Anda di halaman 1dari 5

ORIENTASI HUNIAN

Pemukiman Suku Lamaholot(Daerah Larantuka) berada diatas bukit-bukit/lereng


gunung atas pertimbangan kepercayaan(Suci) dan Keamanan dengan orientasi grid pattern.
Mereka memercayai di bukit inilah tempat arwah nenek moyang(kewokot) berada. Suku
Lamaholot yang semulanya Kerajaan dan berubah menjadi republic berakibat pada perubahan
lingkungan permukiman pusat kota dan kampung Lamaholot baik secara fisik maupun non
fisik (sosio-kultural). Perubahan fisik lingkungan pusat kerajaan (pusat kota) dan kampung
Lamaholot berupa pola bentuk tata ruangnya dan pola struktur tata letak unsur-unsur
budayanya
Wujud perubahan pada struktur tata ruang kota berupa:(1) Perubahan pada
permukiman pusat kota adalah memiliki fungsi Ganda (Bipolar), tidak berstara, memiliki
kuatnya simbolik agama Katholik pada ruang kota, serta permukiman yang menyebar,(2)
Perubahan pada permukiman KampungLamaholot adalah berfungsi Bipolar, sebagian masih
berstrata namun sebagian telah mengalami pencampuran suku serta permukiman yang
menyebar.

NILAI-NILAI POLA HUNIAN

HIRARKI RUANG KOTA SUKU LAMAHOLOT


Terdiri dari pusat kota/kerajaan dan Kampung Lamaholot, dengan 3 fungsi Kawasan: yitu:
Kerajaan, Hunian dan Fasilitas Umum

STRUKTUR RUANG SUKU LAMAHOLOT


 Bipolar: Semula terdapat orientasi Rera Wulan Tana Ekan, dimana Rera berarti
matahari, Wulan berarti Bulan dan Tana Ekan berarti Bumi. Roh dan Nyata, yakni
bermakna tinggirendah, sakral-profan. Kemudiam berkembang dalam varian kiri-
kanan. Bagian belakang seringkali dianggap bernilai tinggi karena menuju ke arah
Puncak Gunung Ilemandiri sebagai awal manusia Lamaholot yaitu Ian Nurak dan
Wato Wele berkembang. Konsep ini biasanya ditemukan di komplek kerajaan,
misionarisdan bangsawan suku
 Menyebar: Selain bekas kawasan bangsawan, banyak fasilitas umum dan lahan
kaveling besar yang berkembang menjadi satuan permukiman di daerah pusat kota.
Kecenderungan permukiman ini berpola menyebar. Artinya pertumbuhan bangunan
yang terjadi dikawasan pusat kota tersebut berada di segala arah dan tidak
berstrata/berjenjang.

POLA RUANG SUKU LAMAHOLOT


 Terpusat ke bangunan induk: Istana Raja dan Korke/koko bale, sebagai bagian dari
pusat/inti sehingga hunian menghadap ke arah istana sebagai pusat kerajaan.
 Komunal: Pola komunal mengutamakan kekerabatan berdasarkan garis keturunan
yangtercermin dalam ungkapan Lamaholot Ina Tou-Ama Ehan(saudara berasal dari
bapa dan ibu yang sama) dimana mengakibatkan hunian selalu ditempati keluarga
besar (lango bele).
 Pola Dis-orientasi: Ikatan masyarakat lamaholot dengan raja yang terputus
menyebabkan perubahan hunian orientasi sosio-kultural
 Pola Incremental: Pola papan catur (grid pattern), dengan pembagian peruntukan
lahan, berdasarkan pada peran dan status penghuni yang menempati permukiman

GAMBARAN POLA HUNIAN KAWASAN BANGSAWAN


GAMBARAN POLA HUNIAN KAMPUNG LAMAHOLOT
GAMBARAN POLA HUNIAN FASILITAS UMUM

INTERIOR SUKU LAMAHOLOT


Rumah Lamaholot terbuat dari bahan kayu khusus “kayu besi” atau disebut juga “kaji
ua”, selain itu juga batang kelapa, lontar dan pinang serta bamboo. Dinding dari
“Kaneka”(batang bamboo tua cincang) Sedangkan atap rumah menggunakan “luo
molone”(alang-alangyang dipintal pada lempengan bamboo 2,5m-3 m). Ada juga atap yang
dibuat dari daun kepa/”kau nepin”.
Perkampungan lamaholot memiliki Nubanara(pusat pemujaan nenek moyang),
berupa timbunan batu berbentuk bulat telur. Ditengah batu terdapat tiang pemujaan dengan 7
cabang bamboo “ekeng” untuk menggantungkan kepala babi/kambing/tuak persembahan
pada upacara adta. Di sekitar nubanara terdapat “nobo”(tempat duduk) dan di hadapan
nubanara terdapat “Lango Beleng”/ rumah keramat.

DAFTAR PUSTAKA
Dominikus, Wara Sabon. 2018. “Literasi Matematika Lamaholot”. Hal 2-3. Lembata: Ikatan
Keluarga Adonara
Subanpulo, Oktavianus Sila Wuri. 2012. “Pengaruh Budaya Lamaholot dalam Budaya
Larantuka”. Vol 8(3): 251-255. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota

dibangun di atas bukit-bukit


atau di lereng-
lereng gunung karena
pertimbangan keamanan dan
kepercayaan.
dibangun di atas bukit-bukit
atau di lereng-
lereng gunung karena
pertimbangan keamanan dan
kepercayaan.
dibangun di atas bukit-bukit
atau di lereng-
lereng gunung karena
pertimbangan keamanan dan
kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai