Anda di halaman 1dari 7

I.

Gambaran Umum Kampung Laweyan



1) Kondisi Geografis
Kampung Laweyan mempunyai luas
wilayah 24,83 Ha. Terdiri dari 20,56 Ha. tanah
pekarangan dan bangunan, sedang yang berupa
sungai, jalan, tanah terbuka, kuburan seluas 4,27
Ha. Jenis persil rumah di Laweyan secara garis
besar terdiri dari : persil rumah juragan batik besar
(1000m2-3000m2), persil rumah juragan batik
sedang (300m2-1000m2), persil milik buruh batik
( 25m2-100m2) (Widayati, 2002).

2)Sejarah
Kalurahan / Kampung Laweyan
merupakan kawasan sentra industri batik yang unik,
spesifik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang
ditulis oleh RT. Mlayadipuro , desa Laweyan (kini
wilayah Kalurahan / Kampung Laweyan) sudah ada
sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah
kawasan Laweyan barulah berarti setelah Kyai
Ageng Anis bermukim di desa Laweyan pada
tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar
Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan
membelakangi jalan yang menghubungkan antara
Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr.
Rajiman). Kyai Ageng Anis adalah putra dari Kyai
Ageng Selo yang merupakan keturunan raja
Brawijaya V. Kyai Ageng Anis atau Kyai Ageng
Laweyan adalah juga manggala pinituwaning
nagara kerajaan






Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang
pada tahun 1546 M. Setelah Kyai Ageng Anis
meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan
(tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung
di desa Laweyan), rumah tempat tinggal Kyai
Ageng Anis ditempati oleh cucunya yang bernama

PERAN RUANG PUBLIK
DI PERMUKIMAN TRADISIONAL
KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA

Oleh : Ir. Alpha Febela Priyatmono, MT.*)



ABSTRAKSI

Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak sebelum tahun 1500 M.
Sebagai pusat perdagangan lawe (bahan sandang) kerajaan Pajang, kehadirannya baru berarti setelah Kyai
Ageng Anis (keturunan Brawijaya V) dan cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Ing Pasar yang kelak menjadi raja
pertama Mataram bermukim di Laweyan tahun 1546 M. Sebagai daerah sentra industri batik dan permukiman
tradisional, kawasannya banyak bercirikan jalan /gang sempit, rumah berbeteng tinggi dan berhimpitan.
Laweyan banyak dipersepsikan orang sebagai lingkungan yang tertutup, angkuh dan kurang mempunyai nilai
sosial. Kondisi ini tidak sepenuhnya benar. Sebagai permukiman yang didominasi arsitektur tradisional Jawa,
Indisch dan Islam dengan public space yang terbatas, Laweyan tumbuh sebagai kawasan yang ramah bagi
komunitasnya. Kondisi ini terwujud diantaranya karena adanya pemanfaatan sebagian ruang privat
penghuninya sebagai ruang semi publik dan pemanfaatan masjid-masjid serta ruang terbuka lainnya sebagai
pusat kegiatan sosial budaya. Dalam perkembangannya sebagai suatu kawasan heritage, keberadaan ruang
publik tersebut sangat berpengaruh terhadap terwujudnya kenyamanan dan keselarasan lingkungannya..

Kata kunci : kawasan tradisional, ruang publik
Laweyan
Jl. Dr. Rajiman
Sungai
Kabanaran
Kraton
Kasunanan
Kraton
Mangkunegaran
(a)
(b)
Gambar 1.
(a) Peta Solo (b) Peta Kampung Laweyan
Sumber : Priyatmono (2004)
Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya.
Sewaktu Pajang dibawah pemerintahan Sultan
Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568
Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden
Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan). Kemudian
Sutowijaya pindah ke Mataram (Kota Gede) dan
menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam
dengan sebutan Panembahan Senapati yang
kemudian menurunkan raja-raja Mataram..
Masih menurut RT. Mlayadipuro pasar
Laweyan dulunya merupakan pasar lawe (bahan
baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas
pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan,
Juwiring dan Gawok yang masih termasuk daerah
kerajaan Pajang. Adapun lokasi pasar Laweyan
terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak
diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar
Mati serta di sebelah timur kampung Setono). Di
selatan pasar Laweyan, di tepi sungai Kabanaran,
terdapat sebuah bandar besar yaitu bandar
Kabanaran. Melalui bandar dan sungai Kabanaran
tersebut pasar Laweyan terhubung ke bandar besar
Nusupan di tepi sungai Bengawan Solo.
Pada zaman sebelum kemerdekaan
kampung Laweyan pernah memegang peranan
penting dalam kehidupan politik terutama pada
masa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar
tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di
kampung Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi
sebagai pendirinya. Dalam bidang ekonomi para
saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis
pergerakan koperasi dengan didirikannya
Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra
Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.

3)Arsitektur Rumah Tinggal
Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan
bangsawan, tetapi karena mempunyai hubungan
yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik
serta didukung dengan kekayaan yang ada, maka
corak pemukiman khususnya milik para saudagar
batik banyak dipengaruhi oleh corak pemukiman
bangsawan Jawa . Bangunan rumah saudagar
biasanya terdiri dari Pendopo, ndalem, sentong,
gandok, pavilion, pabrik, beteng, regol, halaman
depan rumah yang cukup luas dengan orientasi
bangunan menghadap utara-selatan. Atap bangunan
kebanyakan menggunakan atap limasan bukan
joglo karena bukan keturunan bangsawan
(Widayati, 2002). Dalam perkembangannya sebagai
salah satu usaha untuk lebih mempertegas
eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak
bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh
gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga banyak
bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch
(Jawa-Eropah) dengan faade sederhana,
berorientasi ke dalam, fleksibel, berpagar tinggi
lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas
Timur Tengah. Keberadaan beteng tinggi yang
banyak memunculkan gang-gang sempit dan
merupakan ciri khas Laweyan selain untuk
keamanan juga merupakan salah satu usaha para
saudagar untuk menjaga privacy dan memperoleh
daerah kekuasaan di lingkungan komunitasnya.


Rumah Jawa Rumah Jawa


Rumah Indische Rumah Indische

Rumah Indische Rumah Indische
(a)

















(b)








4).Industri Batik
Pada masa kerajaan Pajang Laweyan
terkenal sebagai sentra industri tenun. Industri batik
tradisional baru berkembang setelah jaman
penjajahan Belanda dan mencapai puncaknya
antara tahun 1970-an. Laweyan adalah salah satu
Gambar 2.
(a) Faade Rumah Laweyan(b) Tata Ruang
Rumah laweyan
Sumber : Priyatmono (2004)
Regol
Gandok
Kanan
Gandok
Kiri
Gandok
Belakang/Pabrik
pendopo
ndalem
sentong
Beteng
Halaman Depan/area
semi publik
Butulan
sentra industri batik di Solo yang terkenal sampai
sekarang











5).Sosial dan Budaya
Menurut Sarsono dan Suyatno (Widayati,
2002) terdapat pengelompokan sosial dalam
kehidupan masyarakat Laweyan, yaitu: kelompok
wong saudagar (pedagang), wong cilik (orang
kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim
ulama) dan wong priyayi (bangsawan atau pejabat).
Selain itu dikenal pula golongan saudagar atau
juragan batik dengan pihak wanita sebagai
pemegang peranan penting dalam menjalankan roda
perdagangan batik yang biasa disebut dengan istilah
mbok mase atau nyah nganten. Sedang untuk suami
disebut mas Nganten sebagai pelengkap utuhnya
keluarga.
Sebagian masyarakat Laweyan masih
tampak aktif nguri-uri (melestarikan) kesenian
tradisional, seperti: musik keroncong dan
kerawitan, yang biasanya ditampilkan (dimainkan)
sebagai pengisi acara hajatan, seperti mantenan,
sunatan, tetakan dan kelahiran bayi. Dalam bidang
keagamaan, sebagian besar penduduk Laweyan
beragama Islam, terlihat aktif menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti: pengajian,
darusan, semakan dan aktivitasaktivitas
keagamaan lainnya, baik secara terjadwal maupun
isidental.

II. Permukiman

Menurut Widayati (2002) rumah merupakan
bagian dari suatu permukiman. Rumah saling
berkelompok membentuk permukiman dengan pola
tertentu. Pengelompokan permukiman dapat
didasari atas dasar :
a. Kesamaan golongan dalam masyarakat,
misalnya terjadi dalam kelompok sosial
tertentu antara lain komplek kraton,
komplek perumahan pegawai.
b. Kesamaan profesi tertentu, antara lain desa
pengrajin, perumahan dosen, perumahan
bank.
c. Kesamaan atas dasar suku bangsa tertentu,
antara lain kampung Bali, kampung
Makasar.
Menurut Trigger (1978), pengelompokan
permukiman juga bisa terbentuk atas dasar
kepercayaan dari masyarakat dan atas dasar sistem
teknologi mata pencahariannya. Pengelompokan
permukiman tersebut tidak selalu menghasilkan
bentuk denah dan pola persebaran yang sama, tetapi
tergantung pada latar belakang budaya yang ada.
Permukiman di kampung Laweyan terdiri
dari dua kelompok besar. Kelompok tersebut
terbentuk berdasarkan kesamaan etnis dan profesi
mata pencaharian. Penduduk Laweyan sebagian
besar didominasi oleh keturunan bangsa Jawa yang
berprofesi sebagai juragan dan pekerja batik.

III. Permukiman Tradisional
Permukiman tradisional biasanya banyak
dicirikan dengan munculnya massa bangunan yang
mempunyai tampak berupa dinding dinding
tertutup menghimpit dan dikelilingi oleh gang atau
jalan sempit (Cobusier dalam Carmona dkk. 2003).
Massa bangunan dalam permukiman
tradisional saling berhimpitan antara satu dengan
lainnya, muka bangunan berhimpit dengan jalan,
tampak bangunan menyerupai dinding. (Carmona
dkk.,2003).
Menurut Rowe dan Kotter dalam Carmona
dkk. (2003) massa bangunan dalam kota tradisional
atau kuno biasanya berhubungan satu dengan
lainnya membentuk blok bangunan atau urban
block. Antara urban block satu dengan lainnya
dipisahkan oleh jalan berpola grid dan ruang umum
sehingga membentuk butiran butiran urban blocks
yang relatif kecil.
Masih menurut Rowe dan Kotter dalam
Carmona dkk. (2003) ketinggian bangunan di
kawasan tradisional relatif rendah dan hampir
mempunyai ketinggian sama antara satu dengan
yang lainnya, perkecualian di beberapa bangunan
umum dan peribadatan mempunyai massa yang
lebih tinggi dan menonjol. Sedangkan untuk kota
modern , massa bangunan biasanya membentuk
blok blok dengan butiran blok yang besar. Massa
bangunan membentuk super blocks dan dikelilingi
oleh taman di sekitarnya. Super blocks biasanya
dibatasi oleh jalan jalan berpola grid yang
merupakan jalan utama penghubung antar kawasan.
Kampung Laweyan sebagai permukiman
tradisional, elemen kawasannya dibentuk oleh
butiran massa yang saling berdekatan membentuk
jalan lingkungan yang relatif sempit. Massa
bangunan milik juragan batik sebagian besar terdiri
dari massa bangunan besar dan sedang. Bangunan
Gambar 3.
Industri Batik di Laweyan
Sumber : Priyatmono (2004)

tersebut biasanya dilengkapi dengan pagar tinggi
yang menyerupai beteng. Adapun massa
bangunan kecil jumlahnya lebih sedikit dan
sebagian besar merupakan milik pekerja batik.




















IV. Ruang Publik

1) Pengertian
Ruang publik adalah ruang dalam suatu
kawasan yang dipakai masyarakat penghuninya
untuk melakukan kegiatan kontak publik. (Whyte
dalam Carmona dkk. 2003). Ruang publik dapat
berbentuk cluster maupun linier dalam ruang
terbuka maupun tertutup. Beberapa contoh ruang
publik antara lain : plaza, square, atrium,
pedestrian.
Menurut Whyte dalam Carmona (2003)
ruang publik yang bisa berfungsi optimal untuk
kegiatan publik bagi komunitasnya, biasanya
mempunyai ciri-ciri antara lain : merupakan lokasi
yang strategis (sibuk), mempunyai akses yang
bagus secara visual dan fisik, ruang yang
merupakan bagian dari suatu jalan (jalur sirkulasi),
mempunyai tempat untuk duduk duduk antara
lain berupa anak anak tangga, dinding atau pagar
rendah, kursi dan bangku taman, ruang yang
memungkinkan penggunanya dalam melakukan
aktifitas komunikasi bisa berpindah pindah
tempat / posisi sesuai dengan karakter dan suasana
yang diinginkan.

2) Persyaratan
Menurut Carr et al. dalam Carmona dkk.
(2003), ruang publik dalam suatu permukiman akan
berperan secara baik jika mengandung unsur antara
lain : comfort, relaxation, passive angagement,
active angagement, discovery.

a) Comfort, merupakan salah satu syarat
mutlak keberhasilan ruang publik. Lama
tinggal seseorang berada di ruang publik
dapat dijadikan tolok ukur comfortable
tidaknya suatu ruang publik. Dalam hal ini
kenyamanan ruang publik antara lain
dipengaruhi oleh : environmental comfort
yang berupa perlindungan dari pengaruh
alam seperti sinar matahari, angin;
physical comfort yang berupa
ketersediannya fasilitas penunjang yang
cukup seperti tempat duduk; social and
psychological comfort

b) Relaxation, merupakan aktifitas yang erat
hubungannya dengan psychological
comfort. Suasana rileks mudah dicapai
jika badan dan pikiran dalam kondisi sehat
dan senang. Kondisi ini dapat dibentuk
dengan menghadirkan unsur-unsur alam
seperti tanaman / pohon, air dengan lokasi
yang terpisah atau terhindar dari
kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan di
sekelilingnya.,

c) Passive engagement, aktifitas ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya.
Kegiatan pasif dapat dilakukan dengan
cara duduk-duduk atau berdiri sambil
melihat aktifitas yang terjadi di
sekelilingnya atau melihat pemandangan
yang berupa taman, air mancur, patung
atau karya seni lainnya.

d) Active engagement, suatu ruang publik
dikatakan berhasil jika dapat mewadahi
aktifitas kontak / interaksi antar anggota
masyarakat (teman, famili atau orang
asing) dengan baik.

Gambar 4.
Figure-Ground Kampung Laweyan
(Sumber : Priyatmono,2004)

Gambar 5
Jalan / Gang di Kampung Laweyan
(Sumber : Priyatmono, 2004)
Massa bangunan
berhimpitan
Jalan sempit
e) Discovery ,merupakan suatu proses
mengelola ruang publik agar di dalamnya
terjadi suatu aktifitas yang tidak monoton.
Aktifitas dapat berupa acara yang
diselenggarakan secara terjadwal (rutin)
maupun tidak terjadwal diantaranya
berupa konser, pameran seni, pertunjukan
teater, festival, pasar rakyat (bazaar),
promosi dagang



















3) Ruang Publik di Laweyan

Ruang publik di Laweyan berupa ruang
terbuka, sebagian jalan (gang), sebagian ruang-
ruang privat rumah tinggal, langgar dan masjid.
Sebagai permukiman tradisional, ruang ruang
tersebut terletak diantara massa bangunan yang
tersusun secara padat dan berhimpitan dengan
space yang relatif sempit.

a)Ruang Publik (Tanah Negara, Masjid dan
Langgar)

(a) Area Makam Kramat (b) Masjid Baiturrahim

(c) Latar Jembar (d) Masjid Laweyan


(e) Area Parkir Kramat (f) Langgar Makmoer


(g) Langgar Merdeka (h) Darul Arqom


(i) Makam Ngingas (j) Dirham


(k) Masjid Kirmani (l) Makam Klaseman













Pedestrian sebagai
ruang publik
Atraksi salah satu
program discovery
Pohon memberikan
suasana teduh dan rileks
Ruang publik untuk
rekreasi aktif
Suasana santai duduk di
ruang publik
Suasana santai duduk di
ruang publik
c
a
b
d
e
f
g
h
i
j
k
l
Gambar 6
Beberapa Contoh Ruang Publik
(Sumber : Priyatmono, 2004)
Gambar 8
Tata Letak Fasilitas/Ruang Publik di Laweyan
(Sumber : Priyatmono, 2004)
Gambar 7
Ruang Publik di Laweyan
(Sumber : Priyatmono, 2004)













Ruang-ruang umum milik masyarakat
difungsikan sebagai suatu area untuk kegiatan
bersama dengan komunitas yang lebih luas
(masyarakat umum). Masjid dan langgar disamping
sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai
tempat kegiatan sosial budaya kemasyarakatan.
Karena keterbatasan ruang, disamping masjid ,
langgar dan tanah terbuka milik negara, interaksi
sosial juga dilakukan di tempat-tempat umum
lainnya antara lain makam, ruang disisi jalan serta
ruang terbuka lainnya yang memungkinkan untuk
interaksi sosial.
Sewaktu industri batik mengalami masa
kejayaannya sekitar tahun 1960-an, kampung
Laweyan bisa diidentikkan sebagai suatu kawasan
industri bersama. Pada masa itu interaksi sosial
terjadi lebih intensif. Pembatikan dilakukan di
rumah-rumah juragan yang terletak disisi utara .
Sedang proses pencucian dan penjemuran
dilakukan di sungai dan area tepian sungai (sisi
selatan). Dalam hal ini jalan dan area tepian sungai
berfungsi sebagai area kontak sosial yang cukup
efektif. Pada masa itu morfologi kampung Laweyan
berbentuk linier.
Seiring perkembangan jaman, dengan
ditemukannya pompa penyedot air, produksi batik
dapat diselesaikan di masing-masing rumah.
Kondidisi ini mengakibatkan berubahnya pola
morfologi kawasan yang sebelumnya berbentuk
linier menjadi berbentuk cluster. Peran daerah
sungai sebagai area kontak sosial berkurang.
Seiring dengan perubahan bentuk tersebut
berkurang pula ruang kontak sosial masyarakatnya.






b)Ruang Semi Publik
Masyarakat Laweyan menurut sejarah
adalah masyarakat penganut tradisi kawin saudara,
yaitu perkawinan antar keluarga yang sedarah.
Perkawinan antar saudara salah satu tujuannya agar
harta dari keluarga tersebut tidak jatuh ke tangan
orang lain. Perkawinan tidak menutup
kemungkinan bisa dilaksanakan di luar sistem
tersebut, sepanjang tingkat kekayaannya seimbang.
Hal ini dimaksudkan untuk salah satu usaha
pelestarian usaha mereka. Perkawinan antar
keluarga menyebabkan terwujudnya keluarga
besar. Keluarga besar hidupnya mengelompok
dalam suatu blok kompleks. (Widayati, 1994).
Hal ini secara langsung maupun tidak
langsung mengakibatkan hampir sebagian besar
penduduk kampung Laweyan masih berbau
saudara antara satu dengan lainnya. Kondisi ini
berpengaruh pada bentuk permukimannnya.
Hampir sebagian besar dahulunya rumah - rumah
penduduk saling berhubungan langsung melalui
pintu-pintu butulan di atas dan di bawah tanah..
Sebagian halaman rumah juga berfungsi sebagai
area semi publik masyarakat di sekitarnya. Pintu
butulan selain untuk jalur komunikasi antar
rumah juga berfungsi sebagai jalur keamanan
bersama. Dengan bentuk rumah yang saling
berhubungan antara satu dengan lainnya
mengakibatkan adanya rasa persaudaraan dan
silaturahmi yang kuat khususnya diantara mereka
( komunitas Laweyan). Meskipun secara
keseluruhan rumah Laweyan berbentuk tertutup
(ber beteng} dan menimbulkan kesan angkuh
bagi orang luar, sebetulnya tidak sepenuhnya benar.
Didalam rumah dengan pagar dinding tinggi dan
tertutup, terdapat suatu kegiatan sosial dari
komunitasnya. Disini sebagian ruang privat juga
berfungsi sebagai salah satu ruang semi publik,
kadang kadang sekaligus sebagai ruang publik.
Sehingga kondisi ini secara langsung maupun tidak
telah membentuk jalur jalur ruang publik (jalan)
alternatif yang biasa digunakan oleh komunitas di
dalamnya. Dalam perkembangannya sekarang,
karena adanya alih kepemilikan rumah dan adanya
Gambar 9
Ruang Publik di Sisi Perempatan Jalan
(Sumber : Priyatmono, 2004)
Zona Tepian Sungai
Zona Juragan
Zona Pekerja
Gambar 10
Tepian Sungai Sebagai Area Kontak Sosial
(Sumber : Priyatmono, 2004)
Zona Pekerja
tuntutan kegiatan, jalan butulan tidak atau kurang
difungsikan lagi.

















V. Kesimpulan
Sebagai suatu kawasan yang relatif
tertutup(permukimannya berbeteng-beteng),
Laweyan tumbuh sebagai suatu kawasan yang
ramah. Peran dari area publik untuk aktifitas
bersama sangatlah besar. Ruang publik mempunyai
kedudukan yang bertingkat tingkat sesuai dengan
peran dan fungsinya. . Ruang publik di tingkat
paling sederhana terletak di masing masing rumah
melalui konsep butulan antar rumah. Area publik
yang lebih luas terletak di luar rumah dengan
konsep bertingkat dari tingkat RW sampai tingkat
Kelurahan.

Daftar Pustaka
Carmona dkk., 2003, Public Space Urban Space :
The Dimension of Urban Design,
Architectural Press London
Conti, Flavio, 1977, The Grand Theme Architectur
as Environment, HBJ Press, New York
DeGraaf, HJ,2003, Keraajaan Islam Pertama di
Jawa Tinjauan Sejarah Politik Abad
XV dan XVI, graffiti, Jakarta.
Haryadi dkk., 1995, Arsitektur Lingkungan dan
Perilaku : Suatu Pengantar ke Teori,
Metodologi dan Aplikasi, Proyek
Pengembangan Pusat Studi Lingkungan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Mlayadipuro, 1984, Sejarah Kyai Ageng Anis-Kyai
Ageng Laweyan. Urip Urip (penyunting:
Santoso, Suwito) Museum Radya Pustaka,
Surakarta.
Priyatmono, Alpha Febela, 2004, Studi
Kecenderungan Perubahan Morfologi
Kawasan di Kampung Laweyan
Surakarta, Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Widayati, Naniek, 2002, Permukiman Pengusaha
Batik Di Laweyan Surakarta, Program
Pascasarjana Fakultas Sastra Universitas
Indonesia, Jakarta
Watson , Donald, 2001, Time Saver Standart For
Urban Design, Mc Graw Hill, New York.
Zand, Markuss, 1999, Perancangan Kota Secara
Terpadu : Teori Rancangan Kota dan
Penerapannya, Kanisius, Yogyakarta

*) Alamat Kantor:
Jurusan Teknik Arsitektur
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1
Pabelan Kartasura Surakarta
Telp. (0271)717417-ex 225 Fax (0271) 715448
Alamat rumah :
Sayangan Kulon No. 9 Laweyan Surakarta
Telp. (0271) 712276, (0271) 738724
E-mail febela2006@yahoo.co.id
Gambar 11
Butulan sebagai Ruang Semi Publik di Laweyan
(Sumber : Priyatmono, 2004)

Gambar 12
Ruang Semi Publik di Laweyan
(Sumber : Priyatmono, 2004)

Gambar 13
Beberapa Butulan Antar Rumah
(Sumber : Priyatmono, 2004)

Gambar 14
Beberapa Butulan Bawah Tanah Antar Rumah
(Sumber : Priyatmono, 2004)

Sisa Sisa Butulan
bawah tanah
butulan

Anda mungkin juga menyukai