Pendahuluan
Kebutuhan pelanggan telekomunikasi semakin meningkat pesat seiring berjalannya waktu. Seiring berkembangnya dunia internet, pelanggan kini menginginkan sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar voice dan pesan singkat. Tingginya tingkat mobilitas manusia juga membuat adanya kebutuhan mengakses internet di mana saja dan kapan saja. Hadirnya layanan 3G dengan data rate yang lebih tinggi ternyata belum mampu mengakomodasi kebutuhan bandwidth yang semakin tinggi. Maka sebagai pengembangannya diperkenalkanlah teknologi Long Term Evolution (LTE). Dengan teknologi LTE ini, data rate secara teoritis dapat meningkat hingga 100 Mbps untuk downlink dan hingga 50 mbps untuk uplink sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna. Teknologi LTE diharapkan dapat meningkatkan berbagai parameter pada sistem komunikasi seluler, salah satunya pada signal reliability. Hal ini dimungkinkan karena LTE menggunakan sistem antena pintar yang bernama Multiple Input Multiple Output (MIMO). Sistem MIMO menggunakan lebih dari satu antena baik untuk transmitter maupun receiver sehingga dapat meningkatkan throughput sistem. Pemanfaatan teknologi MIMO pada handset merupakan sebuah tantangan tersendiri yaitu bagaimana merancang antena ganda MIMO dan melakukan optimasi penempatan pada ruang terbatas pada handset dengan tetap menjaga nilai koefisien korelasi dan coupling yang baik. Terdapat tiga parameter utama perancangan, namun satu sama lain saling bertolak belakang sehingga harus dilakukan trade-off antara ketiganya. Ketiga parameter itu adalah ukuran ruang yang diperlukan untuk dua elemen antena, ukuran ruang yang tersedia dari handset, dan seberapa besar jarak antar antena untuk mendapatkan nilai coupling dan koefisien korelasi yang baik. Pada penelitian ini, penulis akan mengoptimasi penggunaan sistem MIMO pada handset LTE sehingga didapatkan konfigurasi yang paling tepat untuk diaplikasikan pada berbagai handset yang tersedia di pasaran.
Konfigurasi dua buah antena horisontal ini memberikan hasil yang paling baik untuk semua karakteristik sistem antena MIMO. Nilai S11 kurang lebih -24 dB dan S22 bernilai -22 dB pada frekuensi 2,344 GHz. S12 dan S21 juga bernilai sangat baik yaitu -29,95 dB dengan nilai koefisien korelasi 0,0006 dan dapat dianggap mendekati nol. Hal ini menunjukkan coupling dan korelasi antar antena sangat kecil.
Teori Dasar
Ada beberapa tantangan yang muncul dalam pendesainan antena pada handset dewasa ini. Salah satunya ialah semakin mengecilnya ukuran handset dengan berbagai fungsi yang digabungkan sehingga mengurangi ruang yang tersisa untuk antena selain juga ukuran ground plane yang terbatas. Biasanya desainer antena harus menyesuaikan antena yang akan dipasang dengan ruang yang tersedia di antara item seperti loudspeaker, kamera, dll. Hal-hal tersebut dapat mengurangi performa antena sehingga harus diperhatikan dengan baik. Tipe antena yang paling populer untuk penggunaan pada handset ialah tipe antena planar, salah satu jenisnya ialah PIFA (Planar Inverted F Antenna). Antena planar mempunyai fitur yang menarik seperti low profile, ukuran yang kecil, dan kemampuan untuk disesuaikan dengan tempat pemasangan. Antena PIFA beresonansi pada seperempat panjang gelombang (/4) sehingga mengurangi spasi yang dibutuhkan pada telepon seluler. PIFA memiliki radiasi backward menuju kepala pengguna yang minimal sehingga mengurangi Specific Absorption Rate (SAR) dan meningkatkan performa antenna. Dengan ukuran gain sedang hingga tinggi yang dihasilkannya baik pada polarisasi vertikal maupun horisontal, PIFA sangat cocok digunakan pada komunikasi nirkabel dimana orientasi antena tidak tetap dan dapat terjadi refleksi dari beberapa sudut yang berbeda pada lingkungan sekitar.
Sebagai antena pada handset tentunya pada penggunaannya akan terjadi interaksi dengan tubuh manusia, terutama bagian kepala dan tangan. Untuk itu dilakukan perancangan dengan menggunakan model yang dibuat menyerupai kepala manusia, dari bentuk, material maupun karakteristiknya. Model kepala terdiri dari bagian fluid dan shell, dimana fluid adalah cairan di dalam kepala (otak dan sebagainya) dan shell ada tengkorak kepala dan kulitnya. Material fluid memiliki Mue 1 dan rho 1000 g/m3 sedangkan shell memiliki epsilon 3,7, Mue 1 dan konduktivitas 0,0016 S/m
Berikut merupakan perbandingan antara koefisien korelasi hasil pengukuran dengan hasil simulasi :
Dengan adanya penambahan model tangan, nilai S12 dan S21 yang diperoleh masih cukup baik yaitu sekitar -26,7 dB. Nilai koefisien korelasi menjadi kurang baik yaitu 0,08. Karakteristik yang sangat terpengaruh pada penambahan model tangan ini ialah efisiensi radiasi antena. Untuk antena 1 terjadi penurunan efisiensi radiasi menjadi 28,8 % dan untuk antena 2 menjadi 40 %.
Dapat terlihat adanya perbedaan untuk daerah frekuensi di bawah 2 GHz. Namun untuk daerah frekuensi di atas 2 GHz, yang menjadi perhatian penulis, diperoleh hasil yang tidak terlampau jauh. Pada frekuensi 2,34 GHz diperoleh koefisien korelasi sebesar sekitar 0,0008, tidak berbeda jauh dengan nilai yang didapat melalui simulasi yaitu 0,00068.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tugas akhir ini adalah: 1. Hasil simulasi perancangan antena tunggal menunjukkan hasil dengan frekuensi dengan return loss paling baik pada 2,308 GHz sebesar 29,25 dB dan gain sekitar 0.7 dB. Dimensi antena meander cukup kompak dan memiliki panjang 11 mm dengan lebar 7 mm. Hasil simulasi perancangan sistem antena MIMO dengan dua antena dengan konfigurasi dua antena horisontal menghasilkan karakteristik antena yang paling baik. Pada frekuensi 2,344 GHz menunjukkan return loss paling baik yaitu 24,67 dB, bandwidth 100 MHz, coupling yang sangat rendah yaitu -29 dB dan koefisien korelasi sangat rendah yaitu 0.0006. Hasil yang didapat pada pengukuran antena MIMO 2x2 tidak berbeda jauh dengan hasil simulasi dimana terjadi pergeseran frekuensi menjadi sedikit lebih rendah yaitu 2,3175 GHz dengan S11 sebesar -18,55 dB. Untuk karakteristik lain seperti coupling juga tidak berbeda jauh dengan hasil simulasi dan nilainya dapat memenuhi spesifikasi di bawah -15 dB. Penambahan model kepala dan tangan memberikan hasil yang kurang lebih sama untuk karakteristik parameter S, namun terjadi pengurangan cukup besar pada efisiensi radiasi. Efisiensi radiasi antena 1 berkurang menjadi 28,48 % dan antena 2 menjadi 40 %. Koefisien korelasi hampir melewati batas spesifikasi yaitu 0,1 dengan hasil yang didapat ialah 0,08.. Untuk pengukuran koefisien korelasi dengan menggunakan data parameter S dalam bentuk bilangan kompleks didapat nilai yang sangat baik dan mendekati hasil simulasi dengan koefisien korelasi bernilai 0,0008. Pada pengukuran pengaruh kepala terhadap karakteristik antena, didapat penurunan gain sebesar 2 dB jika dibandingkan dengan kondisi tanpa adanya kepala. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh lebih baik yaitu sebesar 0,005 dibandingkan dengan yang diperoleh pada simulasi yaitu 0,045 pada frekuensi 2,344 GHz
Perancangan
1. Perancangan Antena PIFA Tunggal
Model PIFA yang dirancang akan bekerja pada band frekuensi 2,3 Ghz. Antena dirancang pada sebuah substrat dengan ukuran 20x20 mm. Substrat yang digunakan ialah FR-4 Epoxy dengan konstanta dielektrik 4,3. Spesifikasi yang diinginkan antara lain S11 -10 dB, VSWR 2, Bandwidth yang didapat minimal 50 MHz, dan pola radiasi mendekati omnidirectional. Antena PIFA yang didesain menggunakan bentuk meander yaitu memiliki pola berkelok sehingga dapat mengurangi panjang secara keseluruhan hingga 30 %. Bentuk ini cocok untuk digunakan pada MIMO 2x2 pada handset karena dapat mengurangi ruang yang dibutuhkan. Bentuk desain akhir antena PIFA tunggal, grafik S11 dan ukuran berbagai variabelnya ditunjukkan pada gambar dan tabel berikut:
Variabel Panjang Patch Lebar patch Tinggi dari ground Lebar shorting strip
Jarak strip dari feed
2.
Kemudian dilakukan pengukuran parameter-parameter antena seperti koefisien refleksi, VSWR, pola radiasi dan koefisien korelasi serta dibandingkan dengan hasil simulasi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan VNA dan Spectrum Analyzer.
3.
5.
6.
Lebar ground