Anda di halaman 1dari 60

Klasifikasi 5

STAN Prodip 3 BC

MATERI
1.
2.
3.
4.

Pendahuluan
Tujuan Penggunaan HS
Sejarah HS
Alasan

Pendahuluan
HS terdiri dari serangkaian ketentuan dan peraturan yang bertujuan
untuk memastikan keseragaman interpretasi dan aplikasi dengan
tujuan untuk memfasilitasi pengendalian Customs dan perdagangan
internasional

The Harmonized Commodity Description and Coding System


(dikenal sebagai Harmonized System atau HS) adalah salah satu
instrumen yang paling sukses yang pernah dikembangkan oleh
World Customs Organization (WCO).
Ini adalah nomenklatur yang mencakup berbagai macam produk
dan saat ini digunakan oleh lebih dari 200 Negara dan Customs
atau Economic Unions.
Baik sektor publik dan swasta menerapkan HS sebagai satusatunya cara untuk mengidentifikasi dan mengkodifikasi barang
dalam rangka memfasilitasi perdagangan internasional dan
menjamin penerapan aturan bea cukai. Pemungutan Bea Masuk
tergantung pada klasifikasi komoditas yang tepat

Tujuan Penggunaan HS
a. Memastikan klasifikasi barang yang sistematis
b. Mengklasifikasikan semua barang secara baik
dalam semua tarif
c. Mengadopsi bahasa kepabeanan yang mudah
dipahami pengguna
d. Menyederhanakan negosiasi dan interpretasi
dalam perlakuan dan perjanjian kepabeanan
perdagangan internasional
e. Memfasilitasi pengumpulan data statistik

Nomenklatur Brussel mulai berlaku pada tanggal 11 September 1959 dan berganti
nama menjadi the CCC Nomenclature pada tahun 1975.
Usaha baru ini memunculkan pembentukan the Customs Co-operation Council (CCC),
sekarang dikenal sebagai World Customs Organization (WCO).

Standard International Trade Classification (SITC)


Nomenklatur ini dulunya digunakan untuk mengumpulkan data statistik perdagangan
luar negeri

Nomenklatur Jenewa diciptakan tahun 1931


Tujuannya adalah sebagai dasar umum nomenklatur untuk bangsa-bangsa yang paling
penting dalam perdagangan

Nomenklatur statistik internasional yang seragam telah diadopsi pada the Second
International Conference on Commercial Statistics, yang diadakan di Brussels
Konvensi ini ditandatangani pada tanggal 31 Desember 1913 oleh 29 negara, dan
nomenklatur ini terdiri dari 186 item

1959
1938
1931
1913

SEJARAH HS

Karakteristik HS
HS mempunyai 2 (dua) karakeristik dasar :
a. Multipurpose nomenclature : dirancang tidak hanya untuk keperluan
Kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam bidang
lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, asuransi, dll.

b. Structure nomenclature : HS adalah nomenklatur yang terdiri dari


Bagian, Bab, pos, dan subpos, bersama dengan Ketentuan Umum
Mengintepretasi, Catatan Bagian, Babm dan Subpos; merupakan pedoman
mengklasifikasikan barang yang sistematik dan seragam

STRUKTUR HS
1)

HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77),


dan 1.241 pos
2) HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan
Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan SubPos, merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan
seragam
3) Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu
Bab 77, 98, dan 99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa
mendatang, sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus
bagi masing-masing contracting party, misalnya untuk barang pos atau
peralatan pelayaran
4)
Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.
a. Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab
b. Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap
bab
c. Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos

Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di


Indonesia berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1988
1 Januari 1989
BTBMI 1 Januari 1989 31 Desember 2011
BTKI 1 Januari 2012
Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985), 1 April 1987 sd. 31 Desember 1988.
Sistem Customs Cooperation Council (CCCN), 1 Oktober 1980 sd.31 Maret
1985

1987
1980

Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), 1 Januari 1973 sd. 1973
30 Juni 1975
Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975), 1 Juli 1975 sd. 30 September 1980.
Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), 17 Agustus 1945 sd. 31 Desember 1945
1972

SEJARAH HS INDONESIA

DASAR HUKUM BTKI


UU No.17 Th 2006
Pasal 14 ayat 1: Untuk penetapan tarif BM, dan BK barang dikelompokkan
berdasarkan sistem klasifikasi barang
Pasal 14 ayat 2 : Penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan

Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 1993


Tentang Pengesahan International Convention on the Harmonized Commodity
Description and Coding System beserta protokolnya

PMK 213/PMK.011/2011tgl 14 Des 2011


Tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif BM atas Barang
Impor
Mulai berlaku tgl 1 Januari 2012
PMK -133/PMK.011/2013 tgl 3 Oktober 2013
PMK-132/PMK.010/2015 tgl 8 Juli 2015
PMK-35/PMK.010/2016 tgl 3 Maret 2016

STRUKTUR BTKI
1)

2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)

POS/SUBPOS/POS TARIF
a) 4 dan 6 digit pertama teks HS WCO
b) 8 digit berasal dari AHTN
c) 10 digit merupakan teks Bahasa Indonesia, kecuali :
1. 2 digit terakhirnya 00 berasal dari AHTN
2. 4 giti terakhirnya 00 teks HS WCO
3. Bab 98 teks Bahasa Indonesia
URAIAN BARANG
DESCRIPTION OF GOODS
BEA MASUK UMUM
BEA MASUK CEPT
PPN
PPnBM
LARANGAN/PEMBATASAN
KETERANGAN
CATATAN PENJELASAN TAMBAHAN (SEN)

CATATAN PENJELASAN
TAMBAHAN
1) Merupakan
pedoman
dalam
menginterpretasikan pengertian maupun
istilah teknis barang yang tercantum
dalam Subpos tarif tertentu
2) Apabila
terdapat
keraguan
dalam
menginterpretasikan teks dalam SEN,
maka yang mengikat secara hukum
adalah teks asli SEN dalam Bahasa
Inggris

AHTN
Berdasarkan Protocol Governing The Implementation of
AHTN yang disahkan oleh Para Menteri Keuangan ASEAN
tanggal 8 Agustus 2003.
Adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara
seragam pada negara anggota ASEAN yang dilaksanakan
dengan prinsip Transparency, Consistency, Simplicity, dan
Uniformity.
Merupakan pengembangan dari HS berupa penambahan 2
digit pada 6-digit HS sehingga struktur klasifikasi yang
digunakan di seluruh negara ASEAN sama yaitu 8 digit.
Dilengkapi dengan Catatan Penjelasan Tambahan
(Supplementary Explanatory Notes) untuk memberikan
penjelasan atas barangbarang yang dirinci pada pos AHTN.

SASARAN AHTN
1) Mempermudah dan menyederhanakan
transaksi perdagangan di ASEAN
2) Membuat ketentuan yg jelas dan transparan yg
mengatur penerapan AHTN, Catatan
Penjelasan, serta Amandemen
3) Meningkatkan transparansi dlm proses
klasifikasi barang di ASEAN
4) Menciptakan Nomenklatur yg sesuai dgn
standar internasional
5) Menyederhanakan Nomenklatur

Sistem Pentarifan dalam BTKI

Tarif Preferensi

Arti Lain2
Berfungsi untuk menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis
barang sebelumnya.
Terdapat pada Bab, Pos, Subpos, dan Pos tarif nasional
Perhatikan:
a. Bandingkan kelompok barang lain-lain dimaksud dengan barang yang
setara
b. Apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada Bab, bandingkan dengan
uraian barang pada bab-bab terdahulu
c. Apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada Pos, bandingkan dengan
uraian barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama
d. Apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada Subpos, bandingkan dengan
uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama
e. Apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada Pos tarif, bandingkan
dengan uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub pos yang
sama

Penggunaan tanda (*) dan (-)


Pencantuman tanda (*) asterik pada kolom
PPN dan PPnBM berarti pengenaan PPN
dan PPnBM berlaku hanya terhadap sebagian
jenis barang atau sebagian sekelompok barang
dalam pos tarif bersangkutan, sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku atas
pengenaan PPN atau PPnBM
Pencantuman tanda (-) pada kolom
pembebanan tarif PPN atau PPnBM berarti
komoditi pada pos tarif bersangkutan tidak
dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM

Sistem Takik
1) Pos (4 digit) tidak diberi takik
2) Penggunaan satu takik dimulai pada
uraian Subpos (6 digit)
3) Bila uraian pada angka 2 dipecah,
digunakan dua takik
4) Bila uraian pada angka 3 dipecah,
digunakan tiga takik ... dst

KETENTUAN UMUM
Untuk memastikan penafsiran hukum yang seragam dari Nomenklatur HS, 6
ketentuan umum untuk menginterpretasikan HS ditetapkan. 6 aturan tersebut
mengemukakan prinsip-prinsip tertentu untuk membuat penerapan menjadi
koheren dan mudah.
KUM 1
KUM 2
KUM 3
KUM 4
KUM 5
KUM 6

6 KUM ini diterapkan dengan urutan hirarkis (KUM 1 sebelum


KUM 2, sebelum KUM 3, dan seterusnya).
Barang-barang harus diklasifikasikan secara bertahap dalam
Nomenklatur HS sehingga setiap kasus sebuah barang harus
diklafisikasikan:
dalam 4 digit pos
dalam 1 takik subpos
dalam 2 takik subpos
Proses klasifikasi ini harus dilakukan tanpa pengecualian
untuk setiap langkah, tanpa memperhitungkan segi apapun
pada level subpos paling rendah.

KUM HS 1
Judul dari Bagian, Bab, dan Sub-bab dimaksudkan hanya untuk mempermudah
referensi saja; untuk keperluan hukum, klasifikasi harus ditentukan
berdasarkan uraian yang terdapat dalam pos dan berbagai Catatan Bagian
atau Bab yang berkaitan serta berdasarkan ketentuan berikut ini, asalkan pos atau
Catatan tersebut tidak menentukan lain.

KUM HS 2a
Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi
juga referensi untuk barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum
rampung,
asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung
tersebut mempunyai karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap
atau rampung.
Referensi ini harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang tersebut
dalam keadaan lengkap atau rampung (atau berdasarkan Ketentuan ini dapat
digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan
belum dirakit atau terbongkar

KUM HS 2b
Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam suatu pos, harus dianggap
juga meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu
dengan bahan atau zat lain.
Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu harus dianggap juga
meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari
bahan atau zat tersebut.
Barang yang terdiri lebih dari satu jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan
sesuai dengan prinsip dari ketentuan 3.

KUM HS 3
Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2b atau
untuk berbagai alasan lain, barang yang dengan
pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam
dua pos atau lebih, maka klasifikasinya harus
diberlakukan sebagai berikut:

KUM HS 3a
Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan dari
pos yang memberikan uraian yang lebih umum.
Namun demikian, apabila dua pos atau lebih yang masing-masing pos hanya
merujuk kepada bagian dari bahan atau zat yang terkandung dalam barang
campuran atau barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang
dalam set yang disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos tersebut harus
dianggap setara sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu
dari pos tersebut memberikan uraian barang yang lebih lengkap atau lebih tepat

KUM HS 3b
Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang berbeda
atau dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan dalam set
untuk penjualan eceran yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan
referensi 3a, maka harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau komponen
yang memberikan karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini dapat
diterapkan.

KUM HS 3c
Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3a atau
3b, maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir
berdasarkan urutan penomorannya diantara pos tarif yang
mempunyai pertimbagan yang setara.

KUM HS 4
Barang yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan Ketentuan diatas,
harus diklasifikasikan dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling
menyerupai.

KUM HS 5
Sebagai tambahan aturan diatas, Ketentuan ini harus diberlakukan terhadap
barang tersebut dibawah ini:

KUM HS 5a
Tas kamera, tas instrumen musik, kopor senapan, tas instrumen gambar,
kotak kalung dan kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas
untuk menyimpan barang atau perangkat barang tertentu, cocok untuk
penggunaan jangka panjang dan diajukan bersama dengan barangnya, harus
diklasifikasikan menurut barangnya, apabila kemasan tersebut memang biasa
dijual dengan barang tersebut.
Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang memberikan
seluruh karakter utamanya.

KUM HS 5b
Berdasarkan aturan dari Ketentuan 5a diatas, bahan pembungkus dan kemasan
pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya, harus diklasifikasikan
menurut barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut memang
biasa digunakan untuk membungkus barang tersebut.
Namun demikian, Ketentuan ini tidak mengikat apabila bahan atau kemasan
pembungkus tersebut secara nyata cocok untuk digunakan berulang-ulang.

KUM HS 6
Untuk keperluan hukum, klasifikasi barang dalam subpos dari suatu pos harus
ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan Catatan Subpos
bersangkutan, serta Ketentuan diatas dengan penyesuaian seperlunya, dengan
pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan.
Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan Ketentuan ini
diberlakukan juga Catatan Bagian dan Catatan Bab bersangkutan.

BAGIAN & BAB

Gambaran Umum
Barang dikelompokkan dalam 96 Bab dan 21 Bagian
Bab 77 sebagai persiapan masa mendatang
Pengelompokkan berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya
Bahan baku bahan yg tdk atau belum dikerjakan
(Unworked products) barang setengah jadi (semi-finished
goods) barang jadi (finished goods)
Urutan pengelompokkan ini berlaku juga untuk Bab dan Pos
Bab 1 s.d 24 (Bagian I s.d. IV) mencakup produk pertanian dalam
arti luas

Gambaran Umum-2
Produk dalam Bagian I dan II belum mengalami proses
pengerjaan kecuali sampai tahap tertentu (dengan beberapa
pengecualian)
Terdapat keterkaitan antara Bab tertentu dengan Bab yang lain.

Judul Bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat


secara hukum
Untuk mengetahui keterkaitan antar Bab, kita dapat melihat di
Catatan Bab maupun Catatan Bagian

BAGIAN I
Beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari
Bagian I dan diklasifikasikan pada Bab 15
Jangat, kulit, bulu dan barang terbuat daripadanya,
diklasifikasikan pada Bagian VIII

BAGIAN II
Dikecualikan untuk beberapa jenis minyak dan
lemak tertentu, diklasifikasikan pada Bab 15
Beberapa jenis kayu diklasifikasikan pada Bab 44
Produk yg mengalami proses lebih lanjut,
diklasifikasikan pada Bab 19, Bab 20, atau Bab 21

BAGIAN III
Minyak pada Bab II mencakup minyak mentah
ataupun telah diproses
Minyak umumnya tidak menguap
Minyak nabati yg mudah menguap, diklasifikasikan
pada Bab 33 sebagai minyak atsiri

BAGIAN IV
Berbagai jenis gula yg murni secara kimiawi
diklasifikasikan pada Bab 29, termasuk didalamnya
bahan pemanis tiruan seperti saccharin dan dulcin

BAGIAN V
Hasil pertambangan yg telah dimurnikan sebagai
bahan kimia anorganik, diklasifikasikan pada Bab 28
Apabila hasil bentukan atau pahatan, masuk Bab 68
Yg merupakan hasil pembakaran, masuk Bab 69
Batu-batuan setengah permata atau batu permata,
masuk Bab 71

BAGIAN VI
Mencakup produk kimia baik yang berbentuk bahan
baku maupun produk industri kimia

BAGIAN VII
Komoditi ini banyak diimpor oleh Indonesia
Kemajuan teknologi membuat komoditi ini semakin
sulit dalam identifikasi dan klasifikasi barang

BAGIAN VIII
Mencakup produk tertentu yg berasal dari binatang
Perlu diingat, Pos 42.01 dan 42.02 juga mencakup
produk tertentu terbuat bukan dari kulit

BAGIAN IX
Mencakup produk yg berasal dari tumbuhan
Namun, beberapa produk seperti furniture
diklasifikasikan pada bab lain, contoh Bab 49

BAGIAN X
Mencakup produk yg berasal dari tumbuhan

BAGIAN XI
Mencakup produk tekstil
Bahan dasar tekstil adalah serat benang kain
atau produk tekstil lainnya
Serat tumbuhan, hewani, mineral dan buatan
manusia
Serat tumbuhan = Serat Nabati (kapas, flaks, rami,
henneps, goni, sisal)
Serat hewan = Serat Hewani (bulu domba, bulu
unta, bulu kelinci, dll)
Serat buatan manusia = Man made fiber, dibagi
menjadi dua jenis
Serat Sintetik hub bahan polimer
Serat Artifisial hub bahan rayon viskosa, asetat
selulosa

BAGIAN XI
Data nomor benang, bisa dilihat dari besar dan
kecilnya suatu benang
Ada 2 sistem penomoran benang:
Direct Yarn Number langsung
Indirect Yarn Number tidak langsung
Kain terbuat dari benang dengan cara ditenun
Jika dibuat dengan mesin tenun melalui cara
menyilangkan kelompok benang satu dengan yg
lain, benang ini biasa disebut Lusi atau Pakan

BAGIAN XI
Benang Lusi atau Lungsin: benang tenun yg disusun
sejajar dan tidak bergerak, yg padanya benang
pakan diselipkan.
Benang Pakan: benang yg dimasukkan melintang
pada benang lungsin/lusi ketika menenun kain.

BAGIAN XV
Bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar
yg termasuk dlm bab-bab setelah bagian ini seperti
mesin dan kendaraan

BAGIAN XVI
Bagian ini mempunyai Pos dan Subpos yg sangat
besar dibandingkan dengan bagian lain

Hubungan antar Bab


Lihat File Excel

Pengelompokkan Bab
Lihat File Excel

Jenis Catatan
Catatan Definitif
Catatan yg menjelaskan pengklasifikasian suatu
barang pada pos atau sekumpulan pos tertentu
Contoh : hanya berlaku untuk ....
Catatan Ilustratif
Catatan yg memberikan gambaran terhadap
pengertian atau istilah yang perlu dijabarkan lebih
lanjut
Contoh : istilah .... berlaku

Catatan Eksklusif
Catatan yg mengeluarkan barang tertentu dari suatu
Pos atau Subpos dan memasukkannya dalam Pos
atau Subpos tertentu lainnya
Contoh : Bab ini tidak meliputi ....
Catatan Lain-Lain
Catatan yg menguraikan pengertian yg bersifat
teknis
Contoh : istilah ... adalah ..., istilah ... berarti ...

Catatan Penting
Bagian II, Bab 7, Catatan No.2
Dalam pos 07.09, 07.10, 07.11 dan 07.12 kata
"sayuran" meliputi jamur, cendawan tanah, buah
zaitun, kaper, labu sumsum, labu kuning, terong,
jagung manis (Zea mays var. saccharata), buah dari
genus Capsicum atau dari genus Pimenta, adas
pedas, parsley, chervil, tarragon, cress dan
marjoram manis (Majorana hortensis atau Origanum
majorana) yang dapat dimakan
Contoh:
Biji jagung manis (sweet corn) dalam keadaan utuh
dan kering untuk benih

Bagian II, Bab 16, Catatan No.2


Olahan makanan digolongkan dalam Bab ini asalkan
mengandung sosis, daging, sisa daging, darah, ikan atau
krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya, atau
berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut beratnya.
Dalam hal apabila olahan mengandung dua atau lebih produk
yang disebut di atas, diklasifikasikan dalam pos pada Bab 16
yang sesuai dengan komponen atau komponen-komponen
yang mendominasi menurut beratnya. Ketentuan ini tidak
berlaku untuk produk diisi dari pos 19.02 atau olahan dari pos
21.03 atau 21.04.

Contoh:

Hamburger mengandung (dalam persentase berat) : roti 52 %,


daging sapi goreng 22 %, sayuran 21 % dan lainnya 5 %

Banyak catatan penting yang harus


diperhatikan lebih lanjut, untuk itu yang
harus kita lakukan adalah memperhatikan
catatan itu dengan baik.
Untuk contoh lain, bisa dilihat di BTKI
ataupun buku karangan Adang Karyana.
Mohon untuk dipelajari untuk pemahaman
sebagai modal bekerja nanti setelah lulus

Publikasi Pelengkap HS
Pengguna HS harus mampu untuk merujuk pada Nomenklatur ini dengan
cara yang sederhana dan cepat. Itulah sebabnya the Council telah
memberikan pengguna dengan alat yang memungkinkan mereka untuk
mengadopsi metode kerja yang efektif.

PRAKTEK KLASIFIKASI

Apabila sudah ditetapkan satu POS TARIF, selanjutnya lihatlah pembebanan tarif dan ada tidaknya aturan tata
niaganya

Bandingkan POS, SUBPOS, POS TARIF yg setara (PERHATIKAN SISTEM TAKIK)

Setelah menemukan BAB yang sesuai, telusuri POS-POS yang mencakup barang sesuai spesikasi barang. Tahap
ini biasanya kita mulai menggunakan KUM 1 s.d. 6

Baca dan cermati CATATAN BAGIAN atau BAB yg dijelaskan dan ulangi proses nomor 3. Biasanya di tahapan ini,
kita sudah mempunyai gambaran umum apakah barang tsb diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lain

Perhatikan penjelasan dalam CATATAN BAGIAN dan CATATAN BAB


Apabila ada catatan eksklusif, perhatikan pada BAGIAN, BAB, atau POS mana barang tsb diklasifikasikan

Pilih BAB yg berkaitan dengan spesifikasi barang tsb. Perhatikan CATATAN BAGIAN dan CATATAN BAB

Identifikasi barang dengan cara mengetahui spesifikasi barang

7
6
5
4
3
2
1

Tahapan Klasifikasi

Klasifikasi dan Identifikasi

NOTA KLASIFIKASI BARANG


NKB adalah uraian rinci klasifikasi barang.
Formatnya sebenarnya tidak baku, bisa singkat
atau terdapat uraian yg cukup panjang
Biasanya mencakup:
a. Nama barang/uraian jenis barang
b. Bagian, Bab, alasan/catatan bagian-babsubpos
c. Explanatory Notes atau referensi lainnya
d. Uraian klasifikasi barang (mulai dari 2 digit
hingga 10 digit)
e. Kesimpulan

a.

Nama barang:
Sosis daging sapi yang dimasak
b. Alasan klasifikasi
1) Makanan olahan masuk Bagian IV
2) Olahan dari ikan masuk Bab 16, lihat Cat 1 ... Diolah selain
dari bab 2 dan bab 3 masuk Bab 16...
3) Lihat Bab 16 Cat 2 Bab 16 meliputi olahan makanan
mengandung daging lebih dari 20%...
c. Uraian Klasifikasi
1) Bab 16 ... Olahan dari daging
2) Pos 16.01... Sosis
3) Subpos 1601.00.10 ... Sosis
4) Pos tarif 1601.00.12.00 .. mengandung daging sapi
d. Kesimpulan
Sosis daging sapi yang dimasak diklasifikasikan pada Pos Tarif
1601.00.12.00 dengan tarif BM X%, PPN Y%, PPh 22 Z%

LATIHAN
1) Bagian dari kendaraan bermotor berupa
Radiator untuk mobil bus mini untuk
pengangkutan 15 orang dengan mesin
diesel dalam keadaan CKD masa total 10
ton
2) Bahan untuk membuat cat besi
mengandung bahan alkyd resin (poliester
resin) 55%, bahan pelarut yang mudah
menguap 28%, dan bahan lainnya 13%

3) botol minum plastik, memiliki ruang


ganda, dilengkapi dengan penutup skrup
dibagian atas, tabung fleksibel atau
sedotan, dan dirancang khusus untuk
digunakan pada sepeda. Ruang utama
memiliki kapasitas 1.100 ml. Ruang dalam
yang lebih kecil memiliki kapasitas 470 ml
dan dapat dilepas untuk dibersihkan.

4) Bumbu spageti mengandung


(berdasarkan beratnya) atas dasar isi
yang terlihat yaitu 22,9% bakso, 20,5%
pasta, dan 12,8% sayuran. Bakso itu
sendiri mengandung 63,8% daging,
sehingga total daging dalam bumbu ini
sebanyak 14,6%. Bumbu spageti ini
disiapkan dalam wadah kaca dengan isi
bersih 190 gram untuk penjualan eceran
dan dirancang untuk dikonsumsi oleh
anak-anak (satu tahun atau lebih tua)
setelah dihangatkan sebelum disajikan.

JAWABAN
1)
2)
3)
4)

8708.91.30.00
3907.50.10.00
3924.90.90.00
1902.30.90.00

Anda mungkin juga menyukai