DISINTEGRASI BANGSA
PKI MADIUN 1948
TIVANNY DWI GUSTI ASIH
XII IPS 3
35
SMAN 37 JAKARTA
menguasai
Madiun.
Madiun
5.
Diadakan
demonstrasi
kalau perlu
dengan kekerasan.
besar-besaran,
Selama tanggal 18-25 September pasukan PKI Musso dapat menduduki Kabupaten
Sukoharjo, yang dipimpin oleh Mayor Digdo, Letkol Iskandar dan Letkol Jadau sebagai
bezeting komandannya ialah Suwitojo. Pada tanggal 23 September 1948 PKI Musso telah
mengadakan pemecatan kepala-kepala desa dan mengadakan pemeriksaan uang kas,
berpuluh-puluh ton minyak dan bahan makanan telah diangkat ke jurusan Timur, juga
uang sebanyak Rp 336.304,01 dari suatu jawatan dapat dirampas dan dibawa lari.
Markas
Besar Angkatan
menetapkan
dan
Perang
mengangkat
segera
Kolonel
Gerakan Operasi Militer yang dilancarkan oleh pasukan yang taat kepada pemerintah RI berjalan
dengan singkat. Dalam 12 hari Madiun dapat dikuasai kembali, tepatnya tanggal 30 September 1948
jam 16.15. Malam harinya jam 22.00 Gubernur Militer Gatot Subroto memerintahkan Angkatan
Perang supaya terus melakukan pengejaran terhadap pasukan pemberontak yang bersarang di
Purwodadi, Pacitan, Ponorogo, Juru Bicara Menteri Pertahanan dalam pengumumannya
menyatakan; bahwa Musso melarikan diri ke Dungus, sebelah selatan Madiun. Gerakan Operasi
Militer pembasmian pemberontakan Madiun tersebut dikenal dengan nama Gerakan Operasi Militer
I atau disingkat dengan GOM I.
Musso yang melarikan diri ke daerah Ponorogo tertembak mati pada tanggal 31 Oktober 1948 oleh Brigade
S yang dipimpin oleh Kapten Sunandar sewaktu melakukan patroli. Musso yang menyamar sebagai kusir dan
dikawal oleh dua orang kepercayaannya, lalu terjadi tembak menembak. Musso lari ke sebuah rumah
penduduk desa, dengan menggunakan dua buah pistol vikers ia bertahan di rumah tersebut, dan membalas
tembakan dari balik pintu dan jendela. Waktu itu patroli TNI yang mengepung belum tahu bahwa orang
tersebut sebenarnya adalah Musso, disangka tentara komunis biasa saja. Akhirnya setelah diadakan
tembakan gencar dari luar rumah, Musso tertembak dan tak lama kemudian meninggal. Mayat Musso
kemudian dipotret, diperlihatkan kepada pegawai-pegawai pemerintah yang dipanggil dari Madiun. Sesudah
dipastikan mayat tersebut adalah mayat Musso, kemudian dukubur di salah satu tempat yang dirahasiakan
Pada tanggal 26 Nopember 1948 rombongan mereka sampai di Brati tetapi pasukan TNI lebih cepat bergerak;
sebelum mereka masuk garis status quo mereka telah diserbu oleh TNI, dan terjadi pertempuran di desa Brati.
Sehingga mereka melarikan diri. Dalam pertempuran ini Amir dapat meloloskan diri. Kemudian mereka
menyeberangi Sungai Lusi menuju ke desa Klambu, antara Klampok dan Bringin. Pasukan TNI mengadakan taktik
menggiring ke titik buntu yang mematikan. Taktik ini berhasil, karena pasukan pemberontak terjepit di daerah rawarawa. Mereka dikepung oleh kesatuan-kesatuan TNI, akhirnya Amir beserta Suripno dan Harjono menyerahkan diri
beserta pasukannya pada tanggal 29 Nopember. Kemudian pada tanggal 4 Desember 1948; Amir Sjarifuddin,
Djokosujono, Maruto Darusman, Suripno dan lain-lain gembong FDR dibawa ke Yogyakarta dengan kereta api.
Mereka dipenjara bersama-sama dengan kurang lebih 35.000 orang pengikut PKI serta simpatisannya di
Yogyakarta. Dengan tertangkapnya Amir Cs di desa Klambu, maka berakhirlah riwayat pemberontakan PKI Musso.
KESIMPULAN
Kaum komunis Indonesia telah mempengaruhi Angkatan Perang. Sasaran utama ialah menimbulkan
sentimen yang ada dalam tubuh Angkatan perang. Sedang keadaan ekonomi yang memburuk dijadikan
alat untuk menghasut rakyat, rencana pemerintah untuk mengadakan rasionalisasi ditentang dan dijadikan
alasan untuk menjatuhkan pemerintah. Pemberontakan PKI Musso mengalami kegagalan, karena
pemimpin-pemimpin komunis seperti Musso, Sumarsono, Amir Sjarifuddin dan lain-lain tidak mempelajari
pola berpikir, pandangan hidup dan struktur sosial bangsa Indonesia yang memiliki bermacam-macam
paham, pandangan hidup dan struktur sosial. Dan juga FDR/PKI menganggap bahwa kaum buruh dan
tani yang merupakan kelompok terbesar masyrakat Indonesia adalah merupakan pendukungpendukungnya, karena FDR/PKI memperjuangkan nasib buruh dan tani.
Dengan terjadinya Pemberontakan Madiun, maka secara nyata telah terjadi pula
Rasionalisasi dan Rekonstruksi TNI dalam arti mental dan phisik. Pemberontakan di Madiun
telah mempersatukan segala potensi yang masih ada menjadi satu kebulatan tenaga yang
lebih kompak, seolah-olah terjadi suatu operasi yang berbahaya akan tetapi dapat
menyembuhkan penyakit yang berat. Pemerintah dapat mengakhiri segala macam dualisme
dalam negara RI yang ada pada waktu itu.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.repository.unpad.ac.id/4281/1/pemberontakan_pki_musso_di_madiun.pdf, diakses
pada Selasa, 13 Desember 2016, diunduh pada 20.27 WIB.