Sitti Nur Rahma_Islam Dan Gender
Sitti Nur Rahma_Islam Dan Gender
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Email : nurrahmaa1410@gmail.com
Pendahuluan
Al-Quran merupakan ide murni yang bersifat absolut, artinya yang paling mengetahui
secara persis adalah Pengarangnya yang juga Maha Absolut. Sehingga sepanjang sejarah Islam
bermunculan ulama ahli tafsir dengan berbagai karya-karyanya, beragam pendekatan dan latar
belakang budayanya yang melahirkan nuansa perbedaan dan pengkayaan kita dalam memahami
Al-Quran. Artinya pemahaman kita tentang Al-Quran tidak pernah terbebaskan dari unsur
penafsiran dan pengaruh subyektifitas ulama dan kita sendiri. Demikian juga halnya mengenai
perspektif gender menurut Al-Quran, tentunya ada beragam pendapat yang muncul, dipengaruhi
Pembahasan tentang perbedaan laki laki dan perempuan masih banyak menyimpan
beberapa masalah, baik subtansi kejadian maupun peran yang diemban dalam masyarakat.
Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas, namun efek yang timbul akibat
dalam realita kehidupan.1 Hal ini dibuktikan mulai dari pembagian kerja antara laki-laki dan
1
Sakdiah, “Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran Karya Prof. Dr. Nasaruddin Umar”, Pusat
Jurnal UIN Ar-Raniry (2022): h. 2.
perempuan, hubungan antara generasi tua dan generasi muda, dan bahkan relasi antara suami dan
Namun, fokus pembahasan kali ini hanya pada pokok pemikiran Nasaruddin Umar mengenai
Pembahasan
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, salah satu tokoh Islam di Indonesia, lahir di Ujung-Bone,
Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1959. Putra dari pasangan Andi Muhammad Umar dan Bunga
Tungke. Ayahnya merupakan pendiri pondok pesantren Al-Ikhlas Ujung Bone. Nasaruddin
Umar sendiri merupakan alumni pondok pesantren As’adiyah Sengkang tahun 1976. Beliau
pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Agama RI dari tahun 2011 sampai 2014. Beliau juga
merupakan pendiri organisasi lintas agama untuk Masyarakat Dialog antar Umat Beragama dan
juga merupakan anggota dari Tim Penasehat Inggris-Indonesia yang didirikan oleh mantan
perdana Inggris, Tony Blair2. Nasaruddin Umar juga sebagai guru besar Ilmu Tafsir UIN Syarif
Hidayatullah, dan Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta. Pada tahun
2016, beliau dikukuhkan sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal sampai sekarang oleh menteri
Penelitian yang dilakukan oleh Nasaruddin ini dipicu oleh kegelisahan intelektual beliau
sebagai seorang akademisi dan cendekiawan muslim terhadap problematika yang muncul di
kalangan umat Islam, berkaitan dengan persoalan gender. 3 Secara sederhana, terdapat dua
2
Pengurus Pusat Pondok Pesantren As’Adiyah Sengkang, “Biografi Prof.Dr.KH.Nasaruddin Umar, MA”,
Situs Resmi Pondok Pesantren As’adiyah. http://asadiyahpusat.org/2016/01/biografi-prof-dr-kh-nasaruddinumar-
ma/. (28 Januari 2016).
3
Nasltotul Janah, “Telaah Buku Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran Karya Nasaruddin
Umar”, Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM), vol. 12 no. 2 (April 2017): h. 173.
problematika; Pertama, tumpang tindihnya pemahaman masyarakat antara konsep gender dan
kita bedakan, yang satu menunjuk kategori seksual-biologis sedangkan yang lain menunjuk pada
konsep jender, namun sering dikaburkan. Kedua, karena persoalan pertama inilah kemudian
muncul pemahaman dan penafsiran agama yang terkesan mengandung bias gender.
Relasi seksual adalah hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan yang didasarkan
pada tuntutan dan kategori biologis. Sedangkan relasi jender adalah sebuah konsep dan realitas
sosial yang berbeda dimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan tidak didasarkan
pada pemahaman yang bersifat normatif serta kategori biologis melainkan pada kualitas, skill,
dan peran berdasarkan konvensi sosial (Nasaruddin, 2001). Nasarudin berasumsi bahwa
ketidakadilan gender bukanlah bersumber dari watak agama itu sendiri namun berasal dari
melahirkan dua teori besar, teori nature dan teori nurture. Teori nature menganggap perbedaan
peran laki-laki dan perempuan bersifat kodrati (nature). Anatomi biologi laki-laki yang berbeda
dengan perempuan menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin ini.
Laki-laki memainkan peran utama dalam masyarakat karena dianggap lebih potensial, kuat,
tangguh. Sementara organ reproduksi pada peremuan dinilai membatasi ruang gerak, seperti
hamil, melahirkan, dan menyusui. Perbedaan ini melahirkan pemisahan fungsi dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Teori nurture beranggapan perbedaan relasi
gender laki-laki dan perempuan tidak ditentukan oleh faktor biologis melainkan konstruksi
4
Ibid. h. 168.
masyarakat.5 Dengan demikian, peran sosial yang selama ini berkembang di masyarakat
dianggap baku dan dipahami sebagai doktrin keagamaan, menurut paham nurture hal demikian
bukanlah kehendak Tuhan dan bukan pula sebagai determinasi biologis melainkan sebagai
produk konstruksi sosial. Apakah Al-Quran lebih dekat kepada teori pertama atau teori kedua?
dalam mengungkapkan fenomena tertentu. Jika yang ingin diungkapkan dari segi biologis laki-
laki dan perempuan maka Al-Quran seringkali menggunakan al-dzakar untuk laki-laki dan al-
untsa untuk perempuan seperti dalam Q.S Al-Imran/3:36. Bahkan penggunaan kata ini juga
ditujukan kepada biologis binatang di Q.S Al-An’am/6:143. Sementara itu jika yang hendak
diungkapkan dilihat dari segi sosial atau aspek gender laki-laki dan perempuan, maka Al-Quran
seringkali menggunakan kata ar-rajul/ar-rijal untuk laki-laki (Q.S Al-Baqarah/2:228) dan kata
al-mar’ah/an-nisa untuk perempuan. Istilah ini tidak pernah digunakan kepada makhluk biologis
selain manusia.
terjadinya bias gender dalam penafsiran Al-Quran, yaitu pembakuan tanda huruf, tanda baca, dan
qira’at., pengertian mufradat, penetapan rujukan, kata ganti, penetapan batas pengecualian
(istitsna), bias dalam kamus bahasa Arab, bias dalam metode tafsir, pengaruh riwayat isra illiyat,
Kesimpulan
5
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran, dengan kata pengantar oleh
Quraish Shihab (Jakarta: Paramadina, 2001), h. xxi.
Naskah-naskah terjemahan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia tidak dibedakan
pengertian antara ar-rajul dan al-dzakar. Kedua kata tersebut merujuk pada satu arti yaitu laki-
laki. Dalam beberapa hal terjemahan Al-Quran ke dalam Bahasa Inggris lebih baik daripada
Bahasa Indonesia.6 Al-Quran terjemahan Abdullah Yusuf Ali dijadikan sebagai terjemahan resmi
pemerintah Arab Saudi. Ar-rijal diterjemahkan dengan kata the man dan an-nisa diterjemahkan
dengan the women. Sedangkan al-dzakar diterjemahkan the male dan al-untsa diterjemahkan
dengan kata the female. Al-Quran tidak membenarkan teori nurture atau teori nature akan tetapi
Persepsi yang mengendap dialam bawah sadar masyarakat ialah jika seseorang
mempunyai atribut biologis maka itu menjadi identitas jender yang bersangkutan, lalu kemudian
akan ditentukan peran sosial dalam masyarakat. Padahal sesungguhnya peran gender tidak mesti
DAFTAR PUSTAKA
Sakdiah. “Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran Karya Prof. Dr. Nasaruddin Umar”.
2016).
Janah, Nasltotul. “Telaah Buku Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran Karya
2017): h. 168-173.
Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran, dengan kata pengantar