Anda di halaman 1dari 14

LAWEYAN DALAM

PERIODE KRISIS EKONOMI


HINGGA MENJADI
KAWASAN WISATA
SENTRA INDUSTRI BATIK
TAHUN 1998-2004

SKRIPSI
Oleh:
Ibnu Majah
NIM. 3111411014
Ilmu Sejarah
LATAR BELAKANG
MASALAH
Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik
yang unik, spesifik dan bersejarah.

Dilihat dari segi sejarah, Laweyan merupakan pusat


perdagangan dan penjualan bahan sandang (lawe)
Keraton Pajang yang ramai dan strategis.

Dilihat dari sosial budaya masyarakat, Laweyan


memiliki ciri yang khas. Menurut Priyatmono (2004:
44), di Laweyan terdapat beberapa kelompok sosial
dalam kehidupan masyarakat. Kelompok tersebut
terdiri dari juragan (pedagang), wong cilik (orang
kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim
ulama) dan priyayi (bangsawan atau pejabat).
Laweyan tumbuh di tengah masyarakat birokrat
keraton dan rakyat biasa. Secara sosiologis dapat
dikatakan bahwa masyarakat Laweyan sebagai enclave
society. Keberadaan masyarakat tersebut sangat berbeda
dengan komunitas yang lebih besar di sekitarnya,
sehingga keberadaan dan interaksi sosial demikian
tertutup (Geertz, 1973; Baidi, 2006: 242).

Profesi pengusaha batik yang menjadi mayoritas mata


pencaharian masyarakat jelas menunjukkan bidang
pekerjaan yang berbeda dengan lapangan pekerjaan
masyarakat Surakarta pada umumnya. Oleh karena itu,
kampung Laweyan terasa sebagai pemukiman yang
asing dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Masalah yang muncul dari kata asing
tersebut ternyata merupakan sesuatu
yang menarik untuk dikaji, terutama dari
aspek sosial, ekonomi dan budaya.

Khususnya pada masa awal Reformasi


tahun 1998-2004. Selama kurun waktu
tersebut, Laweyan mengalami perubahan
drastis. Dimulai dari kondisinya yang
terpuruk akibat krisis ekonomi pada 1997
yang membuat perdagangan batik
lumpuh. Hingga pada 2004, Laweyan
kembali bangkit dengan dideklarasikan
sebagai Kawasan Wisata.
PERUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana kondisi secara umum
kehidupan masyarakat Kampoeng
Batik Laweyan?
2. Bagaimana dinamika kehidupan
sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat Kampoeng Batik
Laweyan pada periode krisis ekonomi
hingga menjadi kawasan wisata?
3. Bagaimana latar belakang penetapan
Laweyan sebagai kawasan wisata
sentra industri batik yang dikelola
secara terpadu oleh forum
masyarakat pada tahun 2004?
METODE
PENELITIAN
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan
metode historis. Menurut Gottschlak (1975: 32)
Metode historis adalah proses menguji dan
menganalisa secara historis rekaman
peninggalan masa lampau. Terdapat empat
tahapan dalam pelaksanaan metode historis,
yaitu;
1. Heuristik
2. Kritik Sumber
3. Interpretasi
4. Historiografi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Masyarakat Laweyan
Laweyan sudah ada sejak masa Kerajaan Pajang (Abad 15 M). Di
sana dulu banyak ditumbuhi pohon kapas dan merupakan sentra
industri benang yang kemudian berkembang menjadi sentra
industri kain tenun dan bahan pakaian, kain-kain hasil tenun dan
bahan pakaian ini sering disebut dengan lawe (Putri, 2011: 1).
Menurut sejarah, nama Laweyan diambil dari kata lawe tersebut.

Wilayah Laweyan terletak di bagian Barat-Utara Surakarta, saat


ini terbagi ke dalam 3 RW dan 10 RT. Kondisi lingkungan Laweyan
masih khas dengan dominasi bangunan yang masih berarsitektur
kuno.

Sebagian besar masyarakat Laweyan berprofesi sebagai pedagang


batik, serta terkenal sebagai kelompok masyarakat yang memiliki
etos kerja yang tinggi.

Masyarakat Laweyan juga terkenal tertutup yang ditandai dengan


dibangunnya pagar tembok tinggi yang membentengi rumah-rumah
mereka.
DINAMIKA KEHIDUPAN SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA
MASYARAKAT LAWEYAN PADA MASA KRISIS EKONOMI
HINGGA MENJADI KAWASAN WISATA

Pada masa krisis ekonomi tahun 1997 kondisi

perekonomian Laweyan menjadi semakin terpuruk,


setelah sebelumnya telah banyak mengalami kemunduran
pasca-masuknya teknologi batik printing pada era 1970-an.

Saat itu banyak pengusaha batik yang beralih profesi,


sehingga hanya menyisakan beberapa pengusaha yang masih
bertahan. Hal tersebut dikarenakan melonjaknya harga bahan
batik.

Setelah memasuki masa Reformasi, kondisi perekonomian


masyarakat Laweyan berangsur-angsur kembali pulih. Para
pengusaha batik mulai meningkatkan produksi, dan beberapa
pengusaha yang beralih profesi juga menampakkan usaha
barunya yang semakin berkembang.
o
Dalam kehidupan sosial masyarakat, masa Reformasi membuat
masyarakat Laweyan menjadi lebih terbuka dan semakin peka
terhadap keadaan lingkungan sekitar.

o Hal tersebut disebabkan oleh terlepasnya masyarakat Laweyan dari


kekangan Rezim Orde Baru. Menurut penuturan beberapa
narasumber, masyarakat Laweyan tidak pernah mendapat
perhatian khusus dari pemerintah Orde Baru, sehingga hal itu
membuat masyarakat menjadi tidak peduli terhadap pemerintah.
Kemudian, pada masa Reformasi, pemerintah mulai memberi
perhatiandengan memberikan berbagai bantuankepada
masyarakat, sehingga hal tersebut membuat kondisi masyarakat
menjadi lebih terbuka dan peduli.

o Hubungan antarkelompok sosial di Laweyan pun terjalin dengan


baik pada masa awal Reformasi. Tak pernah ada konflik yang dipicu
oleh kecemburuan antarkelompok. Konflik yang pernah terjadi selalu
disebabkan oleh masing-masing individu, yang tidak membawa-bawa
golongan sosial.
Dinamika Kebudayaan
Dimulainya masa Reformasi juga memengaruhi
kondisi kebudayaan Laweyan. Masyarakat Laweyan
menjadi semakin peduli dengan berbagai
kebudayaan yang berada di Laweyan, salah satunya
diwujudkan dengan kembali di-uri-uri-nya berbagai
tradisi yang dimiliki masyarakat Laweyan.
Sebenarnya masyarakat Laweyan tidak memiliki
tradisi budaya yang khas. Tradisi-tradisi yang
berada di sana merupakan tradisi Jawa seperti
pada umumnya, sebagian besar berasal dari
keraton. Namun, masyarakat Laweyan tidak mau
disebut meniru adat keraton.
Tradisi-tradisi tersebut antara lain: kesenian
tradisional (tari, keroncong, gamelan, macapat,
karawitan, dll.), mitoni pada ibu hamil, tradisi
dalam upacara pernikahan, kematian, dll.
LAWEYAN SEBAGAI KAWASAN
WISATA SENTRA INDUSTRI BATIK

Penetapan Laweyan sebagai kawasan wisata diawali dari


keprihatinan beberapa pengusaha batik dan tokoh
masyarakat Laweyan. Mereka melihat adanya suatu
potensi pada kawasan Laweyan untuk dikembangkan.

Berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya pada 24


Oktober 2004, secara resmi Laweyan ditetapkan sebagai
kawasan wisata sentra industri batik yang dikelola secara
terpadu oleh forum masyarakat.

Sehari setelah penetapan tersebut, forum pengelola


kawasan wisata Laweyan dibentuk dari perkumpulan
pengusaha batik dan tokoh masyarakat yang kini disebut
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
(FPKBL).
Skema Mekanisme Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan
SIMPULAN
Laweyan merupakan kawasan yang telah ada sejak zaman Kerajaan Pajang,
dengan sebagian besar masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang batik.
Secara sosial, masyarakat Laweyan merupakan kelompok yang tertutup dan
beretos kerja tinggi.
Dinamika kehidupan sosial pada masa krisis ekonomi hingga menjadi kawasan
wisata yang terjadi di Laweyan adalah berubahnya sifat masyarakat yang
semula tertutup menjadi lebih terbuka dan peduli terhadap lingkungan pada
awal Reformasi, hal tersebut disebabkan bergantinya pemerintahan yang
semakin memerhatikan masyarakat. Kemudian dalam kehidupan ekonomi,
perekonomian masyarakat Laweyan yang semula terpuruk akibat krisis 1997
dan masuknya produk batik printing pada 1970-an, pada masa awal Reformasi
berangsur-angsur kembali membaik, hal tersebut tak lepas dari semakin
stabilnya kondisi perekonomian Indonesia di tangan pemerintah baru. Pada
kehidupan budaya, masa awal Reformasi pun membuat masyarakat Laweyan
kembali melestarikan berbagai tradisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pergantian pemerintahan memberikan pengaruh yang besar pada dinamika
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Laweyan.
Terbentuknya Laweyan sebagai kawasan wisata diawali dari keprihatinan
beberapa pengusaha batik dan tokoh masyarakat yang melihat adanya potensi
besar pada kawasan Laweyan untuk kembali berjaya. Berkat dukungan dari
berbagai pihak, akhirnya terbentuklah kawasan wisata industri batik yang
dikelola oleh FPKBL.
TERIMA
KASIH
Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang

Anda mungkin juga menyukai