Anda di halaman 1dari 18

Nyalakan notifikasi untuk mendapatkan update terbaru dari Historia

TidakYa

Masuk

Asal Usul

Agama

Ekonomi

Galeri

Histeria

Historiografis

Kuno

Kultur


Militer

Lainnya

1. Beranda •

2. Kultur

Mata Hari di Jawa


Sosok “femme fatale” kondang di dunia spionase. Ia belajar budaya
tradisional sebagai pelariannya dari suami yang toxic semasa di Jawa.
Oleh Randy Wirayudha | 27 Apr 2024
Margaretha Geertruida MacLeod belajar tari dan punya nama panggung "Mata Hari" semenjak
di Jawa (histoire-image.org)

NEGERI Hindia Belanda (kini Indonesia) masih begitu asing bagi


Margaretha Geetruida ‘Griet’ Zelle. Kendati begitu, seiring kapal SS
Prinses Amalia berangkat dari Belanda menuju Jawa pada 1 Mei 1897,
sosok yang kelak dikenal sebagai Mata Hari itu punya harapan bisa
membuka lembaran kehidupan baru di tanah koloni nun jauh dari
negerinya.

Berangkat saat usia 21 tahun, Margaretha sudah menjadi ibu muda


dengan satu anak, Norman, hasil pernikahannya dengan perwira KNIL
Rudolf John MacLeod. Margaretha menerima pinangan Kapten
MacLeod demi status. Keluarganya berantakan dan dia sempat jadi
anak broken home pasca-ayahnya, Adam Zelle, bangkrut dan menikah
lagi.

Sudah hari ke-7, pembuluh darah akan seperti milik anak berusia 18 tahun!
Mudahnya melakukannya di rumah di pagi hari
Tekanannya 120/80, dan pembuluh darahnya seperti berusia 20 tahun!
Kesehatan Anda membaik dalam 5 hari jika setiap pagi...

Veneer 300 kali lebih baik dari gigi palsu dan harganya murah!
Apakah Anda menginginkan gigi yang rata? Klik di sini!

Dalam 6 hari, pembuluh darah akan seperti pada usia 18 tahun


Yang utama adalah setiap pagi...
“Mereka (Margaretha, Rudolf, dan Norman) berangkat dikawal satu
detasemen pasukan baru dari Harderwijk yang dikomandoi Rudolf.
Meski prosedur, penugasan, dan kondisinya familiar bagi Rudolf, Griet
sama sekali tak tahu apa yang akan dijalani,” tulis Pat Shipman
dalam Femme Fatale: Love, Lies and the Unknown Life of Mata Hari.

B A C A J U G A : Manisnya Kekayaan Oopjen dari Pahitnya Perbudakan

Margaretha tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Batavia (kini Jakarta) pada


7 Juni 1897. Ia bisa bernapas lega setelah berlayar lima pekan yang
kurang menyenangkan karena mabuk laut hingga mengalami demam.

“Saya komplain secara fisik dan moral; teror demam menghantui saya
siang dan malam; otak saya mau meledak saking tidak tahan panas,
bahkan di malam hari ibarat saya mandi kobaran api,” ungkap
Margaretha dikutip Shipman.

Dari Batavia, mereka meneruskan perjalanan ke Ambarawa via


Semarang dengan kapal SS Speelman karena Rudolf ditugaskan
mengomando pasukan Batalyon ke-8 di Ambarawa. Baru pada 29
Desember 1897, mereka pindah ke Tumpang, Malang mengikuti
penugasan Rudolf yang beralih memimpin Batalyon Cadangan ke-1
yang bermarkas di Benteng Van Den Bosch.

“Mereka tinggal di rumah yang indah dengan ruangan-ruangan


terbuka, serta beranda depan dan belakang yang luas, cukup untuk
Norman bermain ditemani seorang babu. Lalu pada 2 Mei 1898, Gretha
melahirkan anak keduanya, seorang putri bernama Jeanne Louise,”
tambah Shipman.

Margaretha Geetruida Zelle bersama suaminya mengarungi kehidupan baru ke


Hindia Belanda (KITLV/friesmuseum.nl)
Tenggelam dalam Budaya Jawa

Sebagai istri perwira, Margaretha acap mengadakan perayaan dan


pesta. Tak dinyana, dari situ masalah dengan suaminya bermula.
Suaminya curiga Margaretha selingkuh hanya karena ia banyak
dikagumi lelaki, entah sesama orang Eropa maupun Indo.

Sebaliknya, Margaretha juga mencurigai suaminya memelihara gundik


sebagaimana kebanyakan lelaki Eropa di negeri koloni.

“Hubungan seks di luar nikah terjadi di mana-mana dan biasanya nyai-


nyai jadi simpanan sebagai gundik. Gretha makin lama mengenali para
gundik di jalan-jalan di mana lazimnya mereka mengenakan kebaya
dan perhiasan-perhiasan emas,” lanjutnya.

Selain memelihara gundik, Rudolf juga sosok pemabuk dan beberapa


kali melakukan kekerasan dalam rumah tangga kepada Margaretha.
Saat suaminya dipindah tugas ke Medan pada Maret 1899, ia memilih
tetap tinggal di Tumpang untuk belajar budaya Jawa guna membunuh
keresahannya.

“Margaretha mulai tenggelam dalam gaya hidup Indische. Ia mulai


sering mengenakan pakaian tradisional kebaya dan sarung di rumah
dan sedikit-sedikit bisa bicara bahasa Melayu,” tulis M. Cohen
dalam Performing Otherness: Java and Bali on International Stages, 1905-
1952.

B A C A J U G A : Nyai Ontosoroh dan Kisah Pergundikan di Hindia


Belanda

Margaretha, lanjut Cohen, mulanya tertarik pada budaya lokal karena


sering menjadi tamu undangan pesta dari keluarga elite Jawa,
Sumatera, dan Tionghoa. Interaksi itu pun menjadi wahana baginya
untuk mempelajari budaya Jawa.

“Dalam banyak sumber ia disebutkan belajar dasar-dasar tari Jawa.


Tetapi yang pasti ia memang sering menonton tari ronggeng yang
diiringi gamelan. Walau sebagai istri perwira, ia tidak
ikut tayuban (menari diiringi gamelan, red.),” imbuh Cohen.
Sejak itulah Margaretha juga mengambil nama panggung, Mata Hari,
yang diambil dari sebutan sang surya yang menyinari dunia dari
pengawal pagi hingga pengujung senja. Mata Hari digunakannya baik
saat menari tarian tradisional maupun saat mengombinasikannya
dengan tarian modern dalam opera-opera.

Debut teater Margaretha dilakukan seiring pementasan komedi


stambul (berjudul) De Kruisvaaders di Batavia medio 1900. Opera
tersebut berlatar abad ke-12 yang menggambarkan konflik antara Raja
Richard I dan Sultan Salahuddin al-Ayyubi dalam Perang Salib III (1189-
1192).

Mata Hari menyambung hidup sebagai penari erotis hingga jadi wanita simpanan
demi tetap berada di circle kalangan elit Eropa (friesmuseum.nl)

Seiring dengannya, pernikahannya pun makin toxic. Berturut-turut


Mata Hari mengalami kekecewaan lagi dalam hidupnya. Setelah
Norman putranya meninggal akibat tertular sifilis dari orangtuanya, dia
mudik ke Amsterdam pada 1902, dan bercerai dari Rudolf yang
kemudian mendapatkan hak asuh putrinya.

Mata Hari berusaha hidup mandiri dengan pindah ke Paris, Prancis


pada 1903. Ia menyambung hidup menjadi primadona sirkus, model
foto telanjang maupun model lukisan nudist, hingga penari erotis.

“Mata Hari mencitrakan identitasnya sebagai penari Jawa, mengklaim


memberikan ekspresi otentik akan tarian-tarian suci Jawa dan India, di
mana ia tampil dengan kostum minim atau bahkan tidak sama sekali,”
ungkap Julie Wheelwright dalam The Fatal Lover: Mata Hari and the Myth
of Women in Espionage.

Sebelum Perang Dunia I (1914-1918), Mata Hari acap membius para


penontonnya dengan kemolekan tubuhnya. Tak ayal ia acap menerima
tawaran menjadi perempuan simpanan beberapa jutawan.

B A C A J U G A : Zakia Penari dari Gurun Pasir

Pesonanya pun tak hanya kondang di seantero Prancis tapi sampai ke


Austria dan Jerman berkat media massa yang secara bombastis
memberitakan sosoknya. Itu kemudian dimanfaatkan dinas intelijen
Prancis Deuxième Bureau ketika perang pecah karena tahu sebelum
perang Mata Hari acap menari dan menghibur Pangeran Wilhelm,
putra sulung Kaisar Wilhelm II.

“Mata Hari punya kekasih, Kapten Vadim Maslov, perwira militer


Pasukan Ekspedisi Rusia yang pada April 1916 terluka di Nivelles. Zelle
(Mata Hari) yang warga Belanda dengan status netral dalam perang,
hanya diizinkan menjenguknya di rumah sakit militer dengan imbalan
menjadi spion yang bekerja untuk Prancis,” tulis Norman Polmer dan
Thomas Allen dalam Spy Book: The Encyclopedia of Espionage.

Akan tetapi, Mata Hari kemudian justru dituduh jadi agen ganda. Ia
diciduk di Paris pada 13 Februari 1917 dan disidang lima bulan
berselang. Ia didakwa menerima suap 20 ribu franc dari seorang
diplomat Jerman untuk memata-matai Sekutu.

“Seorang pelacur? Ya, tetapi seorang pengkhianat, tidak pernah!” cetus


Mata Hari.

Mata Hari sebelum (kiri) & sesudah ditangkap aparat Prancis


(friesmuseum.nl/leidenuniv.nl)

Mata Hari menyangkal ia berkhianat. Uang 20 ribu franc yang ia terima


dari diplomat Jerman yang dekat dengannya, aku Mata Hari, sekadar
uang ganti rugi karena barang-barang dan kopernya suatu ketika
pernah disita aparat Jerman.

Kapten Pierre Bouchardon yang menjadi penyidik sekaligus jaksa tak


percaya. Pengadilan kemudian memvonis Mata Hari dengan hukuman
mati.

Mata Hari menolak diborgol dan ditutup matanya jelang eksekusi. Di


hadapan regu tembak, ia meniupkan ciuman sebelum rentetan
tembakan merobohkannya pada 15 Oktober 1917.

Di kemudian hari sejumlah sejarawan yang meriset tentang Mata Hari


tak menemukan dokumen yang memastikan apa bukti kuat yang
membuat Mata Hari divonis sebagai pengkhianat. Terlebih saat itu
pengacara veteran yang membelanya, Édouard Clunet, tak diberikan
hak untuk melakukan pemeriksaan silang kepada para saksi secara
langsung.

“Prancis mengalami desersi massal menyusul kegagalan Ofensif Nivelle


(16 April-9 Mei 1917). Adanya mata-mata Jerman yang tertangkap dan
dikambinghitamkan akan membuat pemerintah Prancis tetap stabil.
Mata Hari sebenarnya bukan mata-mata penting, ia sekadar seorang
janda, perempuan mandiri, warga dari negara netral, perempuan
simpanan, dan seorang penarik yang menjadikannya kambing hitam
sempurna bagi Prancis yang saat itu sedang kalah perang,” tandas
Wheelwright.
B A C A J U G A : Allied dan Kisah Mata-Mata Perempuan di Tengah
Perang

Cara ini akan membersihkan pembuluh dengan cepat! Tekanan darah tidak akan lebih tinggi
dari 120/80

Obat terbaik untuk hipertensi! Cara ini akan membersihkan pembuluh dengan cepat!

Dalam 6 hari, pembuluh darah akan seperti pada usia 18 tahun


Hanya dalam 6 hari, pembuluh darah akan kembali menjadi anak 18 tahun!

Tekanannya 120/80, dan pembuluh darahnya seperti berusia 20 tahun!

Dalam 6 hari, pembuluh darah akan seperti pada usia 18 tahun

BacaArtikel Premium
TAG
mata matamata-mataspionaseintelintelijenprancisperang-dunia-iperang dunia iseni
taritarianpenari
Nilai artikel ini:

4.8 / 5

TULISAN LAINNYA

Cara Eka Tjipta Widjaja Membangun Usaha

Alasan Cola Serang Sriwijaya

Dianggap Gangguan, CIA Rancang Pembunuhan Sukarno

0 Suka

KOMENTAR
Tambahkan komentar
Kirim

Belum ada komentar

TULISAN TERKAIT

Ada Rolls-Royce di Medan Laga


Tak hanya jadi produsen mobil mewah, Rolls-Royce juga jadi langganan militer
Inggris di berbagai palagan. Dari mesin pesawat hingga meriam.

Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika


Maria Dunaieva direkrut menjadi mata-mata Rusia. Ia memikat hati banyak serdadu
Amerika dan mendapatkan informasi penting dari mereka. Ia dijuluki Mata Hari
Merah.

Tepung Seharga Nyawa


Ironi Hari Tepung Sedunia. Mulai dari Perang Tepung di Prancis hingga Pembantaian
Tepung di Palestina.
SELANJUTNYA

PREMIUM

Pembantaian Tambun Angke 1947


Dicurigai sebagai pendukung Republik dan gerilyawan, puluhan warga Tambun
Angke, Bekasi dibantai serdadu Belanda secara brutal.
Menimbang Tafsir Bung Karno
Bung Karno mungkin satu-satunya kepala negara di dunia, setidaknya yang pertama,
yang pernah membacakan ayat suci Al-Qur'an ketika berpidato pada Sidang Umum
PBB tahun 1960.
Peran Bung Karno Temukan Makam Imam Bukhari
Presiden Sukarno pernah berkunjung ke Uzbekistan. Warga Uzbekistan yakin bahwa
Sukarno yang menemukan makam Imam Bukhari.
SELANJUTNYA
KEGIATANLAINNYA


• TENTANG
• KETENTUAN
• KONTAK
• KEBIJAKAN PRIVASI
Copyright © 2024 Historia.id
PT. Media Digital Historia. All rights reserved.

Anda mungkin juga menyukai