Anda di halaman 1dari 13

PILKADA DAN

KORUPSI
OLEH:
A K MUNZI YULIANTO
FACHRURROZI AL ANSARI
MUHAMMAD CAESAREA K
MUHAMMAD GILANG D
NABILA DYARA PUTRI

Korupsi

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere


yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau
menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.

Hubungan Otonomi Daerah,


Pilkada dan Korupsi di Daerah

Otonomi daerah dibuat dengan tujuan agar daerah-daerah dapat


mengelola secara mandiri segala sumberdaya, keuangan,
maupun sumber-sumber lain sebagai pendapatan bagi daerah.
Antusias yang tinggi untuk meningkatkan kemajuan daerah
terlihat dari banyaknya daerah-daerah yang meminta
dimekarkan sehingga terjadi pemekaran daerah besar-besaran di
seluruh wilayah Indonesia. Yang menarik dari proses mekarnya
suatu daerah ini adalah menjamurnya praktik korupsi yang
dilakukan oleh oknum yang bernama pemimpin/petinggi di
daerah.

Modus korupsi pejabat di daerah, menurut KPK yang diuangkapkan


pada tahun 2010, yaitu :

Pengadaan Barang dana Jasa Pemerintah dengan mark up harga dan


merubah spesifikasi barang.

Penggunaan sisa dana tanpa dipertanggungjawabkan & tanpa


prosedur

Penyimpangan prosedur pengajuan & pencairan dana kas daerah

Manipulasi sisa APBD

Manipulasi dalam proses pengadaan/perijinan/konsensi hutan

Gratifikasi dari Bank Pembangunan Daerah penampung dana daerah

Bantuan Sosial tidak sesuai peruntukannya

Menggunakan APBD untuk keperluan Keluarganya dan koleganya

Menerbitkan Peraturan Daerah untuk upah pungut pajak;

Ruislag/tukar guling tanah dengan mark down harga

Penerimaan Fee Bank

Otonomi daerah memberikan kekuasaan kepada daerah untuk


mengurus daerahnya sendiri baik dari segi sumber daya maupun
pemerintahannya. Dimana kekuasaan akan daerah tersebut berada
di tangan pejabat daerah. Pejabat daerah ini sendiri dipilih melalui
Pilkada. Dalam Pilkada tersebut, calon pejabat daerah ditentukan
oleh pemerintah daerah, sehingga memberikan peluang kepada
calon pejabat untuk melakukan suap menyuap kepada pemerintah
daerah untuk dicalonkan. Sistem ini sering juga disebut ebagai
High Cost Democracy

Analisis Masalah
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
mencatat, hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524
orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan
kasus korupsi. Kepala daerah yang ditetapkan tersangka oleh
kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjumlah 318
orang di Indonesia sejak diterapkan pilkada langsung. Data lain juga
mengungkapkan dari Kemendagri sejak 2004 hingga Februari 2013.
Berdasarkan data tersebut, sedikitnya 291 kepala daerah baik
tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota terlibat dalam kasus
korupsi.

Dari data tersebut, menujukkan


tingkat korupsi didaerah relatif
tinggi. Banyaknya pejabat daerah
yang terjerat kasus korupsi
dikarenakan oleh beberapa hal,
antara lain

Aspek Perilaku individu


Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab pejabat
melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang
dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk
melakukan.

Aspek Organisasi
Kepemerintahan
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas,
termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat.
Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikitpun
bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan
terjadi.

Aspek Peraturan PerundangUndangan

Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam


peraturan perundang-undangan, yang dapat mencakup:

(a) adanya peraturan perundang-undangan yang monolistik yang


hanya menguntungkan kerabat dan konco-konco presiden,
(b) kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai,
(c) peraturan kurang disosialisasikan,
(d) sangsi yang terlalu ringan,
(e) penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu
(f) lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundangundangan.

Aspek Pengawasan

Pengawasan yang dilakukan instansi terkait (BPKP, Itwil, Irjen,


Bawasda) kurang bisa efektif karena beberapa faktor,
diantaranya:

Adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi,


Kurangnya profesionalisme pengawas,
Kurang adanya koordinasi antar pengawas
Kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum maupun pemerintahan
oleh pengawas sendiri.

Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang


secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara.
Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek
yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan
aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Adapun
penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk
perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan
negara.

thanks

Anda mungkin juga menyukai