempur Keuki Takashi berlainan
dengan cara bertempur jago-jago silat di daratan Tiong-goan. Jika
orang yang menghadapinya itu memiliki kepandaian tanggung-
tanggung, tentu akan dapat dicelakai oleh Keuki Takashi.
Karena itu, Tat-mo Cauwsu cepat-cepat menggerakkan
kepalanya, dia berhasil mengelakkan serangan ujung jari tangan
Keuki Takashi. Dan kemudian dengan cepat Tat-mo Cauwsu
menyusuli dengan kebutan lengan bajunya.
Kebutan lengan jubah Tat-mo Cauwsu itu mengandung
kekuatan tenaga lwekang yang sangat dahsyat sehingga Keuki
Takashi telah mengeluarkan suara teriakan dan terhuyung
mundur beberapa langkah. Peristiwa yang terjadi ini sangat
mengejutkan Keuki Takashi, karena belum pernah ada orang
yang berhasil menggempur kuda-kuda kedua kakinya yang sangat
kuat.
Tetapi Keuki Takashi tidak lama-lama tenggelam dalam
keterkejutannya itu. Karena dia juga telah diliputi oleh perasaan
penasaran dan marah.
Dengan disertai oleh suara pekikan yang sangat nyaring
memekakkan anak telinga tampak Keuki Takashi telah melompat
dan melancarkan tendangan lurus dengan mempergunakan
telapak kakinya. Yang dituju adalah leher pendeta dari India
tersebut, yang ingin ditendang dengan mempergunakan tepian
kakinya itu.
Tetapi Tat-mo Cauwsu memiliki gerakan yang sangat gesit
sekali. Dia telah mengeluarkan suara teriakan yang sangat
––––––––
JILID 12
hebat. Sebab disaat itu tentu jago Jepang ini telah memiliki
kepandaian yang jauh lebih sempurna lagi.
Tat-mo Cauwsu telah merangkapkan kedua tangannya, dia
menyebut perkataan, “Siancai!” dua kali, lalu dia berkata dengan
suara yang sabar sekali,
“Siecu memiliki kepandaian yang mendatangkan rasa kagum
di hatiku......... Siauw-ceng mengakui bahwa kepandaian Siecu
jarang yang bisa menandinginya. Alangkah menggembirakan jika
kita mengikat tali persahabatan, dimana kita bisa bertukar
pandangan mengenai ilmu silat........”
Keuki Takashi menatap Tat-mo Cauwsu dengan sepasang
alis yang memain. Sejenak lamanya dia tidak menyahuti, hanya
memandang dengan sorot mata yang tajam, sampai akhirnya dia
mengibaskan tangannya, katanya dengan kasar,
“Engkau memiliki jalanmu sendiri, sedangkan aku pun
memiliki jalan sendiri maka kita asal tidak saling mengganggu itu
pun telah lebih dari cukup........!”
Dengan berkata begitu, Keuki Takashi ingin mengatakan
bahwa dia juga kagum atas kepandaian yang dimiliki Tat-mo
Cauwsu, hanya dia tidak mau menyebutkan dan mengakuinya
secara terus terang. Dia hanya menegaskan, jika Tat-mo Cauwsu
kelak tidak mengganggunya, diapun tidak ingin mencari urusan
kepada pendeta India itu.
Tetapi Tat-mo Cauwsu tidak puas oleh jawaban yang
diberikan oleh Keuki Takashi, dia telah berkata dengan suara
yang sabar,
“Walaupun kita memiliki jalan yang berbeda tetapi jika
memang kita ingin mengikat tali persahabatan yang intim dan
memiliki rasa pengertian, tentu banyak orang yang bisa kita
selamatkan…….!”
menolak cinta Ang-ie Sianlie. Sehingga Cie Cie Lian jadi patah
hati dan sakit hati kepada kaum lain jenisnya itu.
Untuk selanjutnya pula Ang-ie Sianlie telah melakukan
banyak perbuatan-perbuatan mempermainkan pihak kaum pria.
Semakin tinggi kepandaian pria yang ditemuinya, maka semakin
bersemangat Ang-ie Sianlie untuk mempermainkan pria tersebut.
Dengan sendirinya semakin lama Ang-ie Sianlie disamping
disegani dia juga ditakuti. karena setiap pria yang berhasil
ditundukinya akan dibinasakannya dengan cara halus yaitu
dengan berbagai jalan memperdayakan lelaki itu. Sampai akhir
sang korban menemui kematian, baik kematian dalam putus asa
dan patah hati, atau memang dibinasakan oleh Ang-ie Sianlie
sendiri.
Dalam keadaan seperti ini telah membuat banyak pria yang
berlaku hati-hati menghadapi Ang-ie Sianlie. Memang semakin
tinggi usianya, Ang-ie Sianlie semakin cantik saja tampaknya,
semakin matang dan menarik.
Kini melihat kegagalan untuk kedua kalinya terhadap Tat-mo
Cauwsu, karena yang pertama kali dia berusaha menguasai Keuki
Takashi, Ang-ie Sianlie jadi penasaran.
Disaat dia mengeluarkan suara bentakan yang keras, kedua
tangannya mulai melancarkan serangan-serangan yang sangat
kuat sekali karena Ang-ie Sianlie telah mengerahkan seluruh
tenaga lwekangnya di kedua tangannya.
Tat-mo Cauwsu juga merasakan serangan yang kali ini
diterimanya dari Ang-ie Sianlie lebih kuat dari yang semula,
maka Tat-mo Cauwsu berlaku hati-hati.
Untuk belasan jurus Tat-mo Cauwsu selalu main kelit saja
dari setiap serangan lawannya yang cantik itu.
tidaknya dia pasti memiliki lwekang yang sangat kuat yang telah
dipergunakan untuk melawan dan menahan menjalarnya racun
ular Kim-tok ke jantungnya.
Sekali saja racun itu berhasil menjalar terus ke jantungnya,
niscaya jiwa si pengemis sudah tidak bisa dipertahan lagi.
Walaupun kemudian dia memperoleh pil obat dari dewa.
“Kapan Siecu terkena racun itu?” tanya Tat-mo Cauwsu
kemudian dengan suara yang mengandung rasa tertarik untuk
mengetahui.
“Kurang lebih tujuh jam lalu.........” menyahuti pengemis itu
dengan suara yang bersusah payah dan tersendat-sendat.
“Sudah begitu lama……..?” tanya Tat-mo Cauwsu
tercengang.
“Ya, aku berusaha melawannya........ melawannya dengan
lwekangku. Tetapi kukira satu jam lagi, habislah kekuatanku, dan
racun itu pasti dengan cepat akan menjalar ke jantungku........
maka disaat itu sudah tidak ada harapan lagi buatku hidup lebih
lanjut!
“Sesungguhnya saat sekarang ini aku tengah memiliki tugas
yang berat dan penting sekali, menyesal sekali aku harus terluka
seperti ini, sehingga tugas yang tengah kupikul ini akan terlantar
karenanya........”
Berkata sampai disitu, pengemis telah merintih lagi dengan
suara yang menyedihkan. Dia telah terbungkuk-bungkuk dengan
kedua tangan memegangi erat-erat perutnya. Tampaknya
dibagian perutnya itulah dia menderita kesakitan yang hebat.
Tat-mo Cauwsu cepat-cepat mengeluarkan enam pil obatnya,
dia mengangsurkan kepada si pengemis.
––––––––
JILID 13
satu atau dua jam lagi aku tidak akan kuat bertahan pula dan
binasa........”
Dengan suara tidak sabar Tat-mo Cauwsu telah bertanya
kepada Wie Siu Bun, “Sesungguhnya rencana busuk apa yang
ingin dikerjakan Auwyang Siung Bun kepada Kay-pang?”
“Rencananya itu untuk menguasai Kay-pang, merubuhkan
pangcu di pusat dan kemudian mengangkat dirinya sebagai
pangcu Kay-pang dengan dukungan dari pengikut-ikutnya yang
ternyata telah banyak yang menyelusup ke berbagai cabang Kay-
pang di daerah sebagai anggota partai pengemis…..!
“Nah, coba Taisu bayangkan, tidakkah itu hebat sekali?
Sedangkan pangcu Kay-pang daerah, yaitu Kiong Siang Han,
telah berhasil dibujuk Auwyang Siang Bun untuk bekerja sama.
“Tentunya disamping bujukan juga disertai tekanan. Karena
kepandaian Kiong Siang Han terpaut jauh beberapa tingkat di
bawah kepandaian Auwyang Siung Bun.
“Coba kalau memang aku menemui Kiong Siang Han dan
menyerahkan surat Pangcu, bukankah sama saja aku membuka
tabir kepada musuh bahwa Pangcu pusat telah mengetahui perihal
Auwyang Siung Bun. Dan aku sendiri sama saja seperti
mengantarkan diri untuk mati, karena Kiong Siang Han sendiri
telah berserikat dengan Auwyang Siung Bun untuk berkhianat
kepada partai pengemisnya sendiri........!”
Tat-mo Cauwsu menghela napas.
“Aku mengerti, tentunya yang engkau maksudkan dengan
perkataan akan datang dan jatuhnya bencana di pihak Kay-pang
serta akan menelan banyak korban jiwa, tentunya jika terjadi
peperangan di dalam Kay-pang sendiri. Di antara dua golongan,
yaitu pengikut setia pangcu pusat dengan pengikut dari Kiong
Siang Han serta Auwyang Siung Bun, bukan?”
“Hmm, jika hari ini aku bisa lolos dari kematian, aku tidak
akan melupakan kalian berdua. Suatu hari kelak jika urusan Kay-
pang telah selesai, tentu aku akan mencari kalian…….”
Dari suaranya dapat diketahui Wie Siu Bun keputus asaan
dan marah, suaranya itu juga tergetar.
Kedua orang itu mengeluarkan suara tertawa yang mengejek,
keduanya juga serentak telah mencabut keluar sebuah tabung dari
masing-masing pinggangnya.
Muka Wie Siu Bun telah berubah tambah pucat dan putus
asa.
“Jika kalian berdua memiliki sifat yang gagah, tentu tidak
akan mempergunakan racun untuk merebut kemenangan!” kata si
pengemis dengan suara yang sangat nyaring.
“Tetapi, memang kalian manusia-manusia busuk maka kalian
selalu mempergunakan racun untuk membuat kemenangan.........!
Jika memang kalian gagah, simpanlah tabung racun kalian itu dan
hadapilah aku dengan ilmu kepandaianmu…… Walaupun aku
telah terluka oleh racun Kim-tok kalian, aku akan menghadapi
kalian sampai ajalku tiba.........!”
Tetapi kedua orang lelaki setengah baya itu yang wajahnya
sangat seram, telah mengeluarkan suara dengusan yang dingin
mengejek.
“Gagah? Mengapa harus mementingkan kegagahan? Yang
terpenting bagi kami adalah kemenangan dan kematian dari
kalian manusia-manusia tolol yang tidak tahu selatan!
“Coba kalau memang engkau bekerja untuk kepentingan
Auwyang Siung Bun Locianpwe, mungkin kau masih bisa
menikmati enaknya hidup di dunia ini dengan segala
kemewahan.........!”
Jika tadi Ang Toaya itu bersikap tenang dan angkuh sekali,
mendengar perkataan si tojin seperti itu, seketika mukanya
berobah sejenak. Tetapi dia bisa menguasai dirinya, hanya
suaranya saja yang jadi perlahan sekali waktu dia bertanya,
“Apa yang terjadi?”
“Wu Cing San dan Tiang Koan Lu telah terluka dan dibuat
bercacad oleh seseorang.........” menyahuti si Tojin. “Urusan ini
tampaknya akan menyebabkan terhambatnya rencana Auwyang
Locianpwe!”
Sebetulnya si gemuk Ang Toaya itu tengah berselera untuk
bersantap, tetapi sejak kedatangan tojin itu, ludeslah selera
makannya. Apa lagi mendengar ada peristiwa yang menyangkut
dengan dirinya yang tentunya kurang menggembirakan itu.
Ang Toaya meletakkan sepasang sumpitnya disamping
mangkok nasi yang belum dihabiskan isinya itu, dia telah berdiri.
“Baiklah, mari kita pergi!” katanya sambil menoleh kepada
si pelayan. “Hitung semua dan pembayaran nanti kau tagih di
rumah........!”
Pelayan itu mengiyakan berulang kali sambil mengucapkan
terima kasih, karena dia mengetahui Ang Toaya ini seorang yang
kaya raya terkenal di kota raja akan keterbukaan tangannya, yang
selalu memberikan persen cukup besar bagi pelayan yang
menagih pembayaran makannya di gedungnya.
Dengan diikuti si Tojin, tampak Ang Toaya itu telah
meninggalkan rumah makan tersebut.
Pengemis-pengemis di muka rumah makan yang mengajukan
tangan mereka meminta pemberian dari si tuan besar Ang yang
murah hati itu tidak diacuhkan si gemuk, yang kini berjalan agak
tergesa dan langkah kakinya cepat sekali.
yang akan terjadi pasti akan merugikan kita, karena Pangcu Kay-
pang itu dapat mempersiapkan segalanya dengan sebaik mungkin
jika laporan yang disampaikan Wie Siu Bun telah berhasil
didengarnya!
“Selama dalam perjalanan, banyak orang-orang kita telah
menghadang Wie Siu Bun dan pendeta asing itu......... Tetapi........
kepandaian pendeta asing itu benar-benar luar biasa sekali.........
Dengan satu dua kali gebrakan orang-orang kita telah dilukai,
bahkan banyak yang dibuat bercacad!
“Celaka lagi, justru orang-orang kita yang telah dilukai itu
dipaksa untuk memberikan keterangan, sehingga sekarang telah
banyak sekali rahasia kita diketahui Wie Siu Bun!
“Malam ini pendeta asing itu dan Wie Siu Bun akan
tiba......... Bagaimana menurut Ang Toaya? Apakah kita
menghadangnya di luar kota Pakkhia, atau membiarkan mereka
tiba di markas Kay-pang tanpa gangguan, agar menyampaikan
segalanya kepada Pangcu Kay-pang itu.
“Dan diwaktu pangcu Kay-pang itu tengah panik, kita
melancarkan gempuran yang terbuka saja........ Tentu kita bisa
merebut kemenangan, karena orang-orang Kay-pang itu pasti
belum bersiap sedia........!
“Hanya sayang, dengan demikian kita gagal mengadu domba
antara Kay-pang dengan iblis It-cie-sin-mo (Iblis Sakti Berjari
Satu) Kwee Bo In. Itulah kegagalan yang akan menyebabkan
Auwyang Locianpwee akan marah sekali…...!” Berulang kali
Ang Toaya itu menghela napas.
Dia juga mengerutkan keningnya, tampaknya dia tengah
berpikir keras sekali. Tetapi dalam keadaan demikian, tampak dia
tidak bisa segera mengambil keputusan.
walaupun dia tidak kenal dengan orang itu, si pengemis she Wie
ini telah berlaku sangat hormat.
“Benar, aku si pengemis miskin yang bernama Wie Siu Bun.
Ada urusan apa tuan-tuan menemui kami?” tanya Wie Siu Bun.
Orang itu telah tertawa lagi, tertawanya itu tidak sedap.
“Kami justeru diperintahkan Pangcu Kay-pang untuk
menjemput kalian........ menurut Pangcu bahwa Wie Kaycu telah
berhasil menjalankan tugas dengan baik!”
Dan waktu si pengemis dan Tat-mo Cauwsu tengah heran,
justru orang itu hanya berkata sampai disitu, tahu-tahu tangannya
yang memang sejak tadi mencekal kepala batang goloknya, telah
ditariknya dengan cepat sekali, dan “sringggg........!” golok itu
telah menyambar ke arah batang leher Wie Siu Bun.
Gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang
sama dengan serangan membokong.
“Ihh........” Wie Siu Bun bergerak cepat mengelakkan diri.
Karena dia sudah tidak terpengaruh oleh racun Kim-tok, dia
berhasil bergerak dengan lincah sekali, sehingga serangan orang
itu jatuh di tempat kosong.
Namun belasan orang kawannya yang lain telah mencabut
senjata mereka masing-masing. Ada yang bersenjata pedang, ada
yang bersenjata tombak, golok, sam-cio dan lain lainnya. Ada
juga yang bersenjatakan Poan-koan-pit, sepasang pit yang terbuat
dari besi.
Mereka itu mengambil sikap mengurung dan bersiap-siap
akan melancarkan serangan. Tentu saja sikap mereka itu
mengandung permusuhan.
Tat-mo Cauwsu telah merangkapkan sepasang tangannya,
katanya,
seorang tojin dan seorang lelaki bertubuh gemuk karena tidak lain
dari Po Liang Cinjin dan si gemuk Ang Bie Tin.
Tat-mo Cauwsu segera dapat menduga bahwa justru orang-
orang ini memang tidak bermaksud baik padanya dan Wie Siu
Bun. Disaat itu juga terlihat Wie Siu Bun jadi sibuk sekali untuk
menangkis dan mengelakkan diri dari setiap serangan yang
dilancarkan lawan lawannya itu.
Wie Siu Bun telah mempergunakan senjata sebatang pedang
yang berhasil direbutnya. Dengan pedangnya itu untuk sementara
waktu Wie Siu Bun bisa mempertahankan diri. Tetapi jika
keadaan ini berlangsung berlarut-larut, niscaya akan
menyebabkan orang she Wie itu akan terluka atau terbinasa di
ujung senjata lawannya.
Tat-mo Cauwsu juga telah melihat keadaan yang
membahayakan diri kawannya.
Maka setelah merubuhkan dua orang lawannya yang
terdekat, tampak Tat-mo Cauwsu telah bersiul panjang dan
menggerakkan tangan kanan dan tangan kirinya dengan cepat.
Setiap gerakan kedua tangannya itu mengandung kekuatan yang
luar biasa hebatnya, karena Tat-mo Cauwsu telah
mempergunakan kekuatan lwekangnya untuk merubuhkan lawan
lawannya.
Memang lawan-lawan Tat-mo Cauwsu dan Wie Siu Bun
semuanya merupakan orang-orang yang berkepandaian ilmu silat
tidak rendah. Tetapi sekarang mereka menghadapi seorang
manusia dewa seperti Tat-mo Cauwsu, maka kepandaian mereka
itu jadi tidak ada artinya.
Waktu Tat-mo Cauwsu menggerakkan kedua tangannya,
maka disaat itulah belasan orang yang berada di dekatnya telah
––––––––
JILID 14
Tetapi belum lagi suara Tat-mo Cauwsu selesai, Ang Bie Tin
telah habis sabar, dia mengetahui tidak mungkin bisa membujuk
pendeta itu. Dengan cepat dia mengeluarkan suara seruan yang
nyaring dan tangan kanannya telah bergerak akan mencengkeram
bahu si pendeta.
Gerakan yang dilakukan oleh Ang Bie Tin itu sangat cepat
dan berbahaya, karena di kelima jari tangannya itu mengandung
kekuatan yang dahsyat sekali.
Jika orang yang berkepandaian biasa saja diserang seperti itu,
tentu akan menjadi gugup. Dan jika serangan tersebut berhasil
mengenai sasarannya, pasti akan membuat pundak dan tulang
pipe sang korban menjadi hancur.
Dengan hancurnya tulang pipe, maka seseorang akan
bercacad, dan lenyap pulalah ilmu silat yang telah dipelajarinya.
Melihat cara menyerang Ang Bie Tin telah membuat Tat-mo
Cauwsu memperoleh kesan tidak baik pada orang yang bertubuh
gemuk ini.
“Hemm, dia bertangan telengas dan kejam sekali, serangan
pembukaannya saja telah menghendaki kematianku!” berpikir
Tat-mo Cauwsu.
Karena berpikir begitu, dengan cepat Tat-mo Cauwsu
mengelakkan diri dari serangan Ang Bie Tin. Sebagai seorang
pendeta India yang memiliki kepandaian tinggi luar biasa, tidak
sulit baginya untuk menghindarkan diri dari cengkeraman Ang
Bie Tin.
Segera Tat-mo Cauwsu memiringkan pundaknya, sedangkan
tangan kanannya juga serentak bergerak akan menghantam dada
lawannya.
––––––––
JILID 15
Tetapi kedua orang itu tahu bahwa gadis kecil ini hanya ingin
mengelakkan diri dari mereka, maka mereka tidak mempercayai
penuh perkataan itu.
“Tidak bisa kami mempercayai perkataanmu, lebih baik
engkau dihabiskan saja, dibinasakan dan ditenggelamkan ke dasar
telaga ini, sehingga kami tidak perlu menerima ancaman kelak
dikemudian hari........!”
“Beranikah kalian mencelakai kami?” tanya gadis itu dengan
suara setengah tidak mempercayai.
Karena dia tahu kedua orang itu tentu mengetahui bahwa
ayah dan ibunya merupakan orang-orang ternama yang disegani
oleh semua jago-jago di dalam rimba persilatan. Dan juga
tentunya kedua orang inipun tidak akan berani membentur orang
tuanya.
Tetapi kedua orang itu telah saling pandang sejenak,
kemudian tampak mereka telah menggerakkan kayu
pengayuhnya, tampaknya mereka ingin melancarkan serangan
dengan mempergunakan kayu pengayuhnya itu.
Si gadis juga terkejut melihat sikap kedua orang itu, dia
cepat-cepat berseru, “Kalian…….”
Tetapi suaranya belum lagi selesai diucapkan, justru kedua
batang kayu pengayuh itu telah bergerak menyambar. Yang
seorangnya telah menggerakkan kayu pengayuhnya ke arah
kepala si gadis, sedangkan yang seorangnya lagi telah
menggerakkan menghantam kepala Tat-mo Cauwsu.
Serangan yang dilakukan kedua orang itupun bukan
merupakan serangan yang ringan, karena mereka melancarkan
serangan dengan mempergunakan kekuatan tenaga dalam yang
cukup tinggi. Angin serangan itu berkesiuran kuat sekali.
seperti juga ditindih oleh suatu kekuatan yang luar biasa beratnya.
Waktu Tat-mo Cauwsu hendak melompat ke sampingnya
diwaktu itulah dia merasakan tindihan dari suatu kekuatan tenaga
lainnya yang tidak tampak. Itulah kehebatan cara menyerang dari
Bu Bok Sun.
––––––––
JILID 16
“Jika ada jodoh, dilain waktu kita bisa berjumpa lagi, kukira
tidak begitu perlu untuk mengganggu kedua orang tuamu itu........
Nah nona kecil, selamat tinggal.........!''
Baru saja Tat-mo Cauwsu berkata sampai perkataan
“tinggal” itu, justru tubuhnya telah mencelat ke atas dan lenyap
bagaikan bayangan dari hadapan si nona cilik she Pai tersebut.
Sesungguhnya gadis cilik she Pai tersebut ingin mengatakan
sesuatu lagi, tetapi Pendeta yang sakti itu justru telah pergi
demikian cepat.
Akhirnya dengan perasaan tidak puas, karena tidak bisa
berkumpul dan bermain lebih lama lagi dengan Tat-mo Cauwsu,
yang memiliki kepandaian sangat tinggi itu, si nona she Pai telah
menyesali dirinya sendiri. Tetapi gadis cilik ini telah berlari-lari
dengan lincah untuk menuju ke arah Timur.
Dia melewati sebuah perkampungan yang tidak begitu besar.
Dan juga telah melewati sebuah padang rumput yang cukup luas,
barulah tiba disebuah bangunan yang kecil terdiri dari tembok
batu.
Jarak yang ditempuhnya dari pinggiran kota sampai di
bangunan kecil tersebut, memang cukup jauh. Tetapi si gadis bisa
melampauinya dengan cepat, hanya kurang lebih memakan waktu
satu jam lebih.
Diketuknya pintu rumah itu, yang seperti dibangun terpencil
di tempat tersebut, kemudian dari dalam terdengar jawaban
seorang wanita,
“Siu-jie kah?”
“Ibu......... Siu-jie (anak Siu) telah pulang........!”
Tetapi waktu Pai Cing Han bersama isteri dan puterinya tiba
di sebelah dalam dari hutan kecil yang terdapat di tempat itu.
Disaat mereka sedang berjalan dengan perlahan, dari gerombolan
pohon yang lebat telah melompat tiga orang lelaki bertubuh tegap
dengan di tangan masing-masing tercekal sebatang golok.
Sikap mereka juga garang sekali, dimana mereka telah
mengawasi dengan mata yang menakutkan sekali. Salah seorang
di antara mereka telah membentak,
“Berhenti........!”
Pai Cing Han telah menghentikan langkah kakinya, dia telah
mengawasi ketiga orang tersebut, lalu tanyanya dengan suara
yang tawar, “Apa yang kalian inginkan?”
“Apa maksud kalian berkeliaran di tempat ini?” bentak orang
itu. “Tahukah kalian tempat apa ini?”
Pai Cing Han mengeluarkan suara tertawa dingin.
“Hemmm,” katanya dengan suara dingin. “Aku mengetahui
tempat ini tempat kediaman dari Jie-liong-kim-hay, bukan? Kami
ingin bertemu dengan mereka........”
“Apakah kalian ingin mencari mampus?” bentak salah
seorang di antara ketiga orang itu.
Pai Cing Han telah tertawa dingin, dia berkata dengan suara
yang tawar, “Kalian harus membawa kami menemui mereka!”
“Siapa kalian?” tanya orang itu yang mulai ragu-ragu.
“Katakan, aku Pai Cing Han.”
Karena dia menduga tentunya salah seorang dari mereka
akan pergi melaporkan perihal kedatangannya.
Tetapi orang itu justru telah berkata dengan suara yang keras,
“Kedua pemimpin kami tengah sibuk dan tidak memiliki
tidak mau dia begitu saja menyerah. Dia telah berusaha tertawa,
katanya,
“Pai Tocu, engkau berkunjung ke tempat kami, ini
merupakan suatu kehormatan buat kami........ dengan demikian
kami mengucapkan banyak terima kasih......... Tetapi seharusnya,
jika ada sambutan yang kurang menyenangkan hati Tocu, harap
diberitahu saja........!”
Pai Cing Han telah mengeluarkan suara tertawa dingin.
Dia telah melangkah terus untuk menghampiri pintu
bangunan gedung itu. Diwaktu itu tampak duabelas lelaki
bertubuh tinggi tegap berdiri di muka pintu dengan tangan siap
sedia digagang golok mereka masing-masing.
Lung Kiu Eng telah melompat ke depan Pai Cing Han sambil
berseru, “Pai Tocu, tahan........!” dia mengulurkan tangan
kanannya, untuk mencengkeram pundak Pai Cing Han.
Pai Cing Han tidak menghentikan langkah kakinya, dia
mandek, membungkukkan sedikit tubuhnya. Waktu itu tangan
kanannya telah mengebut ke belakang, agak miring ke samping
kirinya, angin dari telapak tangannya berkesiuran kuat sekali
menerjang Lung Kiu Eng.
Diwaktu itulah tampak Lung Kiu Eng mengeluarkan suara
seruan tertahan, dan dia merasakan dadanya jadi menyesak.
Cepat-cepat dia telah menarik pulang tangannya yang akan
mencengkeram pundak Pai Cing Han.
Cepat bukan main dia membuang diri untuk mengelakkan
kebutan tangan Pai Cing Han. Tetapi tenaga kebutan Pai Cing
Han telah menyambar begitu kuat.
Walaupun Lung Kiu Eng telah bergerak cepat sekali untuk
mengelakkan diri, namun kenyataannya pundaknya yang sebelah
kiri telah kena tersampok dan diwaktu itu tubuh Lung Kiu Eng
telah terhuyung mundur beberapa langkah. Mukanya pucat dan
meringis menahan sakit.
Sebagai seorang jago persilatan yang memiliki kepandaian
tidak rendah, memang Lung Kiu Eng tidak merasa gentar untuk
bertempur dengan siapa saja. Tetapi dia telah sering mendengar
akan hebatnya ilmu dan kepandaian Tocu dari pulau Cie-hung-to
tersebut.
Maka dari itu, dia telah berlaku hati-hati sekali. Namun
kenyataannya dia masih terserang seperti itu, dengan sendirinya,
dia telah mengetahui bahwa dirinya memang bukan menjadi
tandingan dari Tocu pulau Cie-hung-to tersebut.
Pai Cing Han telah mendengus dan melangkah terus
menghampiri pintu gerbang dari gedung itu.
Kedua belas orang anak buah dari Lung Kiu Eng telah
mencabut golok mereka masing-masing.
Tetapi Pai Cing Han tidak memperdulikan mereka, dia
melangkah terus, dan kedua tangannya telah digerakkan dengan
beruntun, sangat cepat sekali. Seketika itu juga terdengar suara
jeritan yang beruntun, dan tampak lima sosok tubuh telah
terlempar ke tengah udara, lalu terbanting di atas tanah, sehingga
kelima orang tersebut yang telah terbanting seperti itu tidak bisa
segera bangun kembali, hanya melingkar menahan sakit di atas
tanah.
Pai Cing Han tidak bergerak sampai di situ, waktu itu dua
batang golok telah menyambar datang ke arahnya, dan cepat
sekali Pai Cing Han mengelakkan diri. Dia mana memandang
sebelah mata terhadap kepandaian dari anak buahnya Lung Kiu
Eng.
cukup lebar. Dan Bin-san Siucai telah berlari terus akan menuju
ke arah hutan itu.
Melihat ini Pai Cing Han kuatir akan kehilangan jejak orang
buruannya itu. Ia telah mengempos semangatnya, sambil
mengeluarkan suara bentakan yang keras.
Tahu-tahu Pai Cing Han telah menjejakkan kakinya,
tubuhnya seperti juga sebuah bola yang berputar di tengah udara,
berjumpalit, dan ketika hinggap di atas tanah, ia telah menotol
lagi. Tubuhnya kembali melambung ke tengah udara,
berjumpalitan lagi, kemudian meluncur hanya terpisah kurang
dari setombak di dekat Bin-san Siucai.
Pelajar itu juga terkejut waktu merasakan berkesiuran angin
disisi tubuhnya, ia telah menggerakkan tangan kirinya,
menyampok ke arah Pai Cing Han.
Tetapi Pai Cing Han waktu meluncur turun, telah
mempersiapkan tenaganya, dimana begitu Bin-san Siucai
menyerangnya, ia menangkis dengan tangan kanannya. Benturan
kedua tangan itu kuat sekali, tubuh Bin-san Siucai tergoncang
keras, namun ia hanya mundur satu langkah, dan menarik pulang
tangan kirinya.
––––––––
JILID 17
“Tepat........!”
“Tetapi........ mengapa tuan ini........mengatakan bahwa Siecu
hendak merampas harta dan bendanya?” tanya Tat-mo Cauwsu
lagi.
“Itulah dusta belaka........!” kata Pai Cing Han kemudian. “Ia
telah merampas kitab pusaka milikku dan membawanya lari........
tentu saja aku telah mengejarnya untuk meminta pulang
padanya........!”
“Hemmm, engkau bisa saja memutar balik urusan!” kata
Bin-san Siucai dengan suara yang nyaring, kemudian diiringi
oleh suara tertawanya yang keras. “Engkau sejak tadi telah
mendesak padaku, agar menyerahkan barang dan hartaku
kepadamu, jika tidak engkau hendak membinasakan aku........!”
Muka Pai Cing Han merah padam karena murka bukan main,
tubuhnya sampai gemetaran keras.
“Taisu, dia seorang yang licik!” kata Pai Cing Han kemudian
dengan suara mengandung kemarahan. “Biarlah aku
membereskan dia lebih dulu, nanti barulah kita bercakap-cakap
lagi!”
Dan tanpa menantikan jawaban Tat-mo Cauwsu, segera juga
Pai Cing Han menjejakkan kakinya, tubuhnya cepat dan gesit
sekali telah mencelat menerjang kepada Bin-san Siucai.
Tetapi Bin-san Siucai Lauw Ho Lun telah berlari-lari sambil
menghindarkan diri dari segala serangan Pai Cing Han, ia berlari
memutari Tat-mo Cauwsu.
Pendeta India tersebut ternyata tidak bisa berdiam diri saja.
Waktu Pai Cing Han hendak melancarkan pukulan pula ke
punggung Bin-san Siucai, diwaktu itulah Tat-mo Cauwsu telah
mengibaskan tangannya. Serangkum angin yang kuat telah
menangkis pukulan Pai Cing Han, membuat tubuh Pai Cing Han
tergoncang keras, terpaksa orang she Pai tersebut mundur tiga
langkah.
Di waktu itulah Tat-mo Cauwsu juga telah menggerakkan
tangannya yang satu, tahu-tahu ia telah menyambar pergelangan
tangan Bin-san Siucai, dan cepat sekali ia telah berhasil mencekal
pergelangan tangan dari pelajar tua tersebut.
Bin-san Siucai jadi terkejut waktu melihat tangan Tat-mo
Cauwsu hendak mencekal pergelangan tangannya dan ia lebih
terkejut lagi setelah merasakan pergelangan tangannya itu kena
dicekal tanpa ia sempat mengelakkan diri. Kepandaian Bin-san
Siucai tinggi, namun dalam satu gebrakan seperti itu Tat-mo
Cauwsu telah bertindak luar biasa.
“Tuan, sekarang katakanlah yang sebenarnya......... Apakah
memang kau yang telah mengambil kitab pusaka dari Pai Siecu
itu?” tanya Tat-mo Cauwsu sambil mengawasi Bin-san Siucai
dengan mata yang tajam.
Bin-san Siucai hanya terkejut sejenak waktu pergelangan
tangannya kena dicekal oleh Tat-mo Cauwsu, setelah itu ia
memperdengarkan suara tertawanya lagi, katanya,
“Jika benar apa yang hendak dilakukan Taisu? Jika tidak, apa
pula yang ingin dilakukan Taisu?”
Tat-mo Cauwsu telah bersenyum dengan sikapnya yang
sabar.
“Tuan ceritakan yang sebenarnya. Jika memang benar Pai
Siecu itu hendak merampas harta dan barangmu, maka aku akan
memberikan nasehat padanya. Tetapi jika engkau berdusta, untuk
selanjutnya sifat buruk itu harus kau lenyapkan, karena itu bisa
membahayakan dirimu sendiri. Dan jika memang benar engkau
telah mengambil kitab pusaka milik Pai Siecu, kembalikanlah!”
serangannya itu dua kali lebih kuat dari tenaga serangannya yang
tadi, angin serangan tersebut juga berkesiuran sangat kuat.
“Bukkkkk........!” kembali dada Tat-mo Cauwsu tergempur
kuat sekali, karena pendeta tersebut sama sekali tidak berusaha
mengelakkan diri.
Tetapi berbeda dengan tadi, kali ini dada Tat-mo Cauwsu
keras melebihi besi, sehingga begitu kepalan tangan Bin-san
Siucai mengenai dadanya, menghantam dengan kuat, seketika ia
mengeluarkan suara jeritan yang keras sekali, jerit kesakitan.
Tubuhnya juga telah terpental beberapa tombak.
Ternyata, waktu melihat Bin-san Siucai menyerang lagi
dengan mempergunakan kekuatan tenaga yang begitu besar, Tat-
mo Cauwsu telah mengganti hawa murni yang melapisi dadanya.
Jika semula Tat-mo Cauwsu mempergunakan tenaga Im (lunak),
ia kini mempergunakan tenaga Yang, yaitu keras.
Dengan begitu, dadanya melebihi kerasnya besi maupun
baja. Dan memang Bin-san Siucai telah menyerangnya begitu
kuat, menyebabkan tulang tangan Bin-san Siucai menjadi patah,
dan tubuhnya tertolak terpental begitu rupa.
Dengan meringis menahan sakit, Bin-san Siucai telah berdiri.
Sedangkan Tat-mo Cauwsu telah berkata, “Maaf, maaf.........
Lauw Siecu telah menyerang terlalu hebat melebihi takaran.........
Apakah engkau terluka?”
Bin-san Siucai memandang pada Tat-mo Cauwsu dengan
sorot mata mengandung dendam. Sedangkan Pai Cing Han
sambil senyum puas telah berkata,
“Cepat kembalikan kitabku.........!”
Tanpa banyak bicara Bin-san Siucai telah merogoh sakunya
dengan mempergunakan tangannya yang tidak patah. Kemudian
Cauwsu bermaksud untuk melihat berapa jauh latihan Pai Ing Siu
terhadap ketiga jurus ilmu pukulan yang telah diturunkannya.
Dan Tat-mo Cauwsu juga memang hendak menurunkan
beberapa jurus ilmu silat lagi kepada gadis itu, kalau saja Pai
Cing Han meluluskan keinginannya itu.
Dengan gerakan yang ringan, Tat-mo Ciauwsu telah berlari
cepat sekali menyusul Pai Cing Han. Karena Gin-kang Tat-mo
Cauwsu telah mahir sekali, mudah saja ia mengikuti di belakang
Pai Cing Han.
Ketika sampai di depan markas Jie-liong-kim-hay, wajah Pai
Cing Han jadi berobah pucat, ia tidak melihat putri dan istrinya.
Disamping itu juga ia sama sekali tidak melihat seorang
manusiapun di sekitar tempat itu.
Dengan perasaan kuatir, tampak Pai Cing Han telah berlari
kesana kemari sambil memanggil-manggil putrinya. Tetapi
sejenak kemudian mukanya jadi berobah merah padam.
“Hemmmm, tentunya orang-orang Jie-liong-kim-hay yang
telah mempergunakan kesempatan disaat aku tidak berada disini
untuk berbuat kurang ajar pada Siu-jie dan istriku.........!”
Karena berpikir begitu, dengan murka tampak Pai Cing Han
telah menghampiri pintu gerbang dari gedung yang dijadikan
markas Jie-liong-kim-hay itu. Dia murka berbareng diliputi
kekuatiran.
Tat-mo Cauwsu hanya berdiam diri mengawasi tingkah laku
Pai Cing Han, dia juga heran melihat di sekitar tempat itu tidak
terdapat seorang manusiapun juga, dan tidak mengerti mengapa
Pai Cing Han mengajaknya ke tempat ini.
Tetapi disebabkan Tat-mo Cauwsu melihat sikap Pai Cing
Han yang tampaknya begitu gugup dan bingung, maka dia
Waktu itu, hari masih pagi, dan kabut yang mulai menipis
terkena cahaya matahari pagi yang hangat, dan pohon-pohon
bunga yang tengah mekar indah, tampak seseorang tengah
berjalan dengan langkah kaki yang perlahan-lahan dan menikmati
keindahan alam di sekitar pegunungan tersebut.
Orang itu adalah seorang lelaki berusia lanjut, mungkin telah
tujuhpuluh tahun, memelihara jenggot yang panjang dan telah
memutih, dengan kumis yang terpilin panjang dan rapi. Ia
mengenakan baju berwarna putih, merupakan thung-sia (baju
panjang) memakai kopiah yang berwarna kuning gading.
Di tangan kanannya tampak sebatang seruling yang digerak-
gerakkan perlahan memukuli telapak tangannya yang satunya.
Wajahnya sabar sekali, dan ia benar-benar tengah meresapi
keindahan pemandangan alam yang terdapat di sekitar tempat itu.
Beberapa kali terdengar pujiannya yang perlahan, menunjukkan
bahwa dia sangat mengagumi keindahan alam di tempat tersebut.
Setelah berjalan beberapa saat lamanya, akhirnya ia
mengangkat serulingnya, dibawa ke bibirnya, kemudian ditiupnya
perlahan mengayun, muncul irama yang lembut dan merdu sekali,
membawakan lagu “Hung-cing-hoa”, ciptaan dari pujangga
terkenal dimasa pemerintahan dinasty Shang, yang bernama Chou
In Lie, yang waktu itu menjabat pangkat sebagai penyair istana,
yang selalu mendampingi Kaisar Chou Wang, untuk
menghiburnya dengan segala macam sajak yang indah dan juga
dengan syair-syair lagu yang akan mengiringi Tai Chi, selir
Kaisar Chou Wang menari dihadapan Kaisar.
“Hung-cing-hoa” memang merupakan lagu yang memiliki
keindahan yang luar biasa, dan lelaki tua yang berada di gunung
Siong-san tersebut telah membawakannya dengan baik lagu itu
lewat serulingnya. Ia benar-benar meresapi sekali keindahan alam
–– ooOoo ––
––––––––
JILID 18 (TAMAT)
sama sekali mata pedang itu tidak bisa menembusi lengan jubah
tersebut.
Ternyata Sam-liu Taisu telah mengerahkan lwekangnya pada
lengan jubahnya, sehingga lengan jubahnya itu telah diselubungi
oleh kekuatan tenaga dalamnya yang membuat lengan jubah itu
berobah seperti juga lempengan besi, yang tidak tertembuskan
oleh senjata tajam.
Jika saja Thio Su Ing memiliki lwekang yang lebih tinggi
dari pendeta tersebut, mungkin ia bisa memecahkan lwekang
yang menyelubungi lengan jubah tersebut dan melobanginya.
Tetapi kenyataannya, lwekang dari Sam-liu Taisu lebih tinggi
dari Kie-san Niocu tersebut.
Dengan demikian, sama sekali ia tidak berdaya untuk
menembusi lengan jubah itu mempergunakan mata pedangnya.
Berulang kali ia menyerang, berulang kali pula mata pedangnya
ditangkis oleh Sam-liu Taisu mempergunakan lengan jubahnya.
Dan setelah pula tikaman dari Kie-san Niocu telah gagal
menembusinya, karena mata pedangnya itu seperti membentur
lempengan besi yang keras sekali, malah membuat tangannya jadi
tergetar dan pergelangan tangannya seperti menjadi lumpuh oleh
berbaliknya tenaga tikaman itu, memaksa Kie-san Niocu berulang
kali harus melompat mundur dengan telapak tangan terasa pedih.
Disaat Kie-san Niocu menikam lagi dengan tikaman yang
jauh lebih kuat dan nekad, diwaktu itulah Sam-liu Taisu telah
mementang sedikit kedua tangannya. Kemudian waktu pedang
nyonya itu menyambar dekat, ia merangkapkan kedua telapak
tangannya, pedang lawannya telah dijepit oleh kedua telapak
tangannya dan pedang itu tidak bisa meluncur lebih jauh, tertahan
di telapak tangan Sam-liu Taisu!
hitam bisa menjadi putih, dan yang merah bisa menjadi hijau,
tentulah itu merupakan hal yang benar-benar berarti sekali dalam
latihan tenaga dalam.
“Dan Taisu tentunya ingin mengartikan jika kita telah
melatih sempurna tenaga dalam kita sehingga kita berhasil
menyalurkan meresap ke dalam sekujur tubuh kita, maka akan
membuat lawan kita menjadi bingung, di mana ia melihat kosong,
namun sesungguhnya berisi dan jika ia melihat berisi,
sesungguhnya kosong..........! Bukankah begitu maksud Taisu?”
“Tidak tepat seluruhnya..........!” menyahuti Tat-mo Cauwsu.
“Dapatkah Taisu memberikan petunjukmu lagi?” tanya Sam-
liu Taisu.
“Arti dari perkataan Siauw-ceng tadi, memang termasuk juga
akan hal yang kosong, tetapi disamping itu, yang lebih
diutamakan adalah “Kosong tetapi berisi, berisi menjadi tunggal”.
Itulah makna yang sesungguhnya.
“Dengan hanya mengandalkan taktik kosong tetapi berisi,
berisi tetapi kosong, itulah belum sempurna. Harus dimengerti,
jika memang seorang lawan memiliki kepandaian yang sungguh-
sungguh tinggi, lalu secara membabi buta kita mempergunakan
taktik seperti itu, yang akan hancur adalah diri kita sendiri.
“Tetapi jika kita menyempurnakan hal itu, yaitu kosong
tetapi berisi dan berisi menjadi tunggal, itulah kesempurnaan dari
latihan tenaga dalam, dimana seluruh tenaga dalam yang telah
terlatih mahir dan baik, akan disalurkan secara merata ke seluruh
tubuh kita.
“Dengan demikian, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki,
semua anggota tubuh akan dapat kita kendalikan sesenang hati
kita, dan jika diperlukan dalam saat-saat tertentu, sehelai rambut
kin tersebut yang terdiri dari sehelai kain, yang memiliki sifat
yang lemas dan lunak, tahu-tahu telah menjadi tegak dan kaku,
kata Tat-mo Cauwsu,
“Inilah yang disebut yang lunak menjadi keras, dengan cara
seperti ini, kita bisa mempergunakan kelunakan untuk
menghancurkan sesuatu yang keras. Tetapi yang terpenting lagi,
lunak adalah tajam, lihatlah!”
Dan setelah berkata begitu, Tat-mo Cauwsu telah
menghentak tangannya, ang-kinnya telah menjadi lemas dan
berkibar-kibar digerakkan tangan kanan Tat-mo Cauwsu, dimana
pendeta India tersebut seperti juga tengah menari, ang-kinnya itu
telah berseliwiran kesana kemari, dan tahu-tahu telah menyambar
ke arah sebungkah batu yang berukuran cukup besar.
Tanpa bersuara, ang-kin itu telah menyambar memotong batu
itu menjadi dua potong besar! Luar biasa sekali! Angkin tersebut
seperti juga menjadi senjata yang paling tajam di dunia, dimana
membelah batu itu seperti membelah “tahu” dengan senjata
tajam! Tidak menerbitkan suara sama sekali, hanya tahu-tahu
batu tersebut telah menjeblak dan berjatuhan menimbulkan suara
berisik.
Sam-liu Taisu berdiri bengong di tempatnya, ia tidak
menyangka begitu hebat kepandaian yang dimiliki Tat-mo
Cauwsu. Apa yang dikatakannya lunak adalah tajam, ternyata
memang benar-benar telah dibuktikannya di depan mata
hidungnya Sam-liu Taisu sendiri.
“Dan kini Taisu lihatlah lagi..........!” kata Tat-mo Cauwsu, ia
telah mengerakkan ang-kinnya itu, yang menyambar pula kepada
sebungkah batu besar lainnya. Ang-kin itu lemas sekali, jatuh
pada batu tersebut, menempel di batu itu. Namun ketika Tat-mo
Cauwsu menarik pulang ang-kinnya, tidak terdapat sesuatu yang
terjadi, batu itu tetap tidak terbelah seperti tadi.